Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Apendisitis adalah peradangan dari apendik verivormis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering.1 salah satu komplikasi dari apendisitis
akut itu sendiri apendisitis infiltrate yang mana dikatakan apendisitis infiltrate jika
terjadi proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehinggamembentuk massa (appendiceal
mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai
apabila tidak terjadi peritonitis umum.2
Apendisitis umumnya dapat didiagnosa dengan anamnesis lengkap diikuti
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Tapi dapat juga merupakan suatu
penyakit yang sulit didiagnosa.
Insiden apendisitis infiltrate dalam sejumlah laporan memperlihatkan hanya
sedikit fluktuasi dalam 30 tahun terakhir, stabil pada 25-30 %. Apendisitis dengan
bukti nyata teraba masa terdapat pada 1-13 % dari penderita apendisitis.3,4
Penatalaksaannya untuk apendisitis infiltrate tidak diperlukan tindakan
pembedahan yang terburu-buru, namun harus membiarkan masa pada apendiks
tenang dengan cara di followup terus pembesaran masa, tanda radang seperti
demam, adanya distensi ataupun defens muscular serta di tambah dengan
peningkatan leukosit serta ukuran massa pada hasil USG. Tidak lupa untuk
memberikan antibiotic serta membiarkan pasien bedrest total agar
mempercepat proses radangnya dan dapat direncakan kapan tindakan pembedahan
dilakukan.5,6

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Appendix vermicularis adalah divertikulum intestinal yang berukuran kurang
lebih 6 – 10 cm dan terletak pada caecum. Organ ini berbentuk tabung dengan lumen
yang sempit pada bagian proximal dan melebar pada bagian distal, kapasitas
appendix sendiri kurang lebih 0,1 ml. Organ ini tersusun dari jaringan limfoid dan
merupakan bagian integral dari GALT (Gut-Associated Lymphoid Tissue). Lokasi
appendix terbanyak berasal dari bagian posteromedial caecum, di bawah
ileocaecal junction. Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks
(mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum
terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal.Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. Posisi
terbanyak dari appendix sendiri adalah retrocaecal, namun demikian ada variasi dari
lokasi appendix ini.1,2
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8
yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah
dari medial menuju katup ileosekal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu
65% dari posisi appendix terletak intraperitoneal sementara sisanya
retroperitoneal. Di sini variasi posisi appendix menentukan gejala yang akan muncul
saat terjadi peradangan. Beberapa variasi posisi appendix terhadap caecum adalah
sebagai berikut :

1. Retrocaecal (65%)
2. Pelvinal
3. Antecaecal
4. Preileal
5. Postileal

2
Gambar 1. Variasi Posisi Appendix

Posisi terbanyak adalah retrocaecal, namun demikian posisi appendix


dapat ditemukan dengan menelusuri ketiga taenia yang terdapat pada
caecum (dan colon), yaitu taenia colica, taenia libera, dan taenia omental.

3
Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney,
yaitu titik pada garis antara umbilikus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari
SIAS kanan.

Vaskularisasi appendix berasal dari arteri ileocolica yang merupakan


cabang dari arteri mesenterika superior. Cabang arteri ileokolika ini disebut
arteri appendicularis, dengan aliran venanya berasal dari vena ileocolica dan
akan kembali ke vena mesenterika superior. A. appendicularis ini tidak
memiliki kolateral sehingga ketika terjadi oklusi apapun penyebabnya, maka
mudah terjadi iskemia dan gangren, hingga akhirnya perforasi. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterica superior
dan a. appendicularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X.
Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar umbilicus.5,6

Gambar 2. Vaskularisasi appendix

4
2.2 Histologi appendix

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,


submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh
darah dan lymphe.Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.Mukosa
terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner
circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan
ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks.Taenia anterior
digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.

Gambar 3. Histologi appendix

2.3 Fisiologi Appendix

Appendix menghasilkan lendir / mucus setiap harinya sejumlah 1 – 2 cc


per hari, di mana kelebihan dari mucus akan mengalir dari lumen ke caecum.
Adanya obstruksi pada jalur inilah yang menyebabkan terjadinya peradangan pada
appendix. 2,7

Salah satu hal lain yang dilakukan appendix adalah menghasilkan


Immunoglobulin sekretoar, yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendix, yaitu IgA.
Immunoglobulin berfungsi sebagai pertahanan terhadap infeksi. Jaringan limfoid

5
pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya
meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang
mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid lagi di
appendiks dan terjadi obliterasi lumen appendiks komplit. Namun demikian,
pengangkatan appendix tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah
jaringan limfoid disini sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan di seluruh tubuh, sehingga hilangnya appendix tidak
menimbulkan perubahan yang bermakna.8

2.4 Definisi Appendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
10 sampai 30 tahun), definisi lain, Apendisitis adalah penyebab paling umum
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.

2.5 Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik.
1) Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks

6
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya
sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.

Adapun klasifikasi appendicitis berdasarkan klinikopatologis adalah sebagai


berikut:
a. Appendicitis Akut
 Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.Gejala diawali dengan rasa nyeri
di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan.Pada
appendicitis kataral teradi lekoitosis dan apendiks terlihat normal, hyperemia,
edema, dan tidak ada eksdat serosa.
 Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis.Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks.Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin.Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema,
hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan
rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney,
defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler
dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
 Appendicitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren.Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.Dinding appendiks

7
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.Pada appendicitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
b. Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang
lainnya.
c. Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic.
d. Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum.Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
e. Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif
sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan
virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa
appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat
infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia,
dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.

2.6 Definisi Appendisitis Infiltrat

infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari


Appendix yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau
usus besar. Umumnya massa Appendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan

8
mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa Appendix lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah
berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.2,9

Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum


dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih
sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.

2.7 Etiologi
Penyebab appendicitis yang terutama adalah infeksi bakteri yang didahului
dengan obstruksi pada lumen appendix. Obstruksi ini menyebabkan stasis cairan
dan distensi dari appendix sehingga menyebabkan pendarahan terganggu akibat
vena dan arteri tertekan oleh distensi dan edema yang terjadi. Akibatnya terjadi
stasis mucus dan penurunan suplai darah appendix yang memudahkan terjadinya
infeksi sekunder oleh bakteri yang kemudian menyebabkan terjadinya peradangan
appendix. Penyebab obstruksi lumen appendix antara lain adalah : 3,8,10
 Fecalith
 Parasit
 Benda – benda asing
 Hiperplasia jaringan limfoid
Insidensi terjadinya appendicitis yang berhubungan dengan hyperplasia
jaringan limfoid biasanya disebabkan oleh reaksi limfatik baik lokal atau general,
misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi
parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma,
atau Ascaris. Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus.

9
 Tumor / Carcinoid tumor
Adalah neoplasma yang sering ditemui pada usus halus dan
appendix, bila carcinoid tumor ini mengobstruksi lumen appendix maka
dapat terjadi appendicitis juga.

Obstruksi dari hal – hal ini menyebabkan terjadinya stasis dan penimbunan
mukus pada lumen appendix yang kemudian menyebabkan gejala – gejala, di
mana biasanya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, bakteri yang sering
dapat ditemukan antara lain adalah :

Tabel 1. Bakteri yang diisolasi / sering ditemui pada appendicitis

Bakteri aerob fakultatif Bakteri anaerob

 Escherichia coli  Bacteroides fragilis


 Viridans streptococci  Peptostreptococcus micros
 Pseudomonas aeruginosa  Bilophila species
 Enterococcus  Lactobacillus species
Jadi etiologi terbanyak dari appendicitis adalah obstruksi, namun bukan
tidak mungkin terjadi proses inflamasi yang tidak melibatkan obstruksi lumen
terlebih dahulu, hal in dapat terjadi jika memang ada penyebaran infeksi langsung
ke appendix misalnya, baik virus maupun bakteri.

2.8 Faktor Resiko

Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Faktor-faktor yang dapat


menjadi pencetus apendisitis akut :
1.Obsruksi lumen apendiks : Obstruksi ini akan menyebabkan distensi pada
apendiks karena terkumpulnya cairan intraluminal. Obstruksi ini dapat
disebabkan oleh :
- Masuknya fekalit
- Kerusakan mukosa dan adanya tumor
- Terdapat bekuan darah
- Sumbatan oleh cacing ascaris
- Pengendapan barium di pemeriksaan x-ray sebelumnya.

10
2. Anatomi apendiks
a. Apendiks merupakan bagian dari sekum secara
embriologis. Karena itu ada hubungan mikroorganisme
antar keduanya.
b. Sirkulasi dari cabang ileocoelica saja (satu arah)
sehingga bila ada bagian yang buntu maka begian yang
terletak dibawahnya akan mati.
c. Apendiks merupakan tabung yang ujungnya buntu pada
satu tempat dan satu tempat lagi ada valvula atau klep
dan lumennya relatif kecil, tapi memproduksi mucus.
Kalau ada obstruksi → mucus tetap diproduksi →
tekanan akan meningkat → pecah→ nekrosis.
3. Ras dan makanan
a. Lebih banyak pada orang barat.
b. Makan daging → kemungkinannya lebih besar.
4. Konstipasi dan pemakaian laksatif
Flora usus normal apatogen menjadi patogen.
5. Fokal infeksi dari tempat lain yang manjalar secara hematogen.

2.9 Patofisiologi

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks


oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal hanya
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH2O. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup

11
yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangrene atau terjadi perforasi.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
appendiks). Pada saat inilah terjadi appendiks akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan appendiks supuratif akut.

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendiks gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendiks perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah appendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.(12)
Bila semua proses patofisiologi Appendicitis berjalan lambat, omentum
dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah Appendix hingga timbul suatu
massa lokal yang disebut Appendicularis infiltrat. Peradangan Appendix tersebut
dapat menjadi abses atau menghilang.11
Appendicularis infiltrat merupakan tahap patologi Appendicitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding Appendix dalam waktu
24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup Appendix dengan omentum, usus halus, atau
Adnexa sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi

12
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abscess, Appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. 12
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan Appendix lebih
panjang, dinding Appendix lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.13
Kecepatan terjadinya peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding Appendix, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti Vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat (bedrest). 2,6,14
Appendix yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut. 10

2.10 Patogenesis
Dalam pathogenesis appendisitis akut urutan kejadiannya adalah :

1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mucus dan cairan yang


menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal
2. Ketika tekanan intrauminal meningkat, tekanan dalam mukosa
venula dan limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat
karena tekanan meningkat pada dinding apendiceal.
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa
inflamasi dan ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat didalam
lumen dan bakteri menyerang mukosa dan submukosa sehingga

13
terjadi inflamasi transmural, edema, vascular stasis, dan nekrosis
dari muscular. Perforasi mungkin dapat terjadi.
Pada perjalanan penyakitnya, penyakit apendisitis akut dapat berubah
menjadi :

1. Phlegmon 2-3 hari perforasi, 3-5 hari peritonitis difusasepsis.


Phlegmon ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar,
Pada orang dewasa, terjadi karena keterlambatan dalam
menegakkan diagnosa, sedangkan pada anak kecil disebabkan
apendiks kecil dan kurang komunikatif.

2. Mikroperforasi massa/infiltrate periappendiks.


Mikroperforasi adalah suatu peradangan oeh omentum dan
jaringan sekitarnya. Tubuh melokalisir perforasi oleh karena daya
tahan tubuh meningkat (dengan pemberian antibiotik).
Jika peradangan tidak sempurna, dapat terjadi penyebaran pus dari
ruangan omentum.

2.11 Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis untuk kasus appendicitis infiltrate dengan cara
anamnesis yang tepat, pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang. Riwayat
klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region
iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abscess
Appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun
penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum,
penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan
Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.18Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya

14
antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan
atau tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang-kadang teraba massa.2,5,6,9,10,11,13
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
a. Manifestasi klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik
Appendicitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri
beralih ke kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan
atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang
tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1,2,8

b. Pemeriksaan fisik
- Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5C. Bila suhu
lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan

15
suhu axillar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi perut tidak
ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Appendicitis infiltrat atau adanya
Appendicular abscess terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.10
- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defence muscular menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.
Pada Appendicitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam
untuk menentukan adanya rasa nyeri. 7,8
- Jika sudah terbentuk abscess yaitu bila ada omentum atau usus lain
yang dengan cepat membendung daerah Appendix maka selain ada
nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan
untuk pembentukan abscess) juga pada palpasi akan teraba massa yang
fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
Appendix intrapelvinal maka massa dapat diraba pada RT(Rectal
Toucher) sebagai massa yang hangat.7
- Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat Appendicitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada Appendicitis pelvika. 2,5
- Pada Appendicitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka kunci
diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok
dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak Appendix.
Pemeriksaan tambahan (pemeriksaan khusus)

1. Rovsing’s Sign :
Dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan
refleks nyeri pada daerah kuadran kanan bawah.

16
Gambar 4. Pemeriksaan Rovsing’s sign

2. Psoas sign :
Mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini
dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan,
kemudian paha ditahan. Tes ini dilakukan dengan cara pasien
terlentang. Secara perlahan tungkai kanan pasien diekstensikan
kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m. psoas.
Rasa nyeri pada maneuver ini menandakan tes positif.

Gambar 5. Pemeriksaan Psoas sign

17
3. Obturator sign
Dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak
dengan m. Obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada appendisitis pelvika.
Positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan m. Obturator
internus yang menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tes
dilakukan dengan cara pasien berbaring terlentang, tungkai kanan
difleksikan dan dilakukan rotasi interna secara pasif.

Gambar 6. Pemeriksaan Obturator sign

4. Rectal Toucher

Pada rectal toucher menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat


dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada appendisitis pelvika, pada
appendisitis pelvika, tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan rectal toucher.

Pada pemeriksaan rectal toucher, akan didapatkan :

- Nyeri tekan positif pada arah jam 9-12.

18
- Pada yang mengalami komplikasi, ampula teraba
distensi/cenderung kolaps.
Pada anak-anak, tidak diperlukan rectal toucher, karena
appendiksnya berbentuk konus atau pendek.

Gambar 7. Pemeriksaan Rectal Toucher

5. Alvarado score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut
atau bukan, menjadi 3 symptom, 3 sign dan 2 laboratorium.
Alvarado score:
 Apendisitis point pain : 2
 Lekositosis : 2
 Vomitus : 1
 Anorexia : 1
 Rebound Tendeness Fenomen : 1
 Degree of Celcius (>37,5) : 1
 Observation of hemogram : 1
 Abdominal migrate pain : 1 +
Total = 10 (dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin).
ATAU
Dikenal Alvarado Score, yaitu :
Skor

19
Symptom
Nyeri pindah ke kuadran kanan bawah 1
Mual, muntah 1
Anoreksia 1
Sign
Tenderness 2
Rebound tenderness 1
Demam 1
Pemeriksaan laboratorium
Lekositosis 2
Netrofil bergeser ke kiri 1
Total 10
Keterangan
1-4 : bukan appendisitis
5-6 : kemungkinan appendisitis akut, tapi tidak memerlukan operasi segera
7-8 : appendisitis akut
>9 : perlu operasi segera

c. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan
umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya
pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada
pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada
ureter atau vesika.13
 foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis
permukaan air-udara disekum atau ileum). 2,7,9

20
Beberapa petunjuk dalam menilai foto polos abdomen , menurut Brooks
dan Killen (1965) :
1. Adanya fluid level yang terlokalisir dalam sekum dan ileum
terminal, menandakan suatu inflamasi lokal pada abdomen kanan
bawah.
2. Ileus yang terlokalisir dengan gas didalam sekum, kolon ascenden
dan ileum terminal.
3. Garis panggul kanan yang tidak jelas (kabur), dimana garis
radioluscen timbul akibat adanya lemak diantara peritoneum dan m.
tranversus abdominis.
4. Bertambahnya densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah.
5. Adanya fekalit pada fossa iliaka kanan.
6. Bayangan psoas yang tidak jelas (kabur) pada sisi kanan.
7. Terisinya appendiks oleh gas
8. Adanya bayangan udara bebas intraperitoneum.
9. Adanya deformitas bayangan gas sekum karena berdekatan dengan
massa yang meradang (hal ini sulit untuk diinterpretasikan, karena
mungkin terganggu oleh gas sekal dari cairan intraluminal atau feses.

 USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan


kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih
dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran
kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal,
divertikulum meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease
(PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.14

21
Gambar 8. USG Appendisitis akut, Gambaran transverse graded compression
yang menunjukkan inflamasi akut dari appendiks. Adanya gambaran target like
appearance karena penebalan dari dinding appendiks dan cairan pada sekelilingnya.

 Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.


Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi
(diameter lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat
inflamasi pada periapendik.
 Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi
untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.

22
Gambar 9. Apendikogram

2.12 Diagnosis Banding

Terdapat banyak penyakit akut abdomen yang mempunyai tanda dan


gejala yang mirip dengan apendisitis akut :
a. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistalsis
sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol
dibandingkan apendisitis akut.
b. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis.
Di sini didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede,
trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.
c. Limfadenitis Mesenterika
Limfadenitis mesenterika yang biasanya didahului oleh enteritis atau
gastroenteritis ditandai dengan nyeri perut, terutama kanan disertai
dengan perasaan mual, nyeri tekan perut samar, terutama kanan.
d. Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
peurt kana bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada
anamnesis, nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada
tanda radang, dan nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi
mungkin dapat mengganggu selama dua hari.

23
e. Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tingi daripada apendesitis dan nyeri perut bagian
bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan timbul
nyeri hebat dipanggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat
dilakukan colok dubur bila perlu untuk diagnosis banding
f. Kehamilan diluar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan diluar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus didaerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan
vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosentesis di dapatkan darah.
g. Kista ovarium terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal,
atau colok rektal. Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi
dapat menetukan diagnosis.
h. Endometriasis eksterna
Endometrium diluar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul ditempat itu
karena tidak ada jalan keluar.
i. Urolitiasis pielium/ureter kanan
Batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya riwayat kolik dari
pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran
yang khas. Eritrosituria serung ditemukan. Foto perut polos atau
urografi intravena dapat meyakinkan penyakit tersebut. Pielonefritis
sering disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral
disebelah kanan, dan piuria.
j. Penyakit saluran cerna lainnnya

24
Penyakit lain yang perlu dipikirkan adalah peradangan diperut,
seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau kolon,
obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis,
karsinoid, dan mukokel apendiks.

2.13 Penatalaksanaan

Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat Appendix menjadi dilindungi


oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi
dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada Appendix
tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus mengalami
peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit,
tetapi segera menjadi abscess yang jelas batasnya. 10
Urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah
bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang Appendix yang mungkin gangrene, dari dalam massa perlekatan
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi
lebih terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abscess yang dapat mudah didrainase.2,4,7
Massa Appendix terjadi bila terjadi Appendicitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular yang
terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan
diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya
peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan Appendectomy elektif dapat
dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan
sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abscess Appendix. Hal ini

25
ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Tatalaksana Appendicular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi Appendicular infiltrat pada anak-
anak, kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik,
dengan cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif
berlangsung selama ± 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan
Appendectomy elektif setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah
kemungkinan risiko rekurensi dan perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian
komplikasi setelah operasi dengan penanganan konservatif terlebih dahulu lebih
sedikit bila dibandingkan dengan terapi pembedahan segera seperti cedera pada
ileum (Ileal injury), abses intrabdominal, infeksi karena luka saat operasi.
Sehingga terapi non-operatif pada appendicular infiltrat yang diikuti dengan
Appendectomy elektif merupakan metode yang aman dan efektif. Terapi tersebut
sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif terlebih dahulu yang
diikuti dengan appendectomy elektif. Hal ini dikarenakan untuk mencegah
komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).2

Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang


menjadi abscess, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
appendectomy direncanakan pada Appendicular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian dilakukan Appendectomy.20

Akhir-akhir ini terdapat manajement terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan
pasien menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat
dilepas 4-5 hari setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini
tidak terbukti terdapat komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan

26
bila dilanjutkan dengan LA, komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi
usus.2,12,14

Bila sudah terjadi abscess, dianjurkan untuk drainase saja dan Appendectomy
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan
atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :

- LED
- Jumlah leukosit
- Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :

- Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen


- Pemeriksaan fisik : Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat
kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)
- Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
- Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.
- Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :

- Bila LED telah menurun kurang dari 40


- Tidak didapatkan leukositosis
- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa :

- Apakah penderita sudah bed rest total


- Pemberian makanan penderita

27
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain.. Bila ada massa periapendikular yang
fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,8):

a. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.


2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M.
rectus abdominis karena fascianya ada 2 agar tidak tertinggal pada
waktu penjahitan. Bila yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat
terjadi hernia cicatricalis.

sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.

ditarik ke medial
2 lapis

28
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.

1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral


atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:

Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi
kedua mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus
abdominis externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke


lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi


searah dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

29
Keterangan gambar:

Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar


tak terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N.
iliohipogastricus dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di
sebelah lateral di antara M. obliquus externus dan internus. Tarikan
yang terlalu keras akan merobek pembuluh dan membahayakan
saraf.

4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

30
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini
ialah pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara
yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan
pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang
diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri


untuk mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem
dengan klem Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah
kontaminasi ke jaringan sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:

Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya,


diklem, kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem


Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat
mesenterium seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem
ujung bebas mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh
terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi
lebih kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah

31
Caecum). Klem dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang
pertama diikat dengan benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga
tidak terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).

7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:


a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix
diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan
jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko
kontaminasi dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung
rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.

32
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru
dilepaskan dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat
berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah.
Dengan menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta

2.14 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami wall-off sehingga berupa massa yang
terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus.

.Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami
perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan
dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran
kananbawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise,
dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses
telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakan dengan pasti.

33
BAB III

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien
Nama : Tn.S
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kuli Bangunan
Alamat : Jl. Daeng Taugek Purnama

34
Tanggal Masuk RS : 04 Januari 2018

Keluhan Utama
PBM via IGD RSUD Kota Dumai dengan keluhan nyari pada perut kanan bawah
sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


PBM via IGD RSUD Kota Dumai dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah
sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan
kadang menyebar ke seluruh lapang perut. Nyeri bertambah dengan perubahan
posisi dan terasa ringan bila dibawa istirahat. Nyeri perut yang dialami pasien
disertai dengan adanya terasa pembengkakan di perut bagian kanan bawahnya
yang terasa sangat nyeri bila ditekan. Pembengkakan yang dirasakan pasien tidak
semakin membesar dan baru disadari ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
mengaku susah BAB. Dalam 1 minggu ini, pasien hanya BAB sebanyak 2 kali
dengan rentang 3 hari sekali. BAB pasien keras, darah (-), warna cokelat gelap.
Mual (+), muntah (-) demam ± 1 hari yang lalu, hilang timbul,tidak terlalu tinggi
dan tidak menggigil. Nyeri kepala(-), Perut kembung (-), BAK (+) dalam batas
normal , penurunan berat badan (-), penurunan selera makan (-). Riwayat sering
diare (-), riwayat sering konstipasi (+), feses seperti kotoran kambing (-), sering
merasa letih dan lesu (-), nyeri daerah bokong (-).

Kronologi

Awalnya pasien merasakan nyeri pada perutnya 2 hari SMRS saat pasien
sedang bekerja pada pagi hari. Nyeri dirasakan seperti nyeri kembung. Pada siang
harinya nyeri pasien semakin bertambah. Pasien mulai tidak enak badan dan
kurang selera makan. Karena nyeri perut tersebut, pasien pulang kerumah dan
mengkusuk-kusuk perutnya. Pada sore hari, pasien mengaku nyeri pada perutnya
lebih terasa pada bagian perut kanan bawah. Kemudian pasien pergi ke tempat

35
bekam dan mendapatkan bekam pada perut kanan bawahnya. Nyeri sedikit
berkurang. Kemudian pasien mencoba beristirahat dan nyeri sedikit berkurang.

Pada pukul 04.30 esoknya/1 hari SMRS, pasien terbangun dari tidurnya
akibat nyeri hebat yang dirasakan pasien seperti tertusuk benda tajam pada perut
kanan bawah pasien, dan sangat nyeri jika bagian tersebut di tekan, dan terlihat
pembengkakan pada perut kanan bawah pasien berbentuk lonjong. Pasien
mengaku nyeri bertambah jika pasien berubah posisi. Istri pasien mencoba
memberikan kompres hangat pada perut pasien, tetapi nyeri tidak berkurang. Suhu
badan pasien juga meningkat dan pasien mengaku mual.

Pasien kemudian dibawa ke klinik dokter pada pagi hari. Pasien bercerita
dokter melakukan beberapa pemeriksaan pada pasien (psoas sign, Blumberg sign,
mc.burney sign) dan didapatkan pemeriksaan nyeri tekan pada perut kanan bawah
positif. Dokter kemudian menyarankan pasien untuk berobat ke praktek dokter
spesialis bedah. Pada siang harinya, pasien berobat ke dr spesialis bedah, dan
pasien kemudian dianjurkan untuk USG abdomen di praktek dr. spesialis
radiologi dirawat di Rumah Sakit. Pasien kemudian di USG di praktek dr.
spesialis radiologi dan pada malam harinya pasien datang ke IGD RSUD Dumai
dan pasien masuk ruang rawat pada tanggal 04 Januari 2018 pukul 01.00 WIB

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien mengaku 15 tahun yang lalu pernah mengalami gejala hampir mirip
dengan keluhan pasien saat ini berupa nyeri pada perut kanan bawah,
dengan hasil pemeriksaan dokter, nyeri perut bawah kanan jika ditekan
dan jika tungkai kanan pasien ditekuk. Pemeriksaan USG (-), Pemeriksaan
Laboratorium (-). Dokter kemudian mendiagnosis pasien dengan gejala
hepatitis B..
- 1 minggu yang lalu, kaki kiri pasien tertusuk paku dan pasien mendapat
Tetagam.
- Riwayat trauma abdomen (-)
- Riwayat sakit magh disangkal
- Riwayat perdarahan saluran cerna/BAB berdarah disangkal
- riwayat penyakit gula (-)

36
- riwayat penyakit darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan keluhan serupa.


- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keganasan sekitar
perut

Riwayat Psikososial
- Pasien jarang makan sayur-sayuran dan buah-buahan
- pasien mengaku sering susah buang air besar
- pasien kurang minum air putih
- pasien bekas alkoholik 15 tahun yang lalu
- pasien selalu mencuci tangan sebelum makan
- pasien hamper tidak pernah makan di pinggir jalan

Pemeriksaan Fisik

Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Keadaan gizi : Baik

Vital sign
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi napas : 20 x/menit
Nadi : 98 x/menit
Suhu : 36,7 0C

Pemeriksaan kepala
• Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
• Mulut : kering (-), sianosis(-)

37
Pemeriksaan leher
• Pemebesaran KGB (-)
Pemeriksaan toraks
• Inspeksi: simestris kanan-kiri, tidak tampak jejas trauma
• Palpasi: vokal fremitus simestris kanan-kiri, tidak teraba krepitasi
• Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
• Auskultasi : vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung
• Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
• Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
• Perkusi : Batas jantung kanan : Para strernal dekstra ICS IV
Batas jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS III,
Batas atas: Para sternal sinistra ICS
• Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan abdomen
• Inspeksi: benjolan (+) pada kuadran kanan bawah, bekas bekam pada
kuadran kanan bawah, tanda-tanda radang (-), distensi (-),tidak tampak
jejas trauma,
• Auskultasi : Bising Usus + normal
• Perkusi : Timpani
• Palpasi : Nyeri tekan (+) kuadran kanan bawah, Nyeri lepas (-), teraba
masa dikanan bawah berukuran ±6x3 cm, permukaan rata, konsistensi
kenyal, immobile, Defans Muscular (-)
• Mc. Burney Sign (+)
• Obturator sign (-)
• Psoas sign (-)
• Blumberg sign (-)
• Rovsing sign (-)

Pemeriksaan ekstremitas
• Superior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
• Inferior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)

38
Pemeriksaan anus :
- Inspeksi : Anus tenang, tidak terdapat benjolan dan tanda-tanda radang
- Palpasi : benjolan (-), nyeri (-)
- RT : Sfingter ani menjepit kuat, mukosa licin tidak terdapat adanya nyeri
di arah jam 09.00-12.00, prostat tidak teraba, massa (-), nodul (-), teraba
feses keras.
- Handscoen tidak terdapat adanya darah dan lendir, feses (+)

Pemeriksaan Penunjang
JENIS
HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
PEMERIKSAAN
01. HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Golongan Darah A A/B/AB/O
Hemoglobin (Hb) 12.3 GR/DL 14-17
Jumlah Leukosit 16.700 MM3 4000-11.000
Jumlah Trombosit 328.000 MM3 150.000-450.000

Eosinofil 1 % 0-5
Basophil 0 % 0-2
Netrofil batang 2 % 2-6
Netrofil segment 55 % 50-70
Limfosit 35 % 20-40
Monosit 7 % 2-8
Jumlah Eritrosit 4.200.000 MM3 4.2 JT- 6.1 JT
MCV 86 FL 80-100
MCH 29 PG 27-32
MCHC 34 % 32-36
Rhesus POSITIF POSITIF/NEGATIF
Hematokrit (Ht) 36 % 36-52

02. HEMOSTASIS
Masa Perdarahan 3’ MENIT 2-7
Masa Pembekuan 4’ MENIT <5
03. PEMERIKSAAN
GULA DARAH
Glukosa Darah AD 119 MG/DL <140
Random
04. FAAL HATI
SGOT 18 MG/DL <40
SGPT 42 MG/DL <30
05. FAAL GINJAL
Ureum/Urea-N 18 MG/DL 20-40

39
Kreatinin 1.1 MG/DL 0,5-1,2

 USG abdomen: tanggal 03-01-2018

Kesan :
Tampak masa ukuran 69,2mm x 59,5mm x 38,6 mm di abdomen kanan bawah 
suspek appendicitis infiltrate

Diagnosis Kerja : Appendisitis infiltrat

Diagnosis banding : Tumor sekum

Penatalaksanaan IGD
Medikamentosa
- IVFD RL 24 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr 2x1
- Inj Metronidazol 1 flash 3x1
Non medikamentosa
- Posisi Fowler
- Diet makan saring

Penatalaksanaan di Bangsal Bedah


Medikamentosa

40
- IVFD Rl 24 gtt/menit
- Inj.Ceftriaxone 1 gr 2x1
- Inj metronidazol 1 flash 3x1
Non medikamentosa
- Posisi fowler
- Diet makan saring

Prognosis
Dubia ad bonam

Follow Up

Tanggal Follow up
Keluhan Pemeriksaan fisik Diagnosis Terapi

41
04/01/18 Demam (-), nyeri  TD: 100/70 Appendisitis Medikamentosa
(06.00 wib) kepala (-), mual (-  HR : 98x/i Infiltrate  IVFD Rl 24
), muntah (-),  RR: 20 x/i gtt/menit
nyeri ulu hati (-),  T: 36,7 o C  Inj.Ceftriaxone 1 gr
nyeri perut kanan  Status lokalis: 2x1
bawah (+), BAB Abdomen supel,  Inj metronidazol 1
(-), BAK (+) N NTE (-), nyeri tekan flash 3x1
McBurney (+), nyeri Non medikamentosa
lepas (-), rovsing  Posisi fowler
sign (-), psoas sign (-  Diet makan saring
), obturator sign (-)

05/01/18 nyeri perut kanan  TD: 120/70 Appendisitis Medikamentosa


(06.00 wib) bawah (+)  N : 96 x/ Infiltrate Hr. II  IVFD Rl 24
berkurang, menit gtt/menit
Demam (-), nyeri  RR : 20 x/  Inj.Ceftriaxone 1 gr
kepala (-), mual (- menit 2x1
), muntah (-),  T : 36,3o C  Inj metronidazol 1
nyeri ulu hati (- Status lokalis: flash 3x1
),BAB (-), BAK Abdomen supel, Non medikamentosa
(+) N NTE (-), nyeri tekan  Posisi semifowler,
McBurney (+), nyeri kaki ditinggikan
lepas (-), rovsing  Diet makan saring
sign (-), psoas sign (-
), obturator sign (-)

(13.00 wib) Pasien Pulang


Atas Permintaan
Sendiri

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki dengan diagnosis appendicitis


infiltrate ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah
sejak 2 hari yang lalu. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan
kadang menyebar ke seluruh lapang perut. bartambah nyeri dengan perubahan

42
posisi dan terasa ringan bila dibawa istirahat. Nyeri perut yang dialami pasien
disertai dengan adanya terasa pembengkakan di perut bagian kanan bawahnya
yang terasa sangat nyeri bila ditekan yang didukung dalam pemeriksaan
penunjang USG memang didapatkan adanya massa appendisitits.
Menurut teori teori appendicitis infiltrate ditegakkan dengan adanya
anamnesis berupa nyeri perut kanan bawah, adanya mual muntah, demam,
penurunan nafsu makan yang gejalanya sama dengan appendicitis ditambah
dengan adanya teraba masa pada perut kanan bawah yang ditunjang dengan
pemeriksaan USG.

BAB V
KESIMPULAN

Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum


dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak
peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih
sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan

43
tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal
untuk membungkus proses radang.

Etiologi dan patofisiologi appendisitis infiltrat diawali oleh adanya


apendisitis akut. Dimulai dari acute focal apendicitis  acute suppurative
apendicitis  gangrenous apendicitis (tahap pertama dari apendisitis yang
mengalami komplikasi)  dapat terjadi 3 kemungkinan : perforated apendicitis,
terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau rongga peritoneum akan
menimbulkan peritonitis generalisata, terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan
tubuh baik (massa lama kelamaan akan mengecil dan menghilang)

Appendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya


riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan penunjang
yang mendukung.

Terapi appendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika


massa dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan
kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8
minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila
massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan
massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.

DAFTAR PUTAKA

1. Mansjoer, arif, dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta


2. Appendicitis infiltrate: Anatomy and Management Accesed on 1st January
2013 Available at http://www.medscape.com/viewarticle/420354_4
3. A. Mansjoer, Suprohaita, W.K. Wardhani, W. Setiowulan. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-317

44
4. Brian W. Ellis & Simon P-Brown. Emergecy surgery. Edisi XXIII.
Penerbit Hodder Arnold. 2006.
5. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran
UNAIR. Surabaya.
6. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human
Services. National Institute of Health. NIH Publication No. 04–4547.June
2004
7. Mescher, A.L. 2011. Histologi Dasar Junqueira, Teks dan Atlas, Edisi 12.
EGC. Jakarta.
8. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 10-
15.
9. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
10. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update.
Vol.23 No.03 September 2004.
11. Petroianu A, Villar Barroso TV. Pathophysiology of Acute Appendicitis.
JSM Gastroenterol Hepatol, 2016 ; 4(3): 1062.
12. Jehan, E., 2003. Peran C Reaktif Protein Dalam Menentukan Diagnosa
Appendisitis Akut. Bagian Ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatra Utara.
13. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
14. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies.
Enigma an Enigma Electronic Publication.
15. Pisano et al. Emergency Medicine & Health Care 2013,

45

Anda mungkin juga menyukai