OLEH:
KELOMPOK A
2007).
Penyakit Hodgkin adalah penyakit keganasan tanpa diketahui penyebabnya yang
berasal dari sistem limfatika dan terutama melibatkan sistem limfe (Keperawatan
Medikal Bedah 2, 2002).
2. Epidemiologi/insiden kasus
Penyakit Hodgkin merupakan penyakit yang relatif jarang dijumpai, hanya merupakan
1% dari seluruh kanker. Insidennya di Negara Barat dilaporkan 3,5/100.000/tahun pada
laki-laki, dan 2,6/100.000/tahun pada wanita. Dilihat dari jenis kelamin, penyakit
Hodgkin lebih banyak dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan laki : wanita = 1,2:1.
Di negara barat, penyakit Hodgkin lebih jarang dijumpai dibandingkan dengan limfoma
non-Hodgkin, dengan perbandingan 5:2, tetapi di negara timur (Asia Tenggara, Papua
New Guinea, Cina dan Jepang) perbandingan ini menjadi lebih mencolok dengan rasio
9:1. Faktor apa yang menyebabkan perbedaan ini masih belum diketahui dengan jelas.
Penyakit Hodgkin bisa muncul pada berbagai usia, tetapi jarang terjadi sebelum usia 10
tahun. Paling sering ditemukan pada usia diantara 15-34 tahun dan diatas 60 tahun.
3. Penyebab/faktor predisposisi
Penyebab pasti limfoma Hodgkin masih belum diketahui. Namun diperkirakan aktivasi
gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk
limfoma. Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli menduga bahwa
penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr dan penyakit ini tampaknya tidak
menular.
Faktor Risiko dan Pencegahan
Penyebab limfoma tidak diketahui, namun terdapat beberapa faktor risiko terkait
timbulnya penyakit limfoma, yaitu :
Laporan Pendahuluan Limfoma Hodgkin | 1
fibrosis dan sklerosis yang luas, dimana suatu jaringan ikat mulai dari kapsul
kelenjar kemudian masuk ke dalam, mengelilingi kapsul abnormal. Dijumpai sel
lakuna dan sejumlah kecil sel Reed-Stenberg. Perjalanan penyakit ini tergolong
sedang.
3) Tipe Selularitas Campuran (Mixed Cellularity)
Tipe ini merupakan 25%-30% dari penyakit Hodgkin. Pada gambaran
mikroskopik terdapat sel Reed-Stenberg dalam jumlah yang sedang dan seimbang
dengan jumlah limfosit
4) Tipe Deplesi Limfosit (Lymphocyte Depleted)
Tipe satu ini merupakan penyakit yang jarang ditemui yaitu sekitar kurang dari
5% kasus dari Limfoma Hodgkin, namun tipe ini termasuk tipe yang cepat dan
agresif. Pada gambaran mikroskopik ditemukan banyak sel Reed-Stenberg
sedangkan sedikit sel limfosit.
Tipe ini dibagi menjadi dua yaitu subtipe retikuler (sel Reed-Stenberg dominan
dan sedikit limfosit) dan subtipe fibrosis difus (kelenjar getah bening diganti oleh
jaringan ikat yang tidak teratur, dijumpai sedikit limfosit, dan sel Reed-Stenberg
juga terkadang dalam jumlah yang sedikit.
Menurut Cotswolds (1990) yang merupakan modifikasi dan klasifikasi Ann Arbor (1971),
Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya :
Stadium I : Kanker hanya terbatas pada satu daerah kelenjar getah bening saja
tubuh
Stadium III : Jika kanker telah bergerak ke kelenjar getah bening atas dan juga
bawah diafragma, namun belum menyebar dari kelenjar getah bening ke organ
lainnya.
Stadium IV : Merupakan stadium yang paling lanjut. Pada stadium iniyang
terkena bukan hanya kelenjar getah bening, tapi juga bagian tubuh lainnya, seperti
sumsum tulang atau hati.
Menurut klasifikasi Ann Arbor, penentuan stadium didasarkan jenis patologi dan tingkat
keterlibatan. Jenis patologi (tingkat rendah, sedang, atau tinggi) didasarkan pada
formulasi kerja yang baru.
gambaran RS-cell
Classic Hodgkin Lymphoma : Lymphocyte rich, nodular sclerosis, mixed
cellularity, lymphocyte depleted.
6. Gejala klinis
Gejala klinis yang dijumpai adalah:
- Pembesaran nodus limfe tanpa nyeri, teraba kenyal, dan asimetrik (lebih sering di
leher (60-70%), tapi terkadang ditemukan juga di ketiak (10-15%), inguinal (612%), mediastinal (6-11%), hilus paru, kelenjar paraorta dan retroperitoneal).
-
pada vena.
Sulit bernapas, jika pembesaran nodus limfe mengakibatkan tekanan pada trakea.
Sulit menelan, jika terdapat penekanan pada esophagus.
Anemia progresif
Demam
Penurunan berat badan >10%.
Laporan Pendahuluan Limfoma Hodgkin | 4
7. Pemeriksaan fisik
Inspeksi :
- Terdapat pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau pangkal paha
- Terlihat bahu merosot
- Terdapat sianosis
- Wajah tampak pucat
- Klien tampak lemah
- Terdapat pembengkakan atau cekungan yang spesifik di bagian ulu hati
(splenomegali)
Palpasi :
- Edema teraba kenyal seperti karet
- Kekuatan otot menurun
- Badan teraba hangat
- CRT > 3 detik
8. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa prosedur digunakan untuk menentukan stadium dan menilai penyakit Hodgkin:
1. Pemeriksaan rontgen dada membantu menemukan adanya pembesaran kelenjar di
2.
dekat jantung.
Limfangiogram bisa menggambarkan kelenjar getah bening yang jauh di dalam perut
3.
dan panggul.
CT scan lebih akurat dalam menemukan pembesaran kelenjar getah bening atau
4.
5.
pengobatan.
Laparatomi (pembedahan untuk memeriksa perut) kadang diperlukan untuk melihat
penyebaran limfoma ke perut.
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal sampai abnormal. Pada
tahap I sedikit klien mengalami abnormalitas hasil pemeriksaan darah.
SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin
LED : meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau penyakit
malignansi. Berguna untuk mengawasi klien pada perbaikan dan untuk mendeteksi
keterlibatan organ.
Hipergamaglobulinemia umum : hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.
Foto dada : dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus
nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam pentahapan.
Tomografi paru secara keseluruhan atau scan CT dada : dilakukan bila adenopati
pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
Ultrasound abdominal : mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
retroperitoneal.
Scan tulang : dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang.
Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya penyakit
mediastinal.
Laparatomi pentahapan : mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen nodus
retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa (Splenektomi adalah
kontroversial karena ini dapat meningkatkan resiko infeksi dan kadang-kadang tidak
biasa dilakukan kecuali klien mengalami manifestasi klinis penyakit tahap IV.
Laporoskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil
spesimen.
9. Therapy/tindakan penanganan
Tujuan terapi adalah menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai remisi.
Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% klien limfoma Hodgkin stadium I atau II
dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas, maka
angka ketahanan hdup 5 tahun sebesar 60-70%. Pilihan terapinya adalah :
Radiasi. Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh
tertentu saja. Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya
diberikan bersamaan dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali
kambuh, maka diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat
meningkatkan risiko terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker
paru, terutama jika klien berusia < 30 tahun. Umumnya klien anak diterpai dengan
kemoterapi kombinasi, tapi mungkin juga diperlukan terapi radiasi dosis rendah.
Kemoterapi. Jika penyakit ini sudah meluas dan sudah melibatkan kelenjar getah
bening yang lebih banyak atau organ lainnya, maka kemoterapi menjadi pilihan
utama. Regimen kemoterapi yang umum diberikan adalah ABVD, BEACOPP, COPP,
Stanford V, dan MOPP. Regimen MOPP (terdiri dari mechlorethamine, Oncovin,
procarazine, dan prednisone) merupakan regimen standar, namun bersifat sangat
toksik, sedangkan regimen ABVD (terdiri dari doxorubicin/Adriamycin, bleomycin,
vinblastine, dan dacarbazine)
samping yang lebih sedikit dan merupakan regimen pilihan saat ini. Kemoterapi
diberikan dalam beberapa siklus, umumnya sela beberapa minggu. Lamanya
tulang atau sel induk perifer autologus (dari diri sendiri) dapat membantu
memperpanjang masa remisi penyakit. Karena kemoterapi dosis tinggi akan merusak
sumsum tulang, maka sebelumnya dikumpulkan dulu sel induk darah perifer atau
sumsum tulang.
Kombinasi sediaan kemoterapi untuk Penyakit Hodgkin
1. MOPP (Mekloretamin (nitrogen mustard), Vinkristin (onkovin), Prokarbazin,
Prednison)
Merupakan sediaan pertama, ditemukan pada tahun 1969, namun obat ini terkadang
masih digunakan.
2. ABVD (Doksorubisin (adriamisin), Bleomisin, Vinblastin, Dakarbazin)
Obat ini dikembangkan untuk mengurangi efek samping dari MOPP (misalnya
kemandulan menetap & leukemia), namun obat ini menyebabkan efek samping
berupa keracunan jantung & paru-paru. Angka kesembuhannya menyerupai MOPP.
ABVD lebih sering digunakan dibandingkan MOPP.
3. ChiVPP (Klorambusil, Vinblastin, Prokarbazin, Prednison)
Pemakaian obat ini menyebabkan kerontokan rambut yg terjadi lebih sedikit
dibandingkan pada pemakaian MOPP & ABVD
4. MOPP/ABVD
Kedua obat ini digunakan secara bergantian dan dikembangkan untuk memperbaiki
angka kesembuhan menyeluruh, tetapi hal tersebut belum terbukti. Angka harapan
hidup bebas kekambuhan lebih baik dibandingkan sediaan obat lainnya.
5. MOPP/ABVhibrid (MOPP bergantian dengan Doksorubisin (adriamisin),
Bleomisin, Vinblastin)
10. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah :
Ketidakmampuan untuk memiliki keturunan (infertilitas)
Gagal fungsi hati
Gangguan pada paru-paru
Penyakit-penyakit kanker
Efek samping dari radiasi (seperti nausea, disfagia, esofagitis, dan hipotiroid) dan
kemoterapi (seperti penurunan jumlah sel darah, dapat menyebabkan meningkatnya
risiko pendarahan, infeksi, dan anemia).
11. Prognosis
Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% klien limfoma Hodgkin stadium I atau II
dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas, maka
angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70%.
Penderita yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi penyinaran atau kemoterapi
atau yang membaik tapi kemudian kambuh kembali dalam 6-9 bulan, memiliki harapan
hidup yang lebih kecil dibandingkan dengan penderita yang mengalami kekambuhan
dalam 1 tahun atau lebih setelah terapi awal. Kemoterapi lebih lanjut yang
dikombinasikan dengan terapi penyinaran dosis tinggi dan pencangkokan sumsum tulang
atau sel stem darah, bisa menolong penderita tersebut.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
a) Anamnesa :
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk
membuat rencana asuhan keperawatan klien.
Dari wawancara akan diperoleh informasi tentang biodata, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat kesehatan/penyakit masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pola aktifitas sehari-hari, dan riwayat psikososial.
Kebutuhan Dasar
1. Aktivitas/istirahat.
Gejala :
Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda :
Penurunan kekuatan
Bahu merosot
Jalan lamban dan tanda lain yang menunjukkan kelelahan
2. Sirkulasi
Gejala :
Palpitasi
Angina/nyeri dada
Tanda :
Takikardia, disritmia.
Sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena pembesaran nodus
obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa (mungkin tanda lanjut)
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3. Integritas Ego
Gejala :
Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga
Takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut mati
Takut sehubungan dengan tes diagnostik dan modalitas pengobatan
(hepatomegali)
Nyeri tekan pada kudran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali)
Penurunan haluaran urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal ginjal).
Disfungsi usus dan kandung kemih (kompresi batang spinal terjadi lebih
lanjut)
5. Makanan/Cairan
Gejala :
Anoreksia/kehilangan nafsu makan
Disfagia (tekanan pada esofagus)
Adanya penurunan berat badan yang tak dapat dijelaskan sama dengan 10%
atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya
diet.
Tanda :
Laporan Pendahuluan Limfoma Hodgkin | 10
6. Neurosensori
Gejala :
Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda :
Status mental : letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar.
Paraplegia (kompresi batang spinal dari tubuh vetrebal, keterlibatan diskus
pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal)
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala
Nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang
umum (keterlibatan tulang limfomatus).
Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda
Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala
Dispnea pada kerja atau istirahat
Tanda
Dispnea, takikardia
Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekuensi pernapasan dan
9. Keamanan
Gejala :
Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitas imunitas seluler pencetus untuk
Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa
minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat malam
tanpa menggigil.
Kemerahan/pruritus umum
Tanda :
Demam menetap tak dapat dijelaskan dan lebih tinggi dari 380C tanpa gejala
infeksi.
Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus servikal
paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian nodus
10. Seksualitas
Gejala
Masalah
b) TTV :
-
tentang
fertilitas
kehamilan
(sementara
penyakit
tidak
c) Pemeriksaan fisik :
Inspeksi :
- Terdapat pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau pangkal paha
- Terlihat bahu merosot
- Terdapat sianosis
- Wajah tampak pucat
- Klien tampak lemah
- Terdapat pembengkakan atau cekungan yang spesifik di bagian ulu hati
(splenomegali)
Palpasi :
- Edema teraba kenyal seperti karet
- Kekuatan otot menurun
- Badan teraba hangat
- CRT > 3 detik
Laporan Pendahuluan Limfoma Hodgkin | 12
d) Pemeriksaan diagnostik :
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal sampai abnormal.
Pada tahap I sedikit klien mengalami abnormalitas hasil pemeriksaan darah.
SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin
keterlibatan organ.
Hipergamaglobulinemia umum : hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.
Foto dada : dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat,
nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam pentahapan.
Tomografi paru secara keseluruhan atau skan CT dada : dilakukan bila
adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa
mediatinum.
pemeriksaan fisik.
Ultrasound abdominal : mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
retroperitoneal.
Scan tulang : dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang.
Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya
mediastinal.
Laparatomi pentahapan : mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen nodus
retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa (Splenektomi
adalah kontroversial karena ini dapat meningkatkan resiko infeksi dan kadangkadang tidak biasa dilakukan kecuali klien mengalami manifestasi klinis penyakit
tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang dilakukan sebagai pendekatan pilihan
untuk mengambil spesimen.
nodus limfa yang terkena misalnya, pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri
punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang umum (keterlibatan tulang limfomatus),
fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan penyerapan nutrien sekunder akibat pembesaran kelenjar limfe di usus
halus ditandai dengan pasien mengeluh mengalami penurunan berat badan, BB 10%20% atau lebih di bawah BB ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh, adanya
penurunan toleransi untuk aktivitas dan kelemahan otot.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan perubahan vaskularisasi paru sekunder
akibat pembesaran kelenjar limfe di mediastinum ditandai dengan pasien mengeluh
dispnea, RR : > 20 x/menit.
5. PK : Anemia
6. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan system imun tubuh.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan sistem transport oksigen
sekunder terhadap gangguan sirkulasi (anemia) akibat penekanan vena, saraf dan
penurunan Hb dalam darah ditandai dengan peningkatan frekuensi nafas, disritmia,
kelemahan, kelelahan, pucat (sianosis).
8. Gangguan menelan berhubungan dengan pembengkakkan kelenjar limfe pada tonsil
ditandai dengan teramati adanya kesukaran dalam menelan.
9. PK : Perdarahan
10. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar
akibat penimbunan cairan di sekitar paru ditandai dengan dispnea, takikardia (nadi =
>100 x/menit), adanya sianosis, peningkatan tahanan vaskular pulmonal
11. Konstipasi berhubungan dengan penurunan laju metabolic ditandai dengan feses
keras, defekasi kurang lebih tiga kali seminggu, defekasi lama dan sulit, adanya
penurunan bising usus
12. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat
Limfoma Non-Hodgkin ditandai dengan perasaan negatif terhadap tubuh, tidak
melihat dan menyentuh bagian tubuh tertentu, pasien mengatakan malu dengan
kondisi dirinya.
13. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan ketahanan sekunder
akibat pembesaran kelenjar limfe selangkangan ditandai dengan penurunan
kemampuan dalam bergerak, keterbatasan rentang gerak, bengkak pada tungkai.
14. Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi ditandai dengan pasien pasien mengatakan tidak tahu
mengenai penyakitnya, pasien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.
III. RENCANA TINDAKAN
No.
Tujuan dan Kriteria
Dx
1.
Rencana Keperawatan
Intervensi
hasil
Setelah diberikan asuhan Fever Treatment:
Fever Treatment:
keperawatan selama x
menunjukkan adanya
tubuh
klien
normal,
menyebabkan perubahan
2) Berikan Water Tepid
Sponge (WTS)
(skala 5 = normal)
Klien
melaporkan
= not compromised)
Klien tidak menggigil
(skala 5 = none)
Vital signs
- Suhu : 36-370,5C
-
(skala 5 = normal)
Nadi:
60-100x/mnt
(skala 5 = normal)
RR: 16-20 x/mnt
(skala 5 = normal)
TD: 120/80 mmHg
1) Peningkatan suhu
membantu mengurangi
demam.
3) Untuk mencegah
dehidrasi akibat
penguapan cairan karena
suhu tubuh yang tinggi.
4) Antipiretik dapat
membantu menurunkan
suhu tubuh secara
farmakologi.
(skala 5 = normal)
2.
Rasional
Pain Level
Pain Level
keperawatan selama x
klien
Menjelaskan faktor
penyebab
membandingkannya
nyeri,
skala
(Consistently
demonstrated).
mengindikasikan nyeri.
Menggunakan
Kontrol nyeri
3) Ajarkan
prinsip-prinsip
untuk
mengontrol
manajemen
nyeri,
skala
nyeri
secara
(Consistently
demonstrated).
Menggunakan
analgetik
jika
sesuai
rekomendasi, skala
5
(Consistently
demonstrated).
Pain Level
Pelaporan
nyeri,
nyeri
sudah
berkurang
mulai
untuk
mengontrol nyeri
4) Berikan lingkungan yang
4) Menurunkan reaksi
kebisingan,
pencahayaan,
suhu ruangan
skala 5 (none)
5) Kurangi
atau
hilangkan
5) untuk mengurangi
dialami klien
klien.
6) Kolaborasi
3.
dalam
indikasi.
farmakologi
Nutrition Management
keperawatan selama x
24 jam diharapkan nutrisi
klien dapat terpenuhi dan
seimbang, dengan kriteria
hasil:
Appetite (nafsu makan)
- Keinginan
klien
untuk
makan
meningkat (skala 5 =
-
nutrisi pasien
2) Monitoring
intake
jenis
enteral
atau
2) agar
dapat
mengetahui
parenteral
masukan
yang
adekuat
dapat
yang
mempertahankan
disediakan
compromised)
Intake cairan adekuat
(skala
makanan
membantu
dapat
4) unsur
5) Kolaborasi dengan tim gizi
untuk
menentukan
jenis
makanan
mencegah
5 (totally adequate)
Asupan
cairan
5) kolaborasi
(totally adequate)
munculnya
konstipasi
tidak sadar
6) Kolaborasi pemasangan IV
yang
membenatu
not
compromised)
Nutritional Status : food
pasien
not compromised)
Intake
makanan
pasa
pasien
dengan
tim
membantu
melalui IV
intervensi
memberikan
yang
tepat
sesuai
dengan
kebutuhan pasien.
6) pemasangan
IV
line
membantu meningkatkan
asupan kalori, protein dan
vitamin
secara
cepat
Mandiri:
jam diharapkan
Mandiri:
napas
tercapainya keefektifan
kriteria hasil :
RR normal (12-20
kali permenit)
dada pleuritik
memungkinkan ekspansi
pernafasan. Pengubahan
Pernapasan cuping
berbeda sehingga
Saturasi oksigen
>90%
2) Duduk tinggi
ada
gejala
distress pernapasan
menurunkan kapasitas
menimbulkan hipoksemia
dan bibir)
Kolaborasi:
4) Berikan
Kolaborasi:
oksigen
dilembabkan
indikasi
5) Awasi
5.
oksimetri
keefektifan terapi
kriteria hasil :
TTV dalam batas
normal (TD:
nadi: 60-100
3) Anjurkan klien
mengkonsumsi makanan
x/menit).
Konjungtiva
berwarna merah
muda.
Hb klien dalam
4) Minimalkan prosedur yg
bisa menyebabkan
16 g/dL).
Klin tidak pucat.
Klien tidak
perdarahan
dan lesu
B12
mengalami lemas
lanjut
2) Kondisi anemia dapat
menyebabkan perubahan
klien
120/80 mmHg,
6.
menyebabkan perdarahan
dapat memperparah
kondisi klien yang
mengalami anemia
5) Untuk meningkatkan Hb
klien
5) Kolaborasi pemberian
tranfusi darah sampai Hb >
10 g/dl
Setelah dilakukan asuhan Kontrol infeksi :
Kontrol infeksi :
1) Bersihkan lingkungan klien
keperawatan selama .. x
1) mencegah penyebaran
secara rutin dan setelah
24 jam, diharapkan tidak
infeksi pada orang lain
tindakan perawatan
infeksi pada klien dengan
dan infeksi sekunder pada
kriteria hasil :
a. Kontrol infeksi :
- Klien mengetahui
2) Ajarkan
teknik
keluarga
mencuci
klien
klien
sekunder dan
setelah
kontak
pasien
3) Pertahankan
menyebabkan
dengan
lingkungan
lingkungan
infeksi,
menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah
timbulnya
penyebarannya pada
3) mencegah terjadinya
infeksi lanjutan dan INOS
secara lengkap
4) Kolaborasi pemberian obat
infeksi
lanjutan,
menunjukkan
perubahan perilaku
teknik farmakologi
yang
dapat
mengontrol infeksi
b. Management
infeksi :
Klien
tidak
menunjukan
tanda
dan
gejala
infeksi
90-96/60-65
RR:
30-40
adanya
infeksi
c. Klien tidak tampak
lemah
d. WBC klien dbn : 5
15 k/ul
e. Pemeriksaan
kultur
bakteri
8.
24
muntah individu
membantu mengurangi
kemungkinan aspirasi
memasukkan
jam
diharapkan
gangguan
melalui
menelan
oral
makanan
dengan
kriteria hasil:
Tidak
Tidak
adanya
disfagia.
1) Mengkaji tingkat
adanya
tersedak.
membantu dalam
tempat duduk
risiko aspirasi.
3) Bantu individu
3) Penempatan bolus
menggerakkan bolus
posterior. Tempatkan
makanan
4) Membantu meningkatkan
keefektifan dalam
menelan
pastikan gigitan
sebelumnya sudah ditelan
14.
Learning Fasilitation:
Learning Fasilitation:
1) Mulai memberikan
belajar mempermudah
memiliki pengetahuan
menunjukkan kesiapan
untuk belajar
pembelajaran
dengan tingkat
dengan tingkat
dapat menjelaskan
pengetahuan
penyakit limfoma
perkembangan klien
mempermudah klien
dapat menyebutkan
penatalaksanaan termasuk
3) Jelaskan istilah-istilah
yang tidak familiar
pengobatan limfoma
Hodgkin
5) Berikan kesempatan
5) bertujuan untuk
mengetahui informasi
6) untuk mempermudah
klien mengerti akan
jawaban yang kita
berikan
limfoma
non
hodgkin,
hodgkin
2) Jelaskan
tentang
penatalaksanaannya,
penatalaksanaan termasuk
pengobatan
limfoma
hodgkin
seandainya terkena
limfoma hodgkin
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Penyakit Hodgkin. Available at :
http://medicastore.com/penyakit/307/Penyakit_Hodgkin_Limfoma_Hodgkin.html. Akses :
(21 November 2009).
Bakta, I Made. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta. Penerbit: EGC, 2006.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.
Dochterman, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Mosby
Elsivier
Doenges, M.E.,Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Herdman, dkk. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification 2012-2014. WileyBlackwell
Moorhead, dkk. 2004. Nursing Outcome Classification (NOC).Fourth Edition. Mosby Elsivier
Price S.A., Wilson L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4,
Buku II, EGC, Jakarta.
Suddart, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.