Anda di halaman 1dari 21

Askep Asuhan Keperawatan Struma

Askep Asuhan Keperawatan Struma meliputi Definisi, Embriologi, Anatomi, Histologi, Fisiologi
Hormon Tyroid, Metabolisme T3 dan T4, Klasifikasi Struma : ( Non Toxic Diffusa, Non Toxic
Nodusa, Toxic Diffusa, Toxic Nodusa), Diagnosis penatalaksanaan, pengobatan
Beranda Revenuehits Askep Asuhan Keperawatan Struma BerandaAskepASKEP
DALAMMAKALAH KEPERAWATANAskep Asuhan Keperawatan Struma

Askep Asuhan Keperawatan Struma


Sitemap
1. Defenisi Struma
2. Embriologi Struma
3. Anatomi
4. Histologi Struma
5. Fisiologi Hormon Tyroid
6. Metabolisme T3 dan T4
7. Klasifikasi Struma
8. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Askep Asuhan Keperawatan Struma setelah sebelumnya update Askep Asuhan
Keperawatan Morbus Basedow dan Askep Kanker Tyroid
1. Defenisi Struma
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan
susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya,
pembesaran tyroid umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
2. Embriologi Struma
Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm,
yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara
branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian

membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring.
Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis
lidah.
Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan
akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten
duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan
membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid,
merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar
tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin. (De
Jong & Syamsuhidayat, 1998).
3. Anatomi
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis.
Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar
tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran.
Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid (De
Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan
menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam
klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid
atau tidak (Djokomoeljanto, 2001).
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari Arteri Tiroidea Superior (cabang dari Arteri Karotis
Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang Arteri Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi
oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus
perifolikular (Djokomoeljanto, 2001).
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke
arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis,
sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus.
Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan (Djokomoeljanto, 2001).
4. Histologi Struma
Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas banyak
folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m. Dinding folikel terdiri dari
selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya
menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk
membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan
pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000)
(Djokomoeljanto, 2001)

5. Fisiologi Hormon Tyroid


Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini
adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan
sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran
cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi
bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin
sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT
menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid.
Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang
kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG)
atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (De Jong &
Syamsuhidayat, 1998).
6. Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%)
mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai
kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam
proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3',5' triiodotironin) yang tidak aktif, yang
digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : (Djokomoeljanto, 2001)


1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH

(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi


hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone)
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
Efek metabolisme Hormon Tyroid : (Djokomoeljanto, 2001)
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam
dosis besar bersifat katabolik
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat,
cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis
farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol
dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid
kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester
dan fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid.
Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus
gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati,
anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.
7. Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan), Menurut American society for Study of Goiter
membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis
kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih
kepada perubahan bentuk anatomi.
1. Struma non toxic nodusa
Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
1. Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan
iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis,
penyebabnya belum diketahui.Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal,
yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang
yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium
adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan
cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada pre-existing
penyakit tiroid autoimun
3. Goitrogen :
1. Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
2. Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
3. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin
dalam rumput liar
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar
tiroid

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanakkanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee, 2004)
2. Struma Non Toxic Diffusa
1. Etiologi: (Mulinda, 2005)
1. Defisiensi Iodium
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis
3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan
penurunan pelepasan hormon tiroid.
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis
terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating
immunoglobulin
5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam
biosynthesis hormon tiroid.
6. Terpapar radiasi
7. Penyakit deposisi
8. Resistensi hormon tiroid
9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)
10. Silent thyroiditis
11. Agen-agen infeksi
12. Suppuratif Akut : bacterial
13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit
14. Keganasan Tiroid
3. Struma Toxic Nodusa
1. Etiologi : (Davis, 2005)
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4
2. Aktivasi reseptor TSH

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G


4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk: Endothelin-1 (ET-1), insulin
like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.
4. Struma Toxic Diffusa
Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan
penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya (Adediji,2004)
1. Patofisiologi :
Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam
struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh
TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic
gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel
tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan
menyebabkan struma nodusa. (Mulinda, 2005)
Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan
peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah
dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika
proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon
tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen
(Mulinda, 2005)
Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang
termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise
yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar
hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin (Mulinda,
2005)

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN


Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu
morfologi dan faal struma.
Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui
dengan palpasi atau auskultasi :
1. Bentuk kista : Struma kistik
1. Mengenai 1 lobus
2. Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

3. Kadang Multilobaris
4. Fluktuasi (+)
2. Bentuk Noduler: Struma nodusa
1. Batas Jelas
2. Konsistensi kenyal sampai keras
3. Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea
3. Bentuk diffusa: Struma diffusa
1. batas tidak jelas
2. Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek
4. Bentuk vaskuler: Struma vaskulosa
1. Tampak pembuluh darah
2. Berdenyut
3. Auskultasi: Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa
4. Kelejar getah bening: Para trakheal dan jugular vein
Dari faalnya struma dibedakan menjadi :
1. Eutiroid
2. Hipotiroid
3. Hipertiroid
Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :
1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid
2. Toksik : Hipertiroid
Pemeriksaan Fisik :
1. Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat


2. Nadi meningkat
2. Mata :
1. Exopthalmus
2. Stelwag Sign: Jarang berkedip
3. Von Graefe Sign: Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke
bawah
4. Morbus Sign : Sukar konvergensi
5. Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi
6. Ressenbach Sign : Tremor palpebra jika mata tertutup
3. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus
4. Jantung : Takikardi
5. Status Lokalis :
1. Inspeksi
1. Benjolan
2. Warna
3. Permukaan
4. Bergerak waktu menelan
2. Palpasi
1. Permukaan, suhu
2. Batas :
1. Atas : Kartilago tiroid
2. Bawah : incisura jugularis
3. Medial : garis tengah leher

4. Lateral : M. Sternokleidomastoideus

STRUMA NON TOKSIK


Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan
dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut
struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa
non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena
defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan berkembang
menjadi multinodular pada saat dewasa.
Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar
berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.
Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering
berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun
sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain
dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral
demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang
berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor
inspirator (Noer, 1996) .
Manifestasi klinis
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan
nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan
akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh
adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas)
(Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang
keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di
dalam nodul (Noer, 1996).

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau (Tim
penyusun, 1994).
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas
yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor
primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang
ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).
Diagnosis
Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma
nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak
tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah
mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis).
Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe
meduler) (Tim penyusun, 1994).
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai (Mansjoer, 2001) :
1. jumlah nodul
2. konsistensi
3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak
4. pembesaran gelenjar getah bening
Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang
bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah
hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.
Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari
lain meraba benjolan pada leher penderita.
Pada palpasi harus diperhatikan :
1. lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya)
2. ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter)
3. konsistensi
4. mobilitas
5. infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

6. apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang
masuk ke retrosternal)
Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada
keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang
multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih
keras dari pada yang lainnya.
Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase
karsinoma tiroid pada rantai juguler (Tim penyusun, 1994).
Pemeriksaan penunjang meliputi (Mansjoer, 2001) :
1. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral
dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang
ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk
1. Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.
2. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih
3. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan,
tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang
dapat didiagnosis dengan USG :
1. Kista
2. Adenoma
3. Kemungkinan karsinoma
4. Tiroiditis
3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)
Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan

secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).


Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi
kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau
positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
4. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan
memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan
yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas
dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila <0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan
bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan
spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.
5. Petanda Tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg
serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada
keganasan rata-rata 424 ng/ml.
Penatalaksanaan
Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :
1. Keganasan
2. Penekanan
3. Kosmetik
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu
sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal
tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi
kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya
ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :
1. Inoperabel
2. Kontraindikasi operasi
3. Ada residu tumor setelah operasi

4. Metastase yang non resektabel


Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif
untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik
(TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak
resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.
Preparat : Thyrax tablet
Dosis : 3x75 Ug/hari per-oral

STRUMA TOKSIKM
1. Struma difus toksik (Grave's Disease)
Grave's disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave's terjadi akibat antibodi
reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri
(Mansjoer, 2001).
Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya
mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan
hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994).
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang
berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila
panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat,
palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot.
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas
pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan
berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan
konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel
plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan
kelemahan gerakan ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).
Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium
tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu
pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme.
Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran
tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis.

Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone
sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal an Free T4 (FT4) meningkat (Mansjoer, 2001).
Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan
dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif,
tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid
1. Indikasi :
1. Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
3. Persiapan tiroidektomi
4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
5. Pasien dengan krisis tiroid
2. Obat antitiroid yang sering digunakan :
Obat
Karbimazol
Metimazol
Propiltourasil

Dosis awal (mg/hari)


30-60
30-60
300-600

Pemeliharaan (mg/hari)
5-20
5-20
5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif


1. Indikasi :
1. Pasien umur 35 tahun atau lebih
2. Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3. Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4. Adenoma toksik, goiter multinodular toksik

3. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :
1. Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat
antitiroid.
2. Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar
3. Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif
4. Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5. Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

2. Struma nodular toksik


Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer's disease (Sadler et al, 1999). Paling sering
ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.
Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis.
Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan
otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan
pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves.
Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran
fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun
demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit
Graves (Price dan Wilson, 1994). Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul.
Beberapa goiter terletak di retrosternal (Sadler et al, 1999)
Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH
serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak
ditemukan (Sadler et al, 1999)
Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya
kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit
Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi
yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan

karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan
subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)
PENYAKIT TIROID YANG LAIN
Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.


Klasifikasi (Noer, 1996) :
1. Akut (supuratif)
Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk khas infeksi
bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab antara lain Staphylococcus
aureus, Streptococcus hemolyticus, dan Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran
darah, penyebaran langsung dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma
langsung dan duktus tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses
atau tanpa abses.
Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise, demam, menggigil, dan takikardi.
Nyeri bertambah pada pergerakan leher dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak
dengan tanda-tanda radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan nodul dingin.
Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif biasanya diatasi dengan penisilin
atau derivatnya, tetrasiklin atan kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu
lobus diperlukan lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar
melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan drainage.
2. Subakut
Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai antibodi autoimun.
Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke telinga, demam, malaise, disertai
hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar,
nyeri tekan, biasanya disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain
hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis, laju endap darah
meningkat.
Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi karena penglepasan yang berlebihan akibat
destruksi kelenjar tiroid oleh proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri
sehingga pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal untuk
mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan glukokortokoid misalnya
prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.
3. Menahun

1. Limfositik (Hashimoto)
Merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma limfomatosa,
tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita berumur 30-50 tahun. Kelenjar
tiroid biasanya membesar lambat, tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat.
Kadang-kadang ada nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid
dan jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi limfosit
yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis hanya dapat ditegakkan
dengan pasti secara histologis melalui biopsi. Bila kelenjar tiroid sangat besar
mungkin diperlukan pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena
kelenjar tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin dapat
mempercepat hal tersebut.
2. Non spesifik
Fibrous-invasif (Riedel)
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan Terapi., Lab/UPF
Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya
2. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
3. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,
4. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta
5. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan Faalnya., Dalam :
Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta
6. http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
7. http://www.emedicine.com/med/topic920.htm
8. http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
9. http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
10. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
11. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran.,
Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
12. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,

13. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and Parathyroid.,
In : Schwartz. SI., et al., 1999.,Principles of Surgery. Vol 2., 7th Ed., McGraw-Hill.,
Newyork
FacebookTweetGoogle+
Related Post : Askep Asuhan Keperawatan Struma

Perawatan Luka Perineum Post Partum

Sitemap Pengertian Perawatan Luka Perinium Tujuan Perawatan Luka Perinium Bentuk
Luka Perineum Lingkup Perawatan Waktu Perawatan Penatalaksanaan Fak

Proses Menjadi Lanjut Usia / Menua

Proses Menjadi Lanjut Usia / Menua - ASKEP GERONTIK - askep kapukonline.com.


Setelah sebelumnya posting tentang ( Baca : Cara Mengkaji Status Mental P

Combustio Luka Bakar

DEFINISI Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh
panas pada suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem metab

Askep - Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis

Askep - Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis - askep kapukonline.com. Setelah


sebelumnya posting ( Baca : Konsep Dasar Teori Askep Osteomalacia dan

Derajat Luka Bakar Combustio

Luka Bakar merupakan luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan kalor atau zat-zat yang bersifat membakar.
Newer PostHomeOlder Post

Askep

ASKEP ANAK

ASKEP BEDAH

ASKEP DALAM

ASKEP GADAR (Gawat Darurat)

ASKEP GERONTIK

ASKEP JIWA

ASKEP KOMUNITAS

ASKEP MATA

ASKEP MATERNITAS

Askep Paru

ASKEP SARAF

ASKEP THT

ASKEP TULANG

BIOKIMIA PERAWAT

CPNS

CPNS 2014

DOENGES

GAME

INFO

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA (KDM)

Kebutuhan Dasar Manusia KDM

LEAFLET

MAKALAH KEPERAWATAN

MAKALAH KESEHATAN

PENYULUHAN

PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN

RUU Keperawatan

Site Map

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Tips Blogspot

TIPS KESEHATAN

TOKOH PERAWAT

Tutorial Blogspot

Undang Undang

Undang Undang Keperawatan

Undang Undang Kesehatan

Hak Cipta KapukOnline.com. Didukung Oleh Kang Kapuk. Template Oleh Askep ID
Privacy Police - Desclaimer - Askep Asuhan Keperawatan Struma

Anda mungkin juga menyukai