Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Appendisitis Akut

Disusun Oleh :
dr. Ezra Louis Patrick Sumampouw

Dokter Pendamping:
dr. Venny Tiho

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAM RATULANGI TONDANO
MINAHASA
PERIODE MEI 2021 - FEBRUARI 2022
BAB I

PENDAHULUAN

Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat
awam adalah kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah sekum. Organ yang
tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut
appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk menghindari komplikasi yang umumnya
berbahaya.

Appendicitis merupakan peradangan dari appendiks vermiformis, yang lebih dikenal


dengan sebutan infeksi usus buntu dan ini merupakan penyakit yang sering dijumpai.
Meskipun sebagian besar pasien dengan appendicitis akut dapat dengan mudah didiagnosis
tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi, sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi
sulit ditegakkan, untuk itu dokter harus mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal
appendicitis. Pada appendicitis tidak mungkin dapat ditemukan satu gejala klinis yang tidak
dapat ditentukan oleh satu tes khusus untuk mendiagnosanya secara tepat. Pada beberapa
kasus appendicitis dapat sembuh tanpa pengobatan, tapi banyak juga yang memerlukan
laparotomi. Appendicitis akut dapat menyebabkan kematian karena peritonitis dan syok.
Appendicitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang progresif dan
menetap pada semua golongan umur, kegagalan menegakkan diagnosa dan keterlambatan
penatalaksanaannya akan menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Pada masyarakat dengan kebiasaan diet tinggi serat, appendicitis jarang terjadi,
dikarenakan serat akan menurunkan viskositas feses, mempersingkat waktu transit feses dan
menghambat pembentukan fekalit. Fekalit dapat menyebabkan obstruksi pada lumen
appendiks. Kejadian appendicitis dapat berkurang karena kebiasaan diet tinggi serat dan
kebiasaan menggunakan toilet jongkok bila dibandingkan dengan toilet duduk.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch membentuk
produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15
cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di caecum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal.
Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di ileocaecum
dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia
omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik McBurney,
yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS
kanan.
Appendix vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum
berisi a.apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak 2,5 cm dari katup
ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh
appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa.
Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan
lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal,
menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan
jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara mukosa
dan submukosa terdapat lympho nodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam
sama dan berhubungan dengan caecum (inner circular layer). Dinding luar (outer
longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum
dan appendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.
Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8
yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Pada saat antenatal dan postnatal,
pertumbuhan dari caecum yang berlebih akan menjadi appendiks, yang akan berpindah
dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut , lebar pada pangkalnya dan menyempit
ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis
pada usia itu.
Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang kolonasendens, atau di tepi lateral
kolon asendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh letak appendiks.

Jenis-jenis Posisi Appendiks : 4


1. Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium
sacri.
2. Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan
biasanya retroperitoneal.
3. Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
4. Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
5. Pelvic Descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor.
6. Retrocaecal : intraperitonal atau retroperitoneal; appendiks berputar
ke atas ke belakang caecum.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula di sekitar
umbilikus. Pendarahan appendiks berasal dari a. appendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi,
appendiks akan mengalami gangren.2
Secara histologis, appendiks mempunyai basis struktur yang sama seperti usus
besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vaskular submukosa oleh mukosa
maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Appendiks
terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan
bergabung menjadi satu di mesoapendiks. Jika appendiks terletak di retroperitoneal,
maka appendiks tidak terbungkus oleh tunika serosa.4
Histologis : 4
- Tunika Mukosa : memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus.
- Tunika Submukosa : banyak folikel lymphoid.
- Tunika Muskularis : stratum circulare sebelah dalam dan stratum
longitudinale (gabungan tiga taenia coli) sebelah luar.
- Tunika Serosa : bila letaknya intraperitoneal asalnya dari
peritoneum viscerale.
 

Gambar 1 : Anatomi Appendiks

II. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara appendiks
tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2 minggu setelah
lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian
berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di
appendiks dan terjadi penghancuran lumen appendiks komplit.
III. DEFINISI
Appendicitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis. Peradangan akut
appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang
umumnya berbahaya.

IV. ETIOLOGI

Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Fekalit merupakan


penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan
limfoid, sisa barium dari pemeriksaan Roentgen, diet rendah serat, dan cacing usus
termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan
inflamasi pada appendiks. Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses
inflamasi. Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus appendicitis akut, sekitar 65%
merupakan appendicitis gangrenous tanpa ruptur dan sekitar 90% kasus appendicitis
gangrenous dengan ruptur.

Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendicitis adalah erosi mukosa
appendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan
peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya appendicitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya appendisits akut.3

V. PATOFISIOLOGI

Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks oleh


hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya
dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa appendiks yang distensi.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Kapasitas lumen appendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat
meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH2O. Manusia merupakan salah satu dari
sedikit yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangren atau terjadi perforasi.2
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding appendiks). Pada saat inilah terjadi
appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas
dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien
karena ditentukan banyak faktor. 2,3
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.2
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendicitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
appendicularis. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendicitis yang dimulai di
mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan
menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periappendikular. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa
periappendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.

Dalam pathogenesis appendicitis akut urutan kejadiannya adalah : 5


1. Obstruksi lumen menyebabkan sekresi mukus dan cairan yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal.
2. Ketika tekanan intraluminal meningkat, tekanan dalam mukosa venula dan
limfatik meningkat, aliran darah dan limfe terhambat karena tekanan
meningkat pada dinding appendiceal.
3. Ketika tekanan kapiler meningkat, terjadi iskemia mukosa inflamasi dan
ulserasi kemudian bakteri tumbuh pesat di dalam lumen dan bakteri
menyerang mukosa dan submukosa sehingga terjadi inflamasi transmural,
edema, vascular stasis, dan nekrosis dari muscular. Perforasi mungkin dapat
terjadi.

Pada perjalanan penyakitnya, penyakit appendicitis akut dapat berubah menjadi : 5


1. Phlegmon 2-3 hari perforasi, 3-5 hari peritonitis difusa sepsis.
Phlegmon ialah proses penahanan dalam jaringan ikat longgar. Pada orang
dewasa, terjadi karena keterlambatan dalam menegakkan diagnosa, sedangkan
pada anak kecil disebabkan appendiks kecil dan kurang komunikatif.
2. Mikroperforasi massa / infiltrate periappendiks.
Mikroperforasi adalah suatu peradangan oleh omentum dan jaringan
sekitarnya. Tubuh melokalisir perforasi oleh karena daya tahan tubuh
meningkat (dengan pemberian antibiotik).
Jika peradangan tidak sempurna, dapat terjadi penyebaran pus dari ruangan
omentum.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.3
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya
tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan
melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah
terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai
tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum
abdominalis, oleh karena itu penderita harus benar-benar istirahat.2
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk  jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.3

VI. MANIFESTASI KLINIS


a. Gejala Klinis
Appendicitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala appendisitis akut umumnya
timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang didahului
anoreksia. Gejala klasik appendicitis akut biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus. Nyeri menetap, kadang disertai kram
yang hilang-timbul. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan, yang
akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.2
Terdapat juga keluhan malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Suhu
tubuh biasanya naik hingga 38oC, tetapi pada keadaan perforasi suhu tubuh
meningkat hingga >39oC. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-
kadang terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian besar pasien mengalami
obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien yang merasa nyeri
berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa pasien terutama
anak-anak.2
Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua
kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya urutan
munculnya gejala appendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan
muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis appendisitis
diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri perut mengarah pada diagnosis
gastroenteritis.2
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak appendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Disini
nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu
dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila
terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila
berjalan atau batuk.2
Bila letak appendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal.3
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang.
Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.3
Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala appendicitis akut pada
anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan.
Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan
letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering appendicitis diketahui
setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % appendicitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi.3
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.3
Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut, mual, dan
muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama
sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dengan
appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.3
b. Tanda Klinis

Appendiks umumnya terletak di sekitar McBurney, namun perlu diingat


bahwa letak anatomis appendiks sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o
mengelilingi pangkal caecum. Appendisitis letak retrocaecal dapat diketahui
dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior superior.
Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rektal.2
Secara teori, peradangan akut appendiks dapat dicurigai dengan adanya nyeri
pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun pemeriksaan ini tidak
spesifik untuk appendicitis jika tanda-tanda appendicitis lain telah positif.

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik : 2,3,5

 Rovsing’s Sign
Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan nyeri di
abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dari
peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral. Sering positif pada
appendicitis namun tidak spesifik.

 Blumberg Sign
Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di kuadran
kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran kiri bawah lalu
melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.

 Psoas Sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menunjukkan
appendiks mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang
saat dilakukan manuver.
 Obturator Test
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae
dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini positif bila pasien
merasakan nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri pada manuver ini
menunjukkan adanya perforasi apendiks, abses lokal, iritasi m.obturatorius
oleh appendiks dengan letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/mm 2, biasanya didapatkan
pada keadaan akut. Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan
shift to the left, diagnosis appendicitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung
jenis sel darah putih lebih dari 18.000/mm 2 pada appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan
terjadinya perforasi appendiks dengan atau tanpa abses. Pada appendicitis infiltrat,
LED akan ditemukan meningkat.

CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh
hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai
meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP > 8 mcg/mL, hitung leukosit >
11.000, dan persentase neutrofil > 75% memiliki sensitivitas 86% dan spesifitas
90.7%.
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari
saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari
iritasi urethra atau vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
appendiks. Namun pada appendicitis akut dalam sample urine catheter tidak akan
ditemukan bakteriuria.
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu penegakan diagnosis appendicitis akut,
namun bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Adanya fecalith
jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat mendukung diagnosis.

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis appendicitis.


USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau
nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada
appendiks menyebabkan ukuran appendiks lebih dari normalnya (diameter 6 mm).
Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel
disease, diverticulitis cecal, divertikulum Meckel’s, endometriosis dan pelvic
inflammatory disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil USG.

Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG,
namun jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan
diperiksa terutama saat dicurigai adanya abses appendiks untuk melakukan
percutaneous drainage secara tepat.

CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit (tanda panah)


Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan
tidak spesifik akibat dari massa ekstrinsik pada caecum dan appendiks yang
kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 48-50%.4

VIII. ALVARADO SCORE

Appendicitis point pain 2

Leukositosis (> 10.000/ul) 2

Vomitus 1

Anorexia 1

Rebound tenderness phenomenon 1

Abdominal migrate pain 1

Degree of celcius (> 37.5 oC) 1

Observation of hemogram (> 72%) 1+

Total point 10

 Dinyatakan appendicitis akut apabila nilai > 7 poin.


 Penanganan berdasarkan Alvarado Score :
1–4 Dipertimbangkan appendisitis akut, diperlukan observasi.
5–6 Possible appendicitis, tidak perlu operasi. Terapi antibiotik.
7 – 10 Appendisitis akut, perlu operasi dini.

IX. DIAGNOSIS BANDING


a. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual dan muntah serta diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut dirasa lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan.
Demam dan leukositosis kurang menonjol.
b. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis
sangat mirip dengan appendicitis akut.

c. Kolik Traktus Urinarius


Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

d. Peradangan Pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau
adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah
lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada colok
vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.

e. Kehamilan Ektopik
Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.

f. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.

g. Kista Ovarium Terpuntir

Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal. Tidak
terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menetukan diagnosis.

h. Endometriosis Eksterna

Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat


endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.

X. PENATALAKSANAAN
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat appendiks menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus di dekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk
tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan jaringan
granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada
appendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga penderita terus
mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah
sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.
Bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, akan dilakukan tindakan operasi
untuk membuang appendiks yang mungkin gangren dari dalam massa perlekatan ringan
yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu
pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.
Massa appendiks terjadi bila terjadi appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikular yang dindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke
seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta generalisata. Oleh
karena itu, massa periappendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan
untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular
yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan
diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis.
Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan
frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta
bertambahnya angka leukosit.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan
tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikhawatirkan akan
terjadi abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus
dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada
pembedahan pada appendicitis sederhana tanpa perforasi.
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah
apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila massa
appendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil,dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau
berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periappendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, appendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periappendikular
infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar
6-8 minggu kemudian, dilakukan appendectomy. Kalau sudah terjadi abses,
dianjurkan drainase saja dan appendectomy dikerjakan setelah 6-8 minggu
kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan
pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau
abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya
48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi maka
harus dipertimbangkan appendectomy. Batas dari massa hendaknya diberi tanda
(demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan
terlokalisir. Bila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa
harus segera dibuka dan didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri
tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila
appendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena appendiks ini akan menjadi
sumber infeksi. Bila appendiks sukar dilepas, maka appendiks dapat dipertahankan
karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase
dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa
drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain dapat
diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik
dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap
hari penderita diperiksa colok dubur.

Penderita periappendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang : 4


 LED
 Jumlah leukosit
 Massa periappendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen.
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur di rektal dan aksiler).
b. Tanda-tanda appendisitis sudah tidak terdapat.
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih
kecil dibanding semula.
3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.

Kebijakan untuk operasi periappendikular infiltrat : 4


 Bila LED telah menurun kurang dari 40.
 Tidak didapatkan leukositosis.
 Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak
mengecil lagi.

Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa : 4


 Apakah penderita sudah bed rest total.
 Pemberian makanan penderita.
 Pemakaian antibiotik penderita.
 Kemungkinan adanya sebab lain.

Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periappendikular yang fixed, ini
berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami pendindingan
berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.2
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis
generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 4
 Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh.
 Suhu tubuh naik tinggi sekali.
 Nadi semakin cepat.
 Defance muscular yang menyeluruh.
 Perut distended.
 Bising usus berkurang.
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :
1. Pelvic abscess
2. Subphrenic abscess
3. Intra peritoneal abses lokal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk ke rongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.

XII. PROGNOSIS

Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana pembedahan, dapat menurunkan


tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama bila telah terjadi komplikasi.
Serangan berulang juga dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.2

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. FR
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Swasta
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Urongo
Tanggal Pemeriksaan : 26 Januari 2022

II. ANAMNESIS
a. Keluhan utama: Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD DR Sam Ratulangi Tondano dengan keluhan
Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Awalnya nyeri dirasakan di
ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri terasa semakin hebat
sejak 1 hari ini. Demam ada sejak 3 hari yang lalu, tidak tinggi, tidak
menggigil, tidak terus menerus, dan tidak berkeringat. Nafsu makan berkurang
semenjak sakit. Mual tidak ada, muntah tidak ada. Riwayat sakit maag tidak
ada. BAB tidak ada sejak 2 hari yang lalu. BAK tidak ada kelainan.
c. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien memiliki riwayat asthma bronchiale dan alergi sea food. Pasien tidak
memiliki riwayat sakit gastritis sebelumnya
d. Riwayat pengobatan:
Pasien sering mengkonsumsi obat penghilang nyeri yang dijual bebas di
warung bila timbul gejala sakit perut atau sakit kepala.
e. Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
f. Riwayat kebiasaan:
Pasien memiliki kebiasaan makan pedas dan rendah serat. Minum ± 2 liter air
mineral setiap hari.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status generalis
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Tekanan Darah : 110/70 mmHg
 Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat
 Frekuensi Nafas : 22 x/ menit, SpO2 98%.
 Suhu : 37,90 C
 SpO2 : 98%

Kepala : Normocephal
Mata : Conjuctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Tonsil tidak membesar, pharinx hiperemis (-)
Leher : Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thorax :
Cor :
o Inspeksi : IC tidak tampak
o Palpasi : IC teraba di linea midclavicula sinistra RIC V
o Perkusi : Batas jantung normal
o Auskultasi: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
o Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
o Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
o Perkusi : Sonor/Sonor
o Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
o Inspeksi : Dinding perut = dinding dada
o Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) di titik McBurney dan
epigastrium, nyeri lepas (+), rovsing (+), Psoas sign (+), obturator sign (+), defans
muskuler (-). Tidak teraba massa di perut kanan bawah
o Perkusi : Tympani
o Auskultasi : Peristaltik usus (+) normal
Ekstremitas : Edema (-), CRT < 2 detik
 Rectal Toucher :

- Anus : tenang
- Sfingter : menjepit
- Mukosa : licin
- Ampula : tidak teraba massa, nyeri pada arah jam 9 dan 11
- Handschoen : darah (-), feses (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium:

 Hb : 15,1 gr/dl
 Leukosit : 18.900/mm3
 Trombosit : 270.000/mm3
 Hematokrit : 51, 6%
 CT :4‘
 BT : 2’
 Ureum : 8 mg/dl
 Kreatinin : 1,1 mg/dl
 GDR : 112 mg/dl
 Gol. Darah : A
 Urinalisa :
- Warna : kuning
- Glukosa : normal
- Protein : (+)
- Reduksi : (-)
- Bilirubbin : (-)
- Urobilin : (-)
- Sedimen : eritrosit (-), leukosit (+), silinder (-), kristal (-), sel epitel (-)

Alvarado score:
Migration of pain :1
Anorexia :1
Nausea/vomiting :-
RLQ tenderness :2
Rebound :1
Elevated temperatur : 1
Leukocytosis :2
Left shift :-
Total points :8
Dari penilaian Alvarado score dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien ini
kemungkinan besar menderita Appendisitis akut.

V. DIAGNOSIS KERJA
 Appendisitis Akut

VI. TATALAKSANA
- IVFD Ringer Lactat 20 gtt/menit
- Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV
- Inj Ranitidin 2x1 amp 50mg IV
- Konsul dokter spesialis bedah: Appendectomy cito pukul 15.30 WITA

VII. LAPORAN PEMBEDAHAN


 Dilakukan pembedahan oleh dr.P.A.V. Wowiling, Sp.B pada tanggal 26
Januari 2022 pukul 15.30 WITA di ruang OK RSUD Dr. Sam Ratulangi
Tondano.
 Tindakan operasi:
o Pasien terlentang dengan anastesi spinal.
o Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada lapang operasi.
o Dilakukan insisi Mc Burney lapis demi lapis secara tajam.
o Dilakukan eksplorasi  tampak daerah operasi : ditemukan
appendix letak antecaecal, panjang 8 cm, diameter 1.5 cm,
hiperemis, dengan fekalit di 1/3 medial.
o Dilakukan appendectomy.
o Dilakukan perawatan luka operasi.
o Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
o Operasi selesai.
o Diagnosis pasca pembedahan : Appendicitis Akut.
 Selesai dilakukan appendectomy cito, anjuran post op sbb:
o Immobilisasi
o Sementara puasa
o Awasi VS
o Jika BU(+) test minum
o Rawat bangsal bedah
 Terapi :
o IVFD RL xx gtt/i
o Inj Ceftriaxone 2x1 gr IV
o Inj. Ranitidin 2x1 amp IV
o Inj. Ketorolac 2x1 amp drip

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut daerah ulu


hati, sekitar pusar, dan perut kanan bawah. Nyeri tersebut merupakan nyeri
visceral yang sifatnya difus, terletak pada mid-line, sekitar umbilikal, tidak dapat
ditunjukkan, bersifat tumpul dan tidak jelas, tidak menetap. Referred pain sesuai
persarafan yang terjadi akibat regangan organ. Nyeri visceral pada appendicitis ini
bermula di sekitar umbilicus sesuai dengan persarafan dari N.Thorakalis X. Nyeri
disebabkan oleh karena obstruksi lumen appendiks yang akan menyebabkan
peningkatan sekresi normal mukus dari mukosa appendiks yang distensi. Makin
lama mucus makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan
appendiks bertambah (edema). Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang hilang
timbul, nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri
somatis. Nyeri ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan
akan terus meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena,
edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul
akan meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan
tekanan yang berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah
akan diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Nyeri tekan daerah McBurney terjadi karena translokasi bakteri yang
menyebabkan nyeri somatis.
Illiopsoas sign menunjukkan peradangan dari appendiks yang letaknya
dekat dengan otot psoas. Obturator test juga positif karena gerakan rotasi dari
pinggang juga menghasilkan nyeri pada pasien dengan appendiks yang juga
terletak berdekatan dengan otot obturator eksternus.
Leukositosis yang didapatkan dari pemeriksaan darah lengkap
menunjukkan respon tubuh terhadap infeksi.
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan tindakan pembedahan dini
sesuai Alvarado score dengan total skor 9, yaitu perlu dilakukan operasi dini bila
skor 7-10.
DAFTAR PUSTAKA

1. Masjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Appendicitis. Kapita Selekta

Kedokteran. 2000. Jakarta : FK UI.

2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta: EGC. p. 865-75.

3. Schwatz, et al. Principles of Surgery 8th Edition Volume 2. Jakarta: EGC. p. 1383 –

93.

4. Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 1995. p. 109 – 12.

5. Sugandi . W. Referat Appendicitis. Sub Bagian Bedah Digestif. 2005. Bandung: FK

UNPAD-RSHS.

Anda mungkin juga menyukai