KASUS (HALUSINASI)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien
gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan tanpa stimulus nyata (Dr. Budi Anna Keliat 2012).
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata,
artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar (Stuart and Laraia,
2005).
Gangguan orientasi realita adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespon pada
realita. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal tidak dapat membedakan
lamunan dan kenyataan klien tidak mampu memberi respon secara akurat sehingga tampak
perilaku yang sukar di mengerti dan mungkin menakutkan (Stuart and Sunden 2009).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah. Halusinasi adalah
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada
objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klen mengatakan mendengar suara padahal
tidak ada orang yang berbicara (Stuart, 2008).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan halusinasi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami satu gangguan sensori persepsi terhadap lingkungan sekitar tanpa ada
stimulus luar baik secara penglihatan, pendengaran, pengecapaan, perabaan dan penciuman.
II.
2. Proyeksi : keinginan yang tidak dapat ditoleransi mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi).
3. Isolasi sosial : reaksi yang ditampilakn dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atu lari menghindar sumber stressor, misalnya
menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi
psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat,
sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
d. Rentang Respon
Dari definisi yang telah djelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa halusinasi
merupakan persepsi yang nyata tanpa adanya stimulus. Gangguan sensori persepsi:
halusinasi disebabkan oleh fungsi otak yang terganggu. Respon individu terhadap
gangguan orientasi berfokus sepanjang rentang respon dari adaptif sampai yang
maladaptif, dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
Respons Maladaptif
1. Pikiran Logis
1. Waham
2. Persepsi akurat
2. Ilusi
2. Halusinasi
3. Emosi konsisten
3. Emosi
3. Ketidakmampuan
4. Perilaku sesuai
4. Perilaku ganjil
4. Ketidakteraturan
5. Hubungan social
5. Menarik diri
5. Isolasi sosial
( Stuart and Laraia, 2007)
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya
secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :
a) Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu
sesuai dengan kenyataan.
b) Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana
dapat membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya
menurut berbagai sensasi yang dihasilkan.
c) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.
d) Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
e) Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi
dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana individu dalam
menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai diantaranya :
a) Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk memproses data
secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses pikir, seperti ketakutan,
merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
b) Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi yang
diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan.
c) Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai dengan
stimulus yang datang.
d) Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak sesuai
dengan peran.
e) Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari lingkungan atau
tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.
e. Fase - Fase Halusinasi
Halusinasi berkembang melalui lima fase, yaitu sebagai berikut:
a) Fase Pertama
Disebut sleep disorder adalah fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Klien
merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang
lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah semakin teasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dihianati kekasih,
utang, drop out, dll.
Masalah terasa menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung secara terus-menerus
sehingga terbiasa mengkhayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut
sebagai pemecahan masalah.
b) Fase Kedua
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk
dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya, dan suka menyendiri.
c) Fase Ketiga
Disebut juga fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri
menjadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin
orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bias
membedakan realitas.
d) Fase Keempat
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik: bisiskan, suara, isi
halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi
terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
(Auditory-hearing
Data Subjektif
Mendengar suara
menyuruh melakukan
voices or souns)
bunyi
Mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap
Mendengar seseorang
Data Objektif
Mengarahkan telinga pada
sumber suara
Bicara atau tertawa sendiri
Marah-marah tanpa sebab
Menutup telinga
Mulut komat-kamit
Ada gerakan tangan
Penglihatan
(Visual-seeing
tertentu
Menunjuk kearah tertentu
Ketakutan pada objek yang
Halusinasi
persons or thing)
dilihat
Penghidu
perawat
Mencium sesuatu seperti
parfum yang
menyenangkan
Klien sering mengatakan
tempat tertentu
(Olfactory-smelling
odors)
menyertai klien
demensia, kejang atau
Halusinasi Perabaan
(Tactile-feeling
bodily sensations)
penyakit serebrovaskuler
Klien mengatakan ada
Mengusap, menggaruk-
sesuatu yang
garuk, meraba-raba
menggerayangi tubuh
menggerak-gerakan badan
permukaan kulit,
merasakan sangat panas
atau sangat dingin,
merasakan tersengat
aliran listrik
Halusinasi
Pengecapan
(Gustatory-
atau muntah
experiencing taste)
Cenesthetic &
sesuatu
Klien melaporkan bahwa
Kinestetic
hallucinations
tentang tubuhnya
III.
A. Pohon Masalah
sedang
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan pohon masalah menurut NANDA (2006), adalah
sebagai berikut:
1. Gangguan Sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
2. Risiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
V.
Rencana tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik:
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
Buat kontrak yang jelas
Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali interaksi
Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
Tupen 2 : Setelah dilakukan interaksi selama x , klien mampu mengenal halusinasi
pendengaran dan perabaan. Kriteria hasil :
a. Klien mampu menyebutkan waktu, isi, frekwensi munculnya halusinasi
b. Klien mampu menyebutkan prilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi muncul
c. Klien mampu menyebutkan akibat dari prilaku yang biasa dilakukan saat
halusinasi terjadi
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
1. Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi
2. Bantu klien mengenal halusinasi :
a) Tanyakan apakah klien mengalami halusinasi
b) Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
c) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun
d)
e)
1. Diskusikan bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tupen 4 : Setelah di lakukan interaksi selama ..x dengan keluarga klien dapat
dukungan dalam mengendalikan halusinasi pendengaran dan perabaan.
Kriteria Hasil :
a. Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan perawat
b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi
halusinsi
Rencana Tindakan :
1. Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan (waktu,tempat, dan topik)
2. Diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan
ramah)
3. Pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dapat dilakukan klien
dan keluarga untuk menmutus, obat-obatan, cara anggota keluarga mencegah
halusinasi.
4. Beri informasi waktu kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi tidak di atasi.
Tupen 5 : Setelah di lakukan interaksi selama .x , Klien dapat memanfatkan obat
dengan baik. Kriteria Hasil :
a. Klien dam keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek samping obat, dan
nama warna dan dosis
b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
c. Klien dan keluarga memahami akibat berhenti minum obat tanpa rekomendasi.
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
2. Pantau klien saat penggunaan obat.
Tujuan umum: Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya. Ekspresi wajah bersahabat, klien
nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat
perawat.
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan
menerima klien apa adanya.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
TUK 2:
Intervensi:
1. Adakan kontak sering dan singkat.
2. Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
3. Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi
perawat.
4. Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi.
5. Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan
situasi.
6.
halusinasinya timbul.
Intervensi:
1. Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya
timbul.
2. Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan
melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan :
menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat
timbul halusinasi.
3. Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
4. Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
5. Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinasinya.
Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
1. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol
halusinasinya.
Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
1. Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien
bila halusinasinya timbul.
2. Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan
klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk
rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
3. Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial; menarik diri
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang
disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan
menerima klien apa adanya.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
3. Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
TUK 2 :
Intervensi:
1. Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang
nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
2. Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang
dimilikinya.
TUK 3:
Intervensi:
1. Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
2. Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
3. Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
4. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialaminya.
TUK 4:
Intervensi:
1. Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
2. Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.
Intervensi:
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga
diri rendah.
2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
3. Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat A. Budi, Akemat. 2001. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC.
2. Stuart & Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
3. Tim Direktorat Keswa. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung: RSJP
Bandung: 2000