Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Bidang studi : Keperawatan Jiwa


Topik : Peran keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa dengan
masalah perilaku kekerasan
Sasaran : Pasien dan keluarga di Ruang Rawat Jalan RSJD DR Amino
Gondohutomo
Tempat : Ruang Rawat Jalan RSJD DR Amino Gondohutomo
Hari/Tanggal : Selasa, 10 April 2018
Waktu : 08.00-08.30

1. Tujuan Instruksional Umum


Setelah diberikan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga di Ruang Rawat Jalan
RSJD DR Amino Gondohutomo mengetahui tindakan yang dilakukan dalam
merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan diharapakan pasien dan keluarga dapat:
a. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan
b. Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan
c. Menyebutkan kembali rentang respons marah
d. Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan
e. Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah
perilaku kekerasan
3. Materi
Materi penyuluhan terlampir:
a. Definisi pengertian perilaku kekerasan
b. Penyebab pengertian perilaku kekerasan
c. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pengertian perilaku kekerasan
e. Peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan

4. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
5. Media
Flipchart
Leaflet
6. Kegiatan penyuluhan

NO WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN PESERTA

1 5 Menit Pembukaan:
1. Memberi salam dan memperkenalkan 1. Menyambut salam
diri dan mendengarkan
2. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan. 2. Mendengarkan
3. Melakukan kontrak waktu. 3. Mendengarkan
4. Menyebutkan materi penyuluhan yang 4. Mendengarkan
akan diberikan

2 10 Menit Pelaksanaan :
1. Menggali informasi yang telah diketahui 1. Menyampaikan
peserta tentang perilaku kekerasan. informasi yang telah
2. Memberikan penjelasan tentang: diketahui
a. Definisi perilaku kekerasan 2. Mendengarkan dan
b. Penyebab perilaku kekerasan memperhatikan
c. Rentang respons marah pengertian
perilaku kekerasan
d. Tanda dan Gejala Perilaku
Kekerasan.
e. Peran keluarga merawat penderita
dengan perilaku kekerasan

3 10 Menit Tanya Jawab


1. Memberi kesempatan bertanya kepada 1. Memberikan
peserta pertanyaan
2. Menjawab pertanyaan dari peserta 2. Menjawab
pertanyaan
4 5 Menit Penutup :
1. Feedback materi 1. Menyebutkan sesuai
2. Menyimpulkan materi yang telah materi yang diberikan
diberikan 2. Mendengarkan dan

3. Membagi leaflet membalas salam


3. Menerima leaflet
4. Mengucapkan terima kasih dan salam
penutup

7. Kriteria Evaluasi
a. Evaluasi struktur
1) Peserta hadir ditempat yang sudah ditentukan untuk penyuluhan kesehatan
minimal 15 orang.
2) Penyuluhan kesehatan dilaksanakan di ruang tunggu Ruang Rawat Jalan RSJD
DR Amino Gondohutomomo Provinsi JawaTengah
3) Sarana dan prasarana memadai.
b. Evaluasi proses
1) Moderator memberi salam dan memperkenalkan diri.
2) Moderator menjelaskan tujuan dari penyuluhan.
3) Moderator melakukan kontrak waktu dan menjelaskan mekanisme penyuluhan.
4) Moderator menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan.
5) Penyaji menggali informasi dan pengalaman yang telah diketahui peserta
tentang perilaku kekerasan.
6) Penyaji menjelaskan tentang definisi, penyebab, rentang respon, tanda dan
gejala serta peran keluarga dalam merawat pasien dengan perilaku kekerasan
7) Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan kesehatan.
8) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sampai selesai.
9) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar.
c. Evaluasi Hasil
1) Peserta memahami tentang definisi, penyebeb, rentang respon, tanda dan
gejala, serta peran keluarga dalam merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
2) Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan kesehatan sesuai yang
diharapkan.
3) Kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang dicapai
8. Pengorganisasian :
Moderator : Sunarno
Pembicara : Wahyu Catur R
Observer : Wowo P
Fasilitator : Zainal A, Sukasmi
9. Job Description :
a. Moderator
Membantu penyaji dalam mengorganisasikan peserta penyuluhan, membuka dan
menutup penyuluhan, memimpin jalannya proses diskusi
b. Penyaji
Menyampaikan materi dan menjawab pertanyaan
c. Observer
Mencatat dan mengevaluasi proses berlangsungnya penyuluhan, meliputi
penilaian kerja masing-masing personil, mencatat pertanyaan dan feedback dari
peserta
d. Fasilitator
1) memfasilitasi dan memotivasi anggota penyuluhan untuk berperan aktif
2) memfokuskan kegiatan
3) membantu mengkoordinasikan anggota kelompok
10. Setting

Flipchart Penyaji
Moderat
or

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Fasilitator Peserta Peserta


Fasilitator
Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Peserta

Observe
r
Lampiran Materi
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan adalah
perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik,
emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif
merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara
fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).
2. Penyebab
Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,
cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan faktor
presipitasi.
a. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu
perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi penganiayaan juga berpengaruh.
Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan
cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya
dengan kekerasan.

2) Perilaku
Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada
umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin
dihargai dan diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan prestise
juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan
3) Sosial budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial
yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah
perilaku kekerasan diterima (permisive).
4) Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal
dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan
orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan
yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif
dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.
Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai
kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas
tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan
ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan
negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.

3. Rentang respons marah


Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi
oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan
perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan
kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu :
Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif. Dengan
melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini
dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan
ngamuk.
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
a. Assertif
Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa
merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi
Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang tidak
realistis. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat
dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif
Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu.
Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan
mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif
terhadap lingkungan yang masih terkontrol.
e. Mengamuk
Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol.
4. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:

a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Akibat Dari Perilaku Kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi
dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain,
memecahkan perabot, membakar rumah dll.
6. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang
mempunyai perilaku kekerasan
a. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat
bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga
diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan.
b. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait
contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan
konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan.
c. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan
melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku
kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga
terutama orangtua.
7. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan
a. Mencegah terjadinya perilaku amuk :
1) Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga
2) Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang
berada dalam kesulitan
3) Saling menghargai pendapat dan pola pikir
4) Menjalin keterbukaan
5) Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan
6) Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki
kekurangan tersebut
7) Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada
anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien
dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
8) Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota
dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya
minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
9) Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah
dilatih di rumah sakit.
10) Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah.
11) Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga
risiko pelaku kekerasan.
12) keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan
melakukan perilaku kekerasan
b. Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien :
1) Menarik nafas dalam
2) Memukul-mukul bantal
3) Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien mengucapkan apa yang
tidak disukai klien
4) Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu’ dan shalat
5) Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur.
c. Bila Klien dalam PK
Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien
ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahan utamakan keselamatan diri
klien dan penolong.

Daftar pustaka

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI;
Jakarta.
WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ;
Jakarta.
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis
Mosby Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Anonim. 2011. Cegah dan hindari kekerasan, diakses tanggal 22 Mei 2011. Jam 14.30
dari http://www.orangtua.org/cegahdanhidarikekerasan=804

Anda mungkin juga menyukai