Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker tiroid merupakan keganasan endokrin yang tersering dijumpai
dan diperkirakan 1,1% dari seluruh keganasan manusia. Pada tahun 2004
American Cancer Society memperkirakan terdapat lebih kurang 22.500 kasus
baru kanker tiroid di Amerika Serikat. Dimana perbandingan perempuan dan
laki-laki adalah 3 : 1, dengan estimasi 16.875 kasus pada perempuan dan 5.625
kasus pada laki-laki.1 Di Indonesia dari registrasi Perhimpunan Dokter Spesialis
Patologi Indonesia didapatkan kanker tiroid menempati urutan ke 9 dari 10
kanker terbanyak (4,43%).2 (Jurnal, Oktahermoniza, 2013). kasus ini di RS
Bunda belum dikalkulasikan oleh penulis.
Kanker tiroid umumnya tergolong tumor dengan pertumbuhan dan
perjalanan penyakit yang lambat, serta morbiditas dan mortalitas yang rendah,
terutama pada kanker tiroid tipe papiler.3 Mortalitas paling rendah pada individu
dengan usia dibawah 50 tahun dan meningkat tajam pada usia di atasnya, namun
sebagian kecil ada pula yang tumbuh cepat dan sangat ganas dengan prognosis
yang fatal.4 Angka rekurensi tumor umum pada kanker tiroid tipe papiler,
berkisar setinggi 30% jika terapi awal tidak komplit.3 Angka kematian akibat
kanker tiroid 0,4% dari semua kematian akibat kanker atau berkisar 5 kematian
per sejuta penduduk pertahun. Angka ketahanan hidup lima tahun relatif kanker
tiroid adalah 96%.5 Tujuan utama tata laksana kanker tiroid adalah memperkecil
resiko rekurensi dan metastasis jauh, sehingga bisa menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas penderita. Terapi utama dalam tata laksana kanker
tiroid adalah operasi, sedangkan terapi adjuvan adalah ablasi tiroid dengan
iodine radioaktif, supresi thyrotropin dan radiasi eksternal. (Jurnal,
Oktahermoniza, 2013)
Kelenjar tyroid tidak esensial bagi kehidupan, tetapi ketiadaannya
menyebabkan perlambatan perkembangan mental dan fisik, berkurangnya daya
tahan terhadap dingin, serta pada anak–anak timbul retardasi mental dan
kecebolan. Sebaliknya, sekresi tiroid yang berlebihan menyebabkan badan
menjadi kurus, gelisah, takikardia, tremor, dan kelebihan pembentukan panas.
Fungsi tyroid diatur oleh hormone perangsang tiroid dari hipofisis
anterior. Sebaliknya , sekresi hormone ini sebagian diatur oleh umpan balik
inhibitorik langsung kadar hormontiroid yang tinggi pada hipofisis serta
hipotalamus dan sebagian lagi melalui hipotalamus. Dengan cara ini,
perubahan–perubahan pada hipofisis serta hipotalamus dan sebagian lagi melalui
hipotalamus.
Dalam hal ini perawat dituntut untuk dapat profesional dalam menangani
hal-hal yang terkait dengan hipotirod misalnya saja dalam memberikan asuhan

1
keperawatan harus tepat dan cermat agar dapat meminimalkan komplikasi yang
terjadi akibat hipotiroid.

B. Rumusan Masalah
Berdaarkan Uraian diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah
bagaimana asuhan keperawatan perioperatif dengan diangnosa thyroid dengan
tindakan pembedahan thyroidektomi.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui tentang Asuhan Keperawatan perioperatif dengan diagnosa
cancer tyroid
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus adalah :
a. Mengetahui defenisi
b. Mengetahui Anatomi Fisiologi thyroid?
c. Mengetahui Etiologi Penyakit thyroid?
d. Mengetahui Tanda Gejala Penyakit thyroid?
e. Mengetahui Patofisiologi Penyakit thyroid?
f. Mengetahui Penatalaksanaan Penyakit thyroid?
g. Mengetahui Pengobatan Penyakit thyroid?
h. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Penyakit thyroid?
i. Mengetahui Legal Etik pada pasien Penyakit thyroid?
j. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Penyakit thyroid?

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan makalah ini mampu menambah khasanah ilmu, khususnya
ilmu dibidang keperawatan medikal bedah.

2. Manfaat Praktisi
a. RSU Bunda Jakarta
Memberikan data dan pengetahuan mengenai makalah asuhan
keperawatan perioperatif pada pasien dengan diagnosa thyroid
b. Peserta Pelatihan Basic Kamar Bedah
Agar dapat digunakan sebagai acuan ataupun referensi apabila
akan membuat laporan makalah pada pasien dengan diagnosa thyroid.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Kelenjar tyroid merupakan organ kecil pada anterior leher bagian bawah,
di antara muskulus sternokleidomastoideus, yang terdiri dari dua buah lobus
lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus (Price & Wilson, 2006).
Kelenjar tiroid terletak di leher, dibawah kartilago krikoid dan berbentuk
seperti huruf H (Black & Hawks, 2009). Dan menurut Newton, Hickey, &Marrs,
(2009), kelenjar tiroid terletak di pangkal leher di kedua sisi bagian bawah laring
dan bagian atas trakea. Panjang kelenjar tiroid kurang lebih 5 cm dengan lebar 3
cm dan berat sekitar 30 gram.
B. Anatomi fisiologi

Kelenjar tiroid terletak pada leher bagian depan, tepat di bawah kartilago
krikoid, disamping kiri dan kanan trakhea. Pada orang dewasa beratnya lebih
kurang 18 gram.
Kelenjar ini terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri kanan yang dipisahkan
oleh isthmus. Masing-masing lobus kelenjar ini mempunyai ketebalan lebih
kurang 2 cm, lebar 2,5 cm dan panjangnya 4 cm. Tiap-tiap lobus mempunyai
lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat folikel dan parafolikuler. Di dalam
folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid dimana hormon-hormon
disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari arteri tiroidea superior dan
arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior merupakan percabangan arteri
karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior merupakan percabangan dari arteri
subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapat suplai darah yang lebih besar
dibandingkan dengan lobus kiri. Dipersarafi oleh saraf adrenergik dan

3
kolinergik. saraf adrenergik berasal dari ganglia servikalis dan kolinergik berasal
dari nervus vagus.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu T3, T4 dan sedikit
kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel sedangkan kalsitonin
dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini
adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang
dikomsumsi akan diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif
ke dalam sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini
disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATP- ase, ion klorat dan ion
sianat.
Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang disebut Tiroglobulin
yang kemudian mengalami penguraian menjadi mono iodotironin (MIT) dan
Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi reaksi penggabungan antara MIT dan
DIT yang akan membentuk Tri iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan
membentuk tetra iodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini
dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil, sulfonamid,
dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan dengan protein plasma
dalam bentuk PBI (protein binding Iodine).

Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah:


a. Mengatur laju metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya
meningkatkan metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan
produksi panas. Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testis
b. Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam
intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi
waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya
dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3 setelah dilepaskan dari folikel
kelenjar.
c. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang
d. Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung.
f. Merangsang pembentukan sel darah merah
g. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.

4
Pembentukan dan Sekresi Hormon Tiroid Ada 7 tahap, yaitu:
a. Trapping
Proses ini terjadi melalui aktivitas pompa iodida yang terdapat pada
bagian basal sel folikel. Dimana dalam keadaan basal, sel tetap berhubungan
dengan pompa Na/K tetapi belum dalam keadaan aktif. Pompa iodida ini
bersifat energy dependent dan membutuhkan ATP. Daya pemekatan
konsentrasi iodida oleh pompa ini dapat mencapai 20-100 kali kadar dalam
serum darah. Pompa Na/K yang menjadi perantara dalam transport aktif
iodida ini dirangsang oleh TSH.
b. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut
harus dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim
peroksidase. Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan
bergabung dengan residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada
dan terikat pada molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin
ini dipengaruhi oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi
kadar iodium intrasel maka akan makin banyak pula iodium yang terikat
sebaliknya makin sedikit iodium di intra sel, iodium yang terikat akan
berkurang sehingga pembentukan T3 akan lebih banyak daripada T4.
c. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin
(DIT) yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan
(coupling) sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4).
Komponen tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid
melalui iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di
dalam tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan
ke dalam koloid melalui proses eksositosis granula.
d. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian
akan disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya
mengandung T3 dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
e. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu
ini kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu
tirosin serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat
pemakaian iodium.
f. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang
pembentukan vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas
pengaruh TSH, lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim

5
protease yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan
DIT.
g. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal
dan kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di
sirkulasi darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre
Albumin (TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang
berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada
ikatan T4 dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total
menggambarkan kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah
protein pengikat bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan
kortikosteroid untuk terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami
penurunan kadar T3 dan T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang
meningkat. Sebaliknya pada seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal
dan hati yang kronik maka kadar protein binding akan berkurang sehingga
kadar T3 dan T4 bebas akan meningkat.

Efek Primer Hormon Tiroid

Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam
tubuh. Efek primer hormon tiroid adalah:

a. Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan


metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat.
b. Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran. Kedua fungsi
bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel, terjadi
peningkatan laju metabolisme basal, pembakaran kalori, dan peningkatan
produksi panas oleh setiap sel.
c. Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin sehingga
meningkatkan frekuensi jantung.
d. meningkatkan responsivitas emosi.
e. Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan
kecepatan kontraksi otot rangka.
f. Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal semua
sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan.
C. Etiologi
Radiasi eksternal kepala, leher, atau dada pada bayi dan anak-anak
meningkatkan resiko karsinoma tiroid. Terapi radiasi kadang-kadan dilakukan
untuk mengecilkan jaringan tonsil dan adenoid yang membesar, mengobati
jerawat, atau mengurangi pembesaran kelenjar timus. Bagi individu yang
terkena rradiasi eksternal dalam usia kanak-kanak terdapat peningkatan insiden
kanker tiroid dalam 5 hingga 40 tahun sesudah penyinaran akibatnya, individu

6
yang menjalanii terapi radiasi harus berkonsultasi dengan dokter dan meminta
pemeriksaan pemindai isotoptiroid sebagai bagian dari pemeriksaan evaluasi,
mengikuti terapi yang di anjurkan untuk kelainan pada kelenjar tersebut serta
melajutkann ppemeriksaan umum atau check-up setiap tahun sekali jika semua
hasil pemeriksaannya normal. ( Brunner & Suddarth. 2001)
D. Manifestasi klinik
Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh atau keras)
di dekat jakun. Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker
tiroid. (Jurnal, Oktahermoniza, 2013)
a. Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.
b. Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
c. Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka dapat
ditemukan selama pemeriksaan fisik.
d. Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan atau leher
saat menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan Anda.
e. Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain
f. Adanya pembengkakan pada leher
g. Kesulitan menelan
E. Patofisiologi
Karsinoma tiroid biasanya menangkap yiodium radio aktif dibandingkan
dengan kelenjar tiroid normal yang terdapat di sekelilingnya. Oleh karena itu,
bila dilakukan ct-scan, nodula akan tampak sebagai suatu daerah dengan
pengambilan yang kurang, suatu lesi dingin. Teknik diagnostik lain yang dapat
digunakan untuk diagnosis banding nodula tiroid adalah ekografi tiroid. Teknik
ini memungkinkan membedakan dengan cermat antara massa padat dan massa
kistik. Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik biasanya
merupakan kista jinak.
Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis jika hanya ada
satu nodula yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan pada dasarnya, dan
berhubungan dengan limfadenopati satelit.
Secara umum telah disepakati bahwa kanker tiroid secara klinis dapat
dibedakan menjadi suatu kelompok besar neoplasma berdeferensiasi baik
dengan kecepatan pertumbuhan yang lambat dan kemungkinan penyembuhan
tinggi, dan suatu kelompok kecil tumor anaplastik dengan kemungkinan fatal.
Terdapat empat jenis kanker tiroid menurut sifat morfologik dan biologiknya :
papilaris, folikularis, medularis, dan anaplastik.
Karsinoma papiler kelenjar tiroid biasanya berbentuk nodul keras,
tunggal, “dingin” pada scan isotop, dan “padat” pada ultrasonografi tiroid, yang
sangat berbeda dengan bagian-bagian kelenjar lainnya. Pada goiter multinodular,
kanker berupa “nodul dominan” lebih besar, lebih keras dan jelas dari bagian

7
sekelilingnya. Kira-kira 10% karsinoma papiler, terutama pada anak-anak,
disertai pembesaran kelenjar getah bening leher, tapi pemeriksaan teliti biasanya
akan mengungkapkan nodul “dingin” pada tiroid. Jarang, akan perdarahan,
nekrosis dan pembentukan kista pada nodul ganas tetapi pada ultrasonografi
tiroid, akan terdapat echo interna yang berbatas jelas yang berguna untuk lesi
ganas semi kistik dari “kista murni” yang tidak ganas. Akhirnya, karsinoma
papiler dapat ditemukan tanpa sengaja sebagai suatu fakus kanker mikroskopik
di tengah-tengah kelenjar yang diangkat untuk alasan-alasan lain seperti
misalnya : penyakit graves atau goiter multinodular.
Secara mikroskopis, tumor terdiri dari lapisan tunggal sel-sel tiroid
teratur pada “vascular stalk”, dengan penonjolan papil ke dalam ruang
mikroskopis seperti kista. Inti sel besar dan pucat sering mengandung badan
inklusi intra nukleus yang jelas san seperti kaca. Kira-kira 40% karsinoma
papiler membentuk bulatan klasifikasi yang berlapis, sering pada ujung dari
tonjolan papil disebut “psammoma body”, ini biasanya diagnostik untuk
karsinoma papiler. Kanker ini biasanya meluas dengan metastasis dalam
kelenjar dan dengan invasi kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening lokal. Pada
pasien tua, mereka bisa jadi lebih agresif dan menginvasi secara lokal kedalam
otot dan trakea. Pada stadium lebih lanjut, mereka dapat menyebar ke paru.
Kematian biasanya disebabkan penyakit lokal, dengan invasi kedalam pada
leher, lebih jarang kematian bisa disebabka metastasis paru yang luas. Pada
beberapa penderita tua, suatu karsinoma papiler yang tumbuh lambat akan mulai
tumbuh cepat dan berubah menjadi karsinoma anaplastik. Perubahan anaplastik
lanjut ini adalah penyebab kematian lain dari karsinoma papiler, banyak
karsinoma papiler yang mensekresi tiroglobulin, yang dapat digunakan sebagai
tanda rekurensi atau metastasis kanker.
Karsinoma folikular ditandai oleh tetap adanya folikel-folikel kecil
walaupun pembentukan koloid buruk. Memang karsinoma folikular bisa tidak
dapat dibedakan dari adenoma folikular kecuali dengan invasi kapsul atau invasi
vaskular. Tumor ini sedikit lebih agresif daripada karsinoma papilar dan
menyebar baik dengan invasi lokal kelenjar getah bening atau dengan invasi
pembuluh darah disertai metastasis jauh ke tulang atau paru. Secara
mikroskopis, sel-sel ini berbentuk kuboid dengan inti besar yang teratur
sekeliling folikel yang sering kali mengandung koloid. Tumor-tumor ini sering
tetap mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasi iodium radioaktif untuk
membentuk tiroglubulin dan jarang, untuk mensintesis T3 dan T4. Jadi, kanker
tiroid yang berfungsi yang jarang ini hampir selalu merupakan karsinoma
folikular. Karakteristik ini membuat tumor-tumor ini lebih ada kemungkinan
untuk memberi hasil baik terhadap pengobatan iodin radioaktif . Pada penderita
yang tidak diobati, kematian disebabkan karena perluasan lokal atau karena

8
metastasis jauh mengikuti aliran darah dengan keterlibatan yang luas dari tulang,
paru, dan visera.
Suatu varian karsinoma folikular adalah karsinoma “sel Hurthle” yang
ditandai dengan sel-sel sendiri-sendiri yang besar dengan sitoplasma yang
berwarna merah muda berisi mitokondria. Mereka bersikap lebih seperti
karsinoma papilar kecuali mereka jarang ada ambilan radioiodin. Karsinoma
campuran papilar dan folikular lebih seperti karsinoma papilar. Sekresi
tiroglobulin yang dihasilkan oleh karsinoma folikular dapat digunakan untuk
mengikuti perjalanan penyakit.
Karsinoma medular adalah penyakit dari sel C (sel parafolikular) yang
berasal dari badan brankial utama dan mampu mensekresi kalsitonin,
histaminase, prostaglandin, serotonir, dan peptida-peptida lain. Secara
mikoroskopis, tumor terdiri dari lapisan-lapisan sel-sel yang dipisahkan oleh
substansi yang terwarnai dengan merah. Amiloid terdiri dari rantai kalsitonin
yang tersusun dalam pola fibril atau berlawanan dengan bentuk-bentuk lain
amiloid, yang bisa mempunyai rantai ringan imunoglobulin atau protein-protein
lain yang dideposit dengan suatu pola fibri.
Karsinoma medular lebih agresif daripada karsinoma papilar atau
folikular tetapi tidak seagresif kanker tiroid undifferentiated. Ini meluas secara
lokal ke kelenjar getah bening dan ke dalam otot sekeliling dan trakea. Bisa
invasi limfatik dan pembuluh darah dan metastasisi ke paru-paru dan
visera.kalsitonin dan antigen karsinoembrionik (CEA = Carsinoembryonic
antigen) yang disekresi oleh tumor adalah tanda klinis yang membantu
diagnosisdan follow-up. Kira-kira sepertiga karsinoma medular adalah familial,
melibatkan kelenjar multipel (Multiple Endocrin neoplasia tipe II = MEN II,
sindroma sipple). MEN II ditandai dengan dengan karsinoma medular,
feokromositoma, dan neuroma multipel pada lidah, bibir, dan usus. Kira-kira
sepertiga dalah kasus keganasan semata. Jika karsinoma medular di diagnosis
dengan biopsi aspirasi jarum halus atau saat pembedahan, maka penting kiranya
pasien diperiksa untuk kelainan endokrin lain yang di jumpai pada MEN II dan
anggota diperiksa untuk adanya karsinoma medular dan juga MEN II.
Pengukuran kalsitonin serum setelah stimulasi pentagastrin atau infus kalsium
dapat digunakan untuk skrining karsinoma medular. Pentagastrin diberikan per
intravena dalam bentuk bolus 0,5µg/kg, dan contoh darah vena diambil pada
menit 1, 3, 5, dan 10. Peningkatan abnormal kalsitonin serum pada menit ke 3
atau 5 adalah indikatif adanya keganasan. Gen untuk MEN Iia telah dilokalisasi
pada kromosom 10, dan sekarang memungkinkan menggunakan pemeriksaan
DNA polimorfik dan polimorfisme panjang fragmen terbatas untuk identifikasi
karier gen sindroma ini. Jadi anggota keluarga yang membawa gen ini dapat

9
diidentifikasi dan diperiksa sebagai orang berisiko tinggi untuk timbulnya
sindroma ini.
Karsinoma anaplastik, tumor kelenjar tiroid undifferentiated termasuk
karsinoma sel kecil, sel raksasa, dan sel kumparan. Biasanya terjadi pada pasien-
pasien tua dengan riwayat goiter yang lama dimana kelenjar tiba-tiba dalam
waktu beberapa minggu atau bulan mulai membesar dan menghasilkan gejala-
gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara, kematian akibat
perluasan lokal yang biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Tumor-tumor ini sangat
resisten terhadap pengobatan. (Jurnal, Oktahermoniza, 2013)

Pathaway

Terapi penyinaran di kepala , leher dan dada , Riwayat keluarga. endemis , konsumsi minim yodium

timbul neoplasma, pertumbuhan kecil(nodul) di kelenjar tiroid

Hipotalamus melepas TRH (Thyrotropin Releasing hormone)

Hipofisis anterior akan merangsang peningkatan sekresi TSH ( thyroid


stimulating hormone)

T3,T4, Kalsitonin meningkat

massa tiroid meningkat, berdiferensi

memunculkan kanker tiroid MK. Kurang pengetahuan

Pembengkakan laring menyebar melalui aliran darah & saluran getah


bening

MK : meluas dengan metastasis daninvasi kelenjar


dan organ hati, paru-paru dan tulang tubuh
Cedera pitasuara, serak Nyeri Akut Kerusakan Menelan

MK : Kerusakan Komunikasi Verbal

10
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut ( Brunner & Suddarth. 2001)
1. Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid
belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan
kalsitonin dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan
karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroksitosis walaupun jarang.
Human Tiroglobulin (HTG) Terdapat dipergunakan sebagai tumor marker
dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas
untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total
merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar
kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma
meduler.
2. Radiologis
Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk
melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi
pada massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma
dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification, sedangkan
pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor. Kadang-
kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar
getah bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey
metastasis pada pary dan tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto
barium meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi tumor pada esophagus.
Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat,
namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu
tehnik yang lebih sederhna dan murah.
3. Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat prluasan tumor, namun tidak dapat
membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor
tiroid
4. Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold
nodule. Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan
juga sebagai penuntun bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen
yang adekuat.

11
5. Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai
prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor
tiroid. Teknik dan peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi
diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan
jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil untuk
pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi
karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma
meduler.
G. Komplikasi
Menurut (Jurnal, Oktahermoniza, 2013)
Komplikasi yang sering muncul pada kanker tiroid adalah :
a. Perdarahan Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan
hemostatis dan penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
b. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan
embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laringeus rekureni
d. Ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
e. Sepsis yang meluas ke mediastinum
f. Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga
antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.
H. Penatalaksanaan
Mnurut ( Brunner & Suddarth. 2008)
1. Terapi
Terapi pilihan untuk karsinoma titoid adalah pembedahan untuk
mengangkat tumor tersebut.tiroidektomi total atau hampir total di lakukan
bila keadaan memungkinkan.Tindakan dikseksi leher yang lebih luas di
lakukan jika metastase telah menyampai kelenjar lipe.jaringan paratiroid di
upayakan untuk tidak terangkat guna mengurangi resiko hipokalsemia pasca
operatif dan tetanus.sesudah pembedahan ,tindakan ablasi di laksanakan
untuk menlenyapkan jaringan tiroid yang tersisa bila tumor tersebut bersifat
radiosensitif.iodium radiatif juga meningkatkan peluang untuk menemukan
metastatis tiroid di kemudian hari bila pemeriksaan pemindai seluruh tubuh
(whole bodi scan) di lakukan.sesudah pembedahan ,hormon tiroid di berikan
dengan dosis supresi untuk menurunkan kadar TSH hingga tercapai keadaan
eutiroid.jika jaringan tiroid yang tertinggal tidak cukup untuk menghasilkan
hormon tiroid dengan jumlah memadai,maka preparat tiroksin di butuhkan
secara permanen.

12
Radiasi pada kelenjar tiroid atau jaringan leher dapat di lakukan
beberapa jalur : pemberian peroral dan lewat pemberian eksternal terapi
radiasi.pasien yang mendapat sumber sumber eksternal terapi radiasi
menghadapi resiko untuk mengalami mukositis,kekeringan
mulut,dispagia,kemerahan kulit,anoreksia,dan kelelahan kemoterapi jarang
di gunakan dalam pengobatan kanger tiroid.
2. Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar tiroid
adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total. Tiroidektomi subtotal
akan menyisakan jaringan atau pengangkatan 5/6 kelenjar tiroid, sedangkan
tiroidektomi total, yaitu pengangkatan jaringan seluruh lobus termasuk
istmus (Sudoyo, A., dkk., 2009).
Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman dengan
morbiditas kurang dari 5 %. Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis
tiroidektomi, yaitu : ‒ Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian
atas atau bawah satu lobus ‒ Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh
lobus ‒ Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu
lobus dan istmus ‒ Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus,
istmus dan sebagian besar lobus lainnya. ‒ Total tiroidektomi, yaitu
pengangkatan seluruh kelenjar. ‒ Tiroidektomi total radikal, yaitu
pengangkatan seluruh kelenjar dan kelenjar limfatik servikal. Asuhan
keperawatan ...,Isti Chahyani, FIK UI, 2013 18 Universitas Indonesia Setiap
pembedahan dapat menimbulkan komplikasi, termasuk tiroidektomi.
Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan dengan cedera berulang
pada saraf laring superior dan kelenjar paratiroid.
Devaskularisasi, trauma, dan eksisi sengaja dari satu atau lebih kelenjar
paratiroid dapat menyebabkan hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang
dapat bersifat sementara atau permanen. Pemeriksaan yang teliti tentang
anatomi dan suplai darah ke kelenjar paratiroid yang adekuat sangat penting
untuk menghindari komplikasi ini. Namun, prosedur ini umumnya dapat
ditoleransi dengan baik dan dapat dilakukan dengan cacat minimal (Bliss et
al, 2000). Komplikasi lain yang dapat timbul pasca tiroidektomi adalah
perdarahan, thyrotoxic strom, edema pada laring, pneumothoraks,
hipokalsemia, hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens, dan
hipotiroidisme (Grace & Borley, 2007).
Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan hipotiroidisme, yaitu
suatu keadaan terjadinya kegagalan kelenjar tiroid untuk menghasilkan
hormon dalam jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan adanya lesu,
cepat lelah, kulit kering dan kasar, produksi keringat berkurang, serta kulit
terlihat pucat. Tanda-tanda yang harus diobservasi pasca tiroidektomi adalah

13
hipokalsemia yang ditandai dengan adanya rasa kebas, kesemutan pada bibir,
jari-jari tangan dan kaki, dan kedutan otot pada area wajah (Urbano, FL,
2000). Keadaan hipolakalsemia menunjukkan perlunya penggantian kalsium
dalam tubuh. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan
nervus laringeus reccurens yang menyebabkan suara serak. Jika dilakukan
tiroidektomi total, pasien perlu diberikan informasi mengenai obat pengganti
hormon tiroid, seperti natrium levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin
(Cytomel) dan obat-obatan ini harus diminum selamanya.
Peran Perawat Dalam Post Operative Care Pada Pasien Dengan Struma
Nodosa Non Toxic Pembedahan tiroid dapat menyebabkan komplikasi
potensial yang fatal selama fase awal pasca operasi. Penting bagi perawat
untuk memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mendeteksi tanda dan
gejala awal dari komplikasi potensial yang mungkin terjadi dan mengambil
langkah yang tepat. Deteksi dini dan respon yang cepat merupakan kunci
untuk mempertahankan patient safety dan untuk meminimalkan risiko cedera
pada klien. Fase awal pasca operasi dimulai ketika pasien berada di ruang
pemulihan atau recovery room. Asuhan keperawatan difokuskan pada
penilaian dan pemeliharaan status kardiopulmonal dan neurologi, tingkat
kenyamanan dan keadaan metabolik (Roberts and Fenech, 2010). Fase kedua
dimulai ketika pasien dipindahkan ke ruang perawatan. Perawat harus
menyadari komplikasi yang biasa terjadi, termasuk perdarahan, infeksi pada
luka, cedera syaraf, dan hipoparatiroidisme sekunder.
Perdarahan pasca pembedahan tiroid terjadi pada 0,1 – 1,5% pasien, hal
ini dapat terjadi karena banyaknya suplai darah ke organ dan sebagai hasil
dari pemisahan jaringan yang luas akibat pengangkatan kelenjar tiroid. Pada
sebagian besar pasien, perdarahan terjadi pada 6 – 12 jam pertama pasca
pembedahan. Evaluasi keperawatan paca operasi meliputi observasi dressing
luka yang sering, dimana darah cenderung menumpuk. Segala bentuk
observasi perlu didokumentasikan, seperti volume drainase, konsistensi,
warna dan fungsional drainase. Suction drain umum digunakan untuk
menghindari akumulasi darah dan serum (seroma) setelah pengangkatan
tiroid (Morrisey et al, 2008).
Luka tiroidektomi harus dipantau Asuhan keperawatan secara ketat
untuk kenyamanan pasien. Tandat-tanda perdarahan seperti hipotensi dan
takikardi harus selalu diobservasi oleh perawat. Tanda-tanda infeksi pada
luka tiroidektomi harus diobservasi. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus atau Streptococcus. Infeksi pada luka tiroidektomi jarang
ditemukan, hanya sekitar 0,3 – 0,8% (Rosato et al, 2004). Pemantauan suhu
dan kadar leukosit harus dipantau sebagai indikator dini adanya infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik dapat menjadi salah satu bentuk intervensi

14
kolaborasi yang dapat diberikan kepada pasien. Cedera syaraf pada laring
merupakan komplikasi yang paling serius pasca tiroidektomi. Hal ini
disebabkan oleh mekanisme yang berbeda, termasuk sayatan, klem,
peregangan syaraf, skeletonisasion (proses dimana serat kecil saraf dibagi
dari struktur utama), kompresi lokal saraf akibat edema atau hematoma.
Perawat perlu memonitor kualitas suara pasien, refleks menelan dan status
pernapasan pasca pembedahan (Beldi dkk, 2004). Ada kemungkinan paresis
pada pita suara pada 6 minggu pertama, tetapi jika selama 12 bulan tidak ada
perbaikan maka kerusakan ini akan dianggap permanen. Hipokalsemia pasca
tiroidektomi terjadi pada 1 – 50 % pembedahan (Karamanakos et al, 2010).
Penyebab hipokalsemia multifaktorial. Penyebab yang paling umum adalah
kerusakan pada kelenjar paratiroid. Gejala hipoparatiroidisme timbul pada
24 – 72 jam pasca operasi. Pasien akan menunjukkan rendahnya kadar
kalsium dalam darah atau hipokalsemia dan rasa kesemutan di ekstrimitas.
Pengkajian Trousseau’s dan Chvostek’s signs dilakukan untuk
mengindikasikan hipokalsemia. Trousseau’s sign merupakan kejang yang
disebabkan oklusi pada arterial dengan manset tekanan darah. Trousseau’s
sign dilakukan dengan mengkompresi lengan atas dengan manset
tensimeter,kembangkan manset tekanan darah sampai sekitar 20 mmHg di
atas tekanan sistolik dan tahan 2 – 5 menit, dimana mula-mula timbul rasa
kesemutan pada ujung ekstremitas, lalu timbul kejang pada jari-jari dan
tangan. Chvostek’s sign dilakukan dengan memukul ringan 2 cm di depan
tragus telinga (bagian telinga yang menonjol kecil di daerah pipi/jambang).
Chvostek’s sign terdiri kedutan pada otot yang dipersarafi oleh saraf fasial
ketika saraf tersebut ditekan sekitar 2 cm. pada pasien dengan hipokalsemia.
Pasien dengan hipokalsemia yang parah dapat diberikan intervensi
kolaborasi terapi intravena dengan 10 ml 10% glukonat selama lima menit
kemudian infus lanjutan NaCl 0,9% dengan 30 – 40 ml dari 10% kalsium
glukonat per 24 jam sampai total kadar kalsium mencapai nilai normal (8,6 –
10,3 mg/dL) (LeMone & Burke, 2000).

15
I. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
1. FASE PREOPERATIF THYROIDEKTOMI
Fase preoperatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi
dan diakhiri ketika pasien dikirim ke kamar operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian
dasar pasien. Wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi
yang diberikan dalam pembedahan.
a. Pengkajian:
1) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa,
agama, status perkawinan, alamat, nomor MR, tanggal masuk dan
penanggung jawab.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
 Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya seperti thyroid, dan penyakit lainnya DM,
Jantung dan hipertensi dll
 Biasanya pasien mempunyai riwayat pemakaian terapi
penggantian hormon dalam waktu yang lama (lebih dari 10-
15 tahun)seperti estrogen suplemen.
 Riwayat perokok, konsumsi alkohol dan tinggi lemak, dan
makanan yang memakai penyedap dan pengawet.
 Biasanya pasien mempunyai penyakit kholelitiasis dominan
perempuan
b) Riwayat kesehatan sekarang
 Pasien mengeluh mual, air pipis berwarna kuning, nyeri pada
abdomen atas kronik skala nyeri 4, deamam dan thaycikardi
 Biasanya pasien mengatakan tubuh terasa lemah, tidak nafsu
makan , mual, muntah, ansietas.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
 Kemungkinan ada keluarga yang menderita penyakit yang sama
terutama ibu, anak perempuan serta saudara perempuan.
Risikonya meningkat dua kali jika ibunya terkena penyakit yang
sama pada usia kurang dari 60 tahun. Risiko meningkat 4-6 kali
jika terjadi pada dua orang saudara langsung.
 Adanya keluarga dari sisi yang sama yang terkena kholelitiasis.

16
4) Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien, biasanya di kaji tingkat kesadaran
pasien,BB,Tinggi badan, tekanan darah, suhu, RR, Nadi.
 Kepala dan rambut
Biasanya kulit kepala dan rambut pasien bersih, kulit kepala tidak
tampak bersih.
 Wajah
Biasanya wajah tampak pucat
 Mata
Biasanya mata simetris kiri dan kanan Konjungtiva anemis
disebabkan oleh nutrisi yang tidak adekuat Sklera tidak
ikterik,palpebra tidak edema.
 Hidung
Biasanya hidung kurang bersih, tampak sekret, adanya
pernafasan cuping hidung yang disebabkan pasien sesak nafas
terutama pada pasien yang kankernya sudah bermetastase ke
paru-paru.
 Bibir
Mukosa bibir tampak pucat dan kurang bersih.
 Gigi
Biasanya gusi pasien mudah terjadi pendarahan akibat rapuhnya
pembuluh darah dan caries positif
 Lidah
Lidah biasanya tampak pucat, dan lidah pasien kurang bersih.
 Leher
Inspeksi : tampak benjolan di leher depan sisi kanan, berbatas
tegas, berukuran + 3 x 2 cm x 2 cm. Warna kulit pada
benjolan sama dengan warna kulit sekitar. Benjolan
ikut bergerak ke atas pada saat menelan.
Palpasi : Benjolan teraba kenyal dan padat, mobile (mudah
digerakkan). Nyeri tekan (-).Pembesaran KGB (-).
 Jantung (Kardiovaskuler)
Inspeksi : Biasanya iktus tidak terlihat
Palpasi : Biasanya iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung normal, (batas jantung kanan RIC
II, linea staralis dektra, batas jantung kiri RIC V,1 jari
media linea clavukularis sinistra)
Auskultasi: Biasanya irma jantung murni,murmur (-)

17
 Mammae (payudara)
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak Teraba benjolan payudara
 Perut
Inspeksi : Biasanya tidak ada pembesaran
Palpasi : Biasanya bising usus (-)
Perkusi : Biasanya lien dan hepar tidak teraba
Auskultasi : Tympani
 Genitourinaria
Biasanya genetalia bersih dan urine berwarna kuning
 Ekstremitas
Biasanya ekstremitas tidak odema,tidak ada lesi
 Sistem intergument
Biasanya terjadi perubahan pada kelembaban kulit pasien dan
turgor kulit pasien tidak elastis
5) Pola Kebiasaan Sehari-hari
a) Nutrisi
 Makan
Sehat: biasanya makan 3 kali sehari dan habis satu porsi
Sakit : biasanya 3 kali sehari,dan hanya menghabiskan setengah
porsi
 Minum
Sehat: biasanya minum 6-8 gelas sehari
Sakit :biasanya pasien hanya menghabiskan minum 3-5 gelas
sehari
b) Eliminasi
 Miksi
Sehat : biasanya frekuensi BAK sehari 1500 cc
Sakit : biasanya frekuensi BAK sehari 800 cc,karateristiknya
warna kuning ,pekat dan bau khas
 Defekasi
Sehat : biasanya frekuensi BAB 1 kali sehari
Sakit : pada saat sakit 1 kali dalam 3 hari karateristik warna
kehitaman atau kemerahan, konsistensi padat dan bau
khas

c) Istirahat dan Tidur


Sehat: biasanya jam tidur siang 2 jam dan malam 9 jam sehari

18
Sakit : biasanya saat sakit susah tidur karena rasa nyeri yang
dirasakan di bagian abdomen
d) Kebersihan Diri
Sehat : biasanya pasien mandi 2 kali sehari,menggosok gigi 2 kali
sehari,cuci rambut 1 kali dalam 2 hari,pakain di ganti
sesudah mandi
Sakit : biasanya pada sakit mandi 1 kali sehari,menggosok gigi 1
kali sehari,cuci rambut 2 kali seminggu,pakain di ganti 1
kali sehari.
e) Data sosial ekonomi
Biasanya di tanyakan pada pasien tentang
pekerjaan, sumber penghasilan dalam keluarga dan perubahan
yang dialami sejak pasien sakit, penangguang jawab biaya
perawatan pasien selama sakit dan masalah keuangan yang
dialami saat ini.
f) Data psikologi
Biasanya keadaan psikologi saat sakit lemas dan takut di
rawat di rumah sakit, harapan pasien terhadap penyakitnya dapat
segera sembuh setelah diobati,dukungan dari keluarga baik dalam
perubahan terhadap konsep diri tidak seperti biasanya.
g) Data spiritual
Biasanya pelaksaanaan ibadah pasien selama sakit
tertinggal dan agak terganggu di bandingkan dengan sehat rutin
dan rajin beribadah, pandangan pasien terhadap penyakit tetap
optimis selama segala penyakit ada obatnya.

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
No. Rm : 864651
Tanggal Lahir : 15-08-1958
Umur : 59 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : JL. Ruby perum mustika grande blok c no. 66
Status perkawinan : Menikah
Status pendidikan : Sarjana
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
No. Hp : 082281726237
Diagnosa medis : Ca thyroid
Rencana Tindakan : Total Thyroidektomi
Status pembedahan : Elektif
Posisi pasien : Supine Dengan kepala ekstensi
Dokter Bedah : dr. YLS
Asisten : Zr. RKK
Instrumentator : Br. Insan
Sirkulating : Br. FBR
Dokter Anastesi : dr.RSS
Penata anastesi : Br.ARF
Jenis operasi : Bersih
Jenis anastesi : GA (General Anastesi)
OK :I
Dirawat di Ruangan : L6
Jam Anastesi : 15: 50 WIB - 18 : 05 WIB
Jam pembedahan : 16 : 35 WIB - 18: 15 WIB
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
Klien mengatakan nyeri perut dirasakan sekitar 2 minggu yang lalu, sejak
itu klien memeriksakannya ke dokter RSIA bunda jakarta dan dianjurkan
untuk dirawat. Pada saat pengkajian didapatkan data bahwa klien menderita
kista dermoid ovarium sinistra.
b. Status Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami

20
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit dan kalau sakit
itujuga cuman demam dan nyeri biasa biasa dan tidak dirawat.
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan belum pernah dirawat dan apa lagi dilakukan operasi
buka perut (Laparatomi).
3) Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi Obat dan makanan.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan belum pernah ada dari keluarganya yang menderita
penyakit kista dermoid ovarium.
d. Diagnosa Medis dan Therapy
Kista dermoid ovarium
Pasien direncanakan dilakukan tindakan Lapartaomi dan diberikan
antibiotik broadced I gram, I jam sebelum operasi dimulai.
e. Data sosial dan spiritual
1) Pola fikir dan persepsi
Klien mengatakan BAB-nya berdarah, dan menanyakan "apakah ada
hubungan BAB-nya yang berdarah dengan penyakit kistanya?" Klien
tampak benanya dan ingin tahu tentang penyakitnya, dengan serius klien
memegang tangan perawat dan mengerutkan dahi saat benanya.
2) Persepsi diri
Hal yang difikirkan klien saat ini adalah penyakit kistanya yang muncul
untuk kedua kalinya, klien menanyakan juga apa mungkin dapat
dioperasi lagi dengan tenggang waktu hanya 1 tahun, sementara ini klien
dalam keadaan anemia dan akan melakukan pemeriksaan kista lebih
lanjut setelah anemianya teratasi.
3) Konsep diri
Body Image : klien tidak malu terhadap perubahan tubuhnya
Peran : klien sebagai istri dan ibu dari 5 orang anak Ideal diri : klien
ingin menjadi ibu yang sehat untuk anaknya
Identitas diri : klien adalah seorang ibu rumah tangga
Harga diri : klien merasa cemas dengan penyakitnya
4) Hubungan / komunikasi
Klien berbicara jelas, berbahasa indonesia, relevan, mampu
mengekspresikan, dan mampu mengełti orang lain. Klien tinggal satu
rumah dengan suami dan anak-anaknya. Suami klien memegang peranan
penting dalam keluarga. Motivasi dari suami adalah dukungan moril dan
materi. Tidak ada kesulitan klien dalam keluarga.
5) Sistem nilai kepercayaan

21
Klien sering melakukan sholat 5 waktu di rumah, saat ini klien dan
keluarga sering berdo'a untuk kesembuhan Ny. M.
3. Pemeriksaan (Data Objektif)
 Kesadaran : Composmentis
 TTV
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,200C
Pernafasan : 20 x/menit
Tensi : 140/90 mmHg
4. Pengkajian fisik
 Kepala : Kepala tampak simetris, rambut klien bersih, klien mengatakan
sering pusing jika terbangun terlalu cepat.
 Mata : konjunctiva anemis, penglihatan klien masih nampak jelas.
 Telinga : Telinga klien tanpak kotor pada sebelah kiri, pendengaran masih
jelas.
 Hidung : Hidung klien bersih dan simetris, klien memiliki penciuman yang
normal.
 Mulut : Mukosa bibir lembab, gigi terdapat karies & kotor. Ompong pada
gigi taring kanan sebanyak 2-3 buah.
 Leher : tidak ada pembengkakan & pembesaran kelenjar tiroid.
 Thorax : Simetris, suara nafas vesikuler, iramajantung reguler.
 Abdomen : Bentuk asimetris, terdapat benjolan di abdomen dekstra, nyeri
tekan pada abdomen kiri bawah, Bising usus 5x / menit. Kandung kemih
tidak teraba.
 Genital luar : Tidak ada varises, tidak ada odema, tidak ada kista, terdapat
pengeluaran pervaginam dengan warna merah terang seperti ada gumpalan,
bau sedikit amis, banyaknya darah 2 — 3x mengganti celana dalam.
 Ekstremitas : Tangan kanan & kiri berkuku panjang karena 1 minggu ini
klien tidak memotong kuku. Terpasang infus (transfusi darah) untuk
menambah Hb dengan kolfke-3.
 Kulit : Warna kulit tidak ada kehitaman turgor kulit elastis, seluruh tubuh
lengket karena klien belum mandi.

22
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi
Hemoglobin 13,6 11,5-15,5 g\dl
Hemotokrit 34 35 - 45 %
Eritrosit 5,1 4.0 - 5.2 juta\ul
Leukosit 9880 5000 - 14. 500\ul
Trombosit 424000 150.000 - 400.000 \ul
Hitung jenis :
Bisofil 0 0–1%
Eosinofil 2 1-3%
Segmen 52 50-70%
Limfosit 31 20-40%
Monosit 10 2-8%
MCV 71 77-95\ul
MCH 27 25-33pg
MCHC 32 31-37%
RDW 13.14 11,5-14,5%

Waktu Pratombin (pt)


Kontrol 10,6 Detik
Pasien 10,3 9,3-11,8
APTT
Kontrol 32,3 Detik
Pasien 33,6 31-47detik
Koagulasi
Waktu perdarahan 2’15” 1-3 menit
Waktu pembekuan 4’20” 1-6 menit
Kimia klinik
Albumin 4,0 3,5-5,0 \dl

Pemeriksaan Radiologi

1. Hasil Pemeriksaan Radiologi Thorax


- Jantung tidak membesar ( CRT<50%)
- Aorta dan Mediastinum Superior tidak melebar
- Trakea di tengah , kedua hilus tidak menebal
- Corakan Bronkovaskuler kedua paru baik
- Tidak tampak infiltrate maupun nodul di kedua lapangan paru
- Kedua hemidiafragma licin, kedua sinus kostrofenikus lancip
- Tulang-tulang kesan intak

23
2. Hasil Pemeriksaan USG leher
- Telah dilakukan pemeriksaan USG leher
- Tampak semua lobus membesar dengan masa berdungkul – dungkul,
lobutet, kiri lebih besar dari kanan
- Tidak tampak pembesaran KGB leher
- Kesan : struma difusi kiri lebih besar dari kanan.
C. ASUHAN KEPERAWATAN PREE OPERATIF
a. Basic equipment
1) Lampu operasi : baik
2) Meja operasi : baik
3) Meja mayo : baik
4) Meja try : baik
5) Mesin anastesi : baik
6) Mesin diatermi : baik
7) Mesin suction : baik
8) Water warmer : baik
9) Safety box : baik
10) Tempat sampah medis dan non medis : baik
b. Alat steril
1) Linen Steril
Jas + handuk : 4
Sarung mayo : 1
Tutup try : 1
Laken atas : 2
Laken bawah : 2
Laken samping : 2
Laken lubang bulat : 2
2) Waskom Steril
Kom besar : 2
Bengkok : 2
Kom kecil : 2
Selang suction : 1
Canule suction : 1
3) Instrumen Steril
Breat back :2
Scapel :1
Pinset anatomis :2
Pinset cirugis :2
Pinset Diatermi :1

24
Duk klem :5
Gunting jaringan :1
Gunting benang :1
Neddle holder :1
Klem peritoneum :3
Klem lurus :3
Kocher :5
Langen back :2
Hak gigi kecil :2
4) persiapan medical supply
Betadine 7,5 % / 10% : 30cc/30cc
Alkohol 70% : 10cc
Sarung tangan 6,5/ 7/ 7,5 : 1/1/2
Bisturi no 15 : 1
Apron : 4
Kassa X Ray kecil : 20
Prolene 3/0 cutting : 1
Silk 2.0 tapper : 1
Silk 2.0 cutting : 1
Suction cateter : 1
Sufratule : 1
Hypavik : 20 cm
Spuit 20cc/10cc/5cc/3cc : 1/1/1/1
Slang NGT :1
IV Dressing :1
Steri-Strip :1
Lina pen :1
Pation plat :1
D. PERSIAPAN PASIEN PRE OPRATIF
1) Mengecek status atau identitas pasien (lengkap)
2) Pasien diterima di ruang penerimaan, pakaian diganti dengan baju
operasi
3) Memakai topi operasi
4) Memastikan perhiasan, gigi palsu/implan dan kutek telah dilepas semua
5) Mengecek gelang pasien (ada)
6) Mengecek ada alergi/tidak (tidak ada alergi)
7) Memasang infus pasien di tangan kiri dengan cairan Gelafusal 500 ml
8) Melakukan skin test untuk antibiotik Foricef I gr.
9) Memberikan suntikan IV Omevel (perawat anastesi)
10) Memberikan suntikan IV Ondavel 8 mg (perawat anastesi)

25
11) Memasukkan pasien ke ruang OK
E. ASUHAN KEPERAWATAN PRE OPERATIF
a. Analisa Data
NO Data Problem Etiologi

1 Ds Cemas (ansietas) Tindakan Operasi


 Pasien mengatakan takut (prosedur operasi)
akan dioperasi
Do :

 Pasien tampak cemas dari


ekspresi wajah
 Pasien tampak menarik
nafas dalam
 TTV :
TD: 130/80 mmHg
N : 100 x/menit

S : 36ºC

RR: 20 x/menit

Data Subjektif : Gangguan Adanya benjolan

 Pasien mengatakan aktifitas dieher

aktifitas terganggu karena


ada benjolan di leher
Data Objektif :
 Pasien tampak susah
melakukan aktitas
 Tampak adanya benjolan
dileher pasien.
 Pasien tampak susah
bebicara

 TTV :

N : 100 x/menit
S : 36ºC, RR: 20 x/menit

b. Diagnosa Keperawatan

26
 Cemas (ansietas) berhubungan dengan tindakan operasi (prosedur
operasi).
 Gangguan aktifitas berhubungan dengan adanya benjolan dileher
c. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi

1. Cemas berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan - Ukur tanda-tanda vital


dengan akan dilakukan tindakan keperawatan
- Identifikasi tingkat
tindakan operasi selama 1 x 15 menit
kecemasan
diharapkan cemas
- Berikan posisi yang
berkurang atau hilang.
nyaman
Kriteria Hasil :
- Jelaskan tindakan yang
- Pasien tidak terlihat
akan dilakukan,
cemas lagi
prosedur dan lama
- Paisen tidak meringis
operasi
lagi
- Beri kesempatan pasien
- Pasien menunjukan
untuk mengungkapkan
ekspresi wajah yang
perasaan
lebih tenang
- Bimbing pasien untuk
- TTV dalam batas
berdo’a
normal
2 Gangguan aktifitas Setelah dilakukan asuhan  Gunakan teknik
berhubungan dengan keperawatan selama 1x
komunikasi terapeutik
adanya benjolan dileher
pertemuan gangguan  Meminimalis aktifitas
aktifitas pasien teratasi leher
dengan kriteria hasil:  Kaji pernafasan
 Pasien dapat  Monitor tanda tanda
melakukan aktifitas vital
dengan baik  Berikan posisi nyaman
 Pasien dapat bernafas  Berikan tekhnik
secara teratur relaksasi
 Tanda vital dalam
rentang normal

d. Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Cemas berhubungan - Mengukur tanda- S : klien mengatakan sudah


dengan akan dilakukan mulai tenang
tanda vital

27
tindakan operasi TD : 120/70 O : Pasien tampak tenang
mmHg
TTV,
N : 82 x/menit
TD: 120/70 mmHg
RR : 20 x/menit N : 82 x/menit
S : 36 oC S : 36ºC

- Memberikan posisi RR: 20 x/menit


yang nyaman
A:
- Memotivasi pasien Tujuan keperawatan
untuk berdo’a tercapai, masalah
- Menganjurkan teratasi
pasien dan P : Tindakankeperawatan
mengajarkan untuk dihentikan.
menarik napas
dalam dari hidung,
lalu tahan selama 2
detik kemudian
hembuskan melaui
mulut
2 Nyeri akut b.d agen  Gunakan teknik S : Pasien mengatakan
injuri biologi komunikasi nyeri sedikit berkurang
terapeutik O:
 Meminimalis  Pasien tampak tenang
aktifitas leher  TTV dalam batas
 Kaji pernafasan normal
 Monitor tanda  TTV, TD: 120/70
tanda vital mmHg,
 Berikan posisi  N : 82 x/menit,
nyaman
S : 36ºC, RR: 20
 Berikan tekhnik
x/menit
relaksasi
A : Masalah belum teratasi

P : Intervensi dilanjutkan

F. ASUHAN KEPERAWATAN INTRA OPERASI


a. Persiapan pasien di ruang OK:
1) Klien disiapkan dimeja operasi dialas menggunakan underpad/alas.
2) Klien diberikan tindakan regional anestesi.

28
3) Klien diposisikan supine dan dipasangkan patien plate pada paha klien.
4) Klien di pasang penyangga tangan dan penutup bagian atas klien.

b. Prosedur operasi:
1) Memakai alat pelindung diri (topi, google, masker, apron, sepatu boot).
2) Melakukan cuci tangan bedah
3) Masuk ruang operasi, mengeringkan tangan dengan handuk atau lap yang
telah disediakan.
4) Memakai jas dan memakai handscoon secara tertutup
5) Memasang linen mayo dan alas duk.
6) Menata instrumen, atur instrumen di meja mayo sesuai kebutuhan
7) Melakukan penghitungan kassa dan instrumen dihadapan sirkuler
8) Melakukan time out dan doa dipimpin oleh operator
9) Marker
10) Melakukan aseptik pada daerah operasi dengan betadine 10%
menggunakan kassa yang dijepit dengan sponge holder
11) Draping area operasi (under pad, duk bawah, duk atas, duk samping, duk
klem 4 buah).
12) Pemasangan selang suction dan chouter ( cek selang suction dan chouter
berfungsi atau tidak).
13) Insisi dengan menggunakan bisturi no.15
14) kemudian memberikan linapen diatermi pada operator untuk masuk lebih
dalam melalui lapisan dermis dan hypodermis (jaringan lemak +
pembuluh darah)
15) jika terjadi pendarahan dihentikan dengan couter
16) Eksplorasi:
Thyroid berhasil diangkat, diletakan didalam bengkok
17) Luka dicuci dengan NaCl 0,9%
18) Diyakini tidak ada perdarahan, menghitung kassa dan alat (kassa dan alat
lengkap)
19) Rongga tenggorokan di tutup lapis demi lapis
20) Otot didekatkan
21) Subkutis dijahit dengan chromic no. 2/0
22) Kulit dijahit subkutikuler dengan monocryl 3/0
23) Luka jahitan dibersihkan dengan kassa yang dibasahi NaCl lalu di
keringkan dengan kassa kering
24) Kemudian luka ditutup dengan Sofratule dilapisi dengan kassa dan
ditutup lagi dengan Tegaderm.
25) Drapping dibuka

29
26) Jas, sarung tangan dan apron dibuka, perawat melakukan dekontaminasi
alat
27) Perawatan selanjutnya dilakukan oleh perawat anastesi
28) Pasien dipindahkan ke ruang RR oleh perawat anastesi
c. Evaluasi
1) Operasi dimulai pukul 16.15 WIB
2) Operasi selesai pukul 18.05 WIB
3) Alat dan kassa lengkap
4) Jumlah perdarahan 150 cc
5) Urine 200 cc warna kuning
6) TTV selama operasi berlangsung:
a) Nadi : 86 x/menit
b) Suhu : 36,300 C
c) Pernafasan : 22 x/menit
d) Tensi darah : 140/90 mmHg
e) SpO2 : 100 %

a. Analisa Data

No Data Problem Etiologi

1 Data Subjektif : - Resiko perdarahan Proses pembedahan


(lama operasi,volume
Data Objektif : tabung suction, dan
pemakaian kassa)
- Hb 13,6 g/dl
- Persediaan darah PRC 500 cc

- Panjang luka Insisi ± 10 cm

- Lama operasi ± 2 jam

- Perdarahan ± 250 cc volume


tabung suction 200 cc, pemakaian
kassa xray kecil 15 buah, kassa
xray besar 5 buah

- TTV pasien, TD : 120/70 mmhg,


N : 82 x/menit, RR : 20 x/menit,
S : 36 ºC

30
Data Subjektif : - Resiko infeksi Tindakan invasive

Data Objektif :
Panjang luka Insisi ± 10 cm
Lama operasi ± 2 jam
suction 200 cc, pemakaian kassa xray
kecil 15 buah, kassa xray besar 5 buah
TTV. TD: 120/70 mmhg, N : 82
x/menit, RR : 20 x/menit,
S : 36ºC

b. Diaqnosa Keperawatan

- Resiko perdarahan berhubungan proses pembedahan

- Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive

c. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Resiko perdarahan Tujuan :  Pantau perdarahan


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan selama operasi (cek
proses pembedahan keperawatan selama pembe volume tabung suction,
(lama operasi, volume dahan, perdarahan tidak pemakaian kassa)
tabung suction, dan terjadi  Monitor TTV pasien
pemakaian kassa)  Kolaborasi dengan tim
Kriteria Hasil :
anestesi pemberian
- Perdarahan <500 cc cairan kristaloid atau
- Tanda-tanda vital dalam transfusi darah)
batas normal  Efektifkan penghentian
perdarahan selama
operasi dengan tindakan
dapper kassa yang
maksimal, penggunaan
diatermi

31
2 Resiko penyebaran Tujuan : - Lakukan kewaspadaan
infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan standar infeksi
dengan tindakan keperawatan selama pembe - Pakai topi, masker dan
invasive dahan, penyebaran infeksi baju khusus kamar
tidak terjadi operasi
- Cek kadaluarsa alat yang
Kriteria Hasil : dipakai, indikator
 Luka operasi bersih internal dan ekternal alat
Tanda-tanda vital dalam yang disterilkan
batas normal - Cuci tangan bedah,
memakai jas dan sarung
tangan steril
- Pertahankan sterilitas
selama pembedahan
- Bersihkan daerah yang
akan dioperasi dengan
antiseptik dan pasang
drapping
- Lakukan pencucian luka
operasi sampai bersih
dengan aqua steril
- Tutup luka operasi
dengan kassa steril
- Kolaborasi pemberian
antibiotic
- Monitor keadaan umum
pasien dan tanda-tanda
vital

32
d. Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

33
Resiko perdarahan - Memantau perdarahan S :
berhubungan dengan selama operasi O:
proses pembedahan  Jumlah cairan pada  Panjang luka insisi ± 10
(lama operasi, volume tabung suction 200 cc cm
tabung suction, dan  Pemakaian kassa xray  Lama operasi ± 2 jam
pemakaian kassa) kecil 10, xray besar 3  Perdarahan ±250 cc
- Memonitor TTV pasien
 Perdarahan <500 cc
 TD : 120/70 mmhg
 Panjang luka insisi 10
 N : 82x/menit cm
 RR : 20 x/menit
 Ivfd Asering 500 cc,
 S : 36 ºC Nacl 0,9% 500 cc
- Berkolaborasi dengan  Tanda-tanda vital
tim anestesi pemberian - TD : 120/70 mmhg
cairan kristaloid atau - N : 82x/menit
transfusi darah) - RR : 20 x/menit
- Mengefektifkan proses - S : 36 ºC
penghentian perdarahan
 Penggunaan alat diatermi
selama operasi dengan
lancar
tindakan dapper kassa,
yang maksimal, suction A : Masalah teratasi
serta penggunaan linapen P : Intervensi dihentikan
diatermi

2 Resiko penyebaran - Melakukan kewaspadaan S :


infeksi berhubungan standar infeksi O:
dengan tindakan - Memakai topi, masker  Petugas memakai topi,
invasive dan baju khusus kamar
masker, dan baju operasi
operasi
 Indikator alat steril,
- Mengecek kadaluarsa
internal dan eksternal
alat yang dipakai,
bagus
indikator internal dan
 Luka operasi bersih
ekternal alat yang
 Tanda-tanda vital
disterilkan
- TD : 90/60 mmhg
 Internal : Bagus
- N : 100 x/menit

34
 Eksternal : Bagus - RR : 20 x/menit
- Melakukan cuci tangan - S : 36 ºC
bedah, memakai jas dan
sarung tangan steril A : Masalah teratasi

- Mempertahankan prinsip P : Intervensi dihentikan


sterilitas selama operasi
- Memberishkan daerah
yang akan dioperasi
dengan antiseptik dan
pasang drapping
- Melakukan dressing,
membersihkan luka
operasi dan area sekitar
operasi sampai bersih
dengan aqua steril
- Menutup luka operasi
dengan supratule dan
kassa polos steril
- Kolaborasi pemberian
antibiotik
- Monitor TTV pasien

G. ASUHAN KEPERAWATAN POST OPERASI

a. Pengkajian

Pasien dibangunkan 18.20 WIB, pasien tampak gelisah, ETT

dilepaskan dan dilakukan suction, gudel dilepaskan dan diberi O2

rebriting mask Pasien dipindahkan ke brangkar dengan cara

sejajarkan meja operasi dengan brangkar dan dipastikan brangkar

terkunci, pindahkan pasien menggunakan easymove dan tidak lupa

memasang rest train, pasien diantarkan keruangan RR. Setiba Ps di

RR, terpasang tensimeter dilengan pasien, diberi O2 nasal canul 2

l/mnt dipasang oksimetri. TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 84 x/m, RR

: 18 x/m, saturasi O2 : 99% pasien tampak meringis dengan skala

nyeri : 4 menggerakan ekstremitas atas dan bawah. asien terpasang

infus asering 500cc 20 tetes/ menit, pasien tampak bingung karena

efek anestesi, tampak lemah terbaring.


35
b. Analisa Data

No Data Problem Etiologi

1 Data Subjektif : - Resiko cidera (jatuh) efek anestesi (disorie


Data Objektif : ntasi waktu dan

- Pasien terlihat gelisah, aktif tempat, proses pem

menggerakan badan dan indahan pasien

ektremitas (tangan, kaki)

- TTV pasien, TD : 120/70 mmHg,


N : 82 x/menit, RR : 20 x/menit,
S: 36º
2 Data subjekti : - Resiko perdarahan Post op
Data objektif :

- Pasien terpasang drain cairan


didalamnya ± 50 cc

- Balutan luka operasi tampak


sedikit lembab karna darah.
 Panjang luka insisi ± 10 cm
 Lama operasi ± 2 jam

- TTV pasien, TD : 120/70 mmHg,


N : 82 x/menit, RR : 20 x/menit,
S: 36º

c. Diaqnosa Keperawatn
Resiko cidera berhubungan Dengan Efek Anastesi
Resiko perdarahan berhubungan dengan post operasi

d. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko cidera (jatuh) Tujuan :  Perhatikan posisi pasien
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Dekatkan brangkar ke
efek anastesi (disorien keperawatan selama 1x15 samping pasien
tasi waktu dan tempat, menit cidera tidak terjadi  Pegang badan dan
proses pemindahan ektremits pasien saat
pasien Kriteria Hasil : gelisah

- Tidak terjadi resiko jatuh  Gunakan alat easy move


memudahkan pemindahan

36
- Integritas kulit utuh pasien
 Pastikan brangkar sudah
terkunci rodanya sebelum
pasien dipindahkan
 Kolaborsi dengan tim
perawat dan anestesi
minimal 2 orang untuk
memindahkan pasien
 Pindahkan pasien secara
bersama-sama dengan
aba-aba hitungan
 Pasang bed rell kiri dan
kanan
 Cek integritas kulit pasien
setelah pemindahan
 Monitor keadaan umum
dan TTV pasien

2 Resiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan  Monitor TTV pasien


berhubungan dengan keperawatan selama 1  Pantau perdarahan
post operasi pertemuan resiko sesudah operasi yang ada
perdarahan dapat dihentikan didalam drain
Kriteria hasil:  Evaluasi balutan pasien
deep tekan
- Perdarahan kurang
 Kolaborasi/ informasikan
dari 50 cc
DPJP klau terjadi
- Ttv normal
perdarahan.
- Keadaan umum baik

e. Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

37
1 Resiko cidera (jatuh) - Memperhatikan posisi S :
berhubungan dengan pasien (supine) O:
efek anastesi (disorien
- Mendekatkan brangkar  Proses pemindahan
tasi waktu dan tempat,
ke samping pasien berjalan lancar, pasien
proses pemindahan tidak terjatuh
- Memegang badan dan
pasien
ektremits pasien saat  Integritas kulit utuh,

gelisah tidak ditemukan cidera


(massa atau lessi)
- Menggunakan alat easy
 Pembatas kiri dan kanan
move agar memudahkan
brangkar terpasang
pemindahan pasien
 Pasien tenang dan tidak
- Memastikan meja
gelisah
operasi dan brangkar
 TTV pasien
sudah terkunci rodanya
- TD : 120/70 mmhg
sebelum dipindahkan
- N : 82 x/menit
- Bekolaborsi dengan tim
perawat dan anestesi saat - RR : 20 x/menit

memindahkan pasien - S : 36 ºC

- Memidahkan bersama- A : Masalah teratasi

sama dengan aba-aba P : Intervensi dihentikan

hitungan (pemindahan
berjalan lancar)

- Memasang res train kiri


dan kanan brangkar.

- Mengecek integritas
kulit pasien setelah
pemindahan (tidak
ditemukan cidera, lessi
atau massa)

- Memonitor TTV pasien


TD : 95/71 mmhg, N
: 93 x/menit, RR : 19
x/menit, S : 36ºC

38
2 Resiko perdarahan  memonitor TTV pasien S:
berhubungan dengan  Memantau perdarahan O :
post op sesudah operasi yang ada - Pasien terpasang drain
didalam drain cairan didalamnya ± 50
 Mengevaluasi balutan cc
pasien deep tekan  Telah dilakukan balutan
 Berkolaborasi/ tekan
informasikan DPJP klau  Panjang luka insisi ± 10
terjadi perdarahan. cm
-  TTV pasien, TD : 120/70
mmHg, N : 82 x/menit,
RR : 20 x/menit, S: 36º

XI. DISHARGE PLANNING

a. Obsevasi TTV 1x 15 menit sampai dengan 2 jam post op


b. Observasi jalan nafas pasien
c. Observasi vokal pasien
d. Evaluasi pembalut luka apakah bersih atau tidak
e. Kontrol post op sesuai instruksi dokter
f. Awasi resiko jatuh
g. Pantau kondisi luka post op dan lakukan perawatan luka setiap 3 hari
sekali
h. Kolaborasi pemberian antibiotik dan analgetik sesuai instruksi
dokter.

XII. MELAKUKAN PERAWATAN INSTRUMEN DI TSSU :

a. Dekontaminasi

Pisahkan alat yang tajam dan halus dengan alat-alat yang kasar,

kemudian dilakukan proses dekontaminasi dengan merendam

instrumen dengan cairan enzimatik (alkazime) selama 10 – 15 menit.

b. Pembersihan

Alat-alat dari box yang berisi alkazime dibersihkan dengan

hibiscrub.

c. Pembilasan

Alat dibilas dengan air mengalir

39
d. Pengeringan

Instrumen dikeringkan dengan kain/ handuk lembut

e. Pengemasan

Alat-alat dikelompokkan sesuai dengan jenisnya, gunting dibalut

dengan kassa, instrumen disusun dengan rapih, lalu diberikan

indikator internal, selanjutnya alat yang sudah disusun dibungkus

dengan linen pertama, lalu dengan linen kedua.

f. Pelabelan

Beri etiket/ label (nama instrument, tanggal, nama petugas yang

mengepack) dan diberi indikator ekstrenal.

g. Sterilisasi

Alat-alat selanjutnya diserahkan kepada petugas TSSU untuk di


steam, kemudian alat yang sudah di sterilkan di simpan di tempat
penyimpanan khusus.
h. Penyimpanan
Alat-alat yang sudah steril di simpan di rak khusus, di pisahkan
sesuai jenisnya

40
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PRE OPERATIF
Pada pukul 15.00 WIB pasien datang dikamar operasi diantar oleh perawat
ruangan, perawat ruangan melakukan serah terima dengan perawat OK, perawat
OK mengecek kembali kelengkapan administrasi seperti informed consent, set
marking, persiapan darah , fhoto torax, CT SCAN dan MRI yang dibutuhkan.
perawat OK membantu Pasien menggunakan baju operasi dan menyiapkan
brangkar tempat tidur pasien dan disiapkan keruangan B, kesadaran pasien
Compos Mentis, E4 V6 M5, keadaan umum baik, tidak ada alergi, dan tidak ada
gangguan nafas/ riwayat asma TTV , TD 90/60 mmhg, N 100 x / menit, RR 20
x / menit, Suhu 36 ºC, Jam 18.15 Wib pasien jemput oleh petugas anastesi dan
dibawa memasuki ke ruangan OK I
Hasil Pemeriksaan USG leher, Telah dilakukan pemeriksaan USG leher,
Tampak semua lobus membesar dengan masa berdungkul – dungkul, lobutet,
kiri lebih besar dari kanan,Tidak tampak pembesaran KGB leher,Kesan : struma
difusi kiri lebih besar dari kanan.
Diruangan penerimaan OK, saat dilakukan pengkajian didapat klien cemas
akan menjalani operasi, wajah tampak tidak rileks, kemudian pasien mengeluh
ada benjolan dileher dan pasien mengatakan susah melakukan aktifitas, tanda-
tanda vital pasien TTV , TD 130/70 mmhg, N 82 x / menit, RR 20 x / menit,
Suhu 36 ºC.sehingga diagnosa keperawatan yang ditegakkan yaitu cemas
(ansietas) berhubungan dengan tindakan operasi dan gangguan aktifitas
berhubungan dengan adanya benjolan dileher. Pada diagnosa cemas diangkat
karena pasien terlihat cemas karena akan menjalani operasi dan khawatir dengan
kondisinya. Sedangkan pada diagnosa gangguan aktifitas diangkat karena proses
inflamasi kanker yang semakin meluas, dan susah untuk menolehkan kiri atau
kanan. Implementasi yang dilakukan, yaitu mengkaji kecemasan pasien,
mengkaji pernafasan, meminimalis aktifitas leher, menjelaskan tindakan yang
akan dilakukan , prosedur dan lamanya operasi, memberikan posisi nyaman,
menganjurkan dan mengajarkan teknik relasksasi nafas dalam dan berdo’a,
setelah dilakukan intervensi pasien tampak lebih rileks dan tenang, pasien
mengatakan cemas dan gangguan aktifitas sedikit berkurang.

41
B. INTRA OPERASI
Jam 15.40 di kamar operasi I dengan posisi terlentang (supine), kesadaran
compos mentis, TTV TD: 120 / 70 mmHg N: 82 x/menit S: 36ºC, RR: 20
x/menit. Pasien puasa makan dan minum dari jam 09.00 wib, persediaan darah
prc 500 cc, sign in dibacakan oleh Br. FBR, Jam 15.50 wib pasien dilakukan
pembiusan umum oleh dr.RSS, dengan posisi supine, pasien dipasang negative
elektro surgical pada paha kanan, saturasi O2 100%. Jam 16.20 operator
melakukan aseptik pada daerah yang akan dioperasi selanjutnya drapping
dilakukan oleh tim Jam 16.35 wib insisi pembedahan dilakukan oleh dr. YLS
Time out mulai dilakukan. Operator, asisten operator dan instrumentator
melakukan cuci tangan bedah dan memakai jas operasi dan sarung tangan steril,
hal ini dilakukan untuk menjaga prinsip sterilitas selama proses pembedahan,
sehingga mencegah resiko terjadinya infeksi sejak dini yakni pada saat prosedur
operasi di mulai. Operasi ini memakan waktu lebih kurang 2 jam yaitu dari
pukul 16.35 WIB - 18.15 WIB. Setelah operasi selesai intervensi keperawatan
dilanjutkan di ruang recovery room. Sebelum meninggalkan ruangan dilakukan
sign out jam 11. 07 terlebih dahulu.

C. POST OPERASI
Pasien dibangunkan 18.20 WIB, pasien tampak gelisah, ETT dilepaskan
dan dilakukan suction, gudel dilepaskan dan diberi O2 rebriting mask Pasien
dipindahkan ke brangkar dengan cara sejajarkan meja operasi dengan brangkar
dan dipastikan brangkar terkunci, pindahkan pasien menggunakan easymove dan
tidak lupa memasang rest train, pasien diantarkan keruangan RR. Setiba Ps di
RR, terpasang tensimeter dilengan pasien, diberi O2 nasal canul 2 l/mnt dipasang
oksimetri. TTV : TD : 120/80 mmHg, N : 84 x/m, RR : 18 x/m, saturasi O2 :
99% pasien tampak meringis dengan skala nyeri : 4 menggerakan ekstremitas
atas dan bawah. asien terpasang infus asering 500cc 20 tetes/ menit, pasien
tampak bingung karena efek anestesi, tampak lemah terbaring.
Pada saat dilakukan Asuhan keperawatan post operatif ditemukan
diagnosa : resiko jatuh berhubungan dengan post tindakan pembedahan dan
resiko perdarahan berhubungan dengan efek pembedahan pembedahan diagnosa
tersebut ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif didukung juga
dengan data penunjang pasien, kemudian telah dilakukan intervensi dan
implementasi oleh perawat pasien mengikuti dan memahami apa yang
diperintahi oleh perawat dengan evaluasi masalah teratasi. secara teoritis pre
operatif dengan diagnosa kholetiasis ada 2 yaitu resiko jatuh dan resiko
perdarahan Pada tahap pre operatif ditemukan masalah keperawatan yang sama.

42
BAB V
PENUTUP

A. Kesempulan
Kanker Tyroid merupakan keganasan endokrin yang tersering dijumpai dan
diperkirakan 1,1% dari seluruh keganasan manusia. Pada tahun 2004 American
Cancer Society memperkirakan terdapat lebih kurang 22.500 kasus baru kanker
tiroid di Amerika Serikat. Dimana perbandingan perempuan dan laki-laki adalah 3 :
1, dengan estimasi 16.875 kasus pada perempuan dan 5.625 kasus pada laki-laki.1
Di Indonesia dari registrasi Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia
didapatkan kanker tiroid menempati urutan ke 9 dari 10 kanker terbanyak (4,43%).
Kelenjar Tyroid merupakan organ kecil pada anterior leher bagian bawah, di
antara muskulus sternokleidomastoideus, yang terdiri dari dua buah lobus lateral
yang dihubungkan oleh sebuah istmus (Price & Wilson, 2006).

B. Saran
Setelah penulis menguraikan dan menyimpulkan, maka penulis dapat
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan yang ada. Saran yang ada ditunjukkan
pada rumah sakit, perawat, klien dan keluarga, serta peserta pelatihan yaitu sebagai
berikut :
1. Bagi rumah sakit
Diharapkan mampu memberikan pelayanan yang komprehensif untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
2. Bagi perawat
Agar perawat mampu memberikan asuhan keperawatan perioperatif secara
komprehensif dan integrasi dengan tim medis lainnya. Serta kerjasama yang
sudah terjalin dengan baik dengan mahasiswa agar tetap dipertahankan.
3. Untuk klien dan keluarga agar dapat melakukan perawatan secara mandiri di

rumah dan memberikan obat yang dianjurkan oleh dokter.

4. Bagi peserta pelatihan


a. Untuk peserta pelatihan agar dapat meningkatkan kualitas dalam pembelajaran
baik pada saat di kelas maupun di lahan praktek.
b. Menggali dan menerapkan asuhan keperawatan perioperatif secara lebih
mendalam.
c. Mampu menerapkan prosedur yang berlaku di kamar operasi.
d. Memiliki sikap menjaga sterilitas, jujur, cepat, tepat, dan benar.
e. Mampu menjelaskan secara rasional penggunaan instrumen, benang, dan jarum
jahit pada prosedur pembedahan.

43
DAFTAR PUSTAKA

Thapliyal G, Sinha R, Menon P, Chakranarayan A. Management of mandibular

fractures. Medical Journal Armed Forces India. 2008;64(3):218-20.

Sell RS, Yıldırım M. Klinik anatomi: Nobel Tıp Kitabevleri; 2004.

Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jakarta: EGC. 2007.

Barmadisatrio. Fraktur Mandibula. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2007.

Boffano P, Kommers S, Karagozoglu K, Gallesio C, Forouzanfar T. Mandibular

trauma: a two-centre study. International journal of oral and maxillofacial

surgery. 2015.

Cienfuegos R, Cornelius C-P, Ellis E, Kushner G. Mandible: AO Foundation; 2015

[cited 2015 19]. Available from: www.aofoundation.org/wps/portal/.

Siregar H. Kombinasi Penggunaan Arch Bar Dan Lag Screw Dalam Penatalaksanaan

Fraktur Mandibula Anterior. 2012.

van den Bergh B, Heymans MW, Duvekot F, Forouzanfar T. Treatment and

complications of mandibular fractures: a 10-year analysis. Journal of

Cranio-Maxillofacial Surgery. 2012;40(4):e108-e11.

44

Anda mungkin juga menyukai