Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CLAVIKULA


SINISTRA DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO

A. Definisi

Klavikula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan padamasa


fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan
lateral klavikula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin. Kernudian
ossifikasi sekunder pada epifise medial klavikula berlangsung pada usia 18 tahun sampai
20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu pada usia 25 tahun sampai 26 tahun. Fraktur
klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman
langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal
klavikula.

B. Etiologi

Penyebab fraktur klavikula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat
kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun kadang
dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa penyebab pada
fraktur klavikula yaitu :
1. Fraktur klavikula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis

selama proses melahirkan. Fraktur tulang humerus umumnya terjadi padakelahiran


letak sungsang dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang
menjungkit merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada
1

kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada
tekanan keras dan langsung pada tulanghumerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya
berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling sering
sekunder akibat kesulitan kelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
2. Fraktur klavikula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh

dari ketinggian dan yang lainnya.


3. Fraktur klavikula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya

pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.


4. Fraktur klavikula akibat proses patologik, misalnya pada pasien postradioterapi,

keganasan clan lain-lain.

C. Manifestasi Klinik

Pasien dengan fraktur clavicula biasanya didasari dari mekanisme kecelakaan dan
lokasi adanya ekimosis, deformitas, ataupun krepitasi. Pasien biasanya mengeluh nyeri
setelah terjadinya kecelakaan tersebut dan sulit untuk mengangkat lengan atau bahu.
Fraktur pada bagian tengah clavicula, pada inspeksi bahu biasanya asimetris, agak jatuh
kebawah, lebih ke depan ataupun lebih ke posterior. Tanda dan gejala dapat dilihat
berdasarkan anamnesis misalnya apakah ada riwayat trauma, dan pemeriksaan fisik bisa
kita dapatkan pembengkakan daerah klavikula atau aberasi, dan akan lebih mudah terlihat
pada fraktur terbuka. Pasien merasakan rasa sakit bahu dan diperparah dengan setiap
gerakan lengan. Pada pemeriksaan fisik pasien akan terasa nyeri tekan pada daerah
fraktur dan kadang-kadang terdengar krepitasi pada setiap gerakan. Dapat juga terlihat
kulit yang menonjol akibat desakan dari fragmen patah tulang. Pembengkakan lokal akan
terlihat disertai perubahan warna lokal pada kulit sebagai akibat trauma dangangguan
sirkulasi yang mengikuti fraktur. Untuk memperjelas dan menegakkan diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang.
2

Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allmantahun


1967 dan dimodifikasi oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula
menjadi 3 kelompok:
1. Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula)
a. Fraktur pada bagian tengah clavicula.
b. Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui.
c. Terjadi di medial ligament korako-klavikula (antara medial dan 1/3lateral)
d. Mekanisme trauma berupa trauma langsung atau tak langsung (darilateral

bahu)
2. Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikulaFraktur klavikula lateral dan ligament

korako-kiavikula, dapat dibagi:


a. type 1: undisplaced jika ligament intak
b. type 2: displaced jika ligamen korako-kiavikula ruptur.
c. type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis
3. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang

terjadi dari semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.
Mekanisme trauma dapat berupa trauma langsung dan tak langsung pada
bagian lateral bahu yang dapat menekan klavikula ke sternum. Jatuh dengan
tangan terkadang dalam posisi abduksi.

D. Patofisiologi

Klavikula

adalah

tulang

pertama

yang

mengalami

proses

pengerasan

selama perkembangan embrio minggu ke-5 dan 6. Tulang klavikula, tulang humerus
bagian proksimal dan tulang skapula bersama-sama membentuk bahu. Tulang
klavikula juga membentuk hubungan antara anggota badan atas dan Thorax. Tulang
inimembantu mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Pada
3

bagian proksimal tulang clavikula bergabung dengan sternum disebut sebagai sambungan
sternoclavicular (SC). Pada bagian distal klavikula bergabung dengan acromiondari
skapula membentuk sambungan acromioclavicular (AC). Patah tulang klavikula pada
umumnya mudah untuk dikenali dikarenakan tulang klavikula adalah tulang yang terletak
dibawak kulit (subcutaneus) dan tempatnya relatif di depan. Karena posisinya yang
teletak dibawah kulit maka tulang ini sangat rawan sekali untuk patah. Patah tulang
klavikula terjadi akibat dari tekanan yang kuat atau hantaman yang keras ke bahu. Energi
tinggi yang menekan bahu ataupun pukulan langsung pada tulang akan menyebabkan
fraktur. Fraktur klavikula paling sering disebabkan oleh karena mekanisme kompressi
atau penekanan, paling sering karena suatu kekuatan yang melebihi kekuatan tulang
tersebut dimana arahnya dari lateral bahu apakah itu karena jatuh, kecelakaan olahraga,
ataupun kecelakaan kendaraan bermotor. Pada daerah tengah tulang klavikula tidak di
perkuat oleh otot ataupun ligament-ligament seperti pada daerah distal dan proksimal
klavikula. Klavikula bagian tengah juga merupakan transition point antara bagian lateral
dan bagian medial. Hal ini yang menjelaskan kenapa pada daerah ini paling sering terjadi
fraktur dibandingkan daerah distal ataupun proksimal.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pencitraan menggunakan


sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada
x-ray:
4

a. Bayangan jaringan lunak.


b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga

rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang.


c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat

Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan


tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain.
a. Pemeriksaan

mikroorganisme

kultur

dan

test

sensitivitas:

didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.


b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan

diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.


c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang

berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f.

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

F. Penatalaksaan

Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan


tindakan bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative
treatment. Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah
5

tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap
menempel sebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses
penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat.Proses penyembuhan pada
fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup lama.

Penanganan non operative

dilakukan dengan pemasangan saling selama 6minggu. Selama masa ini pasien harus
membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami
fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan
pembidaian

untuk

membatasi pergerakan.

atau

mobilisasi

pada

tulang

untuk

mempercepat penyembuhan. Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh


digerakkan (immobilisasi). Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan gips : merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang

yang patah Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk
angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur
ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila
dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan yang memadai
untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan arteri
aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau.
3. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota,

gerak pada tempatnya.


4. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate)

atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open
reduction with internal fixation (ORIF).
5. Fiksasi eksternal: Immobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot

menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu
menjalani terapi fisik.

G. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Anamnesa.

Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no.register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut

bisa

akut

atau

kronik

tergantung

dan

lamanya

serangan.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi

faktor presipitasi nyeri.


2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.


3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.


4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa


jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.


c. Riwayat Penyakit Sekarang
7

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,


yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan


memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakitpenyakit

tertentu

seperti

kanker

tulang

dan

penyakit

pagets

yang

menyebabkanfraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,


penyakit diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis
akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
(Ignatavicius, Donna D, 1995).
e. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit

keluarga

yang

berhubungan

dengan

penyakit

tulang

merupakansalah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,


osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).
f.

Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
(Ignatavicius, Donna D, 1995).

g. Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama


mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem musculoskeletal adalah:
8

1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:


a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi).
b) Cape au lait spot (birth mark)
c) Fistulae.
d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini
merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema

terutama disekitar persendian.


c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,

tengah, atau distal). Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapatdi permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan
terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,

edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas


9

b. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

dispnea,

kelemahan/keletihan,

ketidakedekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.


c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat


luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan

muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.


e. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi

tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,


insisi pembedahan.
f.

Kurang

pengetahuan

tantang

pengobatan berhubungan

dengan

kondisi,

prognosis

keterbatasan

dan

kebutuhan

kognitif,

kurang

terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

3. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,

edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,ansietas


1) Tujuan : Nyeri dapat berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Pasien tampak tenang
b) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
3) Intervensi
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
b) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan

skala nyeri.
c) Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
10

d) Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.


e) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
f) Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.
g) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.
h) Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti

relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.


i)

Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.

b. Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

dispnea,

kelemahan/keletihan,

ketidakedekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.


1) Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
2) Kriteria hasil :
a) Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
b) Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitastanpa

dibantu.
c) Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
3) Intervensi :
a) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
b) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
c) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
d) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat


luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
1) Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria hasil :
a) Menyatakan ketidaknyaman hilang
11

b) Menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan

penyembuhan sesuai indikasi.


3) Intervensi:
a) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan

dan perubahan warna.


b) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh
d) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik, balut luka dengan kasa

yang kering dan gunakan plester kertas.


e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement
d. Hambatan

kerusakan

mobilitas

fisik

muskuloskletal,

berhubungan
terapi

dengan

pembatasan

nyeri/ketidaknyamanan,

aktivitas,

dan

penurunan

kekuatan/tahanan.
1) Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
2) Kriteria hasil :
a) Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
b) Mempertahankan

mobilitas

optimal

yang

dapat

di

toleransi,

dengankarakteristik : 0 = mandiri penuh, 1 = memerlukan alat bantu, 2 =


memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,dan
pengajaran, 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu, 4 =
ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
3) Intervensi :
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
12

e. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi

tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,


insisi pembedahan.
1) Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
2) Kriteria hasil :
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
c) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,drainase

luka, dll.
d) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,seperti

Hb dan leukosit.
e) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
f.

Kurang

pengetahuan

pengobatan berhubungan

tantang
dengan

kondisi,

prognosis

keterbatasan

dan
kognitif,

kebutuhan
kurang

terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.


1) Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan

proses pengobatan.
2) Kriteria Hasil :
a) Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu

tindakan.
b) Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

regimen perawatan.
3) Intervensi :
13

a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.


b) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya

sekarang.
c) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
d) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah

diberikan.

Page 5 of 22
Pathway Fraktur Klavikula
TraumaLangsungReaksi stress klienTrauma Tidak LangsungDiskontinuitasTulangTekanan sumsumtulang
lebih tinggidari kapiler Kondisi PatologisKerusakanFrakmen TulangPerubahan jaringansekitar
Nyeri
PergeseranFragmen TulangFraktur
LaserasiEmboliBergabung dgntrombositMemobilisasi asamlemak Melepaskankatekolamin
Kerusakanintegritas kulit
14

Pembedahan
Gangguanmobilitas fisik
DeformitasPergeseranfragmen tulang
KurangnyaPengetahuanIntoleransiaktivitas
EdemaPelepasan histaminPeningkatantekanan kapiler Spasme otot
Risiko Infeksi
Trauma jaring
\

15

Daftar Pustaka
A Graham, Appley. 1995.
Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur
. Edisi 7. Jakarta: WidyaMedikaAnderson, Sylvia Price. 2000.
Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit
.Jakarta: EGCDoenges, Marilynn E. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien
. Ed. 3. Jakarta: EGCJunadi, Purnawan. 1999.
Kapita Selekta Kedokteran
. Jakarta: Media AesculapiusFakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Suzanne CS & Brenda
GB. 1999.
Buku Ajar Medikal Bedah
. Edisi 8. Volume 3.Jakarta: EGCBruner dan Suddarth. 2001.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda.
Jakarta: EGCSyaifuddin. 2009.
Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan
. Edisi 2.Jakarta: Salemba Medika

16

Anda mungkin juga menyukai