Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ULKUS DIABETIKUM

Tanggal 12 Oktober 2020

Oleh:
Aditya Dwi Saputra, S.Kep 2030913310014
Muhammad Busyairi, S.Kep 2030913310020
Mustika Rahmadanti, S.Kep 2030913320010
Nopita Putri, S.Kep 2030913320005
Tazkia rahman, S.Kep 2030913320017
Yulia Octaviani, S.Kep 2030913320003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Disusun Oleh :
Kelompok 2
Aditya Dwi Saputra, S.Kep 2030913310014
Muhammad Busyairi, S.Kep 2030913310020
Mustika Rahmadanti, S.Kep 2030913320010
Nopita Putri, S.Kep 2030913320005
Tazkia rahman, S.Kep 2030913320017
Yulia Octaviani, S.Kep 2030913320003

Banjarbaru, Oktober 2020

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Rismia Agustina, S.Kep., Ns.,M.Kep Mohamad Syibro Mulis


NIP. 19840812 201404 2 001 NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS DAN ULKUS DIABETIKUM

A. KONSEP DIABETES MELLITUS


1. Definisi DM
Diabetes melitus adalah penyakit kadar glukosa di dalam darah tinggi yang
disebabkan tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat,
kadar gula darah normalnya akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam
waktu 2 jam (Utaminingsih 2015). Penyakit diabetes melitus ini didiagnosis jika
individu memiliki kadar gula puasa >126 mg/dL atau kadar gula sesudah makan >200
mg/dL (Hartono 2012).
2. Klasifikasi DM
Diabetes melitus terbagi menjadi 4 jenis yaitu:
a. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 (DM tipe 1) terjadi akibat pankreas sebagai pabrik
insulin tidak dapat atau kurang mampu membuat insulin. Akibatnya insulin tubuh
kurang atau tidak ada sama sekali, gula akan menumpuk di dalam peredaran darah
karena tidak dapat diangkut ke dalam sel (Tandra 2015). Penderita DM tipe 1
bergantung pada pemberian insulin dari luar yang diberikan dengan cara
disuntikkan. Sampai sekarang hanya cara itu yang bisa dilakukan, karena insulin
akan dirusak asam lambung jika diminum. Gejala diabetes melitus tipe 1 yaitu tiba-
tiba cepat merasa haus, sering buang air kecil (anak-anak sering mengompol), badan
kurus dan lemah. Apabila insulin tidak segera diberikan, penderita bisa tidak
sadarkan diri (koma ketoasidosis atau koma diabetik) (Nurrahmani & Kurniadi
2015).

b. Diabetes Melitus Tipe 2


Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 adalah yang paling banyak
ditemukan, sekitar 90-99%. Diabetes melitus tipe 2 disebabkan karena pola hidup
yang tidak sehat, selain faktor keturunan. Penderita diabetes melitus tipe 2, tidak
mutlak memerlukan suntikan insulin karena pankreasnya masih bisa menghasilkan
insulin. Sebab yang pertama insulin tersebut masih diproduksi, tetapi jumlah nya
tidak mencukupi yang kedua kerja insulin tidak efektif karena adanya hambatan
pada kerja insulin yang disebut resistensi insulin (Nurrahmani & Kurniadi 2015).
c. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes tipe ini adalah diabetes yang hanya ada pada masa kehamilan, yang
muncul pada minggu ke-24. Diabetes gestasional ini akan menghilang setelah
melahirkan. Namun hampir setengah angka kejadiannya, diabetes kemudian akan
muncul kembali. Diabetes Gestasional terjadi akibat penggunaan obat, malnutrisi,
infeksi, serta konsumsi kortikosteroid (Sami et al.2017). Faktor risiko diabetes
melitus gestasional: 1) Beberapa kali keguguran; 2) Pernah melahirkan bayi yang
meninggal tanpa sebab sebelumnya; 3) Riwayat pernah melahirkan bayi 400 gram;
4) Umur ibu hamil >30 tahun; 5) Riwayat diabetes dalam keluarga; 5) Pernah
mengalami diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya; 6) obesitas; 7) Infeksi
saluran kemih berulang-ulang selama hamil (Nurrahmani & Kurniadi 2015).

d. Diabetes Tipe Lain


Diabetes yang dihubungkan dengan kondisi kelainan atau sindrom tertentu,
misalnya penyakit pankreas atau penyakit endokrin seperti akromegali (individu
mengalami kelainan dalam pertumbuhan hormon yang berlebihan disebabkan oleh
kalenjar hipofisis yang terlalu banyak memproduksi hormon pertumbuhan) atau
sindrom chusing (kumpulan gejala akibat hormon kortisol yang berlebihan dalam
tubuh) sehingga sering dikenal sebagai diabetes sekunder (Porth 2008).
3. Tanda dan Gejala DM
Manifestasi klinis dari diabetes melitus yaitu (Nurrahmani & Kurniadi 2015):
a. Sering buang air kecil dengan volume yang banyak yaitu lebih sering daripada
biasanya, apalagi pada malam hari (poliuri). Jika kadar gula darah melebihi nilai
ambang ginjal >180 mg/dL, maka gula yang lebihan akan keluar bersama urine.
Untuk menjaga agar urine yang mengandung gula keluar tidak terlalu pekat, maka
tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke dalam urine, sehingga urine keluar
dalam volume yang banyak dan buang air kecil pun menjadi sering. Lebih sering
kencing malam hari karena untuk mengimbangi pemasukan cairan dalam tubuh,
sebab pada siang hari pengeluaran cairan dalam tubuh dapat terjadi melalui keringat,
buang air kecil, buang air besar dan sebagainya. Pada malam hari, ketika penderita
diabetes sedang beristirahat pengeluaran cairan umumnya hanya melalui buang air
kecil, sehingga terjadilah peningkatan frekuensi buang air kecil pada malam hari.
b. Sering merasa haus dan ingin minum sebanyak-banyaknya (polidipsi). Kondisi dari
banyaknya urine yang keluar, maka badan akan mengalami dehidrasi. Untuk
mengatasi dehidrasi tersebut tubuh menimbulkan rasa haus sehingga orang ingin
selalu minum terutama minuman yang dingin, segar, manis dan banyak.
c. Nafsu makan meningkat (polifagia) dan merasa kurang tenaga. Penderita diabetes
bermasalah pada insulin, dimana gula yang masuk ke dalam sel tubuh kurang
sehingga energi yang dibentuk pun menjadi kurang, inilah mengapa orang menjadi
merasa kurang bertenaga. Sel menjadi miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa
kurang energi itu karena kurang makan, maka tubuh pun kemudian berusaha untuk
meingkatkan asupan makanan dengan menimbulkan sinyal rasa lapar, maka
muncullah rasa ingin makan terus.
d. Berat badan turun dan menjadi kurus. Tubuh tidak mendapatkan energi yang cukup
dari gula karena kekurangan insulin, maka tubuh mengolah lemak dan protein yang
ada di dalam tubuh dan mengubahnya menjadi energi. Jika hal ini berlangsung
cukup lama, maka individu tersebut akan mengalami penurunan berat badan karena
masa lemak dan protein yang tersimpan di jaringan otot dan lemak menyusut. Dalam
sistem pembuangan urine, penderita diabetes yang tidak terkendali bisa kehilangan
sebanyak 500 gram glukosa dalam urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori/hari
hilang dari tubuh).
4. Komplikasi
a. Kerusakan saraf (Neuropathy)
b. Kerusakan ginjal (Nephropathy)
c. Kerusakan mata (Retinopathy)
d. Hipertensi
e. Penyakit jantung
f. Penyakit pembuluh darah perifer
g. Gangguan saluran makan
h. Ulkus kaki (Bilous, 2015).

5. Faktor Penyebab DM
Penyebab dari diabetes melitus sebagai berikut (Nurrahmani & Kurniadi 2015):
e. Gen Diabetes dalam Keluarga
Diabetes melitus adalah penyakit yang dapat diwariskan. Gen adalah sel
pembawa sifat yang dapat diwariskan orangtua kepada keturunannya. Gen tidak
selalu berasal dari orangtua kandung, tetap bisa berasal dari kakek, nenek dan lain-
lain. Bahkan meski orangtua terhindar dari diabetes karena gaya hidup yang baik,
bukan berarti anaknya bisa terhindar dari faktor risiko diabetes di kemudian hari.
f. Insulin dan Gula Darah
Makanan dicerna di dalam saluran pencernaan, kemudian akan diubah
menjadi glukosa, glukosa diserap oleh dinding usus, beredar di dalam aliran darah,
selanjutnya didistribusikan ke sel-sel tubuh, insulin dilepaskan sesuai dengan tinggi
gula di dalam darah, selanjutnya insulin akan ikut aliran darah menuju sel-sel.
Insulin tersebut akan mulai membuka pintu sel satu per satu, sehingga gula dan zat
makanan lain bisa masuk ke dalam sel. Selama insulin berada dalam jumlah yang
cukup dan bekerja secara normal, maka gula di dalam darah akan masuk ke sel-sel
dengan lancar sesudah makan, sehingga kadar gula di dalam darah turun kembali ke
batas kadar sebelum makan, mekanisme ini bertujuan untuk menjaga gula darah agar
tidak naik terus sesudah makan dan tidak melebihi nilai aman.

g. Resistensi Insulin
Proses memasukkan gula ke dalam sel diperlukan insulin untuk membuka
pintu sel. Insulin di sini diibaratkan sebagai kunci yang harus cocok dengan lubang
kuncinya yaitu reseptor insulin yang terdapat pada dinding sel biasa disebut proses
key and lock. Jika proses key and lock berlangsung sempurna, maka gula dapat
masuk ke dalam sel, namun terkadang reseptor insulin tidak sensitif atau tidak peka
atas hadirnya gula, sehingga proses key and lock tidak terjadi. Gula tidak masuk ke
dalam sel, melainkan masih berada di dalam darah yang menyebabkan peningkatan
kadar gula darah, kondisi inilah yang disebut dengan resistensi insulin.

h. Obesitas
Obesitas adalah sel-sel lemak yang menggemuk yang menghasilkan zat
golongan adipositokin. Zat ini yang menyebabkan resistensi insulin, yaitu
terganggunya respon sel tubuh terhadap insulin. Sel lemak yang banyak
mengandung adipositokin yaitu yang melapisi organ-organ di dalam perut. Oleh
karena itu, untuk menilai apakah obesitas yang dialami dapat berdampak buruk ke
diabetes dapat diukur melalui lingkar pinggang yang besar.
6. Faktor Resiko DM
1. Dapat diubah
a. Gaya hidup
b. Diet yang tidak sehat
c. Obesitas
d. Tekanan darah tinggi
2. Tidak dapat diubah
a. Usia
b. Riwayat keluarga (Bilous, 2015)

7. Diet Pada Pasien DM


Pemilihan makanan dalam diet diabetes melitus tentu tidak boleh sembarangan, Anda
harus menghitung kalori dalam makanan yang akan Anda konsumsi. Selain itu,
pilihlah karbohidrat yang sehat, makanan kaya serat, protein, dan lemak yang baik.

Adapun beberapa makanan yang direkomendasikan untuk diet diabetes melitus, yaitu:

 Sayuran

Anda dapat mengonsumsi sayuran, seperti brokoli, wortel, paprika, tomat, kentang,


jagung, dan kacang hijau.

 Buah-buahan

Buah-buahan, seperti jeruk, melon, alpukat, beri, apel, pisang, dan anggu,


direkomendasikan dalam diet ini.

 Biji-bijian

Akan lebih baik jika Anda memilih biji-bijian utuh, seperti halnya gandum, beras,
barley, dan quinoa, untuk dimasukkan ke dalam makanan Anda sehari-hari.

 Protein

Asupan protein yang dapat Anda pilih, yaitu daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
ikan, telur, tahu, buncis, kacang polong, dan kacang-kacang lainnya.

 Susu

Pilihlah susu tanpa lemak atau rendah lemak. Selain itu, Anda juga dapat
mengonsumsi yogurt atau keju rendah lemak.
8. Pencegahan
a. Pencegahan primer (Smeltzer, 2002)
Pencegahan primer merupakan salah satu upaya yang ditujukan kepada orang-
orang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum
menderita, tetapi berpotensi untuk menderita Diabetes Melitus dengan
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar gula darahnya.

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk mencegah atau menghambat
terjadinya penyakit menahun, pada orang yang telah didiagnosa menderita
Diabetes Melitus, dengan melakukan pemeriksaan dan evaluasi laboratorium
secara continue atau terus menerus dan teratur.
c. Pencegahan tersier
Jika kemudian penyakit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola
harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut, dan merehabilitas
pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap, dengan cara
pengendalian terhadap kadar gula darah, melalui olahraga dan diet, bukan saja
untuk mencegah kestabilan kadar gula darah, tetapi juga untuk mencegah
terjadinya komplikasi

B. KONSEP ULKUS DIABETIKUM


1. Definisi
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus, yaitu luka
terbuka pada permukaan kulit akibat adanya penyumbatan pembuluh darah di tungkai
dan neuropati perifer akibat kadar gula darah yang tinggi sehingga klien tidak
merasakan adanya luka, luka terbuka dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan
oleh bakteri aerob maupun anaerob (Dr. Robert B, Cooper.1996).

2. Klasifikasi
a. Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi.
b. Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.
c. Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum
mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses.
d. Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
osteomielitis, abses atau selulitis.
e. Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal.
f. Grade V Gangren seluruh kaki (Dr. Rubby, Billous.2008)

3. Tanda dan Gejala Ulkus Diabetikum


Secara akut memberikan gejala (Dr. Rubby, Billous.2008):
1. Pain (Nyeri)
2. Paleness (Kepucatan)
3. Paresthesia (Kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralysis (Lumpuh)
Bila Terjadi sumbatan Kronik :
Stadium 1 : Gejala tidak Khas (Kesemutan)
Stadium 2 : Klaudikasio Intermiten
Stadium 3 : Timbul nyeri saat istirahat
Stadium 4 : Terjadi kerusakan jaringan karena Ulkus
4. Patofisiologi Ulkus Diabetikum
Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hipergikemi pada diabetisi
yang menyebabkan neuropati dan kelainan pembuluh darah. Neuropati sensorik,
motorik dan autonomic akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot,
yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak
kaki dan selanjutnya akan memeprmudah terjadinya ulkus. Adanya PAD
meneybabkan hipoksia jaringan, mengakibatkan kematian jaringan sehingga terjasi
gangrene. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabakan infeksi mudah
menyebar luas, factor aliran darah yang akurang juga menambah komplikasi sehingga
terjadi ulkus dan akhirnya dilakukan amputasi (Boulton, A.J.M., 2008).

5. Faktor Terjadinya Ulkus Diabetikum


Penyebab dari Ulkus Diabetikum ialah (Dr. Rubby, Billous.2008):
a. Diabetik Neuropati
Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam darah yang bisa
merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya rasa nyeri
pada kaki, sehinggaapabila penderita mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa.
b. Angiopati Diabetik
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat
oleh gumpalan darah.
c. Trauma
Penurunan sensasi nyeri pada kaki dapat menyebabkan tidak disadarinya trauma
akibat pemakaian alas kaki.

6. Penatalaksanaan
Tujuan utama pengelolaan yaitu untuk mengakses proses kearah penyembuhan luka
secepat mungkin karena perbaikan dari ulkus dapat menurunkan kemungkinan
terjadinya amputasi dan kematian pasien diabetes.
Secara umum pengelolaannya meliputi (Smeltzer, 2002):
a. Perawatan luka
Menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab
b. Debridemen
Merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka tidak
akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula.
c. Penanganan bedah
Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif,
misalnya angioplasti atau bedah vaskular.
d. Penanganan iskemia
Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD (ulkus kaki diabetik) seringkali
memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI angiogram, doppler
maupun angiografi
7. Pemeriksaan
Pemeriksaanya ada 3 macam yaitu sebagai berikut (Dr. Robert B, Cooper.1996.):
a. Glukosa darah puasa (fasting blood glucose) adalah pemeriksaan gula darah
terhadap seseorang yang telah dipuasakan semalaman. Nilai normal untuk dewasa
adalah 70-110 mg/dL. Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar
glukosa darah puasanya lebih dari 126 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah
puasa di antara 110 dan 126 mg/dL menunjukkan gangguan pada toleransi glukosa.
b. Glukosa darah sewaktu atau glukosa darah 2 jam postprandial (2 jam setelah
makan) adalah pemeriksaan gula darah terhadap seseorang yang tidak dipuasakan
terlebih dahulu. Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa darah
sewaktunya lebih dari 200 mg/dL. Di antaranya dinyatakan mengalami gangguan
toleransi glukosa.
c. Glycosylated hemoglobin (HbA1c) adalah pemeriksaan penunjang diabetes melitus
yang ditujukan untuk menilai kontrol glikemik seorang pasien. HbA1c ini
menunjukkan kadar glukosa dalam 3 bulan terakhir, karena sesuai dengan umur
eritrosit (sel darah merah) yaitu 90-120 hari. Nilai HbA1c yang baik adalah 4-6%.
Nilai 6-8% menunjukkan kontrol glikemik sedang; dan lebih dari 8%-10%
menunjukkan kontrol yang buruk

8. Jalur perawatan pasien untuk skrining pasien untuk komplikasi kaki diabetic
(foot screening)

Skrining kaki pada diabetes merupakan bagian penting dari pemeriksaan yang
dilakukan oleh Departemen Podiatri. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
menentukan sedini mungkin faktor risiko komplikasi kaki diabetik seperti neuropati
dan iskemia, dan mengurangi amputasi dan ulserasi dengan rujukan tepat waktu.
Penelitian telah menunjukkan bahwa deteksi dan intervensi dini dapat mencegah
hingga 85% amputasi pada pasien diabetes.
Semua pasien yang mengunjungi klinik Diabetes di semua pusat kesehatan wajib
menjalani pemeriksaan kaki. Perawat yang memimpin klinik diabetes akan
memastikan bahwa pemeriksaan benar-benar dilakukan dan dokter merujuk pasien
yang sesuai.

a. Penilaian Awal (Skrining Level 1)


Semua pasien akan menjalani penilaian neurologis dan vaskular oleh Podiatris
menggunakan mono filament dan ultrasonografi Doppler, Penemuannya dicatat
dalam formulir yang ditentukan DH 140. Jika penilaian awal dinyatakan normal
maka pasien diberikan janji temu tahunan dan dirujuk kembali ke Klinik Diabetes.

b. Penilaian Selanjutnya (Skrining Level 2)


Pasien yang telah menjalani skrining tingkat satu dan ditemukan memiliki masalah
neuropatik atau vaskular dirujuk untuk pemeriksaan lebih mendalam di Floriana
Health Center. Jika tes lebih lanjut membuktikan bahwa kaki tidak terganggu
secara patologis, maka akan terus ditindaklanjuti di Pusat Kesehatan Floriana dan
nasihat ahli diberikan kepada pasien. Di sisi lain, jika patologi vaskular dipastikan,
maka pasien dirujuk untuk skrining tingkat tiga.

c. Penilaian dengan Vaskular (Skirining Level 3)


Skrining tingkat tiga akan dilakukan di Rumah Sakit

Jalur perawatan ini telah dilakukan selama 4 tahun terakhir dan audit klinis telah
menunjukkan bahwa cara ini efektif dalam mengidentifikasi kasus awal patologi
vaskular dan neuropatik dan menghasilkan intervensi dini. Dengan demikian,
kualitas hidup pasien ini sangat ditingkatkan sambil mempertahankan kontrol
glikemik yang baik.
PATHWAY

Diabetes Melitus

Diabetik Neuropati, Angiopati Diabetik, Trauma

Aterosklerosis ke Makrovaskular Nyeri Akut

Ekstremitas

Ulkus Diabetikum

KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI
JARINGAN PERIFER
KERUSAKAN INTEGRITAS KULIT

HAMBATAN MOBILITAS FISIK


ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Diagnosa keperawatan

1. Identitas 1. Hambatan Mobilitas Fisik


2. Gangguan Perfusi Jaringan Perifer
2. Keluhan Utama
3. Nyeri Akut
3. Riwayat Penyakit
4. Kerusakan Integritas Kulit
4. Pola Fungsional Gordon
5. Pemeriksaan Fisik

Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Hambatan Mobilitas Fisik

NOC: Circulation Status NOC : Mobility


Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam Perfusi jaringan megalami hambatan mobilitas fisik dengan kriteria hasil:
klien baik dengan kriteria hasil :
1. Peningkatan aktivitas klien
1. Tekanan sistol dan diastole dalam rentang yang diharapkan 2. Dapat mempraktikkan penggunaan alat bantu
2. Tidak ada ortostatik hipertensi
3. Vena baik NIC : Exercise Therapy
4. Saturasi oksigen minimal 98%
1. Pantau tanda-tanda vital klien
NIC: Peripheral sensation management
2. Kaji kemampuan mobilisasi klien
1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap 3. Berikan alat bantu
panas/dingin/tajam/tumpul 4. Ajarkan cara merubah posisi
2. Intruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi
3. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
4. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
5. Monitor kemampuan BAB
6. Kolaborasi pemberian analgetik
7. Monitor adanya tromboplebitis
8. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
Nyeri Akut Kerusakan Integritas kulit

NOC:
Pain Level NOC:
Pain control Integritas Lapisan : Kulit Dan Membran Mukosa
Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x
1. integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
60 menit klien menunjukkan tanda penurunan nyeri (sensai, elastisitas, temperatur, hidrasi,
dengan kriteria hasil: pigmentasi)
1. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
2. Melaporkan nyeri berkurang 3. Perfusi jaringan baik
3. Ekspresi wajah menunjukkan nyeri berkurang 4. Menunjukkan pemahaman dalam proses
NIC perbaikan kulit dan mencegah terjadinya
Pain Management secara berulang.
5. Mampu melindungi kulit dan
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
mempertahankan kelembapan kulit dan
2. Observasi tanda-tanda nyeri secara nonverbal
perawatan alami.
3. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi NIC: Manajemen penekanan
(relaksasi, terapi musik, distraksi, kompres
1. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian
hangat/dingin, dan massage) yang longgar.
Analgesic Administration 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
1. Cek order medis untuk obat, dosis dan frekuensi 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
analgesik yang diberikan kering
2. Cek adanya alergi obat 4. Mobilisasi klien (tubuh posisi klien) setiap
3. Monitor TTV sebelum dan sesudah memberikan dua jam sekali.
analgesik narkotik 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
4. Dokumentasikan respon klien terhadap 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
penggunaan analgesik daerah yang tertekan
Daftar Pustaka
1. Bilous, Rudy dan Donelly, R. 2015. Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4. Jakarta : Bumi
Medika
2. Bulechek G M, Howard K B, Joanne M D, dan Cheryl M W. 2016. Nursing intervention
classification (NIC). Edisi 6. USA: Elsevier.
3. Dr. Robert B, Cooper.1996. Segala Sesuatu yang Anda perlu ketahui tentang
Pemeriksaan Medis.Jakarta:PT Grasindo.
4. Dr. Rubby, Billous.2008.Bimbingan Dokter pada Diabetes.Jakarta:Dian Rakyat.
5. Hartono, Radyanto IW 2012, Akupresur untuk berbagai penyakit, Katalog dalam Terbitan
(KDT), Perpustakaan Nasional.
6. Herdman, T H. 2018. Nanda Internasional Inc. Diagnosa keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
7. Moorhead S, Marion J, Meridean L M, dan Elizabeth S. 2016. Nursing outcomes
clasification (NOC): measurerement of heath outcomes. Edisi 5. USA: Elsevier.
8. Nurrahmani, U & Kurniadi, H 2015, STOP! gejala penyakit jantung koroner, kolesterol
tinggi, diabetes melitus, hipertensi, Istana Media, Yogyakarta.
9. Porth, CM 2007, Essentials of pathophysiology: Consept of altered health states, 2nd
edition, Lippincott Williams & Wilkins, USA.
10. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai