Disusun Oleh :
Nama : Vina Ariyani
Kelas : 3C
Kelompok : 14
Di Desa Gunem
I. LATAR BELAKANG
Kekerasan Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama anak dan perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan yang secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi masalah
serius di keluarga dan pekerja dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukan bahwa
KDRT memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak dan wanita sebagaikorban
kekerasan.
Tindak kekerasan pada anak dan perempuan dalam rumah tangga dan pekerja
merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan dari
masyarakatdan para penegak hukum karena beberapa alasan pertama: tindak kekerasan
pada anak dan perempuan dalam keluarga memiliki ruang lingkup sangat pribadi dan
terjaga privacynya berkaitan dengan keharmonisan rumah tangga, kedua : tindak
kekerasan pada anak dan perempuan dalam pekerjaan dianggap wajar karena hak majikan
sebagai pemimpin di suatu tempat kerja.
II. TUJUAN INTRUKSIONAL
a. Tujuan Intruksional Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapakan peserta memahami tentang konsep
dan asuhan keperawatan KDRT pada anak dan permpuan dalam keluarga dan pekerja
b. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan, diharapkan 75 % peserta dapat :
1. Menjelaskan konsep KDRT
2. Menjelaskan definisi KDRT
3. Menyebutkan tanda dan gejala KDRT
4. Menyebutkan faktor penyebab KDRT
5. Menyebutkan factor yang mendukung terjadinya perilaku KDRT
6. Menyebutkan penanggulangan KDRT
7. Menyebutkan prevalensi KDRT
8. Uraian Tugas
a. Penanggung jawab
Mengkoordinir persiapan dan pelaksanaan penyuluhan.
b. Moderator
1. Membuka acara,
2. Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
3. Menjelaskan tujuan dan topik.
4. Menjelaskan kontrak waktu.
5. Menyerahkan jalannya penyuluhan kepada pemateri.
6. Mengarahkan alur diskusi.
7. Memimpin jalannya diskusi.
8. Menutup acara
c. Pemateri
Mempersiapkan materi untuk penyuluhan.
d. Observer
Mengamati proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir.
e. Fasilitator
1. Memotifasi peserta untuk berperan aktif dalam jalannya penyuluhan.
2. Membantu dalam menanggapi pertanyaan dari peserta.
IV. METODE
Diskusi
V. MEDIA
PPT
VI. MATERI
Terlampir
1. Evaluasi proses
1. Masyarakat antusias terhadap materi penyuluh
2. Tidak ada anggota masyarakat yang meninggalkan acara atau tempat penyuluhan
3. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar
2. Evaluasi Hasil
Masyarakat mampu memahami tentang kasus kekerasan fisik.
LAMPIRAN MATERI
A. Definisi KDRT
Konselor Pernikahan Jan Held LPC menjelaskan kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT) adalah sebuah perilaku manipulatif dan mengontrol yang dilakukan pasangan.
Perilaku kekerasan tersebut mencakup empat hal :
1. Kekerasan Fisik : Anda disebut mengalami kekerasan fisik jika pasangan melakukan
pemukulan, ditampar, menarik rambut, mencekik atau melakukan sentuhan (secara
kasar) yang tidak diinginkan.
2. Kekerasan Seksual : Sentuhan secara seksual, hubungan seksual yang tak diinginkan
adalah bentuk dari kekerasan seksual.
3. Kekerasan Psikis : Anda diisolasi atau dijauhkan dari keluarga dan teman-teman,
setiap aktivitas dipantau pasangan, pasangan terlalu posesif atau kerap disakiti dengan
kata-kata kasar,Jika iya, artinya Anda sudah mengalami kekerasan psikis.
Kerap kali para pelaku KDRT membuat pasangannya sulit melepaskan diri dari
mereka. Pelaku ini bisa melakukan berbagai cara misalnya dengan menguasai atau tidak
memberi uang, mencabut akses komunikasi dan tranportasi. Para pelaku KDRT ini pun
punya sikap yang naik turun. Berikut tiga tahapan sikap mereka :
1. Tahap Membangun Emosi : pada saat ini biasanya pelaku akan merasa tidak berdaya.
Pelaku merasa pasangan yang menjadi korban KDRT seharusnya menenangkan dan
pelaku merasa mereka memiliki beberapa cara untuk mengatasi stres.
2. Tahap Meledak : ketika stres sudah tidak bisa diatasi, pelaku akan kehilangan kontrol
diri, pelaku pun akan menyalahkan pasangan atas kekerasan yang mereka lakukan.
3. Tahap ‘Bulan Madu’ : di tahapan ini si pelaku akan insyaf mendadak. Mereka akan
minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Pelaku juga akan
memberikan korbannya hadiah. Pelaku mengurangi KDRT-nya. Untuk mengatasi
perasaan bersalah, pelaku akan mengalihkan ke hal lain dengan minum alkohol atau
memukul orang/benda lain.
Untuk korban KDRT, sangat penting dipahami kalau kekerasan yang dilakukan
pelaku bukanlah kesalahan Anda. Pelaku biasanya akan melakukan hal tersebut agar
tindakan mereka dianggap rasional.
B. BENTUK-BENTUK KDRT
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut :
1. Kekerasan Fisik yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka
berat. Misalnya perbuatan memukul, menempeleng, meninju, menampar, menendang,
mendorong, melempar sesuatu, menjambak rambut, mencekik, dan penggunaan
senjata tajam
2. Kekerasan Psikis, yaitu perbuatan yang bersifat verbal yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Misalnya mengejek,
mencela, menghina, memaki dengan kata-kata kotor, mengancam akan menyiksa,
membawa pergi anak-anak, akan membunuh, melarang berhubungan dengan keluarga,
atau dengan kawan dekat, atau melakukan intimidasi bahkan isolasi.
3. Kekerasan Seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap
orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga, dan pemaksaan hubungan seksual
terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Misalnya pemerkosaan,Penelantaran
Rumah Tangga(Kekerasan Ekonomi), yaitu perbuatan menelantarkan orang dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena
persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau
pemeliharaan kepada orang tersebut. Misalnya: membatasi pemberian nafkah, tidak
merawat anak-anak, meninggalkan rumah tangga dengan tidak bertanggung jawab,
memaksa anak-anak mengemis, memaksa anak/isteri melakukan prostitusi.
E. PROSES KEKERASAN
Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga tidaklah selalu muncul dengan
seketika, tetapi terjadi melalui proses tertentu. Secara umum proses terjadinya adalah
sebagai berikut: muncul masalah yang memicu ketegangan, dilanjutkan dengan
ungkapan verbal yang kasar kepada suami/isteri atau anak-anak, kata-kata kasar
dilanjutkan dengan penyiksaan, dalam posisi ini perlawanan justru akan meningkatkan
ledakan emosi, setelah puas melampiaskan emosinya, ketegangan menurun, dan diikuti
penyesalan dari pelaku.
Biasanya kekerasan dalam rumah tangga khususnya antara suami dan isteri, isteri
sebagai korban senantiasa ada dalam posisi yang terpojok, karena isteri senantiasa
memiliki beban moral untuk menyelamatkan ikatan keluarga, daripada berusaha untuk
menyelamatkan diri sendiri.
Korban sebagai perwujudan dampak psikis dari kekerasan yang ia alami. Ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat dapat tampil dalam perilaku-perilaku berikut ini :
1. Kehilangan minat untuk merawat diri, yang tampil dalam perilaku menolak atau
enggan makan/minum, makan tidak teratur, malas mandi atau berdandan, tampil
berantakan seperti rambut kusut, pakaian awut-awutan.
2. Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, yang tampil dalam perilaku
mengurung diri di kamar, tidak mau berhubungan dengan orang lain, cenderung diam,
dan enggan bercakap-cakap.
3. Perilaku depresif, tampil dalam bentuk pandangan mata kosong seperti menatap jauh
ke depan, murung, banyak melamun, mudah menangis, sulit tidur atau sebaliknya
terlalu banyak tidur, dan berpikir tentang kematian
4. Terganggunya aktivitas atau pekerjaan sehari-hari, seperti sering menjatuhkan barang
tanpa sengaja, kurang teliti dalam bekerja yang ditunjukkan dengan banyaknya
kesalahan yang tidak perlu, sering datang terlambat atau tidak masuk bekerja, tugas-
tugas terlambat tidak sesuai tenggat waktu, tidak menyediakan makanan untuk anak
padahal sebelumnya hal-hal ini dilakukannya secara rutin
5. Ketidakmampuan melihat kelebihan diri, tidak yakin dengan kemampuan diri, dan
kecenderungan membandingkan diri dengan orang lain yang dianggapnya lebih baik.
Contohnya menganggap diri tidak memiliki kelebihan meski fakta yang ada
menunjukkan hal sebaliknya, atau sering bertanya apakah yang ia lakukan sudah
benar atau belum
6. Kehilangan keberanian untuk melakukan tindakan yang ditunjukkan dengan tidak
berani mengungkapkan pendapat atau tidak berani mengingatkan pelaku jika
bertindak salah
7. Stres pascatrauma, yang tampil dalam bentuk mudah terkejut, selalu waspada; sangat
takut bila melihat pelaku, orang yang mirip pelaku, benda-benda atau situasi yang
mengingatkan akan kekerasan, gangguan kilas balik (flash back) seperti tiba-tiba
disergap bayangan kejadian yang telah dialami, mimpi-mimpi buruk dan atau
gangguan tidur
8. Kebingungan-kebingungan dan hilangnya orientasi, yang tampil dalam bentuk merasa
sangat bingung, tidak tahu hendak melakukan apa atau harus bagaimana
melakukannya, seperti orang linglung, bengong, mudah lupa akan banyak hal, terlihat
tidak peduli pada keadaan sekitar, tidak konsentrasi bila diajak berbicara
9. Menyakiti diri sendiri atau melakukan percobaan bunuh diri
10. Perilaku berlebihan dan tidak lazim seperti tertawa sendiri, bercakap-cakap sendiri,
terus berbicara dan sulit dihentikan, pembicaraan kacau; melantur, berteriak-teriak,
terlihat kacau tak mampu mengendalikan diri, berulang-ulang menyebut nama
tertentu, misalnya nama pelaku tanpa sadar
11. Perilaku agresif, seperti menjadi kasar atau mudah marah terhadap anak/pekerja
rumah tangga/staf atau rekan kerja, membalas kekasaran pelaku seperti mengucapkan
kata-kata kasar, banyak mengeluhkan kekecewaan terhadap pelaku
12. Sakit tanpa ada penyebab medis (psikosomatis), seperti infeksi lambung, gangguan
pencernaan, sakit kepala, namun dokter tidak menemukan penyebab medis, mudah
merasa lelah, seperti tidak bertenaga, dan pegal/sakit/ngilu, tubuh sering gemetar
13. Khusus pada anak, dampak psikis muncul dalam bentuk :
a. Mundur kembali ke fase perkembangan sebelumnya seperti kembali mengompol,
tidak berani lagi tidur sendiri, kembali ingin terus berdekatan dengan orang lain
yang dirasa memberi rasa aman, harus selalu ditemani
b. Gangguan perkembangan bahasa seperti keterlambatan perkembangan bahasa,
gangguan bicara seperti gagap.
c. Depresi yang tampil dalam bentuk perilaku menolak ke sekolah; prestasi menurun;
tidak dapat mengerjakan tugas sekolah atau pekerjaan rumah dengan baik yang
ditandai dengan banyaknya kesalahan, kurangnya perhatian pada tugas atau pada
penjelasan yang diberikan orang tua/guru, dan berbagai keluhan fisik.
Dampak kekerasan psikis di atas perlu dipahami dalam arti ada perubahan
perilaku dari yang tadinya tidak pernah atau hanya sedikit ditampilkan menjadi mulai
ditampilkan atau sering tampil pada diri korban. Selain itu, salah satu kesulitan aparat
penegak hukum adalah korban mungkin saja datang dengan tidak menampilkan satu
pun dari dampak-dampak di atas. Dalam hal ini, penegak hukum diharapkan dapat
menggali dampak psikis dengan sabar dan empatis.
Tindak kekerasan terhadap perempuan dan KDRT tidak kenal usia, status, etnis,
warna kulit, tempat dan waktu. Selalu mungkin saja terjadi, bukan saja karena ada niat,
tetapi juga terbukanya peluang untuk melakukan tindak kekerasan tersebut. Berbagai
bentuk tindak kekerasan seperti dalam rumah tangga, perkosaan, pelecehan seksual,
perdagangan perempuan, kejahatan perkawinan dan tenaga kerja. Jenis kekerasan seperti
kekerasan fisik dan nonfisik(psikologis). Berbagai tindak kekerasan ini terjadi tentunya
karena adanya relasi atau interaksi sosial yang semakin terbuka dan dipengaruhi oleh
berbagai nilai demokrasi, modernisasi dan nilai-nilai global yang semakin melemahkan
nilai-nilai budaya dan moral kita. Adalah tanggung jawab kita semua untuk memahami
permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan KDRT. Satu hal yang perlu kita sadari
bahwa kekerasan terhadap perempuan/KDRT oleh suami, misalnya, sering sekali adalah
akibat prilaku istrinya sendiri yang terlalu emosional dan tidak rasional tatkala
menghadapi masalah dalam rumah tangga. Laki-laki, bukan hanya perempuan perlu
instrospeksi diri untuk melihat sumber-sumber pemicu kekerasan dalam rumah tangga
antara suami dan isteri dan anak-anak. Kita perlu sadar hukum, perlu berani bertindak,
dan terbuka. Demikian pula tidak menabukan masalah pendidikan seks kepada anak-anak.