Anda di halaman 1dari 9

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PADA KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

DI POLIKLINIK RSJ GRHASIA

Tugas Kelompok

Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh:

Barly Yusuf 20/472511/KU/22813


Ummi Noor Hasanah 20/472519/KU/22821
Indah Dwi Handayani 20/472514/KU/22816
Syara Khairunnisa H. 20/472752/KU/22856
Fajar Arumningtyas 20/472512/KU/22814

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN,

KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Judul : Cara Perawatan Pasien Risiko Perilaku Kekerasan di Rumah


2. Tujuan : Setelah dilakukan penyuluhan pasien dapat memahami masalah
gangguan perilaku kekerasan dan mengetahui cara perawatannya di rumah
3. Tempat : Poliklinik RSJ Grhasia
4. Waktu : Jumat, 7 Mei 2021
5. Sasaran : keluarga dan pasien dengan resiko perilaku kekerasan
a. Peserta : Pasien dengan perilaku kekerasan
b. Jumlah :
6. Metode : Ceramah, diskusi dan tanya jawab
7. Media : SAP dan leaflet/poster (terlampir)
8. Perencanaan :
No. Acara Kegiatan Waktu
1. Persiapan a. Membuat SAP 5 Menit
b. Menyiapkan materi
c. Menyiapkan alat dan media
2. Pembukaan a. Memberikan salam 5 Menit
b. Memperkenalkan diri
c. Membina hubungan saling percaya
d. Menyampaikan kontrak waktu
e. Menyampaikan tujuan diadakan
penyuluhan
3. Inti Acara a. Menyampaikan materi: 15 Menit
1. Pengertian risiko perilaku kekerasan
2. Proses terjadinya perilaku kekerasan
3. faktor-faktor perilaku kekerasan
4. Tanda dan gejala risiko perilaku
kekerasan
5. Cara perawatan resiko perilaku
kekerasan dirumah
b. Diskusi dan Tanya jawab
4. Penutupan a. Merangkum Materi 5 Menit
b. Mengajukan pertanyaan untuk evaluasi
c. Memberikan feedback
d. Melakukan terminasi
e. Memberikan salam

9. Evaluasi
a. Sebutkan faktor-faktor perilaku kekerasan
b. Sebutkan tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Cara perawatan resiko perilaku kekerasan dirumah  
MATERI PENYULUHAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGERTIAN
Perilaku kekerasan merupakan suatu kemarahan yang diekspresikan oleh
individu secara berlebihan sehingga tidak dapat dikendalikan baik secara verbal
maupun nonverbal dan dapat menyiderai diri, oranglain, serta merusak
lingkungan (Depkes, 2007 dalam Suerni & Liviana, 2019). Perilaku kekerasan
dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik faktor predisposisi ataupun
presipitasi yang keduanya dapat memicu terjadinya perilaku kekerasan. Perilaku
kekerasan terjadi karena adanya hasil akumulasi frustasi yang berulang dan
dikarenakan keinginan individu yang tidak tercapai atau bahkan gagal, sehingga
individu berperilaku agresif.
Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive
behavior) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan
penderitaan atau menyakiti orang lain, termasuk kepada hewan atau benda-
benda. Ada perbedaan antara agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun
perasaan dengan agresi sebagai bentuk perilaku. Agresi adalah suatu respon
terhadap kemarahan, kekecewaan perasaan dendam atau ancaman yang
memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku kekerasan
sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa tindakan
menyerang orang lain (assault), agresivitas terhadap diri sendiri (self
aggression) serta penyalahgunaan narkoba (drugs abuse). Untuk melupakan
persoalan hingga tindakan bunuh diri juga merupakan suatu bentuk perilaku
agresi. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Muhith,
Abdul, 2015).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku kekerasan
merupakan suatu respon yang muncul akibat adanya perasaan kecemasan yang
dirasakan oleh individu sebagai suatu ancaman. Perilaku kekerasan ini dapat
dilakukan baik secara verbal maupun fisik yang diarahkan pada diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan (Kemenkes RI,2016).
B. ETIOLOGI
Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi faktor predisposisi
dan presipitasi (Depkes, 2016) :
a. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi :
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
yaitu adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau
melakukan perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, adanyan riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA (narkoti, psikotropika dan zat
aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi
sebagai hasil dari akumulasi frustrasi. Frustrasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat. Salah satu kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
a) Kehilangan
Seseorang yang mengalami kehilangan, kegagalan dan berduka
akan merasakan perasaan yang tidak enak dan tidak nyaman.
Perasaan yang berlebihan akan menyebabkan seseorang tertekan
dan terganggu kejiwaannya. Perasaan cemas yang berlebihan akan
sangat mempengaruhi seseorang mengalami gangguan jiwa dan
dapat mengakibatkan terjadinya risiko perilaku kekerasan (Kandar
& Iswanti, 2019).
b) Kepribadian
Kebanyakan pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan
memiliki tipe kepribadian introvert. Individu dengan tipe
kepribadian introvert lebih tertuju kepada tenaga bersifat intuitif
dan suka mengkhayal, merenung, dan ragu-ragu dalam mencapai
keputusan akhir. Selain itu, orang memiliki tipe kepribadian
introvert tidak menyenangi keramaian sehingga tidak hanya datang
untuk berkumpul bersama dengan orang lain tetapi lebih punya
tujuan tertentu dan ketika menghadiri kegiatan mereka juga terlihat
kurang percaya diri sehingga tidak berani dalam bertidak, dan
cenderung pemalu (Kandar & Iswanti, 2019).
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment theory) menyatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari
secara langsung melalui proses sosialisasi (social learning theory).
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar individu. Faktor dari
dalam individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang
yang dicintai atau berarti (putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan
rasa cinta, kekhawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar
individu meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan. Menurut
Yosep dan Suntini (2014), faktor-faktor yang menjadi pencetus perilaku
kekerasan berkaitan dengan :
1) Ekspresi diri, ingin emnunjukan ekssistensi diri atau symbol solidaritas
seperti sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah , perkelahian
massal, dan geng motor
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kebutuhan
ekonomi
3) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkohol serta tidak mampu memngendalikan emosinya saat marah
4) Kesulitan dalam mengkomunikasikan suatu masalah dan tidak
membiasakan diri dalam berdiaolog untuk emngatasi masalah
5) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya sebagai
kemampuan menempatkan dirinya pada sosok dewasa
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gelaja perilaku kekerasan adalah sebagai berikut (Pardede, 2020)
Subjektif:
- Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
- Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
- Klien suka membentak dan menyerang orang lain

Objektif

- Mata melotot / pandangan tajam


- Tangan mengepal dan rahang mengatup
- Wajah memerah
- Postur tubuh kaku
- Mengancam dan mengumpat dengan kata-kata kotor
- Suara keras
- Bicara kasar, ketus
- Menyerang orang lain dan melukai diri sendiri dan oranglain
- Merusak lingkungan
- Amuk / agresif

D. CARA PERAWATAN DI RUMAH


Cara yang dapat dilakukan oleh keluarga dan pasien dengan risiko kekerasan
selama di rumah adalah sebagai berikut :
1. Memberi kesibukan atau aktivitas yang teratur kepada pasien
2. Selalu mendampingi kegiatan pasien dan tidak membiarkan pasien untuk
melakukan aktivitas sendiri
3. Mengajak pasien untuk berbincang-bincang apabila pasien terlihat
menyendiri atau bicara sendiri
4. Ajak pasien untuk aktif dalam kegiatan masyarakat dan sosial
5. Memberikan pujian yang realistis terhadap keberhasilan yang dilakukan
atau dicapai oleh pasien
6. Hindari berbisik-bisik di depan pasien
7. Kontrol dan modifikasi kondisi lingkungan dan jauhkan dari benda yang
dapat membahayakan baik bagi pasien maupun bagi orang lain
8. Jika penderita malas untuk minum obat anjurkan untuk minum obat secara
halus dan tidak memaksa
9. selalu kontrol kepatuhan minum obat
10. apabila terjadi kegawatan atau pasien amuk yang tidak terkontrol segera
hubungi bantuan atau bawa ke rumah sakit dengan segera
11. ajarkan mengontrol marah kepada pasien diantaranya:
a. marah secara fisik (nafas dalam dan memukul bantal)
b. marah secara asertif ( mengungkapkan dengan cara yang baik)
c. cara sosial ( bersosialisasi dan aberpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat)
d. spiritual ( berwudhu, istighfar, dan berdoa)
DAFTAR PUSTAKA

Kandar, K., & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi Pasien
Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI). (2016). Modul Bahan Ajar Cetak
Keperawatan: Keperawatan Jiwa. Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Diakses pada [26 Oktober 2020], dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Keper
awatan- Jiwa-Komprehensif.pdf
Muhith, Abdul, (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa; Penerbit CV Andi
Offset,Yogyakarta.

Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149-156.

Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan


Masalah Risiko Perilaku Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
Suerni, T., & Livana, P. H. (2019). Respons Pasien Perilaku Kekerasan. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 41-46.
Yosep,I.,Sutini,T.(2014).Buku Keperawatan Jiwa.Bandung. Penerbit Buku
PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai