Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

IMPLEMENTASI DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN


INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) DAN INTERPROFESSIONAL
COLLABORATION (IPC)

STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

Tanggal 2 November 2020

Oleh

Laila Noor Fitriana, S.Kep

NIM. 2030913320009

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS ILMU KEPERAWTAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
IMPLEMENTASI DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN
INTERPROFESSIONAL EDUCATION (IPE) DAN INTERPROFESSIONAL
COLLABORATION (IPC)

STASE MANAJEMEN KEPERAWATAN

Oleh

Laila Noor Fitriana, S.Kep

NIM. 2030913320009

Banjarbaru, 2 November 2020

Mengetahui,

Koordinator Stase Manajemen Penguji/ Preseptor Akademik,

Herry Setiawan, S.Kep, Ns., M.Kep Herry Setiawan, S.Kep, Ns., M.Kep
NIP. NIP.

ii
DAFTAR ISI

COVER ..............................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan ............................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
A. Pengertian IPE - IPC ......................................................................................... 3
B. Tujuan IPE - IPC ............................................................................................... 3
C. Manfaat IPE - IPC ............................................................................................. 4
D. Kompetensi IPE - IPC ....................................................................................... 4
E. Karakteristik Model IPE - IPC yang Ideal......................................................... 5
F. Metode Pelaksanaan IPE - IPC ..........................................................................6
G. Hambatan IPE - IPC .......................................................................................... 6
H. Komunikasi Interprofessional............................................................................6
BAB 3 MANAJEMEN KEPERAWATAN DI ERA AKREDITASI RUMAH
SAKIT ..............................................................................................................8
BAB 4 PENUTUP ............................................................................................................9
A. Kesimpulan ........................................................................................................9
B. Saran .................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tenaga kesehatan merupakan tenaga profesional yang memiliki tingkat keahlian
dan pelayanan yang luas untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan yang berfokus pada kesehatan pasien. Tenaga kesehatan
memiiki tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu di era
global seperti saat ini. Pelayanan bermutu dapat diperoleh melalui praktik
kolaborasi antar tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah
perawat, dokter, dokter gigi, bidan, apoteker, dietisien, dan kesehatan masyarakat
(Kusumaningrum & Anggorowati, 2018).

Adanya peningkatan permasalahan pasien yang kompleks membutuhkan


keterampilan dan pengetahuan dari beberapa tenaga profesional (Keshtkaran et al.,
2014). Oleh karena itu kerja sama dan kolaborasi yang baik antar profesi kesehatan
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepuasan pasien dalam melakukan
pelayanan kesehatan. Pendekatan kolaborasi yang masih berkembang saat ini yaitu
interprofessional collaboration (IPC) sebagai wadah dalam upaya mewujudkan
praktik kolaborasi yang efektif antar profesi. Terkait hal itu maka perlu
diadakannya praktik kolaborasi sejak dini dengan melalui proses pembelajaran
yaitu dengan melatih mahasiswa pendidikan kesehatan. Sebuah grand design
tentang pembentukan karakter kolaborasi dalam praktik sebuah bentuk pendidikan
yaitu interprofessional education (IPE) (WHO, 2010).

IPC merupakan wadah kolaborasi efektif antar profesi untuk meningkatkan


pelayanan kesehatan. Sedangkan IPE merupakan proses satu kelompok mahasiswa
yang berhubungan dengan kesehatan yang memiliki latar belakang jurusan
pendidikan yang berbeda melakukan pembelajaran bersama dalam masa pendidikan
dengan berinteraksi untuk mencapai tujuan yang penting dengan berkolaborasi
dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehablitatif (Kusumaningrum &
Anggorowati, 2018).

1
Interprofessional Education penting diimplementasikan untuk pencapaian Patient
safety, lemahnya kolaborasi pada tenaga kesehatan antarprofesi secara tidak
langsung membuat pasien dalam sebuah resiko kesalahan dalam perawatan yang
akan mempengaruhi keselamatan nyawa pasien. Sudah dapat dibuktikan bahwa
Interprofessional Education (IPE) dapat meningkatkan upaya Interprofessional
Collaboration karena apabila peningkatan hanya dialami oleh satu profesi belum
tentu akan berpengaruh terhadap profesi lain. Interprofessional Education yang
dilakukan sejak dini akan meningkatkan fokus pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh antar profesi tenaga kesehatan (Royal College of Nursing, 2006).

IPE merupakan hal yang penting dalam membantu pengembangan konsep


kerjasama antarprofesional yang ada dengan mempromosikan sikap dan tingkah
laku yang positif antarprofesi yang terlihat di dalamnya. Oleh karena itu, penulis
ingin menjelaskan lebih lanjut tentang interprofessional education (IPE) dan
interprofessional collaboration (IPC).

B. Tujuan Penulisan
1) Mengetahui tentang pengertian IPE dan IPC
2) Mengetahui tentang tujuan IPE dan IPC
3) Mengetahui tentang manfaat IPE dan IPC
4) Mengetahui tentang kompetensi IPE dan IPC
5) Mengetahui tentang karakteristik model IPE dan IPC yang ideal
6) Mengetahui tentang metode pelaksanaan IPE dan IPC
7) Mengetahui tentang hambatan IPE dan IPC
8) Mengetahui tentang komunikasi interprofessional

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian IPE – IPC


Interprofessional education (IPE) merupakan suatu proses yang dilakukan dengan
melibatkan sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki
perbedaan latar belakang profesi dan melakukan pembelajaran bersama dalam
periode tertentu, adanya interaksi sebagai tujuan utama dalam IPE untuk
berkolaborasi dengan jenis pelayanan meliputi promotif, preventif, kuratif,
rehabilitatif. IPE memungkinkan kolaborasi yang efektif untuk meningkatkan
outcome kesehatan pasien (WHO, 2010).

Interprofessional Collaborative (IPC) adalah proses dalam mengembangkan dan


mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi, pasien/ klien/
keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan pelayanan kesehatan. IPC
merupakan wadah kolaborasi efektif antar profesi untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan yang terdiri dari perawat, dokter, dokter gigi, bidan, apoteker, dietisien,
dan kesehatan masyarakat serta sudah mendapatkan pelatihan tentang
interprofessional education (WHO, 2010).

B. Tujuan IPE – IPC


Hasil yang diharapkan dari IPE dapat diklasifikasikan antara lain reaksi, modifikasi
sikap dan persepsi, kemahiran pengetahuan dan keterampilan, perubahan perilaku,
perubahan dalam praktik organisasi, serta manfaat untuk pasien dan klien
(Hammick et al., 2007). Tujuan lain dari pelaksanaan IPE sendiri yaitu untuk
meningkatkan pemahaman tentang interdisipliner dan rasa kerjasama, untuk
membina kejasama yang kompeten, untuk membuat penggunaan sumber daya yang
efektif dan efisien, dan untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien yang
komprehensif (Cooper, 2001).

Hasil dari pelaksanaan IPE dapat dikelompokkan menurut domain, antara lain (1)
kerja tim: mampu menjadi seorang pemimpin dan mengetahui hambatan dalam
kerja tim; (2) peran dan tanggung jawab: mampu memahami area kompetensi
masing-masing profesi dan melakukannya dengan penuh tanggung jawab; (3)

3
komunikasi: mampu mengungkapkan pendapat dan mampu menjadi pendengar
yang baik terhadap anggota tim yang lain; (4) pembelajaran dan refleksi yang kritis:
menggambarkan adanya hubungan yang kritis dalam tim, mentransfer
interprofessional learning ke dalam lingkungan kerja; (5) hubungan dengan dan
mengenali kebutuhan pasien: mampu bekerjasama dalam kepentingan pasien
sebagai mitra dalam manajemen perawatan; (6) etika praktik: memahami
pandangan dari stereotype dari diri sendiri dan profesi lain, mengakui bahwa
pandangan yang dimiliki oleh setiap petugas kesehatan itu sama pentingnya dan
berlaku (WHO, 2010).

C. Manfaat IPE – IPC


World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara tentang
dampak dari penerapan praktek kolaborasi dalam dunia kesehatan menunjukkan
hasil bahwa praktek kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauan serta
koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya klinis spesifik yang sesuai,
outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan pelayanan serta keselamatan pasien.
WHO juga menjelaskan praktek kolaborasi dapat menurunkan komplikasi yang
dialami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan konflik di antara pemberi
layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinical error, dan rata-rata
jumlah kematian pasien (WHO, 2010).

D. Kompetensi IPE – IPC


Barr (1998) menjabarkan kompetensi kolaborasi, yaitu: 1) memahami peran,
tanggung jawab dan kompetensi profesi lain dengan jelas, 2) bekerja dengan profesi
lain untuk memecahkan konflik dalam memutuskan perawatan dan pengobatan
pasien, 3) bekerja dengan profesi lain untuk mengkaji, merencanakan, dan
memantau perawatan pasien, 4) menoleransi perbedaan, kesalahpahaman dan
kekurangan profesi lain, 5) memfasilitasi pertemuan interprofessional, dan 6)
memasuki hubungan saling tergantung dengan profesi kesehatan lain. American
College of Clinical Pharmacy (ACCP) (2009) membagi kompetensi untuk IPE
terdiri atas empat bagian yaitu pengetahuan, keterampilan, orientasi tim, dan
kemampuan tim.

4
No. Kompetensi Utama Komponen Kompetensi
1. Kompetensi pengetahuan - Strategi koordinasi
- Model berbagi tugas/ pengkajian situasi
- Kebiasaan karakter bekerja dalam tim
- Pengetahuan terhadap tujuan tim
- Tanggung jawab tugas spesifik
2. Kompetensi keterampilan - Pemantauan kinerja secara bersama-sama
- Fleksibilitas/ penyesuaian
- Dukungan/ perilaku saling mendukung
- Kepemimpinan tim
- Pemecahan konflik
- Umpan balik
- Komunikasi / pertukaran informasi
3. Kompetensi sikap orientasi - Kemajuan bersama
tim (moral) - Berbagi pandangan/ tujuan
4. Kompetensi kemampuan - Kepaduan tim
tim - Saling percaya
- Orientasi bersama
- Kepentingan bekerja tim
(Sumber : American College of Clinical Pharmacy, 2009)

E. Karakteristik Model IPE – IPC Ideal


Pengembangan model IPE yang ideal harus dimulai dengan persamaan paradigma
bahwa IPE hanyalah langkah awal dari tujuan utama dalam upaya meningkatkan
pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien. Pendekatan interprofessional akan
memfasilitasi dengan lebih baik mahasiswa dari satu disiplin ilmu untuk belajar
dari disiplin ilmu lainnya. Pembelajaran bersama antardisiplin ilmu dapat
meningkatkan keterampilan baru mahasiswa yang akan memperkaya keterampilan
khusus yang dimiliki masing-masing disiplin dan mampu bekerja sama lebih baik
dalam lingkungan tim yang terintegrasi. Selama ini penerapan IPE masih tidak
konsisten, untuk itu harus dibuat sebuah komitmen sehingga pembelajaran
interprofesional dapat diterapkan di institusi pendidikan dan diterapkan dalam

5
kurikulum pendidikan di semua program pelayanan kesehatan untuk memastikan
keberadaan jangka panjang IPE yang berkelanjutan (ACCP, 2009).

F. Metode Pelaksanaan IPE – IPC


Alternatif metode pembelajaran yang mungkin untuk penerapan IPE, adalah metode
pembelajaran yang bisa didesign secara komprehensif dan kolaboratif meliputi
kuliah, diskusi tutorial, skills laboratorium, field study, KKN, kepaniteraan, praktik
klinik, shadowing, atau simulation (Sedyowinarso dkk, 2011).

G. Hambatan dalam IPE – IPC


Saat ini praktik pembelajaran IPE telah diterapkan selama beberapa dekade, banyak
ditemukannya hambatan yang telah diidentifikasi. Hambatan dalam IPE ini terdapat
pada pengorganisasian, pelaksanaan, komunikasi, budaya ataupun sikap. Oleh
karenanya sangat penting diperlukan tindakan dalam mengatasi hambatan-
hambatan tersebut sebagai persiapan mahasiswa dan praktisi profesi kesehatan yang
lebih baik demi berjalannya praktek kolaborasi yang efektif hingga dapat merubah
sistem pelayanan kesehatan (Sedyowinarso dkk, 2011).

Hambatan-hambatan yang mungkin mucul adalah penanggalan akademik, peraturan


akademik, struktur penghargaan akademik, lahan praktek klinik, masalah
komunikasi, bagian kedisiplinan, bagian professional, evaluasi, pengembangan
pengajar, sumber keuangan, jarak geografis, kekurangan pengajar interdisipliner,
kepemimpinan dan dukungan administrasi, tingkat persiapan peserta didik, logistik,
kekuatan pengaturan, promosi, perhatian dan penghargaan, resistensi perubahan,
beasiswa, sistem penggajian, dan komitmen terhadap waktu (ACCP, 2009).

Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang muncul dapat


dilakukan dengan penyesuaian jadwal antar profesi yang bersangkutan, adanya
sikap disiplin dan saling memahami untuk terciptanya komunikasi dan kedisiplinan
yang baik, menyiapkan bahan diskusi di hari sebelumnya, finansial yang cukup
untuk pengadaan fasilitas pendukung dalam IPE.

H. Komunikasi Interprofessional
Interprofesional collaboration untuk meningkatkan keselamatan pasien dapat
dilakukan dengan melaksanakan komunikasi yang efektif antar petugas dan staf di
6
rumah sakit. Kolaborasi ini dapat diwujudkan dengan melaksanakan komunikasi
yang efektif. Komunikasi yang efektif antar perawat dan tenaga kesehatan dapat
memberikan efek yang baik bagi keselamatan pasien. Komunikasi yang efektif
dapat mempermudah perawat untuk bertukar pikiran dengan tenaga kesehatan
lainnya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada pasien. Meningkatkan
pengetahuan perawat dan dokter tentang pendekatan yang berbeda dan persepsi
tentang komunikasi perawat- dokter dan kolaborasi dapat menyebabkan saling
pengertian yang lebih baik dan hubungan yang lebih efektif kolaboratif (Rokhmah,
2017).

Perawat juga harus mampu membangun keterampilan komunikasi dan keterampilan


dalam prakteknya sehingga dapat berfungsi secara efektif dalam melakukan
keperawatan dengan tim kesehatan interprofessional lainnya, mendorong terjadinya
komunikasi terbuka, serta menunjukkan rasa saling menghormati serta dapat
dilibatkan dalam pengambilan keputusan secara bersama untuk mencapai
perawatan pasien yang berkualitas. Komunikasi Interprofesi yang baik dan tepat
menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagai ide, dan pengambilan
keputusan bersama berkaitan dengan keselamatan pasien. Bila komunikasi yang
dilakukan oleh para tenaga dan staf kesehatan tidak efektif, maka keselamatan
pasien menjadi taruhannya (Rokhmah, 2017).

Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interprofesional, yaitu (Rokhmah, 2017):


1) Persepsi
Perbedaan persepsi yang terjadi antar profesi yang berinteraksi dapat
menimbulkan berbagai kendala dalam melaksanakan komunikasi yang efektif.
2) Lingkungan
Lingkungan yang nyaman dapat mempengaruhi proses terjadinya komunikasi
yang efektif antar profesi kesehatan dalam menyelesaikan masalah keselamatan
pasien.
3) Pengetahuan
4) Ketika para tenaga kesehatan tidak memiliki pengetahuan maka dapat
menimbulkan feedback negatif karena pesan yang disampaikan tidak dipahami.

7
BAB 3
MANAJEMEN KEPERAWATAN DI ERA AKREDITASI RUMAH SAKIT

Pemberian pelayanan dan asuhan kepada pasien merupakan tanggung jawab rumah
sakit. Untuk memberikan pelayanan dan asuhan pasien yang efektif dan aman
diperlukan adanya komunikasi yang yang efektif, kolaborasi, serta implementasi yang
sesuai dengan kebutuhan pasien. Sesuai dengan Standar PAP 2 pada Standar Nasional
Akreditasi Rumah Sakit (SNARS) Edisi 1, yaitu ditetapkan proses untuk melakukan
integrasi serta koordinasi pelayanan dan asuhan kepada setiap pasien. Metode
interprofessional education – collaboration dapat diterapkan di rumah sakit, karena IPE
– IPC memungkinkan adanya kolaborasi antar profesi yang bertujuan untuk mencapai
asuhan dan pelayanan pasien yang efektif dan aman.

Sesuai dengan SNARS, terdapat sasaran keselamatan pasien poin 2 tentang


meningkatkan komunikasi yang efektif bahwa komunikasi dianggap efektif apabila
tepat waktu, akurat, lengkap, tidak mendua (ambigu), dan diterima oleh penerima
informasi yang bertujuan mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
Dalam penerapan interprofessional education – collaboration diperlukan adanya
komunikasi yang efektif antar profesi untuk mengurangi terjadinya kesalah pahaman
yang dapat membahayakan keselamatan pasien. Selain itu, komunikasi yang baik juga
dapat menjadi jembatan untuk meningkatkan kerjasama antar profesi tenaga kesehatan.
Dengan komunikasi yang baik kita dapat berkolaborasi dan bekerjasama secara optimal
demi kepentingan keselamatan pasien.

8
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Interprofessional education (IPE) merupakan suatu proses yang melibatkan
sekelompok profesi kesehatan yang berbeda dan melakukan pembelajaran bersama
dalam periode tertentu, yang memungkinkan adanya kolaborasi untuk
meningkatkan outcome kesehatan pasien.

Interprofessional Collaborative (IPC) merupakan wadah kolaborasi efektif antar


profesi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang terdiri dari perawat, dokter,
dokter gigi, bidan, apoteker, dietisien, kesehatan masyarakat, dsb.

B. Saran

Interprofessional education – collaboration merupakan metode yang sangat bagus


untuk diterapkan di rumah sakit maupun ranah pendidikan. Interprofessional
education yang diterapkan sejak dini pada mahasiswa dapat menjadi bekal yang
sangat baik saat masuk ke ranah kerja di lapangan. Sehinggan nantinya saat di
rumah sakit dapat tercipta interprofessional collaboration yang efektif.

9
DAFTAR PUSTAKA

American College of Clinical Pharmacy (ACCP). 2009. “Interprofessional Education :


Principle And Application, A Framework For Clinical Pharmacy”.
Pharmacotherapy. 29 (3): 145-164.

Barr, H. 1998. “Competent to Collaborate: Towards a Competency-based Model for


Interprofessional Education”. Journal of Interprofessional Care. Vol 12.

Cooper, H., dkk. 2001. “Developing An Evidence Base For Interdisciplinary Learning:
A Systematic Review”. Journal of Advanced Nursing. Vol. 35.

Hammick, M, D. Freeth, L. Koppel, S. Reeves & H. Barr. 2007. “A Best Evidence


Systematic Review of Interprofessional Education: BEME Guide No. 9”.
Medical Teacher. 29: 735-751.

Keshtkaran, Zahra, Farkhondeh Sharif, & Masoume Rambod. 2014. “Student’s


Readiness For and Perception of Inter-professional Learning: A Cross-
Sectional Study”. Nurse Education Today 34. 991–998.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Agustus 2017. Standar Nasional Akreditasi Rumah
Sakit, Edisi 1.

Kusumaningrum, Puput Risti & Anggorowati. 2018. “Interprofesional Education (IPE)


Sebagai Upaya Membangun Kemampuan Perawat Dalam Berkolaborasi
Dengan Tenaga Kesehatan Lain”. Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan. Vol. 1 No. 1.

Rokhmah, Noor Ariyani. 2017. “Komunikasi Efektif dalam Praktek Kolaborasi


Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan”. Universitas
Diponegoro. Journal of Health Studies, Vol 1 No. 1

Royal College of Nursing. 2006. The impact and effectiveness of interprofessional


education in primary care : An RCN literature review. London: RCN.
Sedyowinarso, dkk. 2011. “Persepsi dan Kesiapan Mahasiswa dan Dosen Profesi
Kesehatan terhadap Model Pembelajaran Interprofessional Education, Kajian
Nasional Mahaiswa Kesehatan Indonesia”. Program Nasional Mahasiswa Ilmu
Kesehatan dalam Bidang Pendidikan. Jakarta. HPEQ-Project DIKTI.

World Health Organization. 2010. Framework for Action on Interprofesional Education


& Collaborative Practice. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai