Anda di halaman 1dari 27

SAP TERAPI BERMAIN ANAK

“PERMAINAN MENEMPEL POTONGAN KERTAS WARNA-WARNI


PADA SEBUAH GAMBAR”
PADA ANAK USIA PRESCHOOL (3-5 TAHUN)
DI RUANG BONA 2 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh: Kelompok C4-C


Stase Keperawatan Anak

1. Nopen Trijatmiko, S.Kep. (131913143101)


2. Adilla Kusuma Dewi, S.Kep. (131913143102)
3. Dewita Pramesti S, S.Kep. (131913143103)
4. Rifki Fauzi Maulida, S.Kep. (131913143104)
5. Nia Istianah, S.Kep. (131913143105)
6. Nanda Elanti Putri, S.Kep. (131913143106)
7. Annisa Prabaningrum, S.Kep. (131913143107)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Program Studi Pendidikan Profesi Ruang Bona 2 RSUD Dr. Soetomo
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya

LEMBAR PENGESAHAN

Telah diperiksa dan disahkan oleh Pembimbing SAP terapi bermain anak
(Ilya Krisnana,“Permainan
S.Kep.,Ns.,Menempel
M.Kep.) Potongan Kertas
(Sri Astutik,
WarnaS.Kep.,Ns)
Warni pada Sebuah Gambar” di
NIP. 198109282012122002
ruang Bona 2 RSUD Dr. SoetomoNIP.197010231994032003
Surabaya. Disusun oleh:
1. Nopen Trijatmiko, S.Kep. (131913143101)
2. Adilla
Kepala Kusuma Dewi, S.Kep.
Ruangan (131913143102)
Ruang Bona3.2 RSUD
DewitaDr.
Pramesti S, S.Kep.
Soetomo (131913143103)
4.Surabaya
Rifki Fauzi Maulida, S.Kep. (131913143104)
5. Nia Istianah, S.Kep. (131913143105)
6. Nanda Elanti Putri, S.Kep. (131913143106)
7. Annisa Prabaningrum, S.Kep. (131913143107)
(Suparmiasih, S.Kep.,Ns.)
NIP. 196906091988032001
Surabaya, 18 Desember 2019
Mengetahui,
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hospitalisasi merupakan suatu kebutuhan anak untuk dirawat karena
adanya perubahan atau gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap
lingkungan. hospitalisasi merupakan peristiwa yang sering menimbulkan
pengalaman traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan
ketegangan atau stress hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya perpisahan dengan orang tua, kehilangan control, dan akibat dari
tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan
berbagai aksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak,
tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang diberikan.
Pendidikan merupakan modal dasar untuk menyiapkan insan yang
berkualitas. Menurut Undang-Undang Sisdiknas, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan anak usia dini, secara khusus bukan bertujuan untuk memberi
anak pengetahuan kognitif (kecerdasan intelektual) sebanyak banyaknya, tetapi
mempersiapkan mental dan fisik anak untuk mengenal dunia sekitarnya secara
adaptive (bersahabat). Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kea rah pertumbuhan
dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan,
sosio emosional, bahasa dan komunikasi.
Aktivitas bermain merupakan salah satu stimulasi bagi perkembangan
anak secara optimal. Menurut Catron dan Allen dalam bukunya Early
Childhood Curriculum A Creative-Play Model (1999) mengatakan bahwa
bermain merupakan wahana yang memungkinkan anak-anak berkembang
optimal. Bermain secara langsung mempengaruhi seluruh wilayah dan aspek
perkembangan anak. Kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang
diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain,
anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan menciptakan sesuatu.
Sehingga dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan
dan stres yang dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan
dapat mengalihkan rasa sakitnya ke permainan (distraksi) dan relaksasi melalui
kesenangannya melakukan permainan (Wong, 2003).
Motorik halus perlu dikembangkan pada anak di Rumah Sakit untuk
melatih kekuatan tangan dan melatih koordinasi otot tangan dan mata. Melalui
permainan menempel kertas anak mampu melatih kekuatan tangan dan mata.
Menurut Alqur’atul Aini dalam bukunya Sumanto (2005: 102) menempel
merupakan suatu teknik penyelesaian dalam membuat aneka bentuk kerajinan
tangan dari bahan kertas dengan memakai lem secara langsung dengan
menggunakan jari-jari tangan.
Anak-anak di Ruang Bona 2 RSUD Dr. Soetomo kemampuan motorik
halusnya masih kurang berkembang. Anak masih belum bisa
mengkoordinasikan gerakan tangan dan mata selama berada di Rumah Sakit,
mereka masih meminta bantuan orang tua untuk menyelesaikan tugasnya. Dari
uraian diatas menunjukkan bahwa pentingnya bermain menempel kertas untuk
mengembangkan kemampuan motorik halus anak. Salah satu manfaat bermain
bagi anak adalah untuk meningkatkan daya kreativitas dan membebaskan anak
dari stres. Kreativitas anak akan berkembang melalui permainan. Ide-ide yang
orisinil akan keluar dari pikiran mereka. Bermain juga dapat membantu anak
untuk lepas dari stres kehidupan sehari-hari. Stres pada anak dapat disebabkan
oleh rutinitas harian selama hospitalisasi yang membosankan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain menempel kertas warna-warni pada
sebuah gambar selama kurang lebih 30 menit diharapkan anak dapat
terstimulasi kemampuan motorik dan kreativitasnya.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Anak dapat melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan teman
sesamanya
2. Menurunkan perasaan hospitalisasi
3. Dapat beradaptasi dengan efektif terhadap stress karena penyakit dan
selama dirawat di Rumah Sakit
4. Meningkatkan kemampuan untuk berkonsentrasi
5. Mengurangi rasa takut dengan tenaga kesehatan
6. Melanjutkan perkembangan ketrampilan motorik
BAB 2
TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Terapi Bermain


Terapi bermain merupakan terapi yang menggunakan alat-alat
permainan dalam situasi yang dipersiapkan untuk membantu anak
mengekspresikan perasaannya, baik senang, sedih, marah, dendam, tertekan,
atau emosi yang lain (Zellawati, 2011). Landreth (2001) berpendapat bahwa
bermain sebagai terapi merupakan salah satu sarana yang digunakan dalam
membantu anak mengatasi masalahnya, sebab bagi anak bermain adalah
simbol verbalisasi.
Terapi bermain diyakini mampu menghilangkan batasan, hambatan
dalam diri, kecemasan, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan
tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku
yang diharapkan dan anak sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan
mudah diajak kerjasama ketika menjalani pengobatan (Mulyadi, 2017).
Terapi bermain dapat dilakukan didalam ataupun diluar ruangan.
Terapi yang dilakukan didalam ruangan sebaiknya dipersiapkan dengan baik
terutama dengan alat-alat permainan yang akan digunakan.
Bermain pada anak dapat meningkatkan kecerdasan dalam berfikir dan
mengembangkan imajinasi serta melatih daya motoric halus dan kasar pada
anak. Pada usia prasekolah umumnya anak memiliki perkembangan motorik
kasar dan motoric halus yang telah baik. Pada tahap ini mereka berminat
untuk mendapatkan pengetahuan dan mulai mengalami peningkatan
kompetensi.

2.2 Tujuan Terapi Bermain


a. Melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Selama anak
dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga
kesinambungannya.
b. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-ide anak.
c. Menciptakan suasana aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri
mereka.
d. Memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan
mengatasi masalah mereka serta mengembangkan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah.
e. Memberi kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba
sesuatu yang baru.
f. Mengembangkan kreatifitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih
efektif terhadap stress.
g. Meningkatkan kerjasama anak dengan petugas kesehatan selama
perawatan.

2.3 Fungsi Bermain


1. Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan
rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktifitas anak dapat
mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai contoh bayi dapat dilakukan
rangsangan taktil,audio dan visual melalui rangsangan ini perkembangan sensorik
dan motorik akan meningkat. Hal tersebut dapat dicontohkan sejak lahir anak
yang telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka anak di kemudian hari
kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu
yang baru dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan
atau dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran di kemudian hari
anak lebih cepat berkembang.
2. Membantu Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat
terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan komunikasi
dengan bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti dunia tempat
tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna,
memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam
permainan,sehingga fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan
perkembangan kognitif selanjutnya.
3. Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh dimana
pada usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain
dan merasakan ada teman yang dunianya sama, pada usia toddler anak sudah
mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai proses sosialisasi satu
dengan yang lain, kemudian bermain peran seperti bermain-main berpura-pura
menjadi seorang guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang
ibu dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari akan
keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu melakukan sosialisasi
dengan teman dan orang.
4. Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak
mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu
memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak akan
lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti bermain bongkar pasang mobil-
mobilan.
5. Meningkatkan Kesadaran Diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk ekplorasi
tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang merupakan bagian dari
individu yang saling berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku,
membandingkan dengan perilaku orang lain.
6. Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga
adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
7. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak, hal ini
dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di rumah,
di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada beberapa
permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan tidak boleh
dilanggar.

2.4 Prinsip Pelaksanaan Terapi Bermain


Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Permainan tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat
untuk menghindari kelelahan dan alat-alat permainannya lebih sederhana.
Menurut Vanfeet, 2010, waktu yang diperlukan untuk terapi bermain pada
anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu 15-20 menit
dapat membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta tidak
menyebabkan anak kelelahan akibat bermain. Hal ini berbeda dengan
Adriana, 2011, yang menyatakan bahwa waktu untuk terapi bermain 30-35
menit yang terdiri dari tahap persiapan 5 menit, tahap pembukaan 5 menit,
tahap kegiatan 20 menit dan tahap penutup 5 menit. Lama pemberian
terapi bermain bisa bervariasi, idealnya dilakukan 15-30 menit dalam
sehari selama 2-3 hari. Pelaksanaan terapi ini dapat memberikan
mekanisme koping dan menurunkan kecemasan pada anak.
b. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang. Permainan
harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa
nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka
23 yang dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat
tidur di malam hari, mainan tidak membuat anak tersedak, tidak
mengandung bahan berbahaya, tidak tajam, tidak membuat anak terjatuh,
kuat dan tahan lama serta ukurannya menyesuaikan usia dan kekuatan
anak.
c. Sesuai dengan kelompok usia. Pada rumah sakit yang mempunyai tempat
bermain, hendaknya perlu dibuatkan jadwal dan dikelompokkan sesuai
usia karena kebutuhan bermain berlainan antara usia yang lebih rendah dan
yang lebih tinggi.
d. Tidak bertentangan dengan terapi yang sudah ada di Rumah Sakit. Terapi
bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program terapi
mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain hendaknya
dilakukan ditempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan dengan
pengobatan yang sedang dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring,
harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak
tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus
yang ada di ruang rawat.
e. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga Banyak teori yang
mengemukakan tentang terapi bermain. Menurut Wong (2009),
keterlibatan orangtua dalam terapi adalah sangat penting, hal ini
disebabkan karena orangtua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun
sedang dirawat si rumah sakit. Anak yang dirawat di rumah sakit
seharusnya tidak dibiarkan sendiri. Keterlibatan orangtua dalam perawatan
24 anak di rumah sakit diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi.
Keterlibatan orangtua dan anggota keluarga tidak hanya mendorong
perkembangan kemampuan dan ketrampilan sosial anak, namun juga akan
memberikan dukungan bagi perkembangan emosi positif, kepribadian
yang adekuat serta kepedulian terhadap orang lain. Kondisi ini juga dapat
membangun kesadaran buat anggota keluarga lain untuk dapat menerima
kondisi anak sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan penelitian
Bratton, 2005, keterlibatan orangtua dalam pelaksanaan terapi bermain
memberikan efek yang lebih besar dibandingkan pelaksanaan terapi
bermain yang diberikan oleh seorang profesional kesehatan mental.
Menurut Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila
permainan dilakukan oleh perawat, orang tua harus terlibat secara aktif dan
mendampingi anak mulai dari awal permainan sampai mengevaluasi hasil
permainan bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


Faktor yang mempengaruhi aktivitas bermain menurut Hurlock (1998):
a. Kesehatan
Semakin sehat anak semakin banyak energy untuk bermain aktif,
seperti permainan dan olah raga. Anak yang kekurangan tenaga lebih
menyukai hiburan.

b. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik pada setiap usia melibatkan koordinasi
motorik. Apa saja yang akan dilakukan dan waktu bermainnya bergantung
pada perkembangan motorik. Pengendalian motorik yang baik
memungkinkan anak terlibat dalam permainan aktif.
c. Intelegensi
Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang yang kurang
pandai, dan permainan mereka lebih menunjukkan kecerdikan. Dengan
bertambahnya usia, mereka lebih menunjukkan perhatian dalam permainann
kecerdasan, dramatic, konstruktik, dan membaca. Anak yang pandai
menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk
upaya menyeimbangkan factor fisik dan intlektual yang nyata.
d. Jenis kelamin
Anak laki-laki bermain lebih kasar ketimbang anak perempuan dan
lebih menyukai permainan dan olah raga dari pada berbagai jenis permainan
lain. Pada awal masa kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan perhatian
pada berbagai jenis permaian yang lebih banyak dari pada anak perempuan
tetapi sebaliknya terjadi pada akhir masa kanak-kanak.
e. Lingkungan
Anak yang dari lingkungan yang buru kurang bermain ketimbang
anak lainnya. Karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan
ruang. Anak yang berasal dari lingkungan desa kurang bermain dari pada
mereka yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman
bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas
f. Status Sosioekonomi
Anak yang dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi lebih
menyukai kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu
roda,sedangkan mereka dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang
tidak mahal seperti bermain bola dan berenang. Kelas sosial mempengaruhi
buku yang dibaca dan film yang ditonton anak, jenis kelompok rekreasi
yang dimilikinyadan supervise terhadap mereka.

g. Jumlah Waktu Bebas


Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi
keluarga. Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu
luang mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang
membutuhkan tenaga yang besar.
h. Peralatan Bermain
Peralatan bermain yang dimiliki anak mempengaruhi permainanya.
Misalnya, dominasi boneka dan binatang buatan mendukung permainan
pura-pura, banyaknya balok, kayu, cat air, dan lilin mendukung permainan
yang sifatnya konstruktif (Hurlock, 1998).

2.6 Tahap Perkembangan Aktivitas Bermain


Tahap-tahap perkembangan bermain Menurut Jean Piaget tahapan
perkembangan bermain anak dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok
sebagai berikut:
1. Sensori motor (sensory motor play)
Tahap ini terjadi pada anak usia 0-2 tahun. Pada tahap ini bermain
anak lebih mengandalkan indra dan gerak-gerak tubuhnya. Untuk itu, pada
usia ini mainan yang tepat untuk anak ialah yang dapat merangasang panca
indranya, misalanya mainan yang berwarna cerah, memiliki banyak bentuk
dan tekstur, serta mainan yang tidak mudah tertelan oleh anak.
2. Praoprasional (symbolic play)
Tahap ini terjadi pada anak usia 2-7 tahun. Pada tahap ini anak
sudah mulai bisa bermain khayal dan pura-pura, banyak bertanya, dan
mulai mencoba hal-hal baru, dan menemui simbol-simbol tertentu. Adapun
alat permainan yang cocok untuk usia ini adalah yang mampu merangsang
perkembangan imajinasi anak, seperti menggambar, balok/lego, dan
puzzle. Namun sifat permainan anak usia dini lebih sederhana
dibandingkan dengan operasional konkret.
3. Operasional konkret (social play).
Tahap ini terjadi pada anak usia 7-11 tahun. Pada tahap ini anak
bermain sudah menggunakan nalar dan logika yang bersifat objektif.
Adapun alat permainan yang tepat untuk usia ini ialah yang mampu
menstimulasi cara berpikir anak. Melalui alat permainan yang dimainkan
anak dapat menggunakan nalar maupun logikanya dengan baik. Bentuk
permainan yang bisa digunakan di antaranya: dakon, puzzle, ular tangga,
dam-daman, dan monopoli. 4. Formal operasional (game with rules and
sport) Terjadi pada tahap anak usia 11 tahun ke atas. Pada tahap ini anak
bermain sudah menggunakan aturan-aturan yang sangat ketat dan lebih
mengarah pada game atau pertandingan yang menuntuk adanya menang
dan kalah

2.7 Prinsip Bermain di Rumah Sakit


a. Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang
berjalan.
b. Tidak membutuhkan energi yang banyak
c. Harus mempertimbangkan keamanan anak
d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama.
e. Melibatkan orang tua atau keluarga.

2.8 Hambatan yang Mungkin Muncul


a. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
b. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
c. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.

2.9 Antisipasi Hambatan


a. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
b. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
c. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
d. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
e. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya.

2.10 Permainan Menempel Kertas Warna-Warni atau Stiker (Mozaik)


Menurut Alqur’atul Aini dalam bukunya Sumanto (2005: 102) menempel
merupakan suatu teknik penyelesaian dalam membuat aneka bentuk kerajinan
tangan dari bahan kertas dengan memakai lem secara langsung dengan
menggunakan jari-jari tangan.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, mozaik adalah seni dekorasi bidang
dengan kepingan bahan keras berwarna yang disusun dan ditempelkan dengan
perekat (Purwodarminto, 2001: 756). Pengertian Mozaik yaitu pembuatan karya
seni rupa dua atau tiga dimensi yang menggunakan material atau bahan dari
kepingan-kepingan yang sengaja dibuat dengan cara dipotong potong atau sudah
dibentuk potongan kemudian disusun dengan, ditempelkan pada bidang datar
dengan cara dilem. Kepingan benda-benda itu, antara lain: kepingan pecahan
keramik, potongan kaca, potongan kertas, potongan daun, potongan kayu. Untuk
membuat garis kontur yang membaasi ruangan atau bidang tidak menggunakan
pewarna yang dioleskan, tetapi menggunakan tempelan-tempelan yang berbeda
warna (Mely Novikasari, 2012).
Mozaik terdiri dari dua dimensi dan tiga dimensi, tetapi prinsip kerjanya
sama, yaitu menempelkan potongan benda-benda lain. Benda-benda tersebut
dapat berupa pecahan kaca, pecahan keramik, potongan kayu, batu, gunting,
kertas, guntingan dari daun kering, dan lain sebagainya selama masih berbentuk
potongan yang lembarnya dapat disusun dalam bidang yang telah disediakan
(Mely Novikasari, 2012). Pewarnaan pada mozaik ini dipilih dari bahan/material
mozaik yang akan di tempel yang memiliki warna asli, artinya warna tersebut asli
dari warna kaca, mika, keramik, daun, kayu, sehingga nantinya tidak perlu
menambahkan pewarnaan setelah ditempelkan. Untuk menghasilkan corak
gambar yang elastis atau dekoratif, maka anda harus mengatur warnanya tersebut
dari susunan materialnya. Salah satu contoh dalam pembuatan mozaik (Mely
Novikasari, 2012), sebagai berikut:
a. Siapkan kertas karton/kertas tebal yang diberi pola atau motif gambar.
Karena bahan dasarnya dari karton atau kertas lain, maka materialnya yang
ditempelkan adalah potongan kertas, daun, rumput kering, plastik,
kemudian tempelkan dengan menggunakan lem disusun menurut tujuan
gambar yang diinginkan.
b. Untuk material seperti kaca, kayu, keramik, batu, biasanya ditempelkan
pada dinding, tembikar, lantai atau papan yang diperuntukan untuk hiasan
mozaik.
Langkah–langkah pelaksanaan teknik mozaik (Yenni Alexander, 2012),
yaitu:
a. Siapkan dan sediakan gambar yang akan diisi dengan mozaik.
b. Sediakan seperti gunting, lem perekat, dan kertas origami untuk dijadikan
potongan-potongan mozaik oleh anak.
c. Atur posisi duduk anak dengan kondusif.
d. Melihatkan kepada anak gambar yang akan ditempel potongan mozaik.
e. Tarik perhatian anak untuk memperhatikan dan kemudian memperkenalkan
satu persatu alat yang akan digunakan.
f. Membuat kesepakatan kepada anak mengenai aturan untuk menggunakan
alat sesuai dengan fungsinya.
g. Memberi contoh langkah kerja di depan anak sebagai berikut
1) Membentangkan gambar atau pola mozaik.
2) Mengambil selembar origami dan sebuah gunting untuk membuat
potongan-potongan mozaik dengan salah satu bentuk geometri,
misalnya lingkaran, segitiga dan lain-lain.
3) Selanjutnya permukaan pola mozaik diberi lem.
4) Setelah itu ditempelkan potongan mozaik dengan rapi dan rapat.
5) Guru membagikan pola mozaik, kertas origami, gunting dan lem.
h. Persiapkan anak untuk melaksanakan kegiatan.
i. Kontrol setiap kegiatan anak, jika ada anak yang tidak bisa/tidak mau
bekerja maka anak diberikan bantuan.
BAB 3
SATUAN ACARA KEGIATAN TERAPI BERMAIN

Stase : Keperawatan Anak


Pokok Bahasan : Terapi Bermain Menempel Potongan Kertas Warna-Warni
pada Sebuah Gambar
Hari / Tanggal : Rabu, 18 Desember 2019
Waktu : 10.00 - selesai WIB
Ruangan : Ruang Diskusi Bona 2
Sasaran : Pasien di Ruang Bona 2 (Ruang Hemato) usia 3-5 tahun
yang tidak mempunyai keterbatasan fisik

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan terapi bermain menempel potongan kertas warna-
warni pada sebuah gambar selama kurang lebih 30 menit diharapkan anak
dapat terstimulasi kemampuan motorik dan kreativitasnya.
B. Tujuan Instruksional Khusus
1. Anak dapat melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan dengan teman
sesamanya
2. Menurunkan perasaan hospitalisasi.
3. Dapat beradaptasi dengan efektif terhadap stress karena penyakit dan
dirawat
4. Meningkatkan latihan konsentrasi
5. Mengurangi rasa takut dengan tenaga kesehatan
6. Melanjutkan perkembangan ketrampilan motorik halus
C. Sarana dan Media
a) Sarana :
1. Ruangan tempat bermain
2. Tikar untuk duduk
b) Media :
 Potongan kertas warna-warni
 Kertas bergambar
 Lem
 Gunting
 Hadiah
D. Setting Tempat
Keterangan :
: Leader

: Observer

: Fasilitator

: Peserta Penyuluhan

: Orang Tua

E. Pengorganisasian
Pembimbing akademik : Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep.
Pembimbing klinik : Sri Astutik, S.Kep.,Ns.
Leader : Dewita Pramesti S., S.Kep
Nia Istianah, S.Kep
Observer : Annisa Prabaningrum, S.Kep
Fasilitator : Nopen Trijatmiko, S.Kep
Adilla Kusuma Dewi, S.Kep
Rifki Fauzi Maulida, S.Kep
Nanda Elanti Putri., S.Kep
F. Job Description
1) Leader :
a) Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan
menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi
untuk mengekspresikan perasaannya
b) Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
c) Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian
tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat
dalam kegiatan
2) Fasilitator
a) Mempertahankan kehadiran peserta
b) Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c) Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok
3) Observer
a) Mengamati keamanan jalannya kegiatan terapi bermain
b) Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c) Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan play therapy
d) Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi

G. SUSUNAN KEGIATAN
No Waktu Terapy Anak Ket.
1 5 menit Pembukaan :
a. Leader membuka dan a. Menjawab salam
mengucapkan salam b. Mendengarkan
b. Memperkenalkan diri c. Mendengarkan
c. Memperkenalkan d. Mendengarkan
pembimbing dan saling
d. Memperkenalkan anak berkenalan
satu persatu dan anak e. Mendengarkan
saling berkenalan dengan f. Mendengarkan
temannya
e. Kontrak waktu dengan
anak dan orang tua
f. Mempersilahkan
pemeran

2 20 menit Kegiatan bermain :


a. Mendengarkan
a. Leader menjelaskan cara b. Menjawab
permainan pertanyaan
b. Menanyakan pada anak, c. Menerima
anak mau bermain atau permainan
tidak d. Bermain
c. Membagikan permainan e. Bermain
kertas bergambar f. Mengungkapkan
d. Leader dan fasilitator perasaan
memotivasi anak
e. Observer mengobservasi
anak
f. Menanyakan perasaan
anak

3 5 menit Penutup :
a. Leader menghentikan a. Selesai bermain
permainan b. Mengungkapkan
b. Menanyakan perasaan perasaan
anak c. Mendengarkan
c. Menyampaikan hasil d. Senang
permainan e. Senang
d. Membagikan f. Mengungkapkan
souvenir/kenang- perasaan
kenangan pada semua g. Mendengarkan
anak yang bermain h. Menjawab salam
e. Menanyakan perasaan
anak
f. Leader menutup acara
g. Mengucapkan salam

H. Evaluasi
 Evaluasi struktur yang diharapkan
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
 Evaluasi proses yang diharapkan
a. Terapi dapat berjalan dengan lancar
b. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
c. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
d. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
 Evaluasi hasil yang diharapkan
a. Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
b. Anak merasa senang
c. Anak tidak takut lagi dengan perawat
d. Orang tua dapat mendampingi kegiatan anak sampai selesai
e. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kegiatan bermain ini dapat membuat anak berkreasi dengan berbagai
macam motif kertas dan pola-pola gambar yang diinginkan. Melalui
menempel potongan kertas pada sebuah gambar membantu meningkatkan
motorik pada anak. Kemampuan motorik tersebut sangat penting dalam
perkembangan anak dan melalui gambar yang dibuatnya dapat terlihat apa
yang sedang dirasakannya, Mewarnai juga dapat membantu anak mengenal
warna, anak dapat membedakan warna satu dengan yang lainnya. Hal ini juga
dapat mempermudah anak memadukan warna sehingga membantu anak untuk
terus berkreasi.

B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orangtua lebih selektif dalam memilih permainan bagi
anak agar anak dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang
tepat dapat menjadi poin penting dari stimulus yang akan didapat dari
permainan tersebut. Faktor keamanan dari permainan yang dipilih juga
harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan terapi bermain.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk
mengurangi dampak hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai
dengan tahap tumbuh kembang anak.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana Dian. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada


Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Bratton, S. C., Ray, D., & Rhine, T. (2005). The Efficacy of Play Therapy With
Children: A Meta-Analytic Review of Treatment Outcomes. Professional
Psychology: Research and Practice ,36, 376-390
Desmita. 2009. Psikologi perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosda karya (hal
142)
Dra. Mayawati Lilis. 2012. Permainan dan Bermain 1 (Untuk Anak). Jakarta:
PRENADA.
Hurlock, E. B. 1998. Psikologi Perkembagan (Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan) . Jakarta: Erlangga
Landreth, Garry L. 2001. Innovations In Play Therapy. Taylor & Francis Group
M. Fadlillah, M.Pd.I, Bermain & Permainan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana,
2017), hal. 43
Mulyadi, et al. (2017). Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan pada Anak
Usia 3-5 tahun yang Berobat di Puskesmas. Banda Aceh. Jurnal Ilmu
Keperawatan (2017) 5:2
Suparto, Hardjono. (2006). Mewarnai Gambar sebagai Metoda Penyuluhan untuk
Anak: Studi Pendahuluan pada Program Pemulihan Anak Sakit di IRNA
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Vanfleet, R., Sywulak, E. A., & Sniscak, C. C. (2010). Child-Centered Play
Therapy. New York: A Division of Guilford Publication, Inc
Whaley and Wong, 1991, Nursing Care infants and children. Fourth
Edition,Mosby Year Book,Toronto Canada.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Zellawati, Alice. (2011). Terapi Bermain untuk Mengatasi Permasalahan pada
Anak. Majalah Ilmiah Informatika Vol 2. No 3, September 2011
DAFTAR HADIR PESERTA
PENYULUHAN KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS) TENTANG
“PERMAINAN MENEMPEL POTONGAN KERTAS WARNA-WARNI
PADA SEBUAH GAMBAR”
PADA ANAK USIA PRESCHOOL (3-5 TAHUN)
Tempat: Ruang Bona 2 RSUD Dr. Soetomo
Hari, tanggal : Rabu, 18 Desember 2019
Waktu : 10.00 WIB
No Nama Tanda tangan
1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.
13. 13
14. 14.
15. 15.
16. 16.
17. 17.
18. 18.
19. 19.
20. 20.
DAFTAR HADIR MAHASISWA
PENYULUHAN KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS) TENTANG
“PERMAINAN MENEMPEL POTONGAN KERTAS WARNA-WARNI
PADA SEBUAH GAMBAR”
PADA ANAK USIA PRESCHOOL (3-5 TAHUN)
Tempat: Ruang Bona 2 RSUD Dr. Soetomo
Hari, tanggal : Rabu, 18 Desember 2019
Waktu : 10.00 WIB
No Nama Tanda tangan
1. Rifki Fauzi Maulida, S. Kep 1.
2. Adilla Kusuma Dewi, S. Kep 2.
3. Dewita Pramesti S, S.Kep 3.
4. Nopen Trijatmiko, S.Kep 4.
5. Nia Istianah, S.Kep 5.
6. Nanda Elanti Putri, S.Kep 6.
7. Annisa Prabaningrum, S.Kep 7.
DAFTAR HADIR PEMBIMBING
PENYULUHAN KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS) TENTANG
“PERMAINAN MENEMPEL POTONGAN KERTAS WARNA-WARNI
PADA SEBUAH GAMBAR”
PADA ANAK USIA PRESCHOOL (3-5 TAHUN)
Tempat: Ruang Bona 2 RSUD Dr. Soetomo
Hari, tanggal : Rabu, 18 Desember 2019
Waktu : 10.00 WIB
No Nama Tanda tangan
1. Ilya Krisnana, S.Kep.,Ns.,M.Kep 1.

2. Sri Astutik, S.Kep.,Ns 2.

3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
LEMBAR EVALUASI MAHASISWA
PELAKSANAANTERAPI BERMAIN ANAK
“BERMAIN MEWARNAI”
DI RUANG BONA 2 RSUD DR SOETOMO SURABAYA

No Keterlaksanaan (Sesuai dengan


Struktur Penilaian Hasil yang Ingin Dicapai)
Ya Tidak
Leader
1 Membuka acara penyuluhan
2 Memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta.
3 Menyebutkan kontrak waktu
penyuluhan.
4 Memotivasi peserta untuk bertanya
5 Memimpin jalannya diskusi dan
evaluasi
6 Menutup acara penyuluhan.
Pemeran
7 Menjelaskan materi terapi bermain
anak melalui metode mendongeng
8 Memotivasi peserta untuk tetap aktif
dan memperhatikan proses terapi
bermain anak
9 Menjawab pertanyaan peserta.
Fasilitator
10 Ikut bergabung dan duduk bersama di
antara peserta
11 Menjawab pertanyaan jika ada
peserta yang bertanya kepadanya
12 Memotivasi peserta untuk
berpartipasi dalam terapi bermain
anak
13 Menjelaskan tentang istilah atau hal-
hal yang dirasa kurang jelas bagi
peserta
Observer
14 Mencatat nama, dan jumlah peserta,
serta menempatkan diri sehingga
memungkinkan dapat mengamankan
jalannya proses terapi bermain anak
15 Mengamati perilaku verbal dan non
verbal peserta selama proses terapi
bermain anak.
16 Mengevaluasi hasil penyuluhan
dengan rencana terapi bermain anak
17 Menyampaikan evaluasi langsung
kepada pemeran yang dirasa tidak
sesuai dengan rencanaterapi bermain
anak.

Surabaya, 18 Desember 2019


Observer

(..................................................)
Keterangan :

1 : Kurang

2 : Cukup

3 : Baik FORMAT PENILAIAN PENYULUHAN KESEHATAN RUMAH SAKIT

4 : Sangat Baik (PKRS)

I. Penyajian
No. Aspek Yang Dinilai Bobot
1 2 3 4
1. Sesuai waktu yang dialokasikan
2. Menggunakan bahasa yang bisa
dimengerti
3. Kelancaran dan kejelasan penyajian
4. Kemampuan mengemukakan intisari
penyuluhan
5. Penampilan penyaji dalam penyuluhan
TOTAL : ……………..

II. Isi Penyuluhan ( Bobot : 4 )


No. Aspek Yang Dinilai Bobot
1 2 3 4
1. Kesesuaian TIK denga TIU
2. Kesesuaian materi dengan TIK
3. Kesesuaian kegiatan penyuluhan
4. Kesesuian Media/ alat dan sumber
5. Kesesuian alat evaluasi
TOTAL : ……………..

III. Tanya Jawab ( Bobot : 3)


No. Aspek yang Dinilai Bobot
1 2 3 4
1. Ketepatan Menjawab
2. Kemampuan mengemukan argument
3. Sikap penyuluh menanggapi pertanyaan
TOTAL : ……………..

Score Akhir = ( Penyajian + Isi + Tanya Jawab ) X 100 = ……..


52

Surabaya, 18 Desember 2019

(_________________________________)
NIP.

Anda mungkin juga menyukai