NEFROLOGI MADYA
JANUARI - FEBRUARI 2020
Oleh :
Trisy Adwita Heraviani
Supervisor :
dr. R.Rochmanadji, SpA(K), MARS
Dr. dr. M.Heru Muryawan, SpA(K)
Dr. dr. Omega Mellyana, SpA(K)
Anak-anak dengan PGK biasanya datang ke dokter dengan berbagai keluhan, yang
berhubungan dengan penyakit utamanya, atau sebagai konsekuensi akibat pnurunan fungsi
ginjalnya. Awal PGK biasanya tanpa gejala, atau hanya menunjukkan keluhan-keluhan yang
tidak khas seperti sakit kepala, lelah, letargi, nafsu makan menurun, muntah, gangguan
pertumbuhan1. Presentasi PGK sangat bervariasi dan tergantung pada penyakit ginjal yang
mendasarinya.Anak-anak dan remaja dengan PGK dari glomerulonefritis kronis
(membranoproliferative glomerulonefritis) dapat hadir dengan edema, hipertensi, hematuria,
tanda overload volume cairan ekstraselular dan proteinuria.2 Bayi dan anak-anak dengan
kelainan bawaan seperti obstruktif uropati, displasia ginjal dapat hadir dalam periode
neonatal dengan gagal tumbuh, dehidrasi poliuria, infeksi saluran kemih, atau insufisiensi
renal. Banyak bayi dengan penyakit ginjal bawaan dapat diidentifikasi dengan USG prenatal,
memungkinkan diagnostik dan intervensi terapeutik awal3,4.
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat dan lemah. Pasien PGK lama yang tidak
diobati dapat dijumpai perawakan yang pendek dan kurus, disebabkan oleh kelainan
osteodistrofi ginjal4,5.
Temuan laboratorium terutama terjadi peningkatan BUN, dan serum kreatinin ,dapat
juga dijumpai hiperkalemia, hiponatremia (jika volume berlebihan), asidosis, hipokalsemia,
hiperfosfatemia, dan peningkatan asam urat. Pasien dengan proteinuria berat mungkin
memiliki Hipoalbuminemia. Pada pemeriksaan darah lengkap (complete Blood Count / CBC)
biasanya menunjukkan anemia normositik normokrom. Serum kolesterol dan kadar
trigliserida biasanya tinggi. Anak-anak dengan PGK yang disebabkan oleh glomerulonefritis,
dapat ditemui hematuria dan proteinuria pada urinalisis. Pada anak-anak dengan PGK oleh
sebab kongenital seperti displasia ginjal, maka urine biasanya memiliki berat jenis yang
rendah dan kelainan yang minimal4,6.
Gambar 1. Manifestasi klinis PGK
Kejadian hipertensi pada PGK mencapai 63% pada PGK stadium 1, 80% pada
stadium 4 dan 5. Diagnosis dan derajat hipertensi berdasarkan pada tekanan darah sistolik
atau diastolik dari tabel tekanan darah menurut umur, jenis kelamin, dan persentil tinggi
badan. Hipertensi dapat disebabkan oleh kelebihan cairan dan aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron. Eritropoetin, glukokortikoid, dan siklosporin A dapat menaikkan
tekanan darah secara langsung. Hipertensi menentukan progresivitas PGK, maka tata laksana
hipertensi memegang peran penting dalam mempertahankan kondisi ginjal dan meningkatkan
usia harapan hidup. Hipertrofi ventrikel kiri sering ditemukan pada PGK, walaupun pasien
dalam terapi obat antihipertensi.9,10
Anemia ,hal ini umum terjadi pada pasien dengan PGK ,terutama disebabkan karena
produksi eritropoietin tidak memadai (dibentuk di korteks ginjal, pada interstitial, tubular
atau sel endotelial) dan biasanya tampak lebih nyata pada pasien dengan PGK tahap 3-
4. Faktor lain yang mungkin menyebabkan anemia termasuk kekurangan zat besi, asam folat
atau vitamin B12, dan penurunan survival-time dari eritrosit 4,11.
Anemia merupakan masalah yang umum pada PGK dengan prevalens 36,6% dan
meningkat seiring dengan peningkatan stadium PGK, dari 31% PGK stadium 1 menjadi
93,3% pada PGK stadium 4 dan 5. Fadrowsky dkk, melaporkan bahwa penurunan
hemoglobin mulai signifikan pada LFG di bawah 43 mL/menit/1,73 m² dan menurun 0,3
g/dL setiap penurunan LFG 5 mL/menit/1,73 m². KDOQI menggunakan nilai rujukan dari
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES- III) dan merekomendasikan
untuk mulai melakukan pemeriksaan lanjutan jika kadar hemoglobin di bawah persentil lima
menurut usia dan jenis kelamin. Anemia menyebabkan kelemahan, penurunan aktivitas dan
kognitif, serta berkurangnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan penurunan kualitas
hidup. Anemia berat dapat meningkatkan beban jantung, menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri dan kardiomiopati maladaptif, sehingga meningkatkan risiko kematian karena gagal
jantung maupun penyakit jantung iskemia. Anemia pada PGK paling sering disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin dan zat besi. Penyebab lain adalah inflamasi, kehilangan darah kronik,
hiperparatiroid, keracunan alumuniun, defisiensi vitamin B12 dan asam folat, hemolisis, serta
efek samping obat imunosupresif dan angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor.
Defisiensi besi berhubungan dengan penurunan nafsu makan sehingga tidak mampu menjaga
cadangan besi dalam tubuh secara adekuat lewat makanan. Defisiensi tersebut juga
disebabkan oleh kehilangan darah kronik akibat pengambilan darah yang sering, intervensi
bedah, dialisis, dan masa hidup eritrosit yang memendek.7,9
Proteinuria dapat terjadi karena kebocoran glomerulus dan ketidakmampuan tubulus
proksimal mereabsorbsi protein, sehingga proteinuria di- pakai sebagai indikator PGK dan
marker yang menunjukkan letak lesi intra renal. Proteinuria glomerular dicurigai apabila rasio
protein urin dengan kreatinin >1,0 atau proteinuria bersama an dengan hipertensi, hematuria,
edema, dan gangguan fungsi ginjal. Proteinuria glomerular dijumpai pada kasus
glomerulonefritis, nefropati diabetik, dan glomerulopati terkait obesitas. Proteinuria tubular
dicurigai apabila rasio protein urin dengan kreatinin <1 namun proteinuria tubular jarang
dipakai untuk diagnostik karena pada umumnya penyakit dasar sudah ditegakkan sebelum
proteinuria tubular terdeteksi.9,10
Abnormal hemostasis, pada pasien PGK terjadi waktu perdarahan yang memanjang,
karena menurunnya aktivitas dari platelet factor III, agregasi platelet yang abnormal, dan
gangguan konsumsi protrombin, dan meningkatnya aktivitas fibrinolitik karena fibrinolisin
tidak tereliminir pada ginjal 10,11.
Gangguan Pertumbuhan, perawakan yang pendek adalah sekuel jangka panjang dari
PGK yang terjadi di masa kanak-kanak. Anak-anak dengan PGK berada dalam keadaan
resisten terhadap growth hormon (GH) walaupun terjadi peningkatan kadar GH namun terjadi
penurunan kadar insulin like growth factor 1(IGF-1) dan abnormalitas dari insulin like
growth factor–binding proteins 4.
Analisis antropometri dan biokimia penting dilakukan karena terjadi peningkatan
risiko gangguan status nutrisi akibat defisiensi nutrisi dan protein. Penurunan nafsu makan
terjadi akibat asidosis dan inflamasi yang menyebabkan peningkatan sitokin seperti leptin,
TNF-α, IL-1 dan IL-6 sehingga menyebabkan penurunan nafsu makan dan kecepatan
metabolisme. Malnutrisi merupakan komplikasi serius dan sering ditemukan pada PGK.9,10
Manifestasi klinis osteodistrofi ginjal termasuk kelemahan otot, nyeri tulang, dan
mudah fraktur akibat trauma ringan. Pada anak-anak yang sedang tumbuh, dapat terjadi
perubahan rakitik, deformitas varus dan valgus pada tulang panjang , dan terselipnya kepala
epifisis tulang femur dapat dilihat. Studi laboratorium mungkin menunjukkan penurunan
kadar kalsium serum, peningkatan tingkat fosfor serum, peningkatan alkali fosfatase, dan
tingkat PTH normal. Radiografi dari tangan, pergelangan tangan, dan lutut menunjukkan
resorbsi subperiosteal tulang dengan pelebaran metafisis.
Gambar 4. Kelainan radiologis pada tulang pasien PGK dengan hiperparatiroid
sekunder 11
Osteodistrofi renal adalah gangguan tulang pada PGK dengan manifestasi klinis
antara lain kelemahan otot, nyeri tulang, gangguan berjalan, fraktur patologis, dan gangguan
pertumbuhan. Pada anak dalam pertumbuhan, dapat terjadi rakhitis, varus dan valgus tulang
panjang. Penyakit tulang pada umumnya asimtomatik pada PGK awal dan baru
bermanifestasi setelah osteodistrofi renal tahap lanjut. Pada tahap ini telah terjadi
hipokalsemia, hiperfosfatemia, peningkatan alkalin fosfatase, dan penurunan kadar 1,25
dihidroksi vitamin D. Gambaran radiologis pada tangan, pergelangan tangan, dan lutut
menunjukkan resorpsi periosteal dengan pelebaran metafisis. Berdasarkan rekomendasi NKF-
KDOQI, biopsi tulang perlu dipertimbangkan pada semua pasien PGK yang mengalami
fraktur patologis atau hiperkalsemia persisten dengan kadar hormon paratiroid 400-600
pg/mL.9,10
Adynamic Bone Disease (low-turnover bone disease) dapat terjadi pada anak dan
orang dewasa dengan PGK. Temuan patologis yang ditemukan berupa osteomalasia ,hal ini
berhubungan dengan supresi berlebihan dari PTH, mungkin terkait dengan penggunaan
calcium containing-phosphat binder dan analog vitamin D 4.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjaifullah M,Noer, Gagal ginjal kronik pada anak (Chronic Renal Failure in
Children). Divisi Nefrologi Anak Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR: RSU Dr.
Soetomo.2005.Surabaya
2. Pirojsakul K, Mathews N, Seikaly MG. Chronic Kidney Disease in Children : Recent
Update. 2015;117–23.
3. Nanan S, Aumas P. Penyakit Ginjal Kronis. In: Buku Ajar Nefrologi Anak. Ketiga.
2017. p. 609–23.Robert M. Kliegman, MD. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed.
Chapter 535.2 Chronic Kidney Disease 2007 Saunders, An Imprint of Elsevier
4. Grifin P,Rodgers. Prospective Study of Chronic Kidney Disease in Children. NIDDK
(National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease).2009.USA
5. Warady B, Chadha V. Chronic kidney disease in children: The global perspective.
Pediatr Nephrol. 2012; 22: 1999-2009. Graded N. Chapter 1 : Definition and
classification of CKD. KDIGO. 2013;19–62.
6. Sekarwana N. Chronic kidney disease. Dalam: Noor MN, Soemyarso NA,
Subandriyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, dkk, (editor). Kompendium
Nefrologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2011: 215-22.Sjaifullah M,Noer,
Evaluasi Fungsi Ginjal Secara Laboratorik.Divisi Nefrologi Anak Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR:RSU Dr. Soetomo.2005.Surabaya
7. Kasper,L .Braunwald,E. Harrison the principal of internal medicine.17 th
edition.chapter 274:Chronic Kidney Disease. 2008.The McGraw-Hill Companies,
Inc.USA
8. Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in
children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology.