Dengan demikian imunisasi bermanfaat untuk menurunkan angka morbiditas, mortalitas, serta
bilamungkin didapatkan eradikasi suatu penyakit dari suatu daerah. Sedangkan pengertian
imunisasi menurut Departemen Kesehatan RI adalah suatu carauntuk menimbulkan atau
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia
terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan menderita penyakit tersebut[2].
Imunisasi adalah usaha untuk membuat seseorang menjadi kebal terhadap penyakit tertentu,
untuk mendapatkan kekebalan terhadap sebuah penyakit dengan cara memasukkan kuman yang
sudah dilemahkan atau dimatikan ke dalam tubuh. Imunitas/kekebalan adalah daya tangkal
seseorang terhadap suatu penyakit tertentu[3].
Menurut sumber lain, imunisasi merupakan suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu[4].
Maka imunisasi adalah pemberian antibodi secara pasif sehingga didapatkan kekebalan secara
pasif langsung.
B. Definisi Cold Chain (Rantai Dingin)
Rangkaian sejuk (Cold Chain) adalah satu system untuk penyimpanan dan penghantaran vaksin
dalam keadaan daripada pengeluar sehingga kepada individu yang diimunisasikan[5].
Rantai dingin merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik atau
tidak rusak, sehingga mempunyai kemampuan atau efek kekebalan bagi penerimanya. Jika
vaksin di luar temperatur yang dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya[6].
C. Rantai Dingin Imunisasi
Seperti yang sudah penulis sebutkan sebelumnya di atas, rantai vaksin atau Cold Chain adalah
Pengelolaan vaksin sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin tersimpan pada suhu dan
kondisi yang telah ditetapkan.
1. Peralatan Rantai Vaksin
Peralatan rantai vaksin adalah seluruh peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin
sesuai dengan prosedur untuk menjaga vaksin pada suhu yang telah ditetapkan. Sarana rantai
vaksin atau cold chain dibuat secara khusus untuk menjaga potensi vaksin dan setiap jenis sarana
cold chain mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
a. Lemari Es
Setiap puskesmas harus mempunyai 1 lemari es sesuai standar program (buka atas) Pustu
potensial secara bertahap juga dilengkapi dengan lemari es.
b. Mini Freezer
Sebagai sarana untuk membekukan cold pack di setiap puskesmas diperlukan 1 buah freezer.
c. Vaccine Carrier
Vaccine carrier biasanya di tingkat puskesmas digunakan untuk pengambilan vaksin ke
kabupaten/kota. Untuk daerah yang sulit vaccine carrier sangat cocok digunakan ke lapangan,
mengingat jarak tempuh maupun sarana jalan, sehingga diperlukan vaccine carrier yang dapat
mempertahankan suhu relatif lebih lama.
d. Thermos
Thermos digunakan untuk membawa vaksin ke lapangan/posyandu. Setiap thermos dilengkapi
dengan cool pack minimal 4 buah @ 0,1 liter. Mengingat daya tahan untuk mempertahankan
suhu hanya kurang lebih 10 jam, maka thermos sangat cocok digunakan untuk daerah yang
transportasinya mudah dijangkau.
e. Cold Box
Cold Box di tingkat puskesmas digunakan apabila dalam keadaan darurat seperti listrik padam
untuk waktu cukup lama, atau lemari es sedang mengalami kerusakan yang bila diperbaiki
memakan waktu lama.
f. Freeze Tag/Freeze Watch
Freeze Tag untuk memantau suhu dari kabupaten ke puskesmas pada waktu membawa vaksin,
serta dari puskesmas sampai lapangan/posyandu dalam upaya peningkatan kualitas rantai vaksin.
g. Kotak dingin cair (Cool Pack)
Kotak dingin cair (Cool Pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil
yang diisi dengan air yang kemudian didinginkan pada suhu +2C dalam lemari es selama 24
jam. Bila kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.
h. Kotak dingin beku (Cold Pack)
Kotak dingin beku (Cold pack) adalah wadah plastik berbentuk segi empat, besar ataupun kecil
yang diisi dengan air yang kemudian pada suhu -5C 15C dalam freezer selama 24 jam. Bila
kotak dingin tidak ada, dibuat dalam kantong plastik bening.
2.
Pengelolaan Vaksin
a. Penerimaan /pengambilan vaksin (transportasi)
1) Pengambilan vaksin dari Puskesmas ke kabupaten/kota dengan menggunakan peralatan
rantai vaksin yang sudah ditentukan. Misalnya: cold box atau vaccine carrier.
2) Jenis peralatan pembawa vaksin disesuaikan dengan jumlah vaksin yang akan diambil.
3) Sebelum memasukkan vaksin ke dalam alat pembawa, periksa indikator vaksin (VVM).
Vaksin yang boleh digunakan hanya bila indikator VVM tingkat A atau B. Sedangkan bila VVM
pada tingkat C atau D tidak usah diterima karena tidak dapat digunakan lagi.
4) Masukkan kotak cair dingin (cool pack) ke dalam alat pembawa dan di bagian tengah
diletakkan thermometer Muller, untuk jarak jauh bila freeze tag/watch tersedia dapat dimasukkan
ke dalam alat pembawa.
5) Alat pembawa vaksin yang sudah berisi vaksin, selama perjalanan dari kabupaten/kota ke
puskesmas tidak boleh kena sinar matahari langsung.
6) Catat dalam buku stok vaksin : tanggal menerima vaksin, jumlah, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa.
b. Penyimpanan Vaksin
1) Vaksin disimpan pada suhu +2C +8C.
2)
Bagian bawah lemari es diletakkan kotak dingin cair (cool pack) sebagai penahan dingin
dan kestabilan suhu
3) Vaksin TT diletakkan lebih jauh dari evaporator.
4)
Beri jarak antara kotak vaksin minimal 1-2 cm atau satu jari tangan agar terjadi sirkulasi
udara yang baik.
5)
Letakkan 1 buah thermometer Muller di bagian tengah lemari es. Penyimpanan vaksin
harus dicatat 2 kali sehari pada grafik suhu yaitu saat datang pagi hari dan menjelang pulang
siang/sore hari.
c. Pemantauan Suhu
Tujuan pemantauan adalah untuk mengetahui suhu vaksin selama pendistribusian dan
penyimpanan, apakah vaksin pernah terpapar/terkena panas yang berlebih atau suhu yang terlalu
dingin (beku). Sehingga petugas mengetahui kondisi vaksin yang digunakan dalam keadaan baik
atau tidak. Adapun alat pemantau suhu vaksin antara lain :
1) VVM (Vaccine Vial Monitor )
2) Setiap lemari es dipantau dengan 1 buah thermometer Dial/Muller
http://www.scribd.com/doc/42108395/DEFINISI-penyakit-8
http://www.scribd.com/doc/70079877/Makalah-imunisasi
http://www.scribd.com/doc/87365455/4/II-1-1-Pengertian-Imunisasi-Dasar,
[1] http://www.scribd.com/doc/70079877/Makalah-imunisasi, Jumat, 29 Juni 2012, pukul
II.
Kandungan
Indikasi
Kontra indikasi
2. A L P H A M O L
3. ANALSPEC 250 MG
dikasi :
Komposisi
:
Tiap kapsul mengandung 250 mg asam mefenamat
untuk menghilangkan rasa nyeri dari ringan sampai sedang dalam kondisi akut dan kronik,
termasuk nyeri karena trauma, nyeri sendi, nyeri otot, sakit sehabis operasi dan melahirkan, nyeri
sewaktu haid, sakit kepala dan sakit gigi dan juga sebagai antipiretik pada keadaan demam.
Pada penderita tukak lambung dan usus, penderita asma, penderita dengan gangguan fungsi
ginjaldan penderita yang hipersensitif terhadap asam mefenamat.
4. ANTALGIN FM CAPLET
Komposisi
Indikasi
:
Tiap tablet mengandung Metampiron 500 mg
:
Untuk meringankan rasa sakit terutama nyeri kolik dan
sakit setelah operasi.
Kontra Indikasi :
Penderita
hipersensitif
3 bulan atau dengan berat badan kurang dari
5 kg,
Wanita hamil & menyusui
Penderita dengan tekanan darah sistolik kurang dari 10 mmHg
5. ANTIZA TABLET
Indikasi
kepala,
Bayi dibawah
Kontra Indikasi :
- Penderita dengan gangguan jantung dan diabetus melitu
- Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini
- Penderita dengan gangguan fungsi hati yang berat
6. ANTRAIN TABLET
ANTRAIN Tablet
Tiap tablet mengandung:
Na Metamizole ................................................ ...... 500 mg
Indikasi
:
Untuk mengurangi rasa sakit, terutama di kolik
dan
pascaoperasi.
Kontra Indikasi :
Indikasi
:
Pengobatan dan pencegahan trombosis (agregrasi
platelet)
pada infark miokardial akut atau setelah stroke.
Kontra Indikasi :
- Pasien yang sensitif terhadap Aspirin.
- Pasien yang menderita asma, ulkus peptikum yang sering atau kadang-kadang, perdarahan
subkutan, hemofilia, trombositopenia.
- Pasien yang sedang diterapi dengan antikoagulan.
Efek Samping :
Iritasi lambung-usus, mual, muntah.
Penggunaan jangka panjang : perdarahan lambung-usus, ulkus peptikum.
8. ASPIRIN TABLET
Komposisi
asetilsalisilat/aspirin
menurunkan demam
Indikasi
:
nyeri
tingkat
Kontra Indikasi :
salisilat,
atau
penderita
Tiap
tablet
mengandung:
Asam
500mg pereda rasa nyeri atau sakit,
Indikasi
:
Untuk meringankan rasa sakit pada keadaan sakit kepala, sakit
gigi
dan menurunkan demam.
Kontra indikasi :
Penderita gangguan fungsi hati yang berat.
Penderita hipersensitif terhadap obat ini.
10. Nifedipine
Indikasi pemberian nifedipine:
Pengobatan dan pencegahan insufisiensi koroner (terutama angina pektoris setelah infark
jantung) dan sebagai terapi tambahan pada hipertensi.
Kontra Indikasi pemberian nifedipine:
Hipersensitivitas terhadap nifedipine.
Karena pengalaman yang terbatas, pemberian nifedipine pada wanita hamil hanya dilakukan
dengan pertimbangan yang hati-hati.
III.
Referensi
http://polobye.blogspot.com/2011/03/definisi-dan-penggolongan-analgesik.html
http://wiro-pharmacy.blogspot.com/2009/02/kuliah-analgesik-antipiretik-dan-nsaid.html
http://ikayeopo.blogspot.com/
http://blog.ilmukeperawatan.com/nifedipineindikasi-dan-kontra-indikasi-pemberiannifedipine.html
Mengenai Imunisasi Polio dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Virus Polio Liar di Indonesia
Kami anggota KOMNAS PP KIPI yang terdiri dari para ahli dari ilmuwan kedokteran, farmasi,
dan kesehatan masyarakat yang berasal dari organisasi profesi kedokteran, institusi pendidikan
tinggi dan praktisi di bidang imunisasi sebagai pencegahan penyakit menular, telah mengadakan
diskusi yang mendalam dengan seluruh anggota KOMNAS PP KIPI bersama KOMDA PP KIPI
Jabar , DKI, dan Banten.
Kami telah melakukan pengumpulan data primer di lapangan yang langsung mencakup tempat
tinggal penderita di daerah yang terkena penykait Polio maupun lumpuh layuih akut,
pengumpulan data sekunder dari semua pihak (orang tua, masyarakat, dan pemerintah daaerah)
yang terlibat dalam pelaksanaan program imunisasi Mopping-up Polio putaran pertama di 3
propinsi yaitu ; Jabar, DKI dan Banten. Dilanjutkan dengan diskusi mendalam dengan para ahli
dari WHO Representative for Indonesia, WHO-SEARO, dan WHO Head Quarter, serta
melakukan telaah literature mutahir dan melakukan kaji ulang yang mendalam pada rapat pleno
KOMNAS PP KIPI di Jakarta tanggal 5, 7 dan 8 Juni 2005, untuk menghadapi maraknya isu
Polio dan upaya pemberantasannya serta kajian beberapa kejadian ikutan pasca imunisasi Polio
yang akhir-akhir ini banyak dimuat oleh media massa cetak dan elektronik.
Maka dengan tulus ikhlas dan niat teramat baik kami menyampaikan butir-butir sebagai berikut ;
1. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang merupakan investais dasar bagi individu,
keluarga, masyarakat, dan negara dalam pembangunan nasional yang telah eksplisit tercantum
dalam UUD dan pelbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Namun upaya pencegahan
Penyakit menular juga merupakan kewajiban utama pemerintah yang dijamin oleh UUD dan
peraturan perundang-undangan lainnya sebagai unsur utama dalam melindungi dan
mensejahterakan masyarakat di masa kini dan mendatang.
2. Dalam rangka upaya penyelamatan nyawa rakyat dan ancaman hilangnya generasi bermutu
penerus bangsa yang terjangkit Penyakit menular sehingga kondisi fisik, mental dan sosial
mereka makin memerlukan uluran tangan bersama pemerintah dan masyarakat, kebijakan
pemerintah yang telah melakukan upaya sebagai berikut
1. Menetapkan kejadian Infeksi virus Polio liar ini sebagai kejadian Luar Biasa (KLB) yang
secara klinis ditandai dengan ditemukannya penyakit secara hampir serentak bergejala lumpuh
layuh
2. Melakukan surveillans secara akurat
3. Bertindak transparan dalam mengungkapkan data secara apa adanya
4. Melakukan Moppin-up vaksinasi Polio di tiga propinsi ; Jabar, DKI dan Banten
Dari kajian tersebut, maka KOMNAS PP KIPI merekomendasikan hasil sebagai berikut :
1.
1. Bahwa KIPI yang terjadi pasca Imunisasi Mopping-up Polio putaran pertama bukan karena
imunisasi, namun disebabkan akibat lain yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan imunisasi
Polio atau vaksin Polio
2. Bahwa imunisasi Mopping-up Polio putaran kedua tanggal 28 Juni 2005 dapat tetap
dilaksanakan
3. Bahwa mis-komunikasi antara pelaksana dengan masyarakat yang diduga mengalami KIPI
harus diselesaikan secara arif dan bijak
Jakarta 20 Juni 2005
Ketua KOMNAS PP KIPI
Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S Hadinegoro Sp.A (K)
paralitik
serta
infeksi
virus
polio
vaccine-strain
pada
resipien
non
Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar
ternyata tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk
menentukan KIPI diperlukan keterangan mengenai:
1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3. derajat sakit resipien
4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin,
kesalahan produksi, atau kesalahan prosedur
KN PP KIPI membagi penyebab KIPI menjadi 5 kelompok faktor etiologi menurut
klasifikasi lapangan WHO Western Pacific (1999), yaitu:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmic errors)
Sebagian kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, dan tata laksana pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat
terjadi pada berbagai tingkatan prosedur imunisasi, misalnya:
1.
Penyimpanan vaksin
kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan
dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
1. Faktor kebetulan (koinsiden)
Seperti telah disebutkan di atas maka kejadian yang timbul ini terjadi secara
kebetulan saja setelah diimunisasi. Indicator faktor kebetulan ini ditandai
dengan ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada kelompok
populasi setempat dengan karakterisitik serupa tetapi tidak mendapatkan
imunisasi.
1. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan
kedalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan kedalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya denagn
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab
KIPI.
Reaksi KIPI
Gejala KIPI
Lokal
SSP
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Kejang
Lain-lain
Jenis Vaksin
Saat timbul
KIPI
Syok anafilaksis
4 jam
Neuritis brakhial
2-18 hari
tidak tercatat
DT, TT)
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
72 jam
tidak tercatat
(DPwT)
Campak
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
5-15 hari
tidak tercatat
Trombositopenia
7-30 hari
6 bulan
imunokompromais
tidak tercatat
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
Polio paralisis
30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
Hepatitis B
Syok anafilaksis
4 jam
tidak tercatat
BCG
BCG-itis
4-6 minggu
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai akibat
pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup
merupakan indikasi kontra untuk pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin
tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian
dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan
kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari
selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan
atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
virus
hidup
diberikan
setelah
bulan
pengobatan
utnuk
Vaksin
Jenis Vaksin
Mencegah diare karena
rotavorus
Kontraindikasi
Bayi anda
mempunyai kelaian
pada saluran
pencernaan.
Bayi anda
mempunyai riwayat
intususepsi.
Immunodeficiency
Disease (SCID), yaitu
gangguan sistem
imun berat.
Synflorif
Mencegah infeksi
pnemokokus IPD
Alergi lateks
Mempunyai masalah
dengan sistem imun
Menderita kanker
Akan berhubungan
dekat dengan
seseorang yang
mempunyai
gangguan sistem
imun atau akan
mendapatkan
pengobatan kanker.
Anak mempunyai
riwayat
alergi/hipersensitif
terhadap zat aktif
yang terkandung di
dalam vaksin. Tanda
alergi adalah kulit
kemerahan, gatal,
sesak napas, atau
bengkak pada wajah
dan bibir.
Anak sedang
sakit infeksi yang
ditandai dengan
demam tinggi, suhu
lebih dari 38
C.
Apabila ada infeksi
berat atau demam
tinggi, imunisasi
sebaiknya
ditunda. Apabila sakit
ringan seperti pilek
atau common cold,
imunisasi
dapat
diberikan.
Infanrif
tidak sepenuhnya
efektif dalam sistem
kekebalan tubuh
anak-anak yang
kurang aktif,
misalnya karena
cacat genetik, infeksi
HIV, atau
pengobatan dengan
obat-obatan yang
menekan sistem
kekebalan, seperti
kemoterapi, dosis
tinggi kortikosteroid,
atau obat-obatan
untuk mencegah
penolakan
transplantasi.
Anak-anak yang
memiliki suhu 40 C
atau lebih tinggi
dalam waktu 48 jam
dari dosis
sebelumnya vaksin
batuk rejan.
Anak-anak yang
runtuh atau tidak
responsif setelah
sebelumnya dosis
vaksin batuk rejan.
Anak-anak yang
menangis dan
ditenangkan
persistantly selama
lebih dari tiga jam
dalam waktu 48 jam
dari dosis
sebelumnya vaksin
batuk rejan.
Anak-anak yang
sudah kejang-kejang
dalam waktu tiga
hari sebelumnya
dosis vaksin batuk
rejan.
Anak dengan
sindrom GuillainBarre atau neuritis
brakialis setelah
dosis vaksin tetanus
sebelumnya.
Anak berisiko
pendarahan setelah
suntikan ke dalam
otot, misalnya karena
gangguan
penggumpalan darah
seperti hemofilia,
atau jumlah
trombosit berkurang
dalam darah
(trombositopenia).
dalam
Demam atau
penyakit yang parah
tiba-tiba.
Anak dengan
penyakit saraf berat
(ensefalopati),
seperti kejang
berkepanjangan
(kejang), kesadaran
berkurang, atau
koma dalam waktu
tujuh hari dari setiap
menerima vaksin
Anak dengan
penyakit progresif
atau tidak stabil yang
mempengaruhi otak
dan sistem syaraf,
misalnya epilepsi
kurang terkontrol.
Tidak boleh
digunakan jika anak
Anda alergi terhadap
satu atau salah satu
bahan nya.
HIB
Infanrif
Havrix
Avaxim
demam
penyakit akut
penyakit kronis
progresif.
demam
Mencegah infeksi
hepatitis A
Avaxim
Varilrix
Mencegah infeksi
hepatitis A
Mencegah infeksi
varicela-cacar air
penyakit akut
penyakit kronis
progresif
demam
penyakit akut
penyakit kronis
progresif
Mendadak sakit
demam berat
Kehamilan .
Menyusui
Alergi terhadap
neomisin antibiotik.
Orang-orang yang
sistem kekebalan
tubuh memiliki
kemampuan yang
sangat menurun
untuk melawan
infeksi, misalnya
karena penyakit
seperti leukemia ,
limfoma , infeksi HIV
atau sindrom
imunodefisiensi.
Orang yang
mmendapat terapi
darah atau transfusi
plasma, atau
suntikan
imunoglobulin
manusia, dalam tiga
bulan sebelumnya.
Hati-hati pada:
Penderita gangguan
pada kulit, seperti
eksim parah.
Anak-anak dengan
riwayat pribadi atau
keluarga kejang
demam
kemoterapi untuk
kanker
kortikosteroid dalam
dosis tinggi (namun
vaksin dapat
diberikan kepada
orang yang memakai
dosis rendah
kortikosteroid untuk
asma
Engerix
Mencegah infeksi
Hepatitis B
HB Vax
Mencegah infeksi
Hepatitis B
Infanrix
Okavax
Mencegah infeksi
Varicella-cacar air
Obat penekan
kekebalan obatobatan, misalnya
abatacept,
adalimumab,
anakinra,
azathioprine,
ciclosporin,
efalizumab,
etanercept,
infliximab,
leflunomide, mofetil,
tacrolimus
radioterapi luas
untuk kanker.
hindarkan pemberian
salisilat selama 6
minggu setelah
vaksinasi
karenadilaporkan
terjadi Reyes
Syndrome setelah
pemberian salisilat
pada anak dengan
varisela alamiah.
Polio
Pediacel
Synflorix
vaksin Pneumokokus 10
strain
Prevenar
vaksin Pneumokokus 13
strain
Tetract
HIB
Havrix
Mencegah infeksi
Hepatitis A
BCG
Campak
Kontraindikasi alergi
berat terhadap
kanamycin dan
erithromycin.
DPT
DT
Tetanus
Defisiensi imun
(mutlak)
Mendapat injeksi
gammaglobulin
dalam 6 minggu
terakhir
wanita hamil
penyakit immune
deficiency atau
individu yang diduga
menderita gangguan
respon imun karena
leukimia, lymphoma
atau generalized
malignancy.
Bagaimanapun
penderita HIV, baik
yang disertai gejala
ataupun tanpa gejala
harus diimunisasi
vaksin campak
sesuai jadual yang
ditentukan.
malnutrisi. Demam
ringan, infeksi
ringan pada saluran
nafas atau diare, dan
beberapa penyakit
ringan lainnya
bnukan sebagai
kontraindikasi.
DPT HB
Act HIB
Trimovax
Mencegah infeksi
Gondong Campak Rubela
(campak Jerman)
MMR II
Mencegah infeksi
Gondong Campak Rubela
(campak Jerman)
Euvax B
Mencegah infeksi
Hepatitis B
Vaxigrip
Mencegah infeksi
Influenza
memiliki gangguan
neurologis aktif
memiliki penyakit
akut (kecuali untuk
penyakit ringan
tanpa demam)
Typhim, Typherix
Orang yang
menderita penyakit
Guillain-Barr
syndrome (GBS)
dalam 6 minggu
sebelum
mendapatkan
vaksinasi influenza. *
nak-anak yang
berusia kurang dari 6
bulan dan
penyakit sedang
sampai berat dengan
gejala penyerta
berupa demam
Hipersensitif
Pedvax
Mencegah infeksi
: Minggu, 24 Juli
Jam Pengkajian
: 09.00 WIB
Tempat
A. DATA SUBYEKTIF
Biodata
Bayi
Nama
By. A
Tanggal Lahir
: 03 April 2011
Umur
3,5 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Anak ke
No. Reg
: 50
Nama Ibu :
Ny. I
Nama Ayah
: Tn.A
Umur
23 tahun
Umur
: 25 tahun
Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan :
IRT
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
Agama
Alamat
: Islam
: Ds. Kemulan
: baik
Kesadaran
: composmentis
BB sebelum
: 6,3 kg
BB saat ini
: 7,2 kg
PB
: 69 cm
Pemeriksaan Fisik
Muka : muka kemerahan
Mata : konjungtiva merah muda, sclera putih
Hidung
Dada : tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada ronchi dan wheezing
Perut : tidak meteorismus
Ekstremitas: gerak aktif
Aktivitas
C. ASSASEMENT
By.A Usia 3,5 Bulan dengan Imunisasi COMBO 2 (DPT 2 + POLIO 3)
D. PENATALAKSANAAN
1) Melakukan pendekatan terapiutik kepada keluarga
2) Memberitahukan hasil pemeriksaan pada keluarga yaitu BB 7,2 kg dan PB 69 cm dan mencatat
pada KMS
3) Menyiapkan alat-alat imunisasi seperti spuit 3 cc, vaksin COMBO, vaksin POLIO, kapas dan
band aid
4) Melakukan penyuntikan vaksin COMBO 0,5 cc dengan cara IM yaitu 1/3 pada paha bagian luar.
Dan setelah penyuntikan dilakukan observasi 10 menit untuk melihat reaksi penyuntikan.
Apakah ada pembengkakan dibekas suntikan. Setelah diobservasi 10 menit ternyata tidak ada
pembengkakan
5) Memberikan 2 tetes vaksin POLIO melalui oral
6) Memberitahukan bahwa tindakan sudah selesai dan menganjurkan untuk tidak menyusui sekitar
10 menit
7) Memberikan KIE pada keluarga bahwa setelah imunisasi biasanya bayi akan mengalami demam
8)
Memberikan paracetamol syrup dan menganjurkan untuk segera diberikan setelah ini 3 x
sendok takar sehari dan memberikan sewaktu ketika bayi panas