Anda di halaman 1dari 16

FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. R DENGAN


PENYAKIT STRUMA NODUSA

I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi Dx medik
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma nodosa atau struma.

Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat adanya nodul, disebut struma nodosa

(Tonacchera, Pinchera & Vitty, 2009). Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih

dari 2x ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal

(eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau kelebihan

produksi hormon (hipertiroidisme) (Black and Hawks, 2009).

Kebutuhan hormon tiroid meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan

menyusui. Pada umumnya struma nodusa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu

menyusui. Struma nodusa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic.

Struma nodusa non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai tanda- tanda

hipertiroidisme (Hermus& Huysmans, 2004).

Pada penyakit struma nodusa non toxic tiroid membesar dengan lambat.

Struma nodusa toxic ialah keadaan dimana kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid

yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan hipertiroid.

Dampak struma nodusa terhadap tubuh dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ di

sekitarnya.
B. Etiologi Dx medik
Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium (Black and

Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat menghambat pembentukan hormon tiroid oleh

kelenjar. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang

berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam

jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar. Penyebab

lainnya karena adanya cacat genetik yang merusak metabolisme yodium, konsumsi

goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen lingkungan, makanan, sayuran),

kerusakan hormon kelenjar tiroid, gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala

dan leher (Sudoyo, 2009).

Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non toxic adalah respon dari

sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu kelenjar tiroid pada tiap individu.

Dalam satu kelenjar tiroid yang normal, sensitivitas sel-sel dalam folikel yang sama

terhadap stimulus TSH dan faktor perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat bervariasi.

Terdapat sel-sel autonom yang dapat bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat

sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Selsel akan bereplikasi menghasilkan sel

dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya replikasi yang tinggi ini tidak

tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid sehingga akan tumbuh nodul-nodul.

C. Patofisiologi / pathway
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon

tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan

ditangkap paling banyak oleh kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi

bentuk yang aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH) kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang

terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul

triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan pengaturan umpan balik negatif dari

seksesi TSH dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan

hormon metabolik yang tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi

peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar

tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.

Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme

tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik

negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan

pembesaran kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan

berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-

angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar

penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun

sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan,

sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral.


D. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala
1. Gangguan menelan

2. Peningkatan metabolisme karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi

3. Peningkatan simpatis (jantung menjadi berdebar-debar , gelisah, berkeringat, tidak tahan

cuaca dingin, diare, gemetar dan kelelahan).

Pada pemeriksaan status lokalis struma nodusa, dibedakan dalam hal :


a) Jumlah nodul : satu (soliter) atau lebih dari satu (multipel)

b) Konsistensi : lunak, kistik, keras atau sangat keras

c) Nyeri pada penekanan : Ada atau tidak ada

d) Perlekatan dengan sekitarnya : Ada atau tidak ada

e) Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tyroid : Ada atau tidak ada

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk struma nodusa antara lain (Tonacchera, dkk. 2009) yaitu :

1. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan tes fungsi hormon : T4 atau T3, dan TSH.

Nilai normal :

a) T4 serum : 4.9 – 12.0 µg/dL


b) Tiroksin bebas : 0.5 – 2.8 µg/dL
c) T3 serum : 115 - 190 µg/dL
d) TSH serum : 0.5 – 4 µg/dL
e) FT1 serum : 6.4 - 10 %
2. Pemeriksaan radiologi.

a. Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau pembesaran struma yang

pada umumnya secara klinis sudah bias diduga, foto rontgen pada leher lateral

diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas.

b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Manfaat USG dalam pemeriksaan tiroid :

1) Untuk menentukan jumlah nodul.

2) Dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik.

3) Dapat mengukur volume dari nodul tiroid.

4) Dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap

yodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid.


5) Untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsi

terarah.

6) Pemeriksaan sidik tiroid. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah tentang

ukuran, bentuk, lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid.

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration Biopsy). Biopsi ini dilakukan khusus

pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Penatalaksanaan konservatif

a. Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.

Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa

pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk

menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T 4) ini juga diberikan

untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar

tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil

(PTU) dan metimasol/karbimasol.

b. Terapi Yodium Radioaktif .

Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid

sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka

pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium

radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil

penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan resiko
kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk

kapsul atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya

diberikan empat minggu setelah operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

2. Penatalaksanaan operatif

a. Tiroidektomi

Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid adalah

tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal akan menyisakan

jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total, yaitu

pengangkatan jaringan seluruh lobus termasuk istmus (Sudoyo, A., dkk., 2009).

Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman dengan morbiditas

kurang dari 5 %. Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis tiroidektomi, yaitu :

1) Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau bawah satu lobus

2) Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus

3) Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu lobus dan

istmus

4) Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan sebagian besar

lobus lainnya.

5) Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.

6) Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar dan kelenjar

limfatik servikal.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.Hipotermi b.d Efek agen farmakologis

2. Resiko jatuh b.d kondisi pasca operasi

3. Nausea b.d Efek agen farmakologis

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN IMPLEMENTASI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1 Hipotermi b.d efek Setelah di Manjemen Manjemen hipotermi


agen farmakologis lakukan tindakan hipotermi
keperawatan
diharpkan Observasi :
 Memonitor suhu tubuh
termoregulasi  Monitor suhu  Mengidentifikasi
membaik dengan tubuh penyebab hipotermia
kriteria hasil :  Identifikasi ( misalnya, terpapar suhu
penyebab lingkungan rendah,
hipotermia pakaian tipis, kerusakan
 Menggigil ( misalnya, hipotalamus. Kekurangan
menurun terpapar suhu lemak subkutan)
 Akrosiano lingkungan  Memonitor tanda dan
sis menurun rendah, pakaian gejala akibat hipotermia
 Bradikardi tipis, kerusakan ( hipotermia ringan :
menurun hipotalamus. takipnea, disatria,
 Takikardi Kekurangan menggigil, hipertensi,
menurun lemak subkutan) diuresis, dll)
 Suhu  Monitor tanda dan  Menyediakan lingkungan
tubuh membaik gejala akibat yang hangat ( misalnya:
 Suhu kulit hipotermia atur suhu ruangan,
membaik ( hipotermia incubator )
ringan : takipnea,  mengganti pakaian dan /
disatria, atau linen yang basah
menggigil,  Lakukan penghangatan
hipertensi, pasif ( misalnya, selimut,
diuresis, dll) menutup kepala, pakaian
 Teraupetik : tebal )
 -Sediakan  Melakukan penghangatan
lingkungan yang aktif eksternal
hangat ( misalnya:  Melakukan penghangatan
atur suhu ruangan, aktif internal
incubator )
 ganti pakaian Menganjurkan
dan / atau linen makan/minum hangat
yang basah 2. Terapi paparan panasi
 Lakukan
penghangatan - mengidentifikasi
pasif ( misalnya, kontraindikasi penggunaan
selimut, menutup terapi
kepala, pakaian - menghindari meletakan
tebal ) bayi di dekat jendela
 Lakukan terbuka atau di area aliran
penghangatan pendingin ruangan atau
aktif eksternal kipas angin
 Lakukan - menggunakan matras
penghangatan penghangat selimut hangat
aktif internal dan penghangat ruangan
untuk menaikan suhu tubuh,
Edukasi jika perlu
Anjurkan - menggunakan kasur
makan/minum pendingin , water circulating
hangat blankets ice pack atau gel
pad dan intravaskuler
2. Terapi paparan cooling cathcte rization
panas untuk menurunkan suhu
tubuh
Observasi - Menyeesuaikan suhu
 Identifikasi lingkungan dengan
kontraindikasi kebutuhan pasien
penggunaan terapi
 Hindari - menjelaskan cara
meletakan bayi di pencegahan heat
dekat jendela exhaustion dan head
terbuka atau di area stroke
- Menjelaskan cara
aliran pendingin pencegahan hipotermia
ruangan atau kipas karena terpapar udara
angin dingin
 Gunakan - Mendemonstrasikan
matras penghangat teknik perawatan
selimut hangat dan metode kangguru
penghangat ruangan
untuk menaikan Kolaborasi :
suhu tubuh, jika - berkolaborasi pemberian
perlu antipereutik , jika perlu
 Gunakan
kasur pendingin ,
water circulating
blankets ice pack
atau gel pad dan
intravaskuler
cooling cathcte
rization untuk
menurunkan suhu
tubuh
 Sesuaikan
suhu lingkungan
dengan kebutuhan
pasien

Edukasi

 Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion dan
head stroke
 Jelaskan cara
pencegahan
hipotermia karena
terpapar udara
dingin

Demonstrasikan
teknik perawatan
metode kangguru

Kolaborasi :

 Kolaborasi
pemberian
antipereutik , jika
perlu

3. Resiko jatuh b.d Setelah di Pencegahan Jatuh Observasi:


2 kondisi pasca lakukan tindakan
operasi keperawatan Observasi: □ mengidentifikasi faktor
diharpkan □ Identifikasi faktor resiko jatuh (mis, usia >65
keparahan/ cedera tahun, penurunan tingkat
resiko jatuh (mis,
yang diamati
usia >65 tahun, kesadaran, defisit
menurun dengan
kriteria hasil penurunan tingkat kognitif,hipotensi

kesadaran, defisit ortostatik,gangguan


Kejadian cedera
menurun kognitif,hipotensi keseimbangan, gangguan

ortostatik,ganggu penglihatan, neuropati )

an keseimbangan, □ mengidentifikasi resiko

gangguan jatuhsetidaknya sekali

penglihatan, setiap shift atau sesuai

neuropati ) kebijakan institusi.

□ Identifikasi resiko □ mengidentifikasi faktor

jatuhsetidaknya lingkungan yang

sekali setiap shift meningkatkan resiko jatuh

atau sesuai (mis, lantai licin,

kebijakan penerangan kurang ).

institusi. □ menghitung resiko jatuh

□ Identifikasi faktor dengan menggunakan

lingkungan yang skala (mis, Fall Morse

meningkatkan Scall, Humty Dumty Scall)

resiko jatuh (mis,


lantai licin, jika perlu.
penerangan □ memonitor kemammpuan
kurang ). berpindah dari tempat
□ Hitung resiko tidur ke kursi roda dan
jatuh dengan sebaliknya.
menggunakan
Terapeutik
skala (mis, Fall
Morse Scall, □ Orientasikan ruangan

Humty Dumty pada pasien dan keluarga.

Scall) jika perlu. □ memastikan roda tempat

□ Monitor tidur dan kursi roda selalu

kemammpuan dalam kondisi terkunci.

berpindah dari □ memasang handrail

tempat tidur ke tempat tidur

kursi roda dan - mengatur tempat tidur

sebaliknya. mekanis pada posisi


terendah
Terapeutik □ Tempatkan pasien
□ Orientasikan beresiko tinggi jatuh dekat
ruangan pada dengan pemantauan
pasien dan perawat dari nurse station.
keluarga. □ menggunakan alat bantu
□ Pastikan roda berjalan (mis, kursi roda,
tempat tidur dan walker )
kursi roda selalu □ mendekatkan bell
dalam kondisi pemanggil dalam
terkunci. jangkauan pasien
□ Pasang handrail
Edukasi
tempat tidur
□ Atur tempat tidur □ menganjurkan memanggil

mekanis pada perawat jika


membutuhkan bantuan un
posisi terendah tuk berpindah
□ Tempatkan pasien □ menganjurkan
beresiko tinggi menggunakan alas kaki
jatuh dekat yang tidak licin
dengan □ menganjurkan
pemantauan berkonsentrasi untuk
perawat dari menjaga keseimbangan
nurse station. tubuh
□ Gunakan alat □ meganjurkan melebarkan
bantu berjalan jarak kedua kaki untuk
(mis, kursi roda, meningkatkan
walker ) keseimbangan saat
□ Dekatkan bell berdiri.
pemanggil dalam
jangkauan pasien

Edukasi

□ Anjurkan
memanggil
perawat jika
membutuhkan
bantuan un tuk
berpindah
□ Anjurkan
menggunakan
alas kaki yang
tidak licin
□ Anjurkan
berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan
tubuh
□ Anjurkan
melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan
saat berdiri.

3. Nausea b.d efek Setelah dilakukan Intervensi Utama: Intervensi Utama: Perawatan
agen farmakologis asuhan Manajemen Mual jantung
keperawatan se Observasi Observasi
jam diharapkan
1. Identifikasi 1. Mengetahui faktor yang
tingkat nausea
pengalaman mual memungkinkan terjadinya
menurun dengan
mual.
kriteria hasil:
2. Mengidentifikasi pengaruh
1. Nafsu makan 2. Identifikasi dampak
mual terhadap kualitas
meningkat (5) mual terhadap
hidup pasien.
2. Keluhan mual kualitas hidup (mis:
menurun (5) nafsu makan,
3. Mengetahui faktor yang
3. Perasaan ingin aktivitas, kinerja,
memungkinkan terjadinya
muntah tanggungjawab
mual.
menurun (5) peran, dan tidur)
4. Mengetahui tingkat mual
4. Perasaan asam 3. Identifikasi faktor
yang dialami pasien.
dimulut penyebab mual
5. Menjaga nutrisi tetap
menurun (5)
terpenuhi dan mencegah
5. Wajah pucat
4. Monitor mual (mis. terjadinya mual dan muntah
membaik (5)
Frekuensi, durasi yang berlanjut.

dan tingkat Terapeutik


keparahan 1. Meminimalkan dampak
5. Monitor asupan yang mengakibatkan mual.
nutrisi dan kalori. 2. Mempertahankan saturasi
oksigen pada pasien agar
tetap stabil
Terapeutik
3. Menjaga nutrisi tetap
1. Kendalikan faktor
terpenuhi dan mencegah
penyebab mual
terjadinya mual dan muntah

2. Kurangi atau yang berlanjut.

hilangkan keadaan Edukasi

penyebab mual 1. Dapat membuat klien jadi


lebih baik dan melupakan
mual.
3. Berikan makanan
2. Menjaga nutrisi tetap
dalam jumlah kecil
terpenuhi dan mencegah
dan menarik
terjadinya mual dan muntah
yang berlanjut.
Edukasi
3. Dapat membuat klien jadi
1. Anjurkan istirahat lebih baik dan rileks.
dan tidur yang
cukup
2. Anjurkan makanan Kolaborasi
tinggi karbohidrat
Analgetik dapat memblok
dan rendah lemak reseptor mual dan mengurangi
3. Ajarkan teknik rasa mual.
nonfarmakologis
untuk mengatasi
mual

Kolaborasi

1. Kolaborasi
pemberian
antiemetik, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Brenner BM, Lazarus JM. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume Edisi 13.
Jakarta: EGC

Daniel, Widjaya. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta: Graha Ilmu

Nurarif, A. H. dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC-NOC jilid 2. Yogyakarta : MediAction Publishing

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit
edisi 6. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC

Sudoyo, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.

Tonacchera, M., Pinchera, A., & Vitty, P., (2009). Assesment of nodular goiter. Journal of best
practice & research clinical endocrinology and metabolism. Pisa : Elsevier.

Wilkinson, Judith M. 2016. Diagnosis keperawatan diagnosis NANDA-I, Intervensi NIC, Hasil
NOC Ed. 10. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai