Anda di halaman 1dari 16

APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT

APENDISITIS

A. ANATOMI
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus)
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm)
dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
dibagian distal.7 Basis appendiks terletak pada bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal.
Ketiga taenia caecum bertemu pada basis appendiks.
Apendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan
mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang
a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan
lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil. 3,10
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis
eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan
jaringan elastic membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa
terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang
disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer).
Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan
caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.3
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari
protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan
menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya
bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.
Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang
n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. Pendarahan
apendiks berasal dari a. apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT

Gambar 1 : Anatomi Apendiks

B. FISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid
tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan diseluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya
meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah
usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks
komplit.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
C. PENGERTIAN
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun
Appendiks terletak di ileocaecum, pertemuan di 3 tinea (Tinea libera, tinea colica, dan tinea omentum).
Bentuk tabung panjang 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Memiliki beberapa jenis posisi yaitu:
1. Ileocecal
2. Antecaecal
3. Retrocaeca
4. Hepatica
5. Pelvica
Vaskularisasi dari appendiks a. Appendicularis  cabang dari a. Iliocaecalis 
cabang dari A. Mesentrika superior
Inervasinya simpatis N. Thoracalis 10
Inervasinya parasimpatisnya N. Vagus (C.10)

Apendiks memiliki topografi yaitu pangkal appendiks terletak pada titik Mc Burney.
- Garis Monroe  Garis antara umbilicus dengan SIAS dekstra
- Titik Mc Burney  1/3 bagian dari SIAS dekstra pada garis Monroe
- Titik Lanz  1/6 bagian dari SIAS dekstra pada garis antara SIAS dekstra dan SIAS
sinistra
- Garis Munro  Pertemuan antara garis Monroe dengan garis parasagital dari pertengahan
SIAS dekstra dengan simfisis.

D. ETIOLOGI
Penyumbatan lumen apendiks disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena
fibrosis akibat peradangan sebelumnya,cacing usus atau neoplasma. penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolityca.
Penyebab sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah bening, 35% disebabkan karena fekalith,
4% oleh benda asing (termasuk cacing) dan 1% oleh striktur lumen yang bisa disebabkan karsinoma

E. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang mengakibatkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Setelah mukosa terkena kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan merangsang peritoneum
parietale maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Titik Mc
Burney terletak pada 1/3 lateral garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah
apendiks sehingga melokalisasi daerah infalmasi yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu
infiltrate apendiks dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang
Pada orangtua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya tahan tubuh sudah lemah dan
telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Appendicitis komplet
Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :
- Sembuh
- Kronik
- Perforasi
- Infiltrat
F. MANIFESTASI KLINIK
Gambaran klinis appendicitis akut
Tanda awal
1. Nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.
2. Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5 C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah
terjadi perforasi.
3. Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc
Burney  nyeri tekan , nyeri lepas, defans muskuler
4. Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung
o Rovsing’s Sign  Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri
o Blumberg’s Sign  Nyeri kanan bawah bila tekanandi sebelah kiri dilepaskan
o Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam berjalan batuk atau mengedan

Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak
mau makan. Anak biasanya tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering
apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya
dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja
sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan muntah. Yang perlu
diperhatikan adalah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada
kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan diperu
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
G. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
 Tidak ditemukan gambaran spesifik.
 Kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
 Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses periapendikuler.
 Tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
b. Palpasi
 Nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri tekan lepas.
 Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
 Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya
rasa nyeri.
c. Perkusi
 Terdapat nyeri ketok pekak hati (jika terjadi peritonitis) pekak hati ini hilang karena bocoran
usus, maka udara bocor
d. Auskultasi
 Sering normal
 Peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis
perforata pada keadaan lanjut
 Bising usus tidak ada (karena peritonitis)
e. Rectal Toucher
 Tonus musculus sfingter ani baik
 Ampula kolaps
 Nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
 Terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
 Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunsi diagnosis dalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
f. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi
aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di
m. poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
g. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada
posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks.
h. Alvarado Score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau bukan, menjadi 3
symptom, 3 sign dan 2 laboratorium
Alvarado Score:
 Appendicitis point pain : 2  Rebound Tendeness Fenomen : 1
 Lekositosis : 2  Degree of Celcius (.>37,5) : 1
 Vomitus : 1  Observation of hemogram : 1
 Anorexia : 1  Abdominal migrate pain : 1
Total : 10
Dinyatakan appendisitis akut bila skor > 7 poin
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
 Pemeriksaan darah
 leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan
komplikasi.
 pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
 Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.
Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi
saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis.
b. Radiologis
 Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi (misalnya
peritonitis) tampak :
 scoliosis ke kanan
 psoas shadow tak tampak
 bayangan gas usus kananbawah tak tampak
 garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
 Appendicogram hasil positif bila : non filling partial filling mouse tail cut off
 USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
 Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut memperlihatkan
tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada tepi medial serta inferior dari seccum;
pengisisan lengkap dari apendiks, menyingkirkan appendicitis
 CT-Scan 
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat menunjukkan
komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
 Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan
dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di
bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan
peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan
appendix.
H. DIAGNOSIS BANDING
1. Gastroenteritis akut
Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan
diare lebih sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang
timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas.
Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis
2. Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada
rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal
didapatkan nyeri dan penonjolan cavum Douglas.
3. Adenitis Mesenterium
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis.
Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi nyeri diperut
kanan bawah tidak konstan dan menetap.
I. PENATALAKSAAN
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih
belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laktasif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun
bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (lekosit dan
hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Antibiotik.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibiotic dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
2. Operasi
b. Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
c. Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
d. Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut  A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut  A. Froid
3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan di dalam,
syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posii Fowler. Pasien dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjai gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih
besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat
diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul adalah peritonitis, abses subfrenikus, infiltrat dan fokal sepsis
intraabdominal lain.
K. PROGNOSIS
Mortalitas adalah 0.1% jika appendicitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada orangtua. Kematian
biasanya berasal dari sepsis, emboli paru atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum
rupture dan antibiotic yang lebih baik.
Morbiditas meningkat dengan rupture dan usia tua. Komplikasi dini adalah sepsis. Infeksi luka
membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan predisposisi terjadinya robekan. Abses
intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis
timbul dari nekrosis suatu bagian dari seccum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong. Obstruksi usus
dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan adhesi. Komplikasi lanjut meliputi pembentukan
adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat
kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi.
Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya
tidak ada.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
APENDISITIS INFILTRAT
A. DEFINISI
Apendisitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum
dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya
massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.
B. ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan penyebab tersering dari
obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan
roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi
penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal. 2,8 Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya
proses inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis gangrenous dengan rupture.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut.
C. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid,
fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi
lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan
sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas
lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi
peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.
Tekanan di dalam sekum akan meningkat (3) karena sembelit (1) jika katup ileosekal kompeten (2).
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon (4) mengakibatkan sembelit, hal
ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks (5). Pencetus lain ialah erosi dan tukak kecil di selaput
lendir oleh E.histolytica (6) dan penghambatan evakuasi isi apendiks (7). Evakuasi ini terhambat oleh
stenosis (8) atau penyumbatan lumen atau gangguan motilitas oleh pita, adesi (9) dan faktor lain yang
mengurangi gerakan bebas apendiks.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
Perkembangan dari apendisitis mukosa menjadi apendisitis komplet, yang meliputi semua lapisan
dinding apendiks tentu dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan
lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks (10)
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat
aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks
bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan
perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis
yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama,
ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.1
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis
pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika
urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini
belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah
selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh
karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut
yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
D. MANIFESTASI KLINIS
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian disertai adanya massa
periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau
periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang
akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan
demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual
dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang
memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak
ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri
perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. 7
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan
sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan
terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan
tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan
timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi,
sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis.
Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi. 7
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan
ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum
dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi
lebih ke regio lumbal kanan.
1. tanda awal
- nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
- nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
- nyeri tekan
- nyeri lepas
- defans muskuler
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
- nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
- nyeri tekan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
- nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
- nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan
E. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38, C Bila suhu lebih tinggi, mungkin
sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1C. Pada inspeksi
perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di
perut kanan bawah.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas.
Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan
bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirawakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Jika sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau usus lain yang dengan cepat
membendung daerah apendiks maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu
yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) juga pada palpasi akan teraba massa yang fixed dengan
nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika apendiks intrapelvinal maka massa dapat diraba
pada RT(Rectal Touche) sebagai massa yang hangat.
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah
infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika
tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah
apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika
akan menimbulkan nyeri.
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas
yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).
Tes Obturator  Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan.
Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari
lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak denhgan otot
obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya
leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada
pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila
apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.13
a. Pemeriksaan Radiologi,
foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan.
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan mungkin terlihat ”ileal
atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila
terlihat gambar fekalit.
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah
atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada apendiks
menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter 6mm). Kondisi penyakit lain pada
kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum
meckel’s, endometriosis dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu
pada hasil USG.
Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain dapat
mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter lebih dari 6 mm) juga dapat
melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.5 Tetapi untuk apendisitis akut
pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture
apendiks.
F. DIAGNOSIS
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri di region iliaka kanan
dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis
didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan
karsinoma sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan kelainan ginekolog seperti
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya
terletak pada anamnesis yang khas.
Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum jelek, anemia dan
turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak
tumor caecum yang sering adalah sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa,
klinisnya antara lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa
muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat nyeri tekan
dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba massa.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.

Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai dengan
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan hanya teraba massa
dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.

G. PENATALAKSANAAN
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan
gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran
membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara
klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus
mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera
menjadi abses yang jelas batasnya.
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita
ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin
gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena
massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus
menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus
oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum
sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera
dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk
operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan
pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh,
ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan
leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar
perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses
apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan
segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum.
Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi
daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan
lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu
minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses
dengan atau pun tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan
penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan
operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi,
apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi.
Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan
tindakan bedah.
4. Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan
mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai
mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa
harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum
(incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena
apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan
karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang
berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah
kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik
sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita
di RT.
Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
- LED
- Jumlah leukosit
- Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :


1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)
b. Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
APENDISITIS DAN APENDISITIS INFILTRAT
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.
d. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :


a. Bila LED telah menurun kurang dari 40
b. Tidak didapatkan leukositosis
c. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa Apakah penderita sudah bed rest total
- Pemberian makanan penderita
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain.
d. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada perbaikan, operasi tetap
dilakukan.
e. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase

H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan
apendiks, sekum, dan lekuk usus halus
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda
terjadinya suatu perforasi adalah :
- nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh
- Suhu tubuh naik tinggi sekali.
- Nadi semakin cepat.
- Defance Muskular yang menyeluruh
- Bising usus berkurang
- Perut distended
- Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
a. Pelvic Abscess
b. Subphrenic absess
c. Intra peritoneal abses lokal.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat
menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

Anda mungkin juga menyukai