Anda di halaman 1dari 20

21

2.4 TEORI UMUM APPENDIKS


A. Pengertian
Appendiks adalah suatu pipa tertutup yang sempit yang melekat pada
secum (bagian awal dari colon). Bentuknya seperti cacing putih. Secara
anatomi appendix sering disebut juga dengan appendix vermiformis atau
umbai cacing. Appendix terletak di bagian kanan bawah dari abdomen.
Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli. Muara
appendix berada di sebelah postero-medial secum.
Penentuan letak pangkal dan ujung appendix yang normal adalah
sebagai berikut :

a. Menurut garis Monroe Pichter


Garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. Pangkal
appendix terletak pada 1/3 lateral dari garis ini (titik Mc Burney).
b. Menurut garis Lanz
Diukur dari SIAS dextra sampai SIAS sinistra. Ujung appendix
adalah pada titik 1/6 lateral dextra.

Seperti halnya pada bagian usus yang lain, appendix juga mempunyai
mesenterium. Mesenterium ini berupa selapis membran yang melekatkan
appendix pada struktur lain pada abdomen. Kedudukan ini memungkinkan
appendix dapat bergerak. Selanjutnya ukuran appendix dapat lebih panjang
daripada normal. Gabungan dari luasnya mesenterium dengan appendix
yang panjang menyebabkan appendix bergerak masuk ke pelvis (antara
organ-organ pelvis pada wanita). Hal ini juga dapat menyebabkan
appendix bergerak ke belakang colon yang disebut appendix retrocolic.
Appendix dipersarafi oleh saraf parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica
superior dan a. appendicularis. Sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n. thoracalis X.

Karena itu nyeri viseral pada appendicitis bermula disekitar


umbilicus.Vaskularisasinya berasal dari a.appendicularis cabang dari
a.ileocolica, cabang dari a. mesenterica superior.
22

B. Fisiologi Appendiks

Fungsi appendiks pada manusia belum diketahui secara pasti. Diduga


berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Lapisan dalam appendix
menghasilkan lendir. Lendir ini secara normal dialirkan ke appendix dan
secum. Hambatan aliran lendir di muara appendix berperan pada
patogenesis appendicitis.
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa
mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi
appendiks.
Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk
appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil
sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.

C. Fisiologi Gerakan Usus


1. Pergerakan Usus Halus
a. Kontraksi pencampuran (kontraksi segmentasi)
Bila bagian tertentu usus halus teregang oleh kimus, peregangan
dinding usus menyebabkan kontraksi konsentris local dengan jarak
interval tertentu sepanjang usus dan berlangsung sesaat dalam
semenit. Kontraksi ini membagi usus menjadi segmen-segmen ruang
yang mempunyai bentuk rantai sosis. Bila satu rangkaian kontraksi
segmentasi berelaksasi maka timbul rangkaian baru, kontraksi
terutama pada titik baru di antara kontraksi sebelumnya. Frekuensi
kontraksi maksimum pada duodenum dan jejunum 12 kontraksi per
menit dan pada ileum 8 sampai 9 kontraksi per menit. Kontraksi
segmentasi menjadi sangat lemah bila aktivitas perangsangan system
saraf enteric dihambat oleh atropine.
b. Gerakan propulsive
23

Kimus didorong melalui usus halus oleh gerakan peristaltic. Ini


dapat terjadi pada bagian usus manapun, dan bergerak menuju anus
dengan kecepatan 0,5 sampai 2,0 cm/detik, lebih cepat di bagian
usus proksimal daripada distal. Pengaturan peristaltic dilakukan oleh
sinyal saraf dan hormone. Aktivitas usus meningkat setelah makan
karena timbul reflex gastroenterik. Factor hormone meliputi gastrin,
CCK, insulin, motilin dan serotonin, semuanya meningkatkan
motilitas usus dan disekresikan selama berbagai fase pencernaan
makanan. Sebaliknya, sekretin dan glucagon menghambat motilitas
usus. Gerak peristaltic secara normal bersifat halus dan lemah. Gerak
yang sangat kuat terjadi pada diare infeksi yang berat akibat iritasi
kuat mukosa usus.

2. Pergerakan Kolon
Pergerakan normal dari kolon sangat lambat, pergerakannya masih
mempunyai karakteristik yang serupa dengan pergerakan usus halus.
a. Gerakan mencampur (haustrasi)
Pada setiap konstriksi kira kira 2,5 cm otot sirkuler akan
berkontraksi, kadang menyempitkan kolon sampai hamper
tersumbat. Pada saat yang sama, otot longitudinal kolon yang
terkumpul menjadi taenia cli akan berkontraksi. Kontraksi gabungan
ini menyebabkan bagian usus besar yang tidak terangsang menonjol
keluar memberikan bentuk serupa kantung (haustrasi).

b. Gerakan mendorong (pergerakan massa)


Pergerakan massa adalah jenis peristaltik yang dimodifikasi
yang ditandai oleh rangkaian peristiwa sebagai berikut : pertama,
timbul sebuah cicicn konstriksi sebagai respon dari tempat yang
teregang atau teriritasi di kolon, biasanya pada kolon transversum.

Kemudian dengan cepat kolon sepanjang 20 cm atau lebih pada


bagian distal cincin konstriksi tadi akan kehilangan haustrasinya an
justru berkontraksi sebagai satu unit, mendorong maju materi feses
pada segmen ini sekaligus untuk lebih menuruni kolon.
D. Apendiktomi
1. Pengertian Apendiktomi
24

Apendiktomi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan untuk


memotong jaringan appendiks yang mengalami peradangan.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau
spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparaskopi, yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif (Smeltzer, 2001).

2. Indikasi Operasi Apendiktomi


1. Apendisitis Akut
Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-
kira 10 cm (4 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal. Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif, dan
lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan
terutama rentan terhadap infeksi (apendiksitis).
Apendiksitis, penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen darurat. Kira0kira 7 %
dari populasi akan mengalami apendiksitis pada waktu yang
bersamaan dalam hidup mereka; pria lebih sering dipengaruhi
daripada wanita, dan remaja lebih sering pada orang dewasa.
Meskipun ini dapat terjadi pada usia berapapun, apendiksitis paling
sering terjadi antara usia 10 dan 30 tahun.

3. Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami ademe sebagai akibat terlipat


atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses),
tumor, atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan
intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat
secara progresif, dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan
bawah dari abdomen. Akhirnya, apendiks yang terinflamasi berisi pus.

4. Manifestasi Klinis

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam


ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal
25

pada titik McBurney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin
akan ditemui. Derajat nyeri tekan spasme otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak bergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan dapat terasa di daerah lembar; bila ujungnya ada pada pelvis,
tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri
pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum; nyeri
pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan
kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot
rektus kanan dapat terjadi.

5. Tanda Rovsing

Dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang


secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan
bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi di lebih menyebar;
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik, dan kondisi pasien
memburuk.

6. Diagnosa Banding
a. Batu Ureter Kanan
b. Kelainan Ginekologik
c. Tumor Sekum
d. Crohn’s Disease
e. Kehamian Ektopik Terganggu
f. Colitis
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium rutin dan Urine Lengkap (untuk wanita ditambahkan
PPT)
b. USG Abdomen (tidak rutin)
c. CT Scan pada kasus khusus
8. Komplikasi Apendiktomi

Komplikasi yang terjadi pada pasien post apendiktomi menurut


Mansjoer, (2000) : Apendisitis merupakan penyakit yang jarang mereda
dengan spontan, tetapi peyakit ini mempunyai kecenderungan menjadi
progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8
26

jam pertama, maka observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding
perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses
yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas.
Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah
terjadi sejak klien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan
pasti.

Bila terjadi peritonitis umum, terapi spesifik yang dilakukan adalah


operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai
penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT
(Naso Gastric Tube), puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian
penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi untuk mengatasi
anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan


bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina.
Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin,
gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses
akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu
kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan
drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina
dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi


merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan
demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi
perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik
kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses
subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga
dapat terjadi akibat perlengketan.

9. Mortalitas
a. 0,1% jika apendiks tidak perforasi
27

b. 15% jika telah terjadi perforasi


c. Kematian tersering karena sepsis, emboli paru atau aspirasi.
10. Intervensi Post Apendiktomi
Pada hari operasi penderita diberi infus menurut kebutuhan sehari ±2-
3 liter cairan RL dan D5%. Pada apendisitis tanpa perforasi: Antibiotika
diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada apendisitis dengan Perforasi: Antibiotika
diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium normal.
(sesuai Kultur kuman). Mobilisasi secepatnya setelah penderita sadar
dengan menggerakkan kaki, miring kekiri dan kanan bergantian dan
duduk. Penderita boleh jalan pada hari pertama pasca bedah.
Pemberian makanan peroral dimulai dengan memberi minum sedikit-
sedikit (50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktivitas usus yaitu adanya flatus
dan bising usus. Bilamana dengan pemberian minum bebas penderita tidak
kembung maka pemberian makanan peroral dimulai.
Pasien ditempatkan pada posisi semi fowler. Posisi ini mengurangi
tegangan pada insisi dan organ abdomen, yang membantu mengurangi
nyeri. Opioid, biasanya sulfat morfin, diberikan untuk menghilangkan
nyeri. Cairan per oral biasanya diberikan bila pasien dapat mentoleransi.
Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan
secara intravena. Makanan dapat diberikan sesuai keinginan pada hari
pembedahan bila dapat ditoleransi (Brunner & Suddarth, 2002).

11. Penutupan Luka Apendiktomi


Insisi abdomen ditutup dalam lapisan dengan benang yang tak dapat
diabsorbsi. Bila apendiks ganggrenosa atau perforasi dan ada kontaminasi
hebat, maka jaringan subcutis dan kulit harus ditampon ringan dengan kasa
pembalut dan dibiarkan terbuka. Setelah beberapa hari tampon dilepaskan
dan jika jaringan granulasi sehat, maka tepi kulit didekatkan dengan pita
kupu-kupu. Penutupan primer tertunda jarang diperlukan. Beberapa ahli
bedah lebih suka meninggalkan kateter dengan beberapa lubang di dalam
ruang subcutis dan menutup kulit. Pengisapan pada kateter menghilangkan
ruang mati dan kumpulan cairan di dalam jaringan subcutis serta
memberikan jalan untuk infus antibiotika ke daerah ini beberapa kali
sehari selama 4-5 hari. Tanpa memandang metode penutupan luka yang
28

digunakan dalam kasus supuratif, teknik bedah harus cermat dan harus hati
hati untuk mencegah kontaminsi luka yang tak seharusnya.

12. Benang Yang Digunakan Dalam Pembedahan

Ada tiga hal yang menentukan pemilihan jenis benang jahit, yaitu
jenis bahannya, kemampuan tubuh untuk menyerapnya dan susunan
filamentnya. Benang yang dapat diserap melalui reaksi enzimatik pada
cairan tubuh kini banyak dipakai. Penyerapan benang oleh jaringan dapat
berlangsung antara tiga hari sampai tiga bulan tergantung jenis benang dan
kondisi jaringan yang dijahit.

Menurut bahan asalnya, benang dibagi dalam benang yang terbuat dari
usus domba meskipun namanya catgut dan dibedakan dalam catgut murni
yang tanpa campuran dan catgat kromik yang bahannya bercampur larutan
asam kromat. Catgut murni diserap cepat, kira kira dalam waktu satu
minggu sedangkan catgut kromik diserap lebih lama kira kira 2-3 minggu.

Disamping itu ada benang yang terbuat dari bahan sintetik, baik dari
asam poliglikolik maupun dari poliglaktin-910 yang inert dan memiliki
daya tegang yang besar. Benang ini dalam dipakai pada semua jaringan
termasuk kulit. Benang yang dapat diserap menimbulkan reaksi jaringan
setempat yang dapat menyebabkan fistel benang atau infiltrate jaringan
yang mungkin ditandai adanya indurasi.

Benang yang tidak dapat diserap oleh tubuh terbuat umumnya dari
bahan yang tidak menimbulkan reasksi jaringan karena bukan merupakan
bahan biologik. Benang ini dapat berasal dari sutera yang sangat kuat dan
liat, dari kapas yang kurang kuat dan mudah terurai, dan dari polyester
yang merupkan bahan sintetik yang kuat dan biasanya dilapisi Teflon.
Selain itu terdapat juga benang nailon yang berdaya tegang besar, yang
terbuat dari polipropilen yang terdiri atas bahan yang sangat inert dan baja
yang terbuat dari baja tahan karat.
29

Karena tidak dapat diserap maka benang akan tetap berada di jaringan
tubuh. Benang jenis ini biasanya di gunakan pada jaringan yang sukar
sembuh. Bila terjadi infeksi akan terbentuk fistel yang baru dapat sembuh
setelah benang yang bersifat benda asing dikeluarkan.

Benang alami terbuat dari sutera atau kapas. Kedua bahan alami ini
dapat bereaksi dengan jaringan tubuh meskipun minimal karena
mengandung juga bahan kimia alami. Daya tegangnya cukup dan dapat
diperkuat bila dibasahi terlebih dahulu dengan larutan garam sebelum
digunakan.Bahan sintetik terbuat dari polyester, nailon atau polipropilen
yang umumnya dilapisi oleh bahan pelapis Teflon atau Dacron.

Dengan lapisan ini, permukaannya lebih mulus sehingga tidak mudah


bergulung atau terurai. Benang mempunyai daya tegang yang besar dan
dipakai untuk jaringan yang memerlukan kekuatan penyatuan yang besar.

Menurut bentuk untaian seratnya, benang dapat berupa monofilament


bila hanya terdiri dari satu serat saja, dan polifilamen bila terdiri atas
banyak serat yang diuntai menjadi satu. Cara menguntainya dapat sejajar
dibantu bahan pelapis atau di untai bersilang sehingga penampangnya
lebih bulat, lebih lentur dan tidak mudah bergulung.

Benang baja dapat berbentuk monofilament atau polifilamen, sering


dipakai pada sternum setelah torakotomi, jika terkontaminasi mudah terjadi
infeksi.
a. Seide (silk/sutera)
Bersifat tidak licin seperti sutera biasa karena sudah dikombinasi
dengan perekat, tidak diserap tubuh. Pada penggunaan disebelah
luar maka benang harus dibuka kembali.
Warna : hitam dan putih
Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : menjahit kulit, mengikat pembuluh arteri (arteri
besar) dan sebagai teugel (kendali)
b. Plain catgut
Diserap tubuh dalam waktu 7-10 hari
30

Warna : putih dan kekuningan


Ukuran : 5,0-3
Kegunaan : untuk mengikat sumber perdarahan kecil, menjahit
subkutis dan dapat pula dipergunakan untuk
menjahit kulit terutama daerah longgar (perut,
wajah) yang tak banyak bergerak dan luas lukanya
kecil.
Plain catgut harus disimpul paling sedikit 3 kali, karena dalam
tubuh akan mengembang.

c. Chromic catgut
Berbeda dengan plain catgut, sebelum dipintal ditambahkan krom,
sehinggan menjadi lebih keras dan diserap lebih lama 20-40 hari.
Warna : coklat dan kebiruan
Ukuran : 3,0-3
Kegunaan : penjahitan luka yang dianggap belum merapat
dalam waktu 10 hari, untuk menjahit tendo untuk
penderita yang tidak kooperatif dan bila mobilisasi
harus segera dilakukan.
d. Ethilon
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis (benang langsung
bersatu dengan jarum jahit) dan terbuat dari nilon lebih kuat dari
seide atau catgut. Tidak diserap tubuh, tidak menimbulkan iritasi
pada kulit dan jaringan tubuh lain
Warna : biru dan hitam
Ukuran : 10,0-1,0
Penggunaan : bedah plastic, ukuran yang lebih besar sering
digunakan pada kulit, nomor yang kecil digunakan
pada bedah mata.
e. Ethibond
31

Benang sintetis(polytetra methylene adipate). Kemasan atraumatis.


Bersifat lembut, kuat, reaksi terhadap tubuh minimum, tidak
terserap.
Warna : hiaju dan putih
Ukuran : 7,0-2
Penggunaan : kardiovaskular dan urologi

f. Vitalen
Benang sintetis (polimer profilen), sangat kuat lembut, tidak
diserap. Kemasan atraumatis
Warna : biru
Ukuran : 10,0-1

Kegunaan : bedah mikro terutama untuk pembuluh darah dan


jantung, bedah mata, plastic, menjahit kulit
g. Vicryl
Benang sintetis kemasan atraumatis. Diserap tubuh tidak
menimbulkan reaksi jaringan. Dalam subkuitis bertahan 3 minggu,
dalam otot bertahan 3 bulan.
Warna : ungu
Ukuran : 10,0-1
Penggunaan : bedah mata, ortopedi, urologi dan bedah plastic
h. Supramid
Benang sintetis dalam kemasan atraumatis. Tidak diserap
Warna : hitam dan putih
Kegunaan : penjahitan kutis dan subkutis
i. Linen
Dari serat kapas alam, cukup kuat, mudah disimpul, tidak diserap,
reaksi tubuh minimum
Warna : putih
Ukuran : 4,0-0
Penggunaan : menjahit usus halus dan kulit, terutama kulit wajah
32

j. Steel wire
Merupakan benang logam terbuat dari polifilamen baja tahan karat.
Sangat kuat tidak korosif, dan reaksi terhadap tubuh minimum.
Mudah disimpul
Warna : putih metalik, keemasan atraumatuk
Ukuran : 6,0-2
Kegunaan : menjahit tendo

13. Ukuran Benang Bedah

Ukuran benang dinyatakan dalam satuan baku eropa atau dalam


satuan metric. Ukuran terkecil standar eropa adalah 11,0 dan terbesar
adalah ukuran 7.

Ukuran benang merupakan salah satu factor yang menentukan kekuatan


jahitan. Oleh karena itu pemilihan ukuran benang untuk menjahit luka bedah
bergantung pada jaringan apa yang dijahit dan dengan pertimbangan factor
kosmetik. Sedangkan kekuatan jahitan ditentukan oleh jumlah jahitan, jarak
jahitan, dan jenis benangnya. Pada wajah digunakan ukuran yang kecil (5,0 atau
6,0)

Lokasi penjahitan Jenis benang Ukuran


Fasia Semua 2,0-1
Otot Semua 3,0-0
Kulit Tak diserap 2,0-6,0
Lemak Terserap 2,0-3,0
Hepar Kromik catgut 2,0-0
Ginjal Semua catgut 4,0
Pancreas Sutera atau kapas 3,0
33

Usus halus Catgut, sutera, kapas 2,0-3,0


Usus besar Kromik catgut 4,0-0
Tendon Tak terserap 5,0-3,0
Kapsul sendi Tak terserap 3,0-2,0
Peritoneum Kromik catgut 3,0-2,0
Bedah mikro Tak terserap 7,0-11,0

E. INSTRUMENT TEKNIK APENDIKTOMI

Persiapan Tempat & Alat


A. Alat-alat steril
Set dasar yang disiapkan (Basic Instrument Set)
1. Desinfeksi Klem (Sponge Holding Forceps). 1 (satu)
2. Doek Klem (Towel Forceps) 5 (lima)
3. Pincet Chirurgie 2 (dua)
4. Pincet Ariatomie 2 (dua)
5. Hand vat mes (Knifehandle) 1 (satu)
6. Arteri klem van pean lurus 8
7. Arteri klem van pean bengkok (chrorn kiern) 8
8. Arteri klem van Kocher 6
9. Gunting Benang (Ligature Scissors) 2
10. Gunting Metzembaum panjang / pendek 1/1
11. Nald Voerder panjang/pendek 1/1
12. Woundhag gigi 4 tajam 2
13. Langenbeck 2
14. Crush klem 1
34

Set dan bahan penunjang operasi


1. Linen Set.
2. Sarung tangan bermacam-macam ukuran
3. Desinfektan dan Alkohol 70 %, NS 0.9 %
4. Kanul Diathermi + Kabel.
5. Kanul + Selang Suction.
6. Pisau bedah no. 10.
7. Kasa, deper, cucing, mangkok, bengkok, korentang pada
tempatnya.
8. Jarum 1/2 bulat (round), tajam (cutting).
9. Benang nonabsorbtable 2/0, absortable no.1, 3/0 , 0

Alat tidak Steril


1. Plester lebar
2. Gunting Verban/ Bandage scissors.
3. Plat Diatermi.
4. Mesin Diatermi.
5. Mesin Suction.
6. Lampu Operasi.
7. Meja Operasi.
8. Meja Mayo.
9. Meja Instrumen.
10. Standar Infus.
11. Tempat sampah
Persiapan pasien
1. Persetujuan operasi.
2. Alat-alat dan obat-obatan.
3. Puasa
4. Lavement
35

Setelah penderita dilakukan anaesthesi.


1. Mengatur posisi terlentang.
2. Memasang plat diatermi di bawah paha penderita
3. Memasang folley cathetera (kalau perlu).

Teknik Operasi
1. Penderita posisi terlentang → dilakukan desinfeksi seluruh abdomen dan
dada bagian bawah → dipersempit dengan doek steril.
2. Insisi dengan arah oblik melalui titik Mc Burney tegak lurus antara SIAS
dan umbilikus (Irisan Gridiron), irisan lain yang dapat dilakukan adalah
insisi tranversal dan paramedian.
3. Irisan diperdalam dengan memotong lemak dan mencapai aponeurosis
MOE (Muskulus Oblikus Eksternus).
4. MOE dibuka sedikit dengan skalpel searah dengan seratnya, kemudian
diperlebar ke lateral dan ke medial dengan pertolongan pinset anatomi.
Pengait luka tumpul dipasang di bawah MOE, tampak di bawah MOE
adalah MOI (Muskulus Oblikus Internus).
5. MOI dibuka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri searah dengan
seratnya sampai tampak lemak peritoneum, dengan haak LangenBack otot
dipisahkan. Pengait dipasang dibawah muskulus tranversus abdominis.
6. Peritoneum yang berwarna putih dipegang dengan menggunakan 2 pinset
bedah dan dibuka dengan gunting, perhatikan apa yang keluar: pus,
udara, atau cairan lain (darah, feses dll) → periksa kultur dan tes kepekaan
kuman dari cairan yang keluar tsb. Kemudian pengait luka diletakkan di
bawah peritoneum
7. Sekum (yang berwarna lebih putih, memiliki taenia koli dan haustra)
dicari dan diluksir. Apendiks yang basisnya terletak pada pertemuan tiga
taenia mempunyai bermacam2 posisi: antesekal, retrosekal, anteileal,
retroileal, dan pelvinal
8. Setelah ditemukan, sekum dipegang dengan darm pinset dan ditarik
keluar, dengan kassa basah sekum dikeluarkan kearah mediokaudal, sekum
yang telah keluar dipegang oleh asisten dengan dengan ibu jari berada di
atas.
36

9. Mesenterium dengan ujung apendiks di pegang dengan klem Kocher


kemudian mesoapendiks diklem potong dan diligasi berturut-turut sampai
pada basis apendiks dengan silk 3/0.
10. Pangkal apendiks di crush dengan klem kocher dan pada bekas crush
tersebut diikat dengan silk No. 00 – 2 ikatan.
11. Dibagian distal dari ikatan diklem dengan Kocher dan diantara klem
kocher dan ikatan tersebut apendiks dipotong dengan pisau yang telah
diolesi betadine, ujung sisa apendiks digosok betadine.
12. Sekum dimasukkan ke dalam rongga perut.
13. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Pada kasus perforasi, dapat
dipasang drain sub fasial.

F. Contoh Alat Instrument


Gambar alat Nama alat Fungsi alat
Handvat mes, Untuk insisi area
mes no 10 yang akan dibedah
dan memotong
apendik.

Desinfeksi Menjepit kassa yang


klem bercampur dengan
cairan antiseptik
untuk tindakan
aseptik pada area
yang akan diinsisi
dan sekitarnya.
Duk klem untuk
menjepit/memfiksasi
kain, terutama kain
37

oprasi, yaitu kain


linen yang tengahnya
berlubang yang
diletakkan diatas
tubuh yang akan
dioprasi (drapping).
Pinset cirurgis Untuk menjepit
jaringan atau organ

Pinset Untuk menjepit


anatomis kassa, kapas atau alat
steril lainnya dan
untuk mengambil
apendik.
Bengkok Untuk mengasihkan
handvat mes kepada
operator dan
menyimpan
instrumen yang
sudah digunakan saat
pembedahan
Cucing Untuk menyimpan
kassa antiseptik/
deppers/ cairan
antiseptik

Suction Untuk menyedot/


menghentikan
perdarahan saat
38

proses pembedahan

Selang suction Untuk sambungan


dari suction ke
tempat penampung
hasil perdarahan yang
di suction

Hand piece Untuk menghentikan


couter perdarahan saat
pembedahan dengan
aliran listrik
Gunting untuk menggunting
benang benang

Gunting Untuk memperlebar


metzembaum insisi, membuka fasia

Gunting mayo Untuk menggunting


jaringan kasar

Nald untuk menjepit jarum


voerder/needle jahit (hechtnaald)
holder serta menjahit luka
terbuka seperti luka
39

kecelakaan atau
pembedahan.
Musquito/ untuk hemostatis
klem arteri untuk jaringan tipis
bengkok dan lunak.

Langenbeck untuk mengait lokasi


sayatan agar terbuka
lebar sehingga
operator/ahli bedah
mudah mengangkat
suatu jaringan yang
akan dibuang.

Kocher Untuk menjepit dan


menahan agar
jaringan tidak mudah
lepas.

Sharp Untuk memperlebar


Spreader/ Haak permukaan kulit
tajam

Arteri klem Untuk menjepit pada


van pean lurus jaringan

Bab cock klem Untuk menjepit


jaringan lunak
(apendik)
Benang Benang
nonabsorbtable nonabsorbtable 2/0 :
2/0, absortable untuk mengikat
40

no.1, 3/0 , 0. pangkal apendik.


benang absorbabel 2/0
: untuk menjahit fasia
benang absorbtabel
3/0 : untuk menjahit
kulit.

Anda mungkin juga menyukai