Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2014 jumlah angka kesakitan anak berdasarkan survei
kesehatan nasional (susenas) yaitu 15,26%. Jumlah angka kesakitan anak
di daerah perdesaan yaitu sebesar 15,75%, sedangkan jumlah angka
kesakitan anak di daerah perkotaan yaitu sebesar 14,74%. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara angka kesakitan anak laki-laki dan
perempuan yaitu 15,39% dan 15,13% (Survei kesehatan nasional, 2014).
Jumlah pasien usia prasekolah yang dirawat di Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah Semarang tahun 2016 yaitu 958 anak.
Perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) sering kali menjadi krisis
pertama yang harus dihadapi anak, terutama saat dilakukan perawatan di
rumah sakit. Anak sangat rentan terhadap stress akibat perubahan dari
keadaan sehat dan rutinitas lingkungan. Anak memiliki reaksi koping yang
terbatas untuk menyelesaikan stressor (kejadian-kejadian yang
menimbulkan stress). Stressor utama pada anak saat hospitalisasi antara
lain perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh dan nyeri (Wong, 2009).
Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif
yang dapat mempengaruhi orang dewasa dan anak di semua usia. Nyeri
dapat berasal dari sejumlah penyebab, antara lain proses penyakit, cedera,
prosedur dan intervensi. Anak memiliki kekurangan kapasitas verbal untuk
menjelaskan nyeri yang dirasakan, oleh karena itu nyeri merupakan
sumber utama distress pada anak. Jika tidak dikelola dengan baik, nyeri
pada anak akan menyebabkan trauma fisik dan emosi yang serius.
Pengalaman nyeri yang tidak ditangani sedini mungkin dapat
menyebabkan konsekuensi fisiologis dan psikologis pada anak dalam
jangka waktu yang panjang (Kyle, 2015).
Prosedur yang sering menimbulkan nyeri pada saat hospitalisasi
yaitu prosedur pungsi vena. Prosedur pungsi vena merupakan tindakan

1
2

invasive yang sangat menakutkan bagi anak saat dirawat di rumah sakit.
Prosedur pungsi vena merupakan prosedur tindakan yang menyakiti tubuh
dan menimbulkan rasa nyeri yang berat sehingga menyebabkan menjadi
trauma saat dilakukan tindakan (Wong, et al, 2009). Berdasaran penelitian
(Ulfah, 2014) pada kelompok yang tidak diberikan intervensi skala nyeri
pada anak saat dilakukan pungsi vena yaitu skala 7 (nyeri sekali) yang
diukur dengan skala nyeri FLACC (face, leg, activity, cry, and
consolability).
Manajemen nyeri merupakan kebutuhan dasar yang harus
didapatkan oleh anak saat menjalani hospitalisasi. Manajemen nyeri dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu farmakologi dan non farmakologi. Terapi
non farmakologi yang sering digunakan yaitu hipnotis, distraksi dan teknik
relaksasi nafas dalam (Kyle, 2015). Manajemen nyeri non farmakologi
yang sering digunakan yaitu teknik relaksasi nafas dalam.Teknik relaksasi
nafas dalam merupakan teknik untuk mengurangi ketegangan nyeri dengan
merelaksasikan otot (Wong, 2009).
Berdasarkan penelitian (Widieati, 2015) teknik relaksasi nafas
dalam sangat efektif untuk menurunkan intensitas nyeri. Penurunan
intensitas nyeri pada responden dikarenanakn peningkatan fokus terhadap
nyeri yang beralih pada relaksasi nafas, sehingga suplai oksigen dalam
jaringan akan meningkat dan otak bisa berelaksasi. Otak yang berelaksasi
akan merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon endorpin yang
menghambat transmisi inpuls nyeri ke otak yang dapat menurunkan
sensasi nyeri sehingga menyebabkan intensitas nyeri yang dialami
responden berkurang.
Pada anak manajemen non farmakologi yang sering digunakan
yaitu teknik relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi nafas dalam sangat
sulit diberikan kepada anak, karena anak sangat sulit untuk mengikuti
instruksi yang diberikan oleh perawat. Salah satu cara agar anak dapat
melakukan relaksasi nafas dalam yaitu dengan melakukan kegiatan
bermain. Kegiatan bermain dapat mengalihkan ketegangan dan stress yang
dialami anak saat dilakukan pungsi vena, karena mengalihkan rasa
3

nyerinya dengan kegiatan bermain. Permainan yang dapat menimbulkan


efek nafas dalam pada anak tanpa diberikan instruksi oleh perawat yaitu
meniup gelembung dengan sedotan, meniup balon dan meniup baling-
baling kertas (Erfandi, 2009; Wong, et al, 2009)
Penelitian (Syamsudin, 2015) pemberian teknik relaksasi nafas
dalam dengan meniup baling-baling kertas sangat efektif digunakan untuk
menurunkan intensitas nyeri. Intensitas nyeri pada anak post operasi
selama selama dilakukan perawatan luka yang diberikan teknik relaksasi
nafas dalam meniup baling-baling kertas skala nyerinya lebih rendah
dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan teknik relaksasi.
Studi kasus yang dilakukan pada 5 pasien saat dilakukan tindakan
pungsi vena, pasien mengalami nyeri yang sangat hebat sehingga orang
tua tidak bias menenangkan anak saat dilakukan tindakan pungsi vena,
sehingga dapat menyebabkan trauma pada anak. Berdasarkan latar
belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam Dengan Meniup Baling-baling
Terhadap Skala Nyeri Pungsi Vena Pada Anak Usia Prasekolah”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam
degan meniup baling-baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak
usia prasekolah”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh teknik relaksasi napas dalam meniup baling-
baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena
pada kelompok intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam
dengan meniup baling-baling.
b. Mendeskripsikan skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena
pada kelompok kontrol.
4

c. Menganalisis perbedaan skala nyeri pada saat dilakukan pungsi


vena antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi keluarga
Diharapkan dari penelitian ini keluarga dapat mengetahui cara
mengurangi rasa nyeri pada anak setelah dilakukan pungsi vena.
2. Bagi peneliti
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat menambah
wawasan tentang manajemen nyeri pada anak.
3. Bagi Ilmu keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat diaplikasikan dibidang keperawatan
anak.

E. Bidang Ilmu
Penelitian ini terkait bidang ilmu keperawatan anak.

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Judul, Nama Peneliti, Metode dan Hasil Perbedaan


Tahun Sample
1 Bermain Meniup Metode yang Hasil Perbedaan penelitian
Baling-baling Kertas digunakan adalah penelitian ini
saya dengan
Untuk Menurunkan quasy ekperiment menunjukkan
penelitian tersebut
Intensitas Nyeri Pada dengan control bahwa adanya
adalah penelitian
Anak Saat Perawatan group post test. penurunan saya untuk
Luka Operasi Teknik tingkat nyeri
menurukan skala
Peneliti Asniah pengambilan pada anak yang
nyeri pada pungsi
Syamsudin, Tahun sample adalah non dilakukam vena, sedangkan
2015 probability teknik penelitian tersebut
sampling jenis relaksasi napas
untuk menurunkan
consecutive dalam dengan
skala nyeri pada saat
sampling. Sampel meniup baling-
perawatan luka
34 orang, 17 orang baling kertas.
operasi
kelompok kontrol Penelitian saya
dan 17 orang respondennya anak
kelompok usia prasekolah,
intervensi. sedangkan responden
penelitian tersebut
semua anak yang
dirawat.
2 Penurunan Tingkat Metode yang Hasil Perbedaan penelitian
Nyeri Anak Prasekolah digunakan adalah penelitian ini saya dengan peneliti
Yang Menjalani kuantitatif dengan menunjukkan tersebut adalah media
Penusukan Intravena menggunakan bahwa terapi yang saya gunakan
5

Untuk Pemasangan quasy- music bias yaitu meniup baling-


Infus Melalui Terapi eksperimental menurunkan baling kertas,
Musik design dengan non tingkat nyeri sedangkan peneliti
eqiuvalent control anak usia tersebut
group, after only prasekolah menggunakan media
design. Sampel music
dibagi 2 yaitu
kelompok
intervensi musik
dan kelompok
control
3 Pengaruh pemberian Metode yang Hasil Perbedaan penelitian
larutan gula per oral digunakan adalah penelitian tersebut dengan
terhadap skala nyeri quasy eksperiment menunjukkan penelitian saya dalah
anak usia 3-4 tahun dengan post test bahwa ada penelitian saya
yang dlakukan pungsi kelompok pegaruh yang menggunakan baling-
vena di RSUD intervensi dan signifikan baling kertas untuk
Tugurejo Semarang kelompok kontrol. antara menurunkan skala
Populasi dalam pemberian nyeri, sedangkan
penelitian ini larutan gula penelitian tersebut
adalah anak usia 3- terhadap skala menggunakan larutan
4 tahun yang nyeri anak gula.
dirawat di RSUD selama
Tugurejo tindakan
Semarang yang pungsi vena
berjumlah 54
pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Nyeri
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman yang sangat individual dan subjektif
yang dapat mempengaruhi semua orang di semua usia. Nyeri dapat
terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Penyebab nyeri yaitu proses
penyakit, cedera, prosedur, dan intervensi pembedahan (Kyle, 2015).
2. Fisiologi Nyeri
Sensasi nyeri merupakan fenomena yang kompleks melibatkan
sekuens kejadian fisiologis pada sistem saraf. Kejadian ini meliputi
tranduksi, transmisi, persepsi dan modulasi (Kyle, 2015).
a. Transduksi
Serabut perifer yang memanjang dari berbagai lokasi di
medula spinalis dan seluruh jaringan tubuh, seperti kulit, sendi,
tulang dan membran yang menutupi membran internal. Di ujung
serabut ini ada reseptor khusus, disebut nosiseptor yang menjadi
aktif ketika mereka terpajan dengan stimuli berbahaya, seperti
bahan kimia mekanis atau termal. Stimuli mekanis dapat berupa
tekanan yang intens pada area dengan kontraksi otot yang kuat,
atau tekanan ektensif akibat peregangan otot berlebihan.
b. Transmisi
Kornu dorsal medulla spinalis berisi serabut interneuronal
atau interkoneksi. Serabut berdiameter besar lebih cepat membawa
nosiseptif atau tanda nyeri. Serabut besar ketika terstimulasi,
menutup gerbang atau jaras ke otak, dengan demikian menghambat
atau memblok transmisi inmplus nyeri, sehingga implus tidak
mencapai otak tempat implus diinterpretasikan sebagai nyeri.

6
7

c. Persepsi
Ketika kornul dorsal medula spinalis, serabut saraf dibagi
dan kemudian melintasi sisi yang berlawanan dan naik ke
hippotalamus. Thalamus merespon secara tepat dan mengirimkan
pesan korteks somatesensori otak, tempat inpuls
menginterpretasikan sebagai sensasi fisik nyeri. Inpuls dibawa oleh
serbit delta-A yang cepat mengarah ke persepsi tajam, nyeri lokal
menikam yang biasanya juga melibatkan respons reflek
meninggalkan dari stimulus. Inplus dibawa oleh serabut C lambat
yang menyebabkan persepsi nyeri yang menyebar, tumpul, terbakar
atau nyeri yang sakit.
3. Jenis Nyeri
Banyak system berbeda dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
nyeri, yang paling umum nyeri diklasifikasikan berdasarkan durasi,
etiologi, atau sumber atau lokasi (Kyle, 2015).
a. Berdasarkan Durasi
1) Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang berkaitan dengan awitan
cepat intensitas yang bervariasi. Biasanya mengindikasikan
kerusakan jaringan dan berubah dengan penyembuhan cedera.
Contoh penyebab nyeri akut yaitu trauma, prosedur invasif, dan
penyakit akut.
2) Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang terus berlangsung
melebihi waktu penyembuhan yang diharapkan untuk cedera
jaringan. Nyeri ini dapat mengganggu pola tidur dan
penampilan aktifitas anak yang menyebabkan penurunan nafsu
makan dan depresi.

b. Berdasarkan etiologi
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri yang diakibatkan stimulant berbahaya yang merusak
jaringan normal jika nyeri bersifat lama. Rentang nyeri
nosiseptif dari nyeri tajam atau terbakar hingga tumpul, sakit,
8

atau menimbulkan kram dan juga sakit dalam atau nyeri tajam
yang menusuk.
2) Nyeri Neuropati
Nyeri akibat multifungsi system saraf perifer dan system
saraf pusat. Nyeri ini berlangsung terus menerus atau
intermenin dari biasanya dijelaskan seperti nyeri terbakar,
kesemutan, tertembak, menekan atau spasme.
c. Berdasarkan Lokasi
1) Nyeri Somatik
Nyeri yang terjadi pada jaringan. Nyeri somatik dibagi
menjadi dua yaitu superfisial dan profunda. Superfisial
melibatkan stimulasi nosiseptor di kulit, jaringan subkutan atau
membrane mukosa, biasanya nyeri terokalisir dengan baik
sebagai sensasi tajam, tertusuk atai terbakar. Profunda
melibatkan otot, tendon dan sendi, fasia, dan tulang. Nyeri ini
terlokalisir dan biasanya dijelaskan sebagai tumpul, nyeri atau
kram.
2) Nyeri Viseral
Nyeri yang terjadi dalam organ, seperti hati, paru, saluran
gastrointestinal, pankreas, hati, kandung empedu, ginjal dan
kandung kemih. Nyeri ini biasanya dihasilkan oleh penyakit
dan terlokalisir buruk serta dijelaskan nyeri dalam dengan
sensasi tajam menusuk dan menyebar.

4. Faktor Yang Mempengaruh Nyeri


Faktor yang mempengaruhi menurut (Kyle, 2015) yaitu :
a. Usia dan Jenis Kelamin
Anak disemua usia dapat merasakan nyeri, termasuk bayi
baru lahir. Anak dapat menginterpretasikan nyeri sebagai sensasi
yang tidak menyenangkan. Seiring bertambahnya usia anak dapat
menjelaskan nyeri dengan kata-kata. Jenis kelamin juga
mempengaruhi nyeri. Anak laki-laki dan perempuan berbeda dala
cara menerima dan mengatasi nyeri, hal itu dipengaruhi oleh
genetik, hormon, keluarga dan budaya.
9

b. Tingkat Kognitif
Tingkat kognitif adalah factor kunci yang mempengaruhi
peresepsi nyeri pada anak. Tingkat kognitif akan bertambah dengan
pertambahan usia, dengan demikian akan memperngaruhi
pemahaman anak mengenai nyeri dan dampaknya serta koping
untuk menghilangkan nyeri.
c. Pengalaman Nyeri Sebelumnya
Anak akan mengidentifikasinya nyeri berdasarkan pada
pengalaman dengan nyeri masa lalu. Pengalaman nyeri sebelumnya
dengan pengendalian nyeri yang tidak adekuat dapat menyebabkan
peningkatan distress selama prosedur tindakan yang menimbulkan
nyeri di masa lalu.
5. Nyeri Pungsi Vena
Pungsi vena merupakan prosedur tindakan invasif memasukkan
jarum ke dalam vena. Prosedur pungsi vena sering dilakukan dalam
praktik pelayanan kesehatan. Setiap prosedur ini dilakukan terdapat
kemungkinan klien mengalami trauma pada vena mereka. Tindakan ini
dilakukan untuk mengambil darah yang dilakukan pada semua umur
dari balita sampai lansia (Philips, 2014). Prosedur pungsi vena
termasuk hal yang menakutkan bagi anak-anak. Tindakan tersebut
dapat menyakiti tubuh dan menimbulkan rasa nyeri yang berat,
sehingga dapat menyebabkan anak menjadi trauma saat dilakukan
tindakan yang sama. Kondisi tersebut yang membuat anak menjadi
tidak nyaman saat dirawat di rumah sakit (Wong, 2009).
Berdasarkan penelitian (Winahyu, 2015) intensitas skala nyeri saat
dilakukan pungsi vena yaitu skala 8 yang berarti nyeri sekali. Pungsi
vena dapat menimbulka nyeri karena tindakan invasif yang melukai
kulit. Saat jarum dimasukkan kedalam kulit, sehingga kulit dan vena
akan terluka.
6. Anak Prasekolah
Anak prasekolah dapat menandakan diam atau mencoba untuk
menolak dan menghindari dalam berespon terhadap nyeri aktual atau
diterima. Anak prasekolah tidak dapat melaporkan rasa nyeri yang
dialami secara verbal. Anak dapat mengatakan kepada seseorang
10

tentang letak sakit dan dapat menggunakan berbagai alat untuk


menjelaskan keparahan nyeri. Akan tetapi, karena mungkin memiliki
pengalaman nyeri yang terbatas tentang nyeri, anak mengalami
kesulitan membedakan nyeri, menjelaskan intensitas nyeri dan
menentukan apakah nyeri lebih buruk atau lebih baik (Kyle. 2015)
7. Penilaian Skala Nyeri
Pada anak untuk mengetahui skala nyerinya dapat dilakukan
pengukuran dengan skala penilaian nyeri FLACC (face, actifity, legs,
cry, consolability). Skala nyeri FLACC adalah pengkajian perilaku
yang berguna dalam mengkaji nyeri anak ketika anak tidak dapat
melaporkan secara akurat tingkat nyeri yang dialami. Skala ini dapat
digunakan untuk mengukur skala nyeri anak usia 2 bulan sampai 7
tahun. Alat ini mengukur 5 parameter yaitu ekspresi wajah, tungkai,
aktifitas, menangis dan kemampuan untuk dapat dihibur. Sama seperti
alat pengkajian nyeri yang lain, semakin tinggi angka menunjukkan
semakin tinggi juga nyeri yang dirasakan. (Kyle, 2015).

Tabel 2.1
Skala penilaian nyeri FLACC

Penilaian
Kategori 0 1 2
Wajah Tidak ada ekspresi tertentu Terkadang meringis atau Sering mengerutkan dahi,
atau tersenyum mengerutkan dahi, mengatupkan rahang, dagu
menolak, atau tidak gemetar
tertarik
Tungkai Posisi normal atau rileks Tidak tenang, gelisah, Menendang, atau menarik
tegang tungkai ke atas
Aktivitas Berbaring sebentar, posisi Mengeliat, membalik ke Melengkung, kaku, atau
normal, bergerak dengan belakang dan ke depan, menghentak
mudah tegang
Menangis Tidak menangis (sadar Merintih, atau merengek, Menangis dengan mantap,
atau terjaga) terkadang mengeluh berteriak atau terisak, sering
mengeluh
Kemampuan Senang, relaks Ditegaskan dengan Sulit untuk dihibur atau sulit
untuk dapat terkadang menyentuh, nyaman
dihibur memeluk, atau berbicara,
11

dapat dialihkan
Keterangan :

Setiap kategori diberi nilai 0 sampai 2, 0 nyaman atau tidak nyeri , 1-3
nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-10 nyeri berat.
B. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
1. Pengertian Relaksasi
Relaksasi adalah teknik untuk mengurangi ketegangan nyeri
dengan merelaksasikan otot (Wong, 2009). Relaksasi adalah aktifitas
pembelaharan yang merelaksasikan tubuh dan pikiran secara
mendalam.(Lemone, et al, 2016). Jadi kesimpulannya relaksasi adalah
teknik untuk mengurangi ketegangan yeri.

2. Jenis Relaksasi
Menurut (Wong, 2009) ada beberapa jenis teknik relaksasi yaitu :
a. Relaksasi nafas dalam
Relaksasi nafas dalam merupakan asuhan keperawatan yang
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam
lambat (menahan inspirasi dan menghebuskan nafas secara
perlahan). Nafas dalam sangat efektif untuk menurunkan intensitas
nyeri, selain itu juga dapat meningkatkan ventilasi paru.
b. Gambaran dalam pikiran (imagery)
Imagery merupakan bayangan pikiran orang mengenai objek yang
secara fisik tidak hadir atau terlihat saat itu, namun telah disimpan
dalam ingatan.
c. Progressive meusucular relaxation
Relaksasi otot dalam yan tidak memerlukan sugesti, yang
berdasarkan keyakinan bahwa tubuh merespon ketegangan dan
kejadian yang merangsang pikiran. Relaksasi ini memusatkan
pikiran pada aktifitas otot sehingga otot yang tegang akan rileks
kembali.
3. Proses Penurunan Nyeri Dengan Relaksasi Nafas Dalam
Relaksasi nafas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan
terapi nonfarmakologi yang mengajarkan kepada pasien tentang
bagaimana cara melakukan relaksasi nafas dalam. Teknik relaksasi
12

nafas dalam dapat merangsang tubuh untuk melepaskan opioid yaitu


endorfin dan enkelaktin. Hormon endorphin merupakan substansi
sejenis morfin yang berfungsi sebagai penghambat tranmisi inpuls
nyeri. Pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps,
terjadi sinapsis antara neuron perifer dan neuron yang menuju otak
tempat seharusnya substansi P akan menghasilkan inpuls. Pada saat itu,
endorphin akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik
sehingga sensasi nyeri akan berkurang (Smeltzer & Bare, 2002)
4. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Dengan Meniup Baling-
baling Terhadap Penurunan Nyeri
Pada anak teknik relaksasi nafas dalam sangat sulit dilakukan
dengan mengikuti instruksi perawat. Cara untuk mendapatkan teknik
relaksasi nafas dalam pada anak yang mengalami nyeri dapat
dilakukan dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang biasa
dilakukan untuk mendapatkan relaksasi nafas dalam pada anak yaitu
meniup gelembung dengan sedotan, meniup balon dan meniup baling-
baling mainan (Wong, 2009).
Penelitian (Widiatie, 2015) teknik relaksasi nafas dalam
berpengaruh terhadap penurunan nyeri. Penurunan intensitas nyeri
yang dialami oleh responden dikarenakan oleh peningkatan fokus
terhadap nyeri yang dialami responden beralih pada pelaksanaan
relaksasi nafas dalam sehingga suplai oksigen dalam jaringan akan
meningkat dan otak berelaksasi. Otak yang relaksasi tersebut akan
merangsang tubuh untuk menghasilkan hormon endorphin untuk
menghambat tranmisi inpuls nyeri ke otak dan dapat menurunkan
sensasi terhadap nyeri yang akhirnya menyebabkan intensitas nyeri
yang dialami oleh responden berkurang. .
Berdasarkan penelitian (Syamsudin, 2015) teknik relaksasi nafas
dalam dengan meniup baling-baling dapat menurunkan intensitas skala
nyeri pada anakpost operasi selama perawatan luka operasi baik segera
setelah perawatan luka operasi maupun 1 jam setelah perawatan luka
operasi. Intesnitas nyeri anak post operasi selama perawatan luka
13

operasi yang diberikan terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup


baling-baling intensitas nyerinya lebih rendah dibandingkan dengan
anak yang tidak diberi relaksasi nafas dalam.

C. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Nyeri akut
Pungsi Vena

Manajemen Nyeri

Farmakologi Nonfarmakologi

Relaksasi :
a. Relaksasi nafas dalam
b. Gambaran dalam pikiran
Relaksasi nafas
(imagery)
dalam dengan
c. Progressive meusucular
meniup baling-
relaxation
baling

(Philips, 2014; Kyle, 2015; Wong, 2009)

Berdasarkan penelitian (Syamsudin, 2015) bahwa teknik relaksasi


nafad dalam dengan meniup baling-baling sangat efektif untuk
menurunkan skala nyeri pada anak. Anak yang diberikan relaksasi
nafas dalam meniup baling-baling intensitas nyerinya lebih rendah
dari pada anak yang tidak diberikan relaksasi nafas dalam.

D. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 kerangka konsep

Teknik relaksasi nafas dalam dengan Skala nyeri


meniup baling-baling pungsi vena
14

E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Variabel bebas yaitu teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling.
2. Variabel terikat yaitu skala nyeri pungsi vena.

F. Hipotesis
1. Ho : Tidak ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia
prasekolah di Rumah Sakit Roemani Semarang.
2. Ha : Ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-
baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah di
Rumah Sakit Roemani Semarang.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan quasy eksperimen design
dengan non equivalent control grup, after only desaign karena penelitian
ini tidak melakukan pengukuran sebelum dilakukan intervensi
(Notoatmodjo, 2014). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah di Rumah
Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang.

Bagan 3.1
Rancangan Penelitian

X
Kelompok
Y Skala nyeri
intervensi
Kelompok
Skala nyeri
kontrol
X : Terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
Y : Terapi relaksasi nafas dalam tanpa meniup baling-baling

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau obyek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subyek saja yang
dipelajari, tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subyek
atau objek

15
16

tersebut (Hidayat, 2007). Populasi anak usia prasekolah yang dirawat


di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang yaitu 52 anak.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk
mengetahui jumlah sampel pada penelitian ini, peneliti menggunakan
rumus Slovin sebagai berikut :

n= N
1+N(d)2
Keterangan :
n : Jumlah Sampel
N : Jumlah Populasi
d : Tingkat Signifikasi yaitu 10% (0,1)

n= N
1+N(d)2
= 52
1+52(0,1)2
= 52
1+52.(0,01)
= 52
1,52
= 34,2 → 34
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 34 sampel, untuk
mengantisipasi dropout dari responden maka jumlah cadangan yang
harus dipersiapkan 10%.
n = 34 + 4
n = 38 sampel
Sampel kelompok intervensi 19 anak dan sampel kelompok kontrol 19
anak.

3. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah non probability
sampling. Dalam penerapannya peneliti menggunakan teknik
Purposive Sampling, dimana peneliti memilih responden sesuai kriteria
inklusi dan eksklusi. (Hidayat, 2007). Kriteria dalam pengambilan
sampel ini adalah :
17

a. Kriteria Inklusi
1) Anak yang berusia 3 – 5 tahun
2) Anak yang dilakukan prosedur pungsi vena (pengambilan
sampel darah)
3) Tingkat kesadaran composmentis
4) Anak bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
1) Anak mendapatkan analgesik atau obat-obatan sedatif
2) Anak dengan penyakit kronis atau penyakit terminal
3) Anak yang menolak menjadi responden

C. Definisi Operasional
Tabel 3.2
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur dan Hasil ukur skala


cara ukur
1 Independen: Teknik relaksasi dengan
Teknik latihan nafas yang dilakukan
relaksasi dengan meniup baling-
nafas dalam baling selama prosedur
dengan invasif untuk merelaksasi
Skala nyeri Skala nyeri berkisar antara
meniup otot dan mengurangi nyeri
Interval
dengan FLACC 1-10. Untuk kepentigan
baling-baling
Pungsi vena merupakan
deskriptif dikategorikan
Dependen: prosedur memasukkan jarum
menjadi :
Skala nyeri kedalam vena. Prosedur 0 tidak nyeri atau nyaman,
pungsi vena pungsi vena termasuk hal 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri
yang menakutkan bagi anak- sedang, 7-10 nyeri berat
anak, disamping sesuatu
yang menyakiti tubuh dan
menimbulkan rasa nyeri

D. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang.

E. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Desember 2017.

F. Perlakuan
18

1. Kelompok intervensi
Pada kelompok intervensi diberikan penjelasan 1 hari sebelum
dilakukan pengambilan darah tentang teknik relaksasi nafas dalam
dengan meniup baling-baling. Pada saat dilakukan pengambilan darah
responden kembali di beritahu kembali tentang teknik relaksasi nafas
dalam meniup baling-baling. Responden meniup baling-baling
sebelum dilakukan pengambilan darah sampai selesai dilakukan
pengambilan darah. Pada saat pengambilan darah dan responden
meniup baling-baling, maka langsung dinilai skala nyeri responden.
2. Kelompok kontrol
Pada kelompok kontrol responden diberitahu tentang nafas dalam 1
hari sebelum dilakukan pengambilan darah. Sebelum pengambilan
darah pasien di beritahu kembali cara relaksasi nafas dalam. Pada saat
pengambilan darah responden melakukan nafas, maka langsung di
nilai skala nyeri responden.

G. Etika Penelitian
Peneilitian ini dilakukan sesuai etika penelitian menurut (Hidayat, 2007)
yaitu:
1. Persetujuan (Informed Consent)
Informed consent/ lembar persetujuan diberikan kepada orang tua
responden untuk mengisi lembar persetujuan, karena responden dalam
penelitian ini adalah anak usia prasekolah.
2. Tanpa Nama (Anonymity)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
mencantumkan nama responden.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi dan masalah-masalah
lainnya.

H. Alat Pengumpul Data


19

1. Instrumen Penelitian
a. Persetujuan Responden
Lembar persetujuan responden di berikan kepada orang tua
responden untuk menyetujui bahwa anaknya dapat dijadikan
sampel dalam penelitian, karena responden dalam peneitian ini
adalah anak usia prasekolah.
b. Biodata Responden
Biodata responden ini berisi umur, jenis kelamin, pengalaman
prosedur invasif dan kelompok yang bertujuan agar peneliti
mempermudah dalam memasukkan data.
c. Penilaian Skala Nyeri
Penilaian skala nyeri pada responden ini menggunakan skala nyeri
FLACC. Penilaian skala nyeri FLACC digunakan untuk anak usia
2 bulan sampai 7 tahun, untuk penilaiannya dengan cara
melakukan observasi pada responden saat dilakukan pungsi vena
untuk mengetahui skala nyeri.
d. Alat Penelitian
Alat penelitian ini adalah baling-baling kertas yang dibuat oleh
peneliti sendiri. Dalam penelitian Syamsudin dan Asniah (2015)
menggunakan baling-baling kertas untuk terapi relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi.

2. Uji Validitas dan Reliabilitas


a. Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah
kuisioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang
hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji korelasi antara skor
20

(nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors total kuisioner


tersbut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang
bermakna (construct validity). Apabila kuisioner tersebut telah
meiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang
ada didalam kuisioner itu mengukur konsep yang kita ukur
(Notoatmodjo, 2014). FLACC teruji validitasnya berdasarkan
(Markel, 2002) dengan hasil korelasi total (r = 0,5-0,8 ; P < 0,001)
dan setiap kategori (0,3-0,8 ; P < 0,001). Interpretasi skor skala
nyeri FLACC yaitu 0 santai dan nyaman, 1-3 ketidak nyamanan
ringan, 4-6 sedang sakit, 7-10 ketidaknyamanan atau rasa sakit
yang parah.
b. Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini
berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap
konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menunjukkan alat
ukur yang sama (Notoatmodjo, 2014). Hasil uji reliabilitas menurut
(Markel, 1997) dengan hasil (r = 0,8-0,883; P < 0,001)

I. Prosedur Pengumpulan Data


Pengumpulan data ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Peneliti mengajukan surat pengantar penelitian ke bagian program
kepala program Studi S1 keperawatan Universitas Muhamadiyah
Semarang.
2. Peneliti mengajukan surat peelitian kepada Direktur Rumah Sakit
Roemani Semarang.
3. Peneliti menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi,
kemudian membagi sampel menjadi kelompok kontrol dan intervensi.
4. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian tersebut, kemudian membagikan
lembar persetujuan kepada responden, jika responden bersedia maka
orang tua responden akan mengisi kuisioner tesebut.
5. Pada kelompok intervensi, peneliti memberikan baling-baling sebelum
dilakukan pungsi vena dan orang tua responden memegang baling-
baling kemudian responden meniup baling-baling tersebut sampai
21

selesai dilakukan pungsi vena. Saat dilakukan pungsi vena responden


masih meniup baling-baling saat itu di ukur skala nyeri responden,
kemudian di catat dilembar observasi.
6. Pada kelompok kontrol, peneliti memberikan teknik relaksasi nafas
dalam tanpa permainan meniup baling-baling saat dilakukan pungsi
vena, mengukur skala nyeri dan mencatat skala nyeri di lembar
observasi.
7. Lembar observasi yang sudah lengkap dari kelompok intervensi dan
kelompok kontrol kemudian dikumpulkan dan dilakukan pengolahan
data.
J. Analisa Data
1. Pengolahan data
Setelah data dikumpulkan, kemudian mengolah data menggunakan
software, sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut (Hidayat,
2007; Notoatmodjo, 2014)
a. Editing
Mengecek kembali kuisioner yang telah diberikan responden, jika
masih ada data yang belum terisi maka peneliti dapat
mengkonfirmasi kepada responden kembali.
b. Coding
Kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
teridiri atas beberapa kategori.
Kelompok Responden : 1. Intervensi, 2. Kontrol
Pengamalan Prosedur Invasif : 1. Pernah, 2. Tidak Pernah
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki, 2. Perempuan
c. Processing
Memasukkan data yang telah di kumpulkan ke dalam program
aplikasi, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
d. Cleanning
Mengecek kembali data yang sudah di proses dan data yang tidak
penting akan di buang.
2. Analisa Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
medeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk
analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Untuk data
numerik digunakan nilai mean, median dan standar deviasi. Pada
22

umumunya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan


persentase dari tiap variabel.
b. Analisis Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Sebelum
dilakukan analisa data maka di uji kenormalan. Uji kenormalan
menggukanan saphiro wilk karena sampel kurang dari 50. Data
berdistribusi tidak normal (p value < 0,05) maka menggunakan uji
mann whitney (non parametrik). Hasil pengujian statistik dapat
diketahui berdasarkan nilai p value yang dibandingkan dengan nilai
α (alpha) = 0,005. Nilai p value ≤ α maka dapat diambil
kesimpulan bahwa ada perbedaan antara kelompok intervensi dan
kelompok kontrol.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Muhammadiyah Roemani
Semarang. Penelitian ini dimulai dari tanggal 25 September – 14 Oktober
2017. Sampel dalam penelitian ini adalah 38 anak usia prasekolah umur 3-
5 tahun yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel ini
dibagi menjadi 2 yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Pada
kelompok intervensi diberikan teknik relaksasi nafas dalam dengan
meniup baling-baling, sedangkan kelompok kontrol diberikan teknik
relaksasi nafas dalam saja, kemudian diukur untuk mengetahui apakah ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
terhadap skala nyeri pungsi vena.

B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Responden
a. Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Anak 3-5 Tahun
di Ruang Anak RS Roemani Semarang, (n=38)

Umur N Minimum Maximum Median St. Deviasi


Intervensi 19 3,7 5 4,500 0,4987
Kontrol 19 3,5 5 4,500 0,5283

Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan umur kelompok


intervensi termuda 3,7 tahun dan tertua 5 tahun dengan nilai tengah
4,5 tahun, standar deviasi 0,4987. Umur kelompok kontrol termuda
yaitu 3,5 tahun dan tertua 5 tahun dengan nilai tengah 4,5 tahun,
standar deviasi 0,5283.

23
24

b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak Usia 3-5 Tahun
di Ruang Anak RS Roemani Semarang, (n=38)

kelompok Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Total


%
Intervensi Laki-laki 10 52,6 19
Perempuan 9 47,4 100%
Kontrol Laki-laki 10 52,6 19
Perempuan 9 47,4 100%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan pada kelompok


intervensi jenis kelamin paling banyak yaitu laki-laki berjumlah 10
(52,6%) dan pada kelompok kontrol jenis kelamin paling banyak
yaitu laki-laki berjumlah 10 (52,6%)
c. Pengalaman Prosedur Invasif.
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pengalaman Prosedur Invasif Anak
Usia 3-5 Tahun di Ruang Anak RS Roemani Semarang, (n=38)

Kelompok Pengalaman Frekuensi Persentase Total


Prosedur Invasif %
Intervensi Pernah 10 52,6 19
Tidak Pernah 9 47,4 100%
Kontrol Pernah 7 36,8 19
Tidak Pernah 12 63,2 100%

Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan pada kelompok


intervensi sebagian besar responden pernah dilakukan prosedur
invasif yaitu 10 anak (52,6%) dan pada kelompok kontrol
mayoritas responden belum pernah megalami prosedur invasif
yaitu 12 anak (63,2%)

2. Analisis Univariat
a. Skala nyeri pada kelompok intervensi.
Tabel 4.4
25

Distribusi skala nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-
baling, (n=19)

n Minimum Maximum Median Standar


Deviasi
Skala 19 5 7 6,00 0,567
Nyeri

Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa skala nyeri


paling rendah yaitu 5 dan paling tinggi 7, dengan nilai tengah 6,00.

Tabel 4.5
Distribusi kategori skala nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada
kelompok intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling, (n=19)

Kategori Nyeri Frekuensi Persentase % Total


Nyeri sedang 17 89,5 19
Nyeri berat 2 10,5 100%

Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa sebagian


besar responden berada dalam kategori nyeri sedang yaitu 17 anak
(89,5%)
b. Skala nyeri pada kelompok kontrol
Tabel 4.6
Distribusi skala nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
kontrol dengan teknik relaksasi nafas dalam, (n=19)

n Minimum Maximum Median Standar


Deviasi
Skala 19 6 8 8,00 0,918
Nyeri

Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa skala nyeri


paling rendah yaitu 6 dan paling tinggi 8, dengan nilai tengah 8,00.

Tabel 4.7
Distribusi kategori nyeri pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
kontrol dengan teknik relaksasi nafas dalam, (n=19)

Kategori nyeri Frekuensi Persentase % Total


Nyeri sedang 6 31,6 19
26

Nyeri berat 13 64,8 100%

Berdasarkan tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa sebagian


besar responden berada dalam kategori nyeri berat yaitu 13 anak
(64,8%)
3. Analisis Bivariat
Uji normalitas data dilakukan dengan uji saphiro wilk karena
sampel kurang dari 50. Hasil uji normalitas didapatkan hasil p value
0,000 < α = 0,005 dengan kesimpulan data berdistribusi tidak normal.
Data berdistribusi tidak normal maka dilakukan uji mann whitney (non
parametrik).
Tabel 4.8
Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling terhadap
skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah di RS Roemani
Muhammadiyah Semarang, (n=38)

Variabel Kelompok Mean ⱬ p value


Skala nyeri Intervensi 12,84 -3,997 0,000
Kontrol 26,16

Table 4.8 menjelaskan bahwa p value = 0,000. Nilai p value 0,000


< α = 0,05 menunjukkan ada perbedaa rerata skala nyeri pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan
meniup baling-baling terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia
prasekolah di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.

C. Pembahasan
1. Skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
intervensi dengan teknik relaksasi nafas dalam meniup baling-baling.
Hasil penelitian yang dilakukan pada saat diberikan teknik
relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-paling pada saat
dilakukan pungsi vena skala nyeri anak yaitu skala 6 dengan kriteria
nyeri sedang. Jumlah responden dengan skala nyeri 6 yaitu 13
responden dengan persentase 68,4%. Pada anak yang diberikan
relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling skala nyerinya
27

rendah karena saat dilakukan pungsi vena perhatian anak beralih ke


permainan meniup baling-baling, sehingga tidak terlalu nyeri.
Pada anak untuk mendapatkan efek relaksasi sangat sulit
dilakukan, maka untuk mendapatkannya dilakukan dengan cara terapi
bermain yang salah satunya yaitu dengan meniup baling-baling.
Penurunan intensitas nyeri tersebut dikarenakan adanya peningkatan
fokus terhadap nyeri yang dialami responden yang beralih pada
relaksasi sehingga suplai oksigen dalam jaringan akan meningkat dan
otak bisa berelaksasi. Otak yang relaks tersebut akan merangsang
tubuh untuk menghasilkan hormon endorphin untuk menghambat
tranmisi inpuls nyeri ke otak dan nyeri akan berkurang (Wong, 2009).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian
(Syamsudin, 2015) bahwa teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup
baling-baling dapat menurunkan intensitas skala nyeri pada anak post
operasi selama perawatan luka. Intensitas skala nyeri pada anak yang
diberkan relaksasi nafas dalam meniup baling-baling skala nyerinya
lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak diberikan relaksasi
nafas dalam.
2. Skala nyeri anak pada saat dilakukan pungsi vena pada kelompok
kontrol dengan teknik relaksasi nafas dalam
Hasil penelitian yang dilakukan pada anak saat dilakukan pungsi
vena pada kelompok kontrol dengan teknik relaksasi nafas dalam skala
nyeri anak yaitu 8 dengan kriteria nyeri berat. Jumlah responden
dengan skala nyeri 8 yaitu 10 responden dengan persentase 52,6%.
Skala nyeri pada anak yang diberikan relaksasi nafas dalam saja skala
nyerinya masih tinggi, dikarenakan anak masih terfokus pada prosedur
tindakan invasif.
Teknik relaksasi nafas dalam kurang efektif diberikan pada anak
usia 3-5 tahun dikarenakan anak belum mampu mengikuti instruksi
perawat untuk melakukan relaksasi nafas dalam. Anak masih terfokus
pada nyeri yang dirasakan, sehingga teknik relaksasi nafas dalam
tersebut tidak efektif untuk menurunkan skala nyeri pada anak
(Erfandi, 2009).
28

3. Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling


terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah
Hasil analisa yang dilakukan terhadap pengaruh teknik relaksasi
nafas dalam dengan meniup baling-baling terhadap skala nyeri anak
dengan uji mann whitney diketahui p value 0,000 < α = 0,005. Hasil
penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh terknik relaksasi nafas
dalam dengan meniup baling-baling terhadap skala nyeri pungsi vena
pada anak usia prasekolah di RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
Relaksasi nafas dalam merupakan terapi nonfarmakologi yang
sangat efektif untuk menurunkan skala nyeri. Pada anak untuk
mendapatkan efek relaksasi nafas dalam dilakukan dengan cara terknik
terapi bermain meniup baling-baling. Anak akan mengalihkan rasa
nyerinya tersebut dengan bermain meniup baling-baling,sehingga rasa
nyeri pada anak dapat berkurang (Wong, 2009).
Teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk
melepaskan hormon opioid endorphine dan enfelaktin. Hormon
endorfine merupakan hormone sejenis morfin yang berfungsi
menghambat tranmisi implus nyeri ke otak. Saat neuron nyeri
mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara neuron perifer
dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya substansi P akan
menghasilkan impuls. Pada saat tersebut , endorphin akan memblokir
lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga sensasi nyeri akan
berkurang (Smeltzer & Bare, 2002).
Penurunan skala nyeri yang dialami responden dikarenakan oleh
peningkatan fokus terhadap nyeri yang dialami responden beralih pada
relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling, sehingga suplai
oksigen dalam jaringan akan meningkat dan otak akan berelaksasi.
Otak yang berelaksasi akan merangsang tubuh utuk menghasilkan
hormon endorphin untuk menghambat tranmisi impuls nyeri ke otak
dan dapat menurunkan sensasi terhadap nyeri yang akan menyebabkan
internsitas nyeri berkurang (Perry & Potter, 2010).
Penelitian Syamsudin (2015) menjelaskan pemberian terapi
relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling kertas efektif dapat
29

menurunkan intensitas kala nyeri pada anak post operasi selama


perawatan luka. Intensitas nyeri pada kelompok intervensi lebih rendah
daripada kelompok kontrol.
Penelitian Wahyuni, Setyawati, Inayah (2015) menjelaskan bahwa
pemberian terapi slow deep breathing dengan meniup baling-baling
sangat berpengaruh terhadap penurunan intesitas nyeri pada anak saat
dilakukan penyuntikan anestesi umum dengan hasil intensitas nyeri
pada kelompok intervensi lebih rendah daripada kelompok kontrol.

D. Keterbatasan Penelitian
Responden yang tidak homogen pada pengalaman prosedur invasif
kemungkinan dapat mempengaruhi hasil penelitian.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penelitian dengan judul “ Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam dengan
Meniup Baling-baling Terhadap Skala Nyeri Pungsi Vena Pada Anak Usia
Prasekolah Di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang” dapat
diambil keseimpulan yaitu :
1. Skala nyeri pada anak yang diberikan relaksasi nafas dalam dengan
meniup baling- baling yaitu skala nyeri sedang sebesar 89,5%.
2. Skala nyeri pada anak yang diberikan relaksasi nafas dalam yaitu skala
nyeri berat sebesar 64,8%.
3. Ada perbedaan skala nyeri antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol (p value 0,000 < α = 0,05), sehingga dapat disimpulkan ada
pengaruh teknik relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
30

terhadap skala nyeri pungsi vena pada anak usia prasekolah di RS


Roemani Muhammadiyah Semarang.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan terapi relaksasi nafas dalam dengan meniup baling-baling
dapat menjadi Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam manajemen
nyeri anak yang dilakukan prosedur invasif.
2. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mempertahankan
homogenitas responden.
3. Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam pengembangan
manajemen nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Bare, S. &. (2002). Buku ajar keperawatan medikan bedah. (A. et al Waluyo, Ed.)
(8th ed.). Jakarta: EGC.

Erfandi. (2009). Bermain bagi pasien anak di rumah sakit. Retrieved March 3,
2009, from https://forbetterhealth.wordpress.com/2009/01/19/bermain-bagi-
pasien-anak-di-rumah-sakit/

Hidayat, A. A. (2007a). Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa data.


Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2007b). Riset keperawatan dan teknik penulisan ilmiah. Jakarta:


Salemba Medika.

Lemone, Predcillia, et al. (2016). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
EGC.

Markel. (1997). FLACC Behavioral Pain Assessment Scale, 23, 1997.

Notoatmodjo, S. (2014). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: RINEKA


CIPTA.

Perry, P. &. (2010). Fundamental Keperawatan (7th ed.). Jakarta: Salemba


Medika.

Philips, S. (2014). Pungsi Vena dan kanulasi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, & B. (2002). Keperawatan Medikal Bedah (8th ed.). Jakarta: EGC.

Survey kesehatan nasional. (2014). profil anak indonesia 2015. Kementerian


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA).

Syamsudin, A. (2015). Bermain meniup baling-baling kertas untuk menurunkan


intensitas nyeri pada anak saat perawatan luka operasi. Jurnal Kesehatan
Ilmiah Nawasukes, 8.

Terri kyle., S. C. (2015). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (Edisi 2 Vo). Jakarta:
EGC.

Ulfah, S. (2014). pengaruh pemberian larutan gula terhadap skala nyeri anak usia
3-4 tahun yang dilakukan pungsi vena di RSUD Tugurejo Semarang. Jural
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan.
Wahyuni, Setyawati, I. (2015). Terapi Slow Deep Breathing Dengan Bermain
Meniup Baling-baling Terhadap Intensitas Nyeri Pada Anak Yang Dilakukan
Penyuntikan Anestesi Sirkumsisi. Skolastik Keperawatan, 1.

Widiatie, W. (2015). Pengaruh efekrifitas relaksasi nafas dalam terhadap


penurunan intensitas nyeri pada ibu postseksio sesarea di rumah sakit unipdu
medika Jombang. Jurnal Edu Health, 5.

Widieati, W. (2015). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan


intensitas nyeri pada ibu postseksio sesarea di rumah sakit unipdu medika
Jombang. Jurnal Edu Health, 2.

Winahyu, D. (2015). Pengaruh terapi bercerita terhadap skala nyeri anak usia
prasekolah (3-4 tahun) selama tindakan pengambilan darah vena di RSUD
Tugurejo Semarang.

Wong, D. L. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatri (Edisi 6 Vo). Jakarta: EGC.

Wong, Donna L., et al. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatric (Volume 2).
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai