PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 2014 jumlah angka kesakitan anak berdasarkan survei
kesehatan nasional (susenas) yaitu 15,26%. Jumlah angka kesakitan anak
di daerah perdesaan yaitu sebesar 15,75%, sedangkan jumlah angka
kesakitan anak di daerah perkotaan yaitu sebesar 14,74%. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara angka kesakitan anak laki-laki dan
perempuan yaitu 15,39% dan 15,13% (Survei kesehatan nasional, 2014).
Jumlah pasien usia prasekolah yang dirawat di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang tahun 2016 yaitu 958 anak.
Perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) sering kali menjadi krisis
pertama yang harus dihadapi anak, terutama saat dilakukan perawatan di
rumah sakit. Anak sangat rentan terhadap stress akibat perubahan dari
keadaan sehat dan rutinitas lingkungan. Anak memiliki reaksi koping yang
terbatas untuk menyelesaikan stressor (kejadian-kejadian yang
menimbulkan stress). Stressor utama pada anak saat hospitalisasi antara
lain perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong, 2009).
Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif
yang dapat mempengaruhi orang dewasa dan anak di semua usia. Nyeri
dapat berasal dari sejumlah penyebab, antara lain proses penyakit, cedera,
prosedur dan intervensi. Anak memiliki kekurangan kapasitas verbal untuk
menjelaskan nyeri yang dirasakan, oleh karena itu nyeri merupakan
sumber utama distress pada anak. Jika tidak dikelola dengan baik, nyeri
pada anak akan menyebabkan trauma fisik dan emosi yang serius.
Pengalaman nyeri yang tidak ditangani sedini mungkin dapat
menyebabkan konsekuensi fisiologis dan psikologis pada anak dalam
jangka waktu yang panjang (Kyle, 2015).
Prosedur yang sering menimbulkan nyeri pada saat hospitalisasi
yaitu prosedur pungsi vena. Prosedur pungsi vena merupakan tindakan
1
2
invasive yang sangat menakutkan bagi anak saat dirawat di rumah sakit.
Prosedur pungsi vena merupakan prosedur tindakan yang menyakiti tubuh
dan menimbulkan rasa nyeri yang berat sehingga menyebabkan menjadi
trauma saat dilakukan tindakan (Wong, et al, 2009). Berdasaran penelitian
(Ulfah, 2014) pada kelompok yang tidak diberikan intervensi skala nyeri
pada anak saat dilakukan pungsi vena yaitu skala 7 (nyeri sekali) yang
diukur dengan skala nyeri FLACC (face, leg, activity, cry, and
consolability).
Manajemen nyeri merupakan kebutuhan dasar yang harus
didapatkan oleh anak saat menjalani hospitalisasi. Manajemen nyeri dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologi dan non farmakologi. Terapi
non farmakologi yang sering digunakan yaitu hipnotis, distraksi dan teknik
relaksasi nafas dalam (Kyle, 2015). Manajemen nyeri non farmakologi
yang sering digunakan yaitu teknik relaksasi nafas dalam.Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan teknik untuk mengurangi ketegangan nyeri dengan
merelaksasikan otot (Wong, 2009).
Berdasarkan penelitian (Widieati, 2015) teknik relaksasi nafas
dalam sangat efektif untuk menurunkan intensitas nyeri. Penurunan
intensitas nyeri pada responden dikarenanakn peningkatan fokus terhadap
nyeri yang beralih pada relaksasi nafas, sehingga suplai oksigen dalam
jaringan akan meningkat dan otak bisa berelaksasi. Otak yang berelaksasi
akan merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon endorpin yang
menghambat transmisi inpuls nyeri ke otak yang dapat menurunkan
sensasi nyeri sehingga menyebabkan intensitas nyeri yang dialami
responden berkurang.
Pada anak manajemen non farmakologi yang sering digunakan
yaitu teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam sangat
sulit diberikan kepada anak, karena anak sangat sulit untuk mengikuti
instruksi yang diberikan oleh perawat. Salah satu cara agar anak dapat
melakukan relaksasi nafas dalam yaitu dengan melakukan kegiatan
bermain. Kegiatan bermain dapat mengalihkan ketegangan dan stress yang
dialami anak saat dilakukan pungsi vena, karena mengalihkan rasa
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam
degan meniup baling-baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak
usia prasekolah”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh teknik relaksasi napas dalam meniup baling-
baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena
pada kelompok intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam
dengan meniup baling-baling.
b. Mendeskripsikan skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena
pada kelompok kontrol.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keluarga
Diharapkan dari penelitian ini keluarga dapat mengetahui cara
mengurangi rasa nyeri pada anak setelah dilakukan pungsi vena.
2. Bagi peneliti
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat menambah
wawasan tentang manajemen nyeri pada anak.
3. Bagi Ilmu keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat diaplikasikan dibidang keperawatan
anak.
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini terkait bidang ilmu keperawatan anak.
F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif
yang dapat mempengaruhi semua orang di semua usia. Nyeri dapat
terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Penyebab nyeri yaitu proses
penyakit, cedera, prosedur, dan intervensi pembedahan (Kyle, 2015).
2. Fisiologi Nyeri
Sensasi nyeri merupakan fenomena yang kompleks melibatkan
sekuens kejadian fisiologis pada sistem saraf. Kejadian ini meliputi
tranduksi, transmisi, persepsi dan modulasi (Kyle, 2015).
a. Transduksi
Serabut perifer yang memanjang dari berbagai lokasi di
medula spinalis dan seluruh jaringan tubuh, seperti kulit, sendi,
tulang dan membran yang menutupi membran internal. Di ujung
serabut ini ada reseptor khusus, disebut nosiseptor yang menjadi
aktif ketika mereka terpajan dengan stimuli berbahaya, seperti
bahan kimia mekanis atau termal. Stimuli mekanis dapat berupa
tekanan yang intens pada area dengan kontraksi otot yang kuat,
atau tekanan ektensif akibat peregangan otot berlebihan.
b. Transmisi
Kornu dorsal medulla spinalis berisi serabut interneuronal
atau interkoneksi. Serabut berdiameter besar lebih cepat membawa
nosiseptif atau tanda nyeri. Serabut besar ketika terstimulasi,
menutup gerbang atau jaras ke otak, dengan demikian menghambat
atau memblok transmisi inmplus nyeri, sehingga implus tidak
mencapai otak tempat implus diinterpretasikan sebagai nyeri.
6
7
c. Persepsi
Ketika kornul dorsal medula spinalis, serabut saraf dibagi
dan kemudian melintasi sisi yang berlawanan dan naik ke
hippotalamus. Thalamus merespon secara tepat dan mengirimkan
pesan korteks somatesensori otak, tempat inpuls
menginterpretasikan sebagai sensasi fisik nyeri. Inpuls dibawa oleh
serbit delta-A yang cepat mengarah ke persepsi tajam, nyeri lokal
menikam yang biasanya juga melibatkan respons reflek
meninggalkan dari stimulus. Inplus dibawa oleh serabut C lambat
yang menyebabkan persepsi nyeri yang menyebar, tumpul, terbakar
atau nyeri yang sakit.
3. Jenis Nyeri
Banyak system berbeda dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
nyeri, yang paling umum nyeri diklasifikasikan berdasarkan durasi,
etiologi, atau sumber atau lokasi (Kyle, 2015).
a. Berdasarkan Durasi
1) Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang berkaitan dengan awitan
cepat intensitas yang bervariasi. Biasanya mengindikasikan
kerusakan jaringan dan berubah dengan penyembuhan cedera.
Contoh penyebab nyeri akut yaitu trauma, prosedur invasif, dan
penyakit akut.
2) Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang terus berlangsung
melebihi waktu penyembuhan yang diharapkan untuk cedera
jaringan. Nyeri ini dapat mengganggu pola tidur dan
penampilan aktifitas anak yang menyebabkan penurunan nafsu
makan dan depresi.
b. Berdasarkan etiologi
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri yang diakibatkan stimulant berbahaya yang merusak
jaringan normal jika nyeri bersifat lama. Rentang nyeri
nosiseptif dari nyeri tajam atau terbakar hingga tumpul, sakit,
8
atau menimbulkan kram dan juga sakit dalam atau nyeri tajam
yang menusuk.
2) Nyeri Neuropati
Nyeri akibat multifungsi system saraf perifer dan system
saraf pusat. Nyeri ini berlangsung terus menerus atau
intermenin dari biasanya dijelaskan seperti nyeri terbakar,
kesemutan, tertembak, menekan atau spasme.
c. Berdasarkan Lokasi
1) Nyeri Somatik
Nyeri yang terjadi pada jaringan. Nyeri somatik dibagi
menjadi dua yaitu superfisial dan profunda. Superfisial
melibatkan stimulasi nosiseptor di kulit, jaringan subkutan atau
membrane mukosa, biasanya nyeri terokalisir dengan baik
sebagai sensasi tajam, tertusuk atai terbakar. Profunda
melibatkan otot, tendon dan sendi, fasia, dan tulang. Nyeri ini
terlokalisir dan biasanya dijelaskan sebagai tumpul, nyeri atau
kram.
2) Nyeri Viseral
Nyeri yang terjadi dalam organ, seperti hati, paru, saluran
gastrointestinal, pankreas, hati, kandung empedu, ginjal dan
kandung kemih. Nyeri ini biasanya dihasilkan oleh penyakit
dan terlokalisir buruk serta dijelaskan nyeri dalam dengan
sensasi tajam menusuk dan menyebar.
b. Tingkat Kognitif
Tingkat kognitif adalah factor kunci yang mempengaruhi
peresepsi nyeri pada anak. Tingkat kognitif akan bertambah dengan
pertambahan usia, dengan demikian akan memperngaruhi
pemahaman anak mengenai nyeri dan dampaknya serta koping
untuk menghilangkan nyeri.
c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Anak akan mengidentifikasinya nyeri berdasarkan pada
pengalaman dengan nyeri masa lalu. Pengalaman nyeri sebelumnya
dengan pengendalian nyeri yang tidak adekuat dapat menyebabkan
peningkatan distress selama prosedur tindakan yang menimbulkan
nyeri di masa lalu.
5. Nyeri Pungsi Vena
Pungsi vena merupakan prosedur tindakan invasif memasukkan
jarum ke dalam vena. Prosedur pungsi vena sering dilakukan dalam
praktik pelayanan kesehatan. Setiap prosedur ini dilakukan terdapat
kemungkinan klien mengalami trauma pada vena mereka. Tindakan ini
dilakukan untuk mengambil darah yang dilakukan pada semua umur
dari balita sampai lansia (Philips, 2014). Prosedur pungsi vena
termasuk hal yang menakutkan bagi anak-anak. Tindakan tersebut
dapat menyakiti tubuh dan menimbulkan rasa nyeri yang berat,
sehingga dapat menyebabkan anak menjadi trauma saat dilakukan
tindakan yang sama. Kondisi tersebut yang membuat anak menjadi
tidak nyaman saat dirawat di rumah sakit (Wong, 2009).
Berdasarkan penelitian (Winahyu, 2015) intensitas skala nyeri saat
dilakukan pungsi vena yaitu skala 8 yang berarti nyeri sekali. Pungsi
vena dapat menimbulka nyeri karena tindakan invasif yang melukai
kulit. Saat jarum dimasukkan kedalam kulit, sehingga kulit dan vena
akan terluka.
6. Anak Prasekolah
Anak prasekolah dapat menandakan diam atau mencoba untuk
menolak dan menghindari dalam berespon terhadap nyeri aktual atau
diterima. Anak prasekolah tidak dapat melaporkan rasa nyeri yang
dialami secara verbal. Anak dapat mengatakan kepada seseorang
10
Tabel 2.1
Skala penilaian nyeri FLACC
Penilaian
Kategori 0 1 2
Wajah Tidak ada ekspresi tertentu Terkadang meringis atau Sering mengerutkan dahi,
atau tersenyum mengerutkan dahi, mengatupkan rahang, dagu
menolak, atau tidak gemetar
tertarik
Tungkai Posisi normal atau rileks Tidak tenang, gelisah, Menendang, atau menarik
tegang tungkai ke atas
Aktivitas Berbaring sebentar, posisi Mengeliat, membalik ke Melengkung, kaku, atau
normal, bergerak dengan belakang dan ke depan, menghentak
mudah tegang
Menangis Tidak menangis (sadar Merintih, atau merengek, Menangis dengan mantap,
atau terjaga) terkadang mengeluh berteriak atau terisak, sering
mengeluh
Kemampuan Senang, relaks Ditegaskan dengan Sulit untuk dihibur atau sulit
untuk dapat terkadang menyentuh, nyaman
dihibur memeluk, atau berbicara,
11
dapat dialihkan
Keterangan :
Setiap kategori diberi nilai 0 sampai 2, 0 nyaman atau tidak nyeri , 1-3
nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-10 nyeri berat.
B. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
1. Pengertian Relaksasi
Relaksasi adalah teknik untuk mengurangi ketegangan nyeri
dengan merelaksasikan otot (Wong, 2009). Relaksasi adalah aktifitas
pembelaharan yang merelaksasikan tubuh dan pikiran secara
mendalam.(Lemone, et al, 2016). Jadi kesimpulannya relaksasi adalah
teknik untuk mengurangi ketegangan yeri.
2. Jenis Relaksasi
Menurut (Wong, 2009) ada beberapa jenis teknik relaksasi yaitu :
a. Relaksasi nafas dalam
Relaksasi nafas dalam merupakan asuhan keperawatan yang
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam
lambat (menahan inspirasi dan menghebuskan nafas secara
perlahan). Nafas dalam sangat efektif untuk menurunkan intensitas
nyeri, selain itu juga dapat meningkatkan ventilasi paru.
b. Gambaran dalam pikiran (imagery)
Imagery merupakan bayangan pikiran orang mengenai objek yang
secara fisik tidak hadir atau terlihat saat itu, namun telah disimpan
dalam ingatan.
c. Progressive meusucular relaxation
Relaksasi otot dalam yan tidak memerlukan sugesti, yang
berdasarkan keyakinan bahwa tubuh merespon ketegangan dan
kejadian yang merangsang pikiran. Relaksasi ini memusatkan
pikiran pada aktifitas otot sehingga otot yang tegang akan rileks
kembali.
3. Proses Penurunan Nyeri Dengan Relaksasi Nafas Dalam
Relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan
terapi nonfarmakologi yang mengajarkan kepada pasien tentang
bagaimana cara melakukan relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi
12
C. Kerangka Teori
Nyeri akut
Pungsi Vena
Manajemen Nyeri
Farmakologi Nonfarmakologi
Relaksasi :
a. Relaksasi nafas dalam
b. Gambaran dalam pikiran
Relaksasi nafas
(imagery)
dalam dengan
c. Progressive meusucular
meniup baling-
relaxation
baling
D. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 kerangka konsep
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Variabel bebas yaitu teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling.
2. Variabel terikat yaitu skala nyeri pungsi vena.
F. Hipotesis
1. Ho : Tidak ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia
prasekolah di Rumah Sakit Roemani Semarang.
2. Ha : Ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-
baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah di
Rumah Sakit Roemani Semarang.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan quasy eksperimen design
dengan non equivalent control grup, after only desaign karena penelitian
ini tidak melakukan pengukuran sebelum dilakukan intervensi
(Notoatmodjo, 2014). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah di Rumah
Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.
Bagan 3.1
Rancangan Penelitian
X
Kelompok
Y Skala nyeri
intervensi
Kelompok
Skala nyeri
kontrol
X : Terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
Y : Terapi relaksasi nafas dalam tanpa meniup baling-baling
15
16
n= N
1+N(d)2
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
d : Tingkat Signifikasi yaitu 10% (0,1)
n= N
1+N(d)2
= 52
1+52(0,1)2
= 52
1+52.(0,01)
= 52
1,52
= 34,2 → 34
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 34 sampel, untuk
mengantisipasi dropout dari responden maka jumlah cadangan yang
harus dipersiapkan 10%.
n = 34 + 4
n = 38 sampel
Sampel kelompok intervensi 19 anak dan sampel kelompok kontrol 19
anak.
3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability
sampling. Dalam penerapannya peneliti menggunakan teknik
Purposive Sampling, dimana peneliti memilih responden sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi. (Hidayat, 2007). Kriteria dalam pengambilan
sampel ini adalah :
17
a. Kriteria Inklusi
1) Anak yang berusia 3 – 5 tahun
2) Anak yang dilakukan prosedur pungsi vena (pengambilan
sampel darah)
3) Tingkat kesadaran composmentis
4) Anak bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
1) Anak mendapatkan analgesik atau obat-obatan sedatif
2) Anak dengan penyakit kronis atau penyakit terminal
3) Anak yang menolak menjadi responden
C. Definisi Operasional
Tabel 3.2
Definisi Operasional
D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang.
E. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Desember 2017.
F. Perlakuan
18
1. Kelompok intervensi
Pada kelompok intervensi diberikan penjelasan 1 hari sebelum
dilakukan pengambilan darah tentang teknik relaksasi nafas dalam
dengan meniup baling-baling. Pada saat dilakukan pengambilan darah
responden kembali di beritahu kembali tentang teknik relaksasi nafas
dalam meniup baling-baling. Responden meniup baling-baling
sebelum dilakukan pengambilan darah sampai selesai dilakukan
pengambilan darah. Pada saat pengambilan darah dan responden
meniup baling-baling, maka langsung dinilai skala nyeri responden.
2. Kelompok kontrol
Pada kelompok kontrol responden diberitahu tentang nafas dalam 1
hari sebelum dilakukan pengambilan darah. Sebelum pengambilan
darah pasien di beritahu kembali cara relaksasi nafas dalam. Pada saat
pengambilan darah responden melakukan nafas, maka langsung di
nilai skala nyeri responden.
G. Etika Penelitian
Peneilitian ini dilakukan sesuai etika penelitian menurut (Hidayat, 2007)
yaitu:
1. Persetujuan (Informed Consent)
Informed consent/ lembar persetujuan diberikan kepada orang tua
responden untuk mengisi lembar persetujuan, karena responden dalam
penelitian ini adalah anak usia prasekolah.
2. Tanpa Nama (Anonymity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
mencantumkan nama responden.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi dan masalah-masalah
lainnya.
1. Instrumen Penelitian
a. Persetujuan Responden
Lembar persetujuan responden di berikan kepada orang tua
responden untuk menyetujui bahwa anaknya dapat dijadikan
sampel dalam penelitian, karena responden dalam peneitian ini
adalah anak usia prasekolah.
b. Biodata Responden
Biodata responden ini berisi umur, jenis kelamin, pengalaman
prosedur invasif dan kelompok yang bertujuan agar peneliti
mempermudah dalam memasukkan data.
c. Penilaian Skala Nyeri
Penilaian skala nyeri pada responden ini menggunakan skala nyeri
FLACC. Penilaian skala nyeri FLACC digunakan untuk anak usia
2 bulan sampai 7 tahun, untuk penilaiannya dengan cara
melakukan observasi pada responden saat dilakukan pungsi vena
untuk mengetahui skala nyeri.
d. Alat Penelitian
Alat penelitian ini adalah baling-baling kertas yang dibuat oleh
peneliti sendiri. Dalam penelitian Syamsudin dan Asniah (2015)
menggunakan baling-baling kertas untuk terapi relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a. Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Anak 3-5 Tahun
di Ruang Anak RS Roemani Semarang, (n=38)
23
24
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Usia 3-5 Tahun
di Ruang Anak RS Roemani Semarang, (n=38)
2. Analisis Univariat
a. Skala nyeri pada kelompok intervensi.
Tabel 4.4
25
Distribusi skala nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-
baling, (n=19)
Tabel 4.5
Distribusi kategori skala nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada
kelompok intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling, (n=19)
Tabel 4.7
Distribusi kategori nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
kontrol dengan teknik relaksasi nafas dalam, (n=19)
C. Pembahasan
1. Skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam meniup baling-baling.
Hasil penelitian yang dilakukan pada saat diberikan teknik
relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-paling pada saat
dilakukan pungsi vena skala nyeri anak yaitu skala 6 dengan kriteria
nyeri sedang. Jumlah responden dengan skala nyeri 6 yaitu 13
responden dengan persentase 68,4%. Pada anak yang diberikan
relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling skala nyerinya
27
D. Keterbatasan Penelitian
Responden yang tidak homogen pada pengalaman prosedur invasif
kemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian dengan judul “ Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan
Meniup Baling-baling Terhadap Skala Nyeri Pungsi Vena Pada Anak Usia
Prasekolah Di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang” dapat
diambil keseimpulan yaitu :
1. Skala nyeri pada anak yang diberikan relaksasi nafas dalam dengan
meniup baling- baling yaitu skala nyeri sedang sebesar 89,5%.
2. Skala nyeri pada anak yang diberikan relaksasi nafas dalam yaitu skala
nyeri berat sebesar 64,8%.
3. Ada perbedaan skala nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol (p value 0,000 < α = 0,05), sehingga dapat disimpulkan ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
30
B. Saran
1. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
dapat menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam manajemen
nyeri anak yang dilakukan prosedur invasif.
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mempertahankan
homogenitas responden.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan
manajemen nyeri
DAFTAR PUSTAKA
Bare, S. &. (2002). Buku ajar keperawatan medikan bedah. (A. et al Waluyo, Ed.)
(8th ed.). Jakarta: EGC.
Erfandi. (2009). Bermain bagi pasien anak di rumah sakit. Retrieved March 3,
2009, from https://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/19/bermain-bagi-
pasien-anak-di-rumah-sakit/
Lemone, Predcillia, et al. (2016). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
EGC.
Smeltzer, & B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah (8th ed.). Jakarta: EGC.
Terri kyle., S. C. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (Edisi 2 Vo). Jakarta:
EGC.
Ulfah, S. (2014). pengaruh pemberian larutan gula terhadap skala nyeri anak usia
3-4 tahun yang dilakukan pungsi vena di RSUD Tugurejo Semarang. Jural
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan.
Wahyuni, Setyawati, I. (2015). Terapi Slow Deep Breathing Dengan Bermain
Meniup Baling-baling Terhadap Intensitas Nyeri Pada Anak Yang Dilakukan
Penyuntikan Anestesi Sirkumsisi. Skolastik Keperawatan, 1.
Winahyu, D. (2015). Pengaruh terapi bercerita terhadap skala nyeri anak usia
prasekolah (3-4 tahun) selama tindakan pengambilan darah vena di RSUD
Tugurejo Semarang.
Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (Edisi 6 Vo). Jakarta: EGC.
Wong, Donna L., et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric (Volume 2).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.