Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN KASUS

Kehamilan Ektopik Terganggu

Disusun Oleh :
dr. Venny Tiho

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SAM RATULANGI TONDANO


MINAHASA
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
penyertaan dan tuntunan-Nya sehingga penyusunan Makalah dengan judul
“Kehamilan Ektopik Terganggu” dapat diselesaikan.

Adapun Laporan Kasus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
penyelesaian tugas dan syarat kenaikan pangkat PNS dari 4B ke 4C yang
didalamnya tentang internalisasi Nilai-Nilai Dasar Aparatur Sipil Negara dalam tugas
pekerjaan melayani pasien.

Keberhasilan penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
motivasi dari berbagai pihak. Maka dalam hal ini penulis menyampaikan banyak
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan
makalah ini dan hasil yang lebih baik

Juli 2022

Penulis

dr. Venny Tiho


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................3
BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................................29
BAB IV PEMBAHASAN........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................41
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai


dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang bila lambat
ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik terganggu merupakan salah
satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Karena
manifestasinya yang cukup dramatis, sering kali KET dijumpai terlebih dahulu bukan oleh
dokter-dokter ahli kebidanan, melainkan dokter-dokter yang bekerja di unit gawat darurat,
sehingga entitas ini perlu diketahui oleh setiap dokter.
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat diagnostik
yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang. Meskipun demikian,
kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama dalam bidang obstetri.
Perkembangan teknologi fertilitas dan kontrasepsi memang di satu sisi menyelesaikan
masalah infertilitas maupun KB, namun di sisi lain menciptakan masalah baru. Kehamilan
ektopik dapat terjadi sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro pada seorang ibu, dan kehamilan
ektopik tersebut dapat menurunkan kesempatan pasangan infertil yang bersangkutan untuk
mendapatkan anak pada usaha berikutnya. Masalah yang lain ialah masalah diagnosis. Tidak
semua pusat kesehatan di negara ini mempunyai fasilitas pencitraan, dan dalam menghadapi
pasien yang datang dengan keluhan maupun tanda KET, tidak semua dokter, terutama
primary-care physician, segera memikirkan KET sebagai salah satu diagnosis banding. Hal
ini mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan terapi yang adekuat.
Kehamilan ektopik yang belum terganggu juga menjadi masalah tersendiri, karena
seolah-olah menjadi bom waktu dalam tubuh pasien. Hal ini terjadi bila tidak ada fasilitas
diagnostik yang menunjang, seperti yang terjadi di berbagai daerah rural di Indonesia.
Dengan diagnosis yang tepat dan cepat kesejahteraan ibu, bahkan janin, dapat ditingkatkan.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26
persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai
1:329 tiap kehamilan. Saat ini lebih dari 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika adalah
kehamilan ektopik. Resiko kematian akibat akibat kematian di luar rahim 10 kali lebih besar
daripada persalinan pervaginam dan 50 kali lebih besar daripada abortus induksi.

1
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut
dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak khas,
sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita dalam masa
reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah perlu
dipikirkan kemungkinan terjadinya KET.
Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani
secara adekuat, sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakit tersebut.
Hal yang harus diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum maupun dokter
spesialis, sehingga setiap dokter umum harus dapat mengenali tanda-tanda KET, sehingga
penderita dapat segera tertangani.  

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium.
Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis tidak
berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan Ektopik
tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen,
dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan perdarahan
pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii, ovarium, dan kavum
abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang abnormal (kornu, serviks).2,3 Kehamilan
ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars
intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas kehamilan
ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini
disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik
melainkan lebih merupakan tipe kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3,4

Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita

Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri, kehamilan
interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan abdominal, kehamilan
uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis 80%, pars
ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium
(0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus yang rudimenter
dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi untuk mengembang

3
menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke
dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1 

Gambar 2. Lokasi Kehamilan Ektopik

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kejadian
kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat meningkat empat
kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di Amerika Serikat angka
kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan. Yang penting, kehamilan
ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan dengan kehamilan. Sedangkan di
Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26
persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 35-44 tahun dimana wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi
untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia
berdasarkan penelitian kehamilan ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3
tahun (1 Januari 1997- 31 Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik
terbanyak pada usia 26-30 tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami
kehamilan ektopik yang berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25%
dibandingkan wanita yang tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.

4
2.3 Etiologi
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Berdasarkan
Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk melaporkan wanita
yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita yang
memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya,
adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar diethylstilbestrol. Sedangkan
wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami kehamilan ektopik adalah wanita
dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-ganti pasangan seksual. Dan risiko
rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada usia muda. Penyebab yang paling
sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti
infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis
puerperium.5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas ini
membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot menuju ke
kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan progesteron menurunkan
aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi
secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba
pada wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii
mungkin menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan
penggunaan mini pil, IUD, dan induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor
predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum uterus terlalu
diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang mencegah refluks
embrio kembali ke dalam kavum uterus.8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National IVF Registry,
melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 % untuk IVF, 2,9 %
untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote Intrafallopian Transfer pada
tahun 1991. 4

5
Gambar.3 Kehamilan Ektopik

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:


A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang
telah dibuahi ke kavum uteri.
1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan
arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-
kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi dapat turut
menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom,
wanita dengan riwayat salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi)
mempunyai risiko 4 kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi
Klamidia (antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat
risiko kehamilan ektopik.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis
ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan penyempitan
lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan
hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan
ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15 persen.
Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi
sebelumnya.

6
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki patensi
tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi. Wanita yang
pernah mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko kehamilan ektopik yang
lebih tinggi. Wanita dengan kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan
konservatif mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik
berikutnya.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko
terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali menjalani
abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus
induksi sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini kemungkinan akibat
peningkatan insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini telah
meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa penggunaan
IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik dan
malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan. Studi yang lebih besar yang
dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang
dari 50 % untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil maka
kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik. Sekitar 3-4 %
kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik.

B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke


dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada kasus-
kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus
dengan kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya
kehamilan ektopik dapat pula sedikit meningkat pada wanita dengan satu oviduk
kalau saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan
pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat
migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara masih
berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang penting dalam
proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.

7
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya kehamilan
ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi pada waktu
sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya ovum ke dalam
uterus atau menyebabkan ovum tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang
mendukung fenomena ini tidak banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar estrogen
dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik
dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan benar menjadi
penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan insiden kehamilan
ektopik yang dilaporkan setelah penggunaan preparat kontrasepsi oral yang hanya
mengandung progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden kehamilan ektopik
sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah mendapatkan
preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini mungkin lebih disebabkan
oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh abnormalitas strukturnya.
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.
Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus endometriosis
dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai.
 
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi yang
kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti
tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba.1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan
tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti

8
dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara 6-10
minggu.1,3

Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan
muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut.
Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke dalam lapisan
muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula
karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. 1 Akibat dari ruptur ini akan
terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak
sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris.
Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada pelepasan hasil
konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-
sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung
terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah
mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas
dan akan membentuk hematokel retrouterina.1

9
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik

2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis dan
tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut Fenomena
Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan
berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-
kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan
ektopik.1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang
dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang
degeneratif.1

2.6 Gambaran Klinis


Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore, nyeri
perut mendadak serta perdarahan pervaginam. 1,10 Gejala ini umumnya terdapat hanya pada
50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami ruptur. Nyeri pada abdomen
merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks dengan uraian mengenai kasus-
kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal digantikan dengan perdarahan per
vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut dengan istilah “spotting”. Tiba-tiba wanita
ini akan merasakan nyeri abdomen bawah yang hebat dan kerapkali dijelaskan sebagai rasa

10
nyeri yang tajam, menusuk serta seperti perasaan terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi
yang berkisar dari gejala vertigo hingga sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan,
dan pemeriksaan pervaginam, khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa
nyeri yang hebat. Forniks posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum
Douglas, dan adanya benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus.
Keluhan iritasi diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat
inspirasi mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup
banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi pada
saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat inspirasi.
Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh berbaring terlentang.
Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis tersebut diatas, diagnosis tidak
sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat tergantung
pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan,
derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Hal ini
menyebabkan gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang
banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga
sukar membuat diagnosisnya.4,5,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai ialah
sebagai berikut 1,4,6,8,9:
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada
kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa terjadi baik
pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai nyeri tajam, nyeri
tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul. Pada ruptur tuba, nyeri perut
bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya sangat berat disebabkan oleh darah
yang mengalir ke dalam kavum peritonei. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa
hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah
darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh
perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan
nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat
defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14 hari

11
setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi endokrin plasenta
masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan; namun bila dukungan endokrin
dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal
ini menunjukkan sudah terjadi kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua,
dan dapat terputus-putus atau terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan
human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat terlambat haid bukan berarti kemungkinan kehamilan
tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum haid
berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai penulis
berkisar antara 23-97%. Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih.
Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim
terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini
dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir
harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya
haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi dan hipotensi.
Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah (> 110 kali/menit),
pucat, berkeringat dingin, kulit lembab, nafas cepat (> 30 kali/menit), cemas, kesadaran
menurun atau tidak sadar bisa terjadi bila perdarahan berlangsung terus dan terjadi
hipovolemia yang signifikan. Stabile dan Grudzinskas (1990) melaporkan dari 2400 wanita
dengan kehamilan ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan syok.
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada
kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan hidup.
Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)

12
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul.
Massa ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa
berukuran antara 5-15 cm, teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan terjadinya infiltrasi
tuba yang luas oleh karena darah, massa dapat teraba keras. Hampir selalu massa pelvic
ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Timbulnya massa pelvis disebabkan
kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului
gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat
terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya infeksi.
Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara kehamilan
tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh
umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai
pada lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan keluhan
yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan berkumpul dalam
panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan akhirnya membentuk
hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien
dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam
kavum peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa
yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat adanya hematokel, dan
akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa
bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak
khas.4,5,6

13
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak dalam
rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala yang samar-
samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba penderita
akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering muntah-muntah.
Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama kemudian akan masuk ke
dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga ditemukan seluruh perut agak
membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal
ditemukan forniks posterior menonjol dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-
kadang uterus teraba sedikit membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba atau
yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita mengeluh
rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan adanya darah di
dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata.
Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik.
Terdapat tumor di sebelah uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan
hematokel retrouterina sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan
serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum
dan merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus
dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau
menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,
demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini
dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian, alat bantu
diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan
ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah

14
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu,
karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya Hb disebabkan karena
darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini
memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb
belum seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan
kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24
jam 4,5,6.
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam menegakkan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam
rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan
jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic. 4,5,6
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang
lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan tes yang
mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2
. Akan tetapi tes negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi
dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes
negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda
kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang paling sering
dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik gonadotropin yang berkisar dari 500
hingga 800 mIU per mL. Kemudahan penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan
persentase kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada
wanita dengan kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu panggandaan
rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan nilai normal yang paling
rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini dengan mengurangkan nilai mula-mula
dengan dari nilai 48 jam dan membagi hasilnya dengan nilai mula-mula tersebut untuk
kemudian dikalikan dengan seratus sehingga didapatkan suatu presentase. Kadar dkk
mengingatkan bahwa kedua pengukuran kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang
bersamaan dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan interval

15
waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan untuk mempertahankan kecepatan
peningkatan produksi beta-hCG ini bersama-sama dengan uterus yang kosong merupakan
bukti yang sangat subjektif kearah kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui
bahwa rancangan ini akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil
tes tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai kelainan
ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal.6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga
mencapai 10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time, serum
level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam pada 85 % kehamilan
normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari
kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis dari
kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal dibandingkan
dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri
yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah
pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang
dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan
tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG
transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang
dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling
kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong gestasi,
tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali
terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi
sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya
kehamilan ektopik.6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam uterus
pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah bisa dilihat
dengan USG abdominal.11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain sebagai
berikut :11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,

16
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung
fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari
10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak
diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac
atau keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat. Meskipun
USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat menunjukkan bahwa
massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya aktivitas vaskular
abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang tenang. Perbedaan
USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat
mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal mungkin.6,8

Gambar 6a. Gambaran USG menunjukkan Gambar 6b. Garis merah - bagian luar
kehamilan intrauterin dan kehamilan tuba uterus, hijau - uterus, kuning - kehamilan
ektopik. Cairan dalam uterus yang
dilingkari warna biru disebut dengan
“pseudosac"

Gambar 6c. Gambaran detail kehamilan Gambar 6d. Kehamilan tuba dilingkari oleh
ektopik garis merah, fetal pole berukuran 4,5 mm
(diantara kursor), hijau, yolk sac-biru.

17
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum 1500
mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan tingkat
akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan klinik
berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4
a. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di
dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal
pada dasarnya bisa dipastikan.
b. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,
maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang
dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
c. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri jelas
terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan terjadi.
Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat ultrasonik
yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja
dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
d. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong,
tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat kantong
kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG abdomen yang
dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia kehamilan yang
tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada
kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa
mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau
dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
4. Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah
atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian sebuah jarum
panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum
Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang
diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang
mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali
terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas
sebelum sempat membeku.

18
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita dengan riwayat
salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas kemungkinan sudah mengalami
obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak meniadakan
kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang
menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4
5. Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan lebih
dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari penderita dengan
kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5%
dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25
ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada kehamilan
ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia pemeriksaan hCG
dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL mempunyai sensivitas yang
tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak sampai 100%. Resiko terjadinya
kehamilan normal dengan kadar progesterone serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500.
Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan
diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang menandakan
adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar kasus, kuretase sangat
menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG yang tidak meningkat
dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk
mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan
melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak
selalu. Hasil kuretase dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari
pasien yang mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan
kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan pemantauan
titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ pelvis,
termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang disempurnakan telah
mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya untuk menggunakan sonde
transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan cahaya untuk melihat organ-organ

19
dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan
peralatan yang sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan
anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat
dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.
Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit dilakukan
dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya. 4,8 Laparoskopi merupakan
diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan
sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk
menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis daripada
pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan pembedahan
yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati dan diperbaiki kembali,
adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering dipermudah dengan inspeksi langsung
dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah
bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan
kelainan serius dalam panggul atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera. 4,8
Laparotomi dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan
terapi definitif secepatnya 4. 

20
Bagan 1. Algoritma Diagnosis Kehamilan Ektopik Berdasarkan Kadar Progesteron Serum dan ß-Hcg

2.8 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri perut yang
biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak spesifik lainnya seperti
perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara serta kadang-kadang gangguan
defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan
lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas
cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok
dan nyeri lepas dari dinding perut.

21
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan dan
nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit
diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh karena
terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b. USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
d. Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g. Laparoskopi
h. Laparotomi

2.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens, kista
folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta apendisitis.
Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan KET.
Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai berikut:4,5,6,7,8,10

1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah amenore.
Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan
vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu
rektal dan aksila melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif. 
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan lebih merah
sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan
servik uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur korpus luteum

22
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan pervaginam,
serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan pervaginam.
Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik. Pada
apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi
nyeri perutnya di titik McBurney. 

2.10 Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba
dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada kehamilan
di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan histerektomi, bila
masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan abdominal, bila
kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila
besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat
plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk mengangkat
tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa ooforektomi
ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap kehamilan ektopik telah
berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba.
Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti
dengan uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan
kelangsungan fungsi tuba fallopi.4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji
yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini dinamakan
reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan dalam puntung tuba
(jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari

23
reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang
ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri
berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak
dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita maupun
menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya. Dengan demikian,
ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih
tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari
kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul
akibat telur yang peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu
harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita tersebut
sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat
tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan
sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien baik, dokter dapat
mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan
cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat
mungkin pada wanita yang masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang
akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar.

4. Menyelamatkan tuba fallopi


Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat tuba harus
dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur pembedahan yang lebih
mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih
baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibahas
dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan panjang
yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal tuba fallopi. Suatu insisi
linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada batas antimesenterik di dekat kehamilan

24
ektopik. Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga
dapat dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter
atau laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi
langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan forseps atau diisap
dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan
memakai larutan salin isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan
seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan jahitan
satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur dalam
bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi kemungkinan akan
menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah
segmen tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang
berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan demikian
merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan
satu sama lain secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan
terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada
tunika muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak
mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah kekuatan pada lapisan
pertama.

d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk
mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap” implantasi ektopik
tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan disertai dengan
angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan
salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi
untuk mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.

25
KEHAMILAN EKTOPIK

Tidak terganggu Terganggu


(Observasi KE) (Curiga KET)

MRS, Rapid Test, USG Akut (KET) Kronik


Transvaginal Obs 24 jam Douglas Punctie (Hemato
T/N/R/Keluhan/Hb (KP) cele)

GS (+)
Intra Uteri

GS GS (+)
(-) / Extra
PPT Uteri
(-)
GS (-) /
PPT (+)

Laparotomi/Proof
Bukan KE
Laparotomi

Bagan 2. Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa. MTX
secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang mengubah
dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi untuk transport
1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa tetrahidrofolat sintetis
DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami gangguan. Proliferasi sel yang aktif
seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, sel fetal, demikian juga pada sel mukosa
mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang paling sensitive terhadap efek dari MTX.5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari masa ektopik
juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak digunakan jika
kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang dari 6 minggu,
diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-hCG tidak lebih dari
15.000 mIU/mL (Lipscomb and colleagues, 1999a, Stoval, 1995). Menurut American

26
College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi termasuk menyusui,
imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptikum.4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu sesuai
dengan hal-hal berikut :4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada kehamilan
lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan
pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin
prenatal.
Dosis MTX :4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4 dan 7
 Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi.
 Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari
pertama.
 Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan hitung
sebagai hari pertama.
 Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung persisten
setelah 3 dosis MTX.

2. Dosis variable :
 MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
 Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam 48 jam, atau 4
dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.

Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek samping.
Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping yang paling
sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1 %). Seorang

27
wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga menggambarkan netropenia
dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat induce obat, dan alopesia (Buster dan
Pisarska, 1999).4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20 hari. Pada
kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat pada 4 hari
pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari. Lipscomb dkk
(1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata, yaitu level beta
hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109 hari. 4

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa
syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10
. Komplikasi yang lain berupa
jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah
konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui laparotomi
sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka jaringan
tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko jaringan
trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar dari 6
cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml.
Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.4,6,8  

2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan kehamilan
ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami kehamilan
ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu,
kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami
kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 – 14,6%.

28
Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis.4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan
anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan ektopik,
risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus
dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6 

BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. NR
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan

29
Pekerjaan : Swasta
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Kombi
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juni 2022

3.1. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut.
Pasien datang ke UGD RSU Dr. Sam Ratulangi Tondano keluhan nyeri perut sejak 2 hari
yang lalu memberat 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan di seluruh perut bagian bawah, mendadak,
dirasakan seperti tertusuk dan terjadi terus menerus hingga os masuk rumah sakit. Nyeri tidak
menghilang meskipun os mengganti posisi tubuhnya dan mengakibatkan os tidak dapat
berjalan. Keluhan nyeri seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya oleh os. Os juga
mengeluh keluar flek-flek darah lewat kemaluannya sejak pagi hari (28 Juni 2022), sedikit-
sedikit, berwarna kecoklatan, dan keluar terus menerus. Os juga mengeluh merasa sangat
lemas sejak kemarin malam hingga os tidak dapat beraktivitas seperti biasa. Kepala dirasakan
sedikit pusing dan pandangan kadang-kadang berkunang-kunang. Keluhan mual-mual ringan
tanpa disertai muntah juga dirasakan oleh os sejak awal kehamilannya, keluhan ini terutama
dirasakan di pagi hari. Tidak ada keluhan BAK dan BAB. Riwayat pingsan, panas badan
disangkal oleh os.
HPHT : 27 Mei 2021
TP : 3 Februari 2022
Riwayat Menstruasi : Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama : 5 hari
ANC : Bidan, USG (-)
Riwayat kehamilan : 1. Kehamilan saat ini
Riwayat kontrasepsi : -
Riwayat pernikahan : 1 kali, selama 2 tahun
Riwayat penyakit sebelumnya :
 Hipertensi sebelumnya (-)
 Diabetes mellitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Asma (-)

30
 Riwayat keputihan (-)
Riwayat operasi :-

3.2. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present :
Kondisi Umum : Lemah
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Temperatur rektal : 37 oC
Status General :
Mata : Anemia +/+ , ikterus -/-
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)
Po : Ves +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : ~ Status ginekologi
Ekstremitas : Dingin, lembab (+) , odem (-)
Status Ginekologi :
Abdomen : Fut ttb, distensi (+), BU (+) N, nyeri (+)
Defance musculare (+)
Tanda cairan bebas (+)  Shifting dullness (+)
Nyeri tekan (+)
Vagina (Insp) : Flx (+), fl (-), P  (-), livide (+)
(VT) : Po : Flx (+), fl (-), P  (-), nyeri goyang (+)
CU : AF b/c > N
AP : massa -/-, nyeri +/+
CD : menonjol, nyeri +

3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


28 Juni 2022 ( pkl 17.02)
Darah Lengkap :
Belum dilakukan
Faal Hemostasis:

31
belum dilakukan
Pungsi kavum Douglas (kuldosintesis): tidak dilakukan
Tes Kehamilan: PPT (+)

Ultrasonografi (USG):
 GS intrauterin (-)
 Tanda cairan bebas (+) di cavum abdomen
Kesan: Kehamilan ektopik terganggu

3.4. DIAGNOSIS BANDING


 Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
 Abortus imminens

3.5. DIAGNOSIS KERJA


G1P0A0 uk 5-6 minggu + Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) + Pre Syok + Anemia berat

3.6. PENATALAKSANAAN
Terapi. : MRS
Infus RL 28 tetes/menit
Laparatomi cito
Cefotaxim 2 g IV
Persiapan darah
Monitoring : Keluhan
Vital Sign
KIE : Os dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosa,
tentang rencana tindakan segera beserta manfaat dan resiko dari
tindakan yang akan dilakukan.

Durante operasi (28 Juni 2022) :


 Ditemukan darah dan storsel di retro abdominal ± 2500 cc
 Ditemukan ruptur tuba pars ismika dextra
 Ovariun dextra et sinistra dan tuba sinistra normal
 Dilakukan salpingektomi dextra

32
Follow up post salpingektomi :
Tensi : 100/60 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Ass : Pasca salfingektomi dextra oleh karena ruptur tuba pars ismika sinistra hari ke-0
Pdx : DL post op
Tx :
 Puasa 6 jam
 IUFD ~ anastesi
 Cefotaxim 2 x 1 g
 Metronidazole supp 2x1
 Tranfusi PRC sampai Hb > 8 ~ 3 kolf
Mx : Obs. 2 jam pasca laparotomi
KIE

3.8 PERJALANAN PENYAKIT


Follow up di ruangan
Tgl S O A P
29- Nyeri St present Pasca Tx:
06- perut (+), TD : 100/60 salfingektomi Transfusi PRC 1 kolf
22 gatal (+) N : 80 x/mnt dextra ec/ Puasa 6 jam
tampak RR : 20 x/mnt ruptur tuba IVFD ~ anestesi
bentol Tax : 36,8°C pars ismika Cefotaxim 2 x 1g
besar di dextra hari-0 Inj dexamethasone : della
tangan, St general: dbn 1:1 IM
paha.
Ma/mi St ginekologi Mx: Obs Keluhan, Vital
-/-, BAB Abdomen : sign
(-) Distensi (-), BU
BAK (+) (+) N, Nyeri tekan KIE
 (+), Luka operasi
kateter) terawat
Flatus (-), Vagina: taa

DL: Pk. 17.00


WBC : 12,36
Hb : 4,5
MCHC: 31,75
MCH : 27,56
MCV : 86,79

33
Rbc : 1,63
Plt : 125
Hct : 14,17
30- Nyeri St present Pasca Tx:
06- luka op. TD : 90/50 salfingektomi IVFD RL + D5% 20 tpm
22 (+), gatal N : 80 x/mnt dextra ec/ dengan ketorolac
(-), RR : 20 x/mnt ruptur tuba Tranfusi PRC 1 kolf
Ma/mi Tax : 36,8°C pars ismika Cefadroxil 2 x 1
+/+ BAB dextra hari-1 Asam mefenamat 3x1
(-) St general: dbn Metronidazole 3x1
BAK (+) Mx: Obs Keluhan, Vital
Flatus (+) St ginekologi sign
Abdomen :
Distensi (-), BU KIE mobilisasi
(+) N, Nyeri tekan
(+), Luka operasi
terawat
Vagina: taa

31- Nyeri St present Pasca Pdx: cek DL 6 jam post


06- perut (+) TD : 110/70 salfingektomi transfusi
22 Ma/mi N : 80 x/mnt dextra ec/
+/+ RR : 20 x/mnt ruptur tuba Tx:
BAB (+) Tax : 36,5°C pars ismika IVFD RL + D5% 20 tpm
BAK (+) dextra hari-2 dengan ketorolac
St general: dbn Tranfusi PRC 1 kolf
Cefadroxil 2 x 1
St ginekologi Asam mefenamat 3x1
Abdomen : Metronidazole 3x1
Distensi (-), BU Mx: Obs Keluhan, Vital
(+) N, Nyeri tekan sign
(-), Luka operasi
terawat KIE mobilisasi
Vagina: taa

DL: Pk. 18.00


WBC : 8,9
Hb : 8,1
MCHC: 34,2
MCH : 29,7
MCV : 86,8
Plt : 146
Hct : 23,7
01- Nyeri St present Pasca Tx:
07- perut (+) TD : 100/70 salfingektomi Aff infus
22 berkurang N : 80 x/mnt dextra ec/ Cefadroxil 2 x 1
RR : 20 x/mnt ruptur tuba Asam mefenamat 3x1
Tax : 36,9°C pars ismika Metronidazole 3x1
dextra hari-3 ROB 1x1

34
St general: dbn Mx: Obs Keluhan, Vital
sign
St ginekologi
Abdomen : KIE
Distensi (-), BU BPL
(+) N, Nyeri tekan Kontrol poli obgyn
(+) berkurang,
Luka operasi
terawat
Vagina: taa

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. DIAGNOSIS

35
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori dan
temuan-temuan klinis yang dijumpai pada pasien yang mendukung diagnosa KET pada
pasien.
No. Teori Pasien
1. Anamnesis Anamnesis
1. Trias klasik KET - Riwayat telat haid (+) dengan HPHT
- Amenorea (28-06-22)
- Nyeri perut - Nyeri perut mendadak di seluruh perut
- Perdarahan pervaginam bawah yang berat dan terus menerus.
2. Tanda-tanda hamil muda - Flek-flek berwarna kecoklatan pagi
- Mual-muntah hari sebelum MRS.
- Rasa tegang pada payudara - Mual-mual ringan terutama di pagi
hari sejak mulai merasa telat haid.
2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda syok: - Dijumpai tanda-tanda syok, keadaan
- Tekanan darah menurun (sistolik umum pasien lemah dengan tensi
< 90 mmHg) menurun (90/60), nadi cepat dan
- Nadi cepat dan lemah (> 110 lemah (112x/mnt), dengan respirasi
kali permenit) masih dalam batas normal. Tampak
- Pucat, berkeringat dingin, kulit pucat, berkeringat dingin, kulit yang
yang lembab lembab.
- Nafas cepat (> 30 kali permenit) - Status Ginekologi:
- Cemas, kesadaran berkurang atau Abdomen: Fut ttb, distensi (+), BU (+)
tidak sadar. N, nyeri (+)
2. Gejala akut abdomen Defance musculare (+)
- Nyeri tekan Tanda cairan bebas (+) 
- Defance musculare Shifting dullness (+)
3. Pemeriksaan ginekologi Nyeri tekan (+)
- Servik teraba lunak, Vagina :
- Nyeri goyang, (Insp) : Flx (+), fl (-), P  (-), livide
- Korpus uteri normal atau sedikit (+)
membesar, (VT) : Po: Flx (+), fl (-), P  (-),
- Kavum Douglas menonjol oleh nyeri goyang (+)
karena terisi darah. CU: AF
b/c > N
AP:
massa -/-, nyeri +/+
CD:
menonjol, nyeri +

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium 1. Laboratorium
- Hb menurun - HGb: 4,9 g/dL
- Leukosit normal/meningkat - WBC: 12,3 . 103/Ul
- PPT (+) - PPT (+)
2. USG -

36
- GS (-) intrauterin, (+) di 2. USG
ekstrauterin - GS intrauterin (-)
- Tanda cairan bebas pada kavum - Tanda cairan bebas (+) di cavum
abdomen abdomen
- Massa abnormal di daerah pelvis Kesan: Kehamilan ektopik terganggu
3. Kombinasi USG dengan
3. Kuldosintesis : meskipun blm
pemeriksaan kuantitatif ß-hCG
dilakukan, bisa di dapat (+)
- GS (-) intrauterin
diaspirasi darah berwarna
- Kadar ß-hCG serum 1500
kehitaman
mIU/ml atau lebih,
4. Kuldosintesis
- Darah (+) di cavum Douglass
5. Kadar progesteron
- < 5 ng/mL
6. Kuretase uterus
- Vili (-)
7. Laparoskopi
8. Laparotomi

Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien memenuhi semua
kriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur kehamilan pada saat
pemeriksaan adalah 7-8 minggu, dan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba akan terganggu pada umur kehamilan antara 6 –
10 minggu.1,3 Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil
konsepsi, dimana pada umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat
menembus endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna) dan masuk
ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Proses ini
selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur dari tuba yang
menyebabkan berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang mendadak dan
berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba akibat darah yang mengalir
deras ke dalam kavum peritonei. Jika yang terjadi adalah abortus tuba, nyeri yang timbul
tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi,
tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
ke seluruh perut bawah. Dari kondisi ini, disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur
tuba.
Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik.
Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal dari uterus. Selama fungsi
endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan. Perdarahan

37
uterus akan terjadi bila dukungan endokrin terhadap endometrium sudah tidak memadai lagi,
dan ini terjadi jika janin telah mati. Pada keadaan telah terjadi kematian janin pembentukan
hormon hCG akan terganggu dan akan diikuti dengan terjadinya pelepasan desidua yang
bermanifestasi dalam bentuk perdarahan uterus.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual ringan. Mual-muntah pada awal kehamilan
dipengaruhi oleh peningkatan kadar ß-hCG serum. Akan tetapi masing-masing wanita hamil
memilki respon yang berbeda-beda, tidak semua wanita hamil akan mengalami mual muntah
meskipun kadar ß-hCG serumnya meningkat. Pada umumnya, makin tinggi peningkatan
kadar ß-hCG, mual-muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas, sebagai
penghasil ß-hCG, pada kehamilan ektopik menghasilkan ß-hCG yang lebih rendah daripada
kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada wanita dengan
kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan wanita dengan kehamilan
normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah yang ditandai dengan tensi
turun, nadi cepat, lemah dan respirasi yang masih dalam batas normal. Hal ini merupakan
tanda bahwa perdarahan ke dalam rongga perut yang masif, komplikasi yang paling sering
terjadi pada pasien dengan KET yakni terjadi syok. Untuk mencegah terjadinya perburukan
kondisi pasien dan juga untuk diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang
tepat.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak teraba, hal ini
sesuai dengan umur kehamilan pasien 7-8 minggu. Pada kehamilan ektopik, uterus juga
membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama,
dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati
ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih
dalam keadaan hidup. Pada pemeriksaan juga didapatkan adanya distensi, defance musculare,
nyeri tekan, dan tanda cairan bebas (shifting dullness +) dalam kavum abdomen. Berdasarkan
hasil ini dapat disimpulkan telah terjadi akumulasi cairan (dalam hal ini darah) di dalam
kavum abdomen dalam jumlah yang cukup banyak yang kemungkinan berasal dari
perdarahan akibat ruptur tuba yang masuk ke dalam rongga peritoneum.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam keadaan
hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada adneksa dan parametrium,
serta perabaan cavum Douglass yang menonjol dan terasa nyeri , dijumpai pada lebih dari
tiga perempat kasus kehamilan ektopik tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur. Nyeri
goyang pada porsio mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum.

38
Tidak terdapat massa pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah terdapat
ruptur dari tuba, didukung lagi oleh adanya nyeri sekitar adneksa. Ditemukan kavum Doglas
dalam keadaan menonjol, menunjukan adanya pendesakan oleh cairan dalam rongga pelvis,
dimana cairan tersebut dapat berupa darah akibat ruptur tuba.
Dari pemeriksaan laboratorium, meskipun hasil pemeriksaan hemoglobin (Hb) saat pasien
baru datang tidak dilakukan, Namun pada pemeriksaan Hb post op didapatkan 4,9. Dari
penurunan kadar Hb ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perdarahan dalam tubuh
pasien. Pada awal pemeriksaan kadar Hb tidak terlalu turun karena penurunan Hb yang
terjadi akibat diencerkannya darah oleh air dan jaringan untuk mempetahankan volume darah
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Hasil penghitungan leukosit menunjukkan
terjadinya peningkatan kadar leukosit. Perdarahan yang banyak juga menimbulkan naiknya
leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit biasanya normal atau
sedikit meningkat ini berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvik
Pemeriksaan PPT dengan hasil yang positif dengan ditunjang hasil USG yang menunjukkan
tidak adanya kantong gestasi di intrauterin, dan adanya cairan bebas dalam kavum abdomen
semakin menguatkan diagnosa bahwa pasien dalam keadaan hamil ektopik yang terganggu
(KET).
Khusus mengenai perbedaan hamil ektopik dengan hamil intrauterin, dapat dilihat pada tabel
berikut:
Jenis
Klinis Ultrasonografi Biomarker
Kehamilan
Ektopik - Nyeri perut berat, - GS intrauterin (-) - ß-hCG > 1500
mendadak/perlahan,lahan - Tanda cairan mIU/mL
- Perdarahan pervaginam bebas (+) - Progesteron < 5
sedikit-sedikit, berwarna - Massa abnormal ng/mL
kecoklatan di daerah pelvis
- Mual-muntah <<<
Intrauterin - Nyeri perut (-)/ringan dan - GS intrauterin (+) - ß-hCG > 6000
sementara - Endometrial line mIU/mL
- Perdarahan pervaginam, (+) - Progesteron > 25

39
lebih banyak, warna lebih - Tanda cairan ng/mL
merah bebas (-)
- Mual-muntah >>>
Pemeriksaan penunjang lain yang dilakukan adalah kuldosintesis dengan hasil (+) diaspirasi
darah berwarna kehitaman.

4.2. DIAGNOSIS BANDING


Pasien didiagnosis banding dengan abortus iminens oleh karena adanya nyeri perut disertai
dengan adanya riwayat keluar darah dari vagina serta hasil PPT (+). Diagnosis abortus
akhirnya disingkirkan oleh karena pada abortus biasanya darah yang keluar lebih banyak,
berwarna merah segar, dan tidak hanya berupa flek-flek. Ditemukan adanya nyeri goyang
porsio dan penonjolan kavum douglas menunjukkan tanda-tanda adanya darah yang
terkumpul pada rongga pelvis, dimana hal ini mendukung diagnosis ke arah KET.

4.3. PENATALAKSANAAN
Pertama dilakukan tindakan perbaikan keadaan umum dengan mengatasi kondisi pre syok.
Pada pasien diberikan infus RL 28 tetes/menit sampai kondisi syok teratasi, dengan terus
dilakukannya monitoring tanda-tanda vital. Kemudian seharusnya dilakukan cek Hb serial
setiap 2 jam untuk memantau apakah terdapat penurunan Hb. Apabila Hb < 9 gr/dL maka
dilakukan tranfusi PRC. Namun karena kondisi emergency dan Setelah mendapat persetujuan
dari keluarga dilakukan tindakan laparatomi untuk menghentikan perdarahan yang terjadi
oleh karena ruptur tuba. Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat diagnostik
sekaligus terapeutik. Saat abdomen dibuka terdapat darah kurang lebih sebanyak 2500 cc, hal
ini membuktikan adanya perdarahan yang terkumpul di rongga abdomen. Setelah ditelusuri
didapatkan ruptur tuba pars ismika kanan. Setelah tuba diklem, dilakukan salfingektomi
sinistra.
Setelah mendapatkan perawatan selama 4 hari kondisi pasien membaik dan pasien diijinkan
untuk pulang.

4.4. KOMPLIKASI
Pada pasien ini ditemukan komplikasi berupa syok yang reversibel. Komplikasi berupa
perlengketan dengan usus tidak terjadi.

40
4.5. PROGNOSIS
Pasien memiliki riwayat KET pada kehamilan pertama. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada
tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan berlangsung dengan baik.
Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan terhadap tuba kanan, dan didapatkan hasil post
salpingektomi dekstra. Berdasarkan literatur yang ada, hanya 60% wanita yang pernah
mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, apabila tuba yang lain masih
berfungsi normal. Namun pada pasien ini karena sudah pernah mengalami kehamilan ektopik
terganggu pada tuba dekstra sebelumnya, kemungkinan untuk hamil lagi tidak ada, sehingga
prognosis pasien adalah dubius ad malam.

41
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 323-334
2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta; Yayasan
Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 1998; 226-37
4. Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD. Ectopic
Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw hill; 2001; pp 883-910
5. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for Practice.In:
Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill; 2001;pp 1134-1147
6. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 6thed.Philadelphia.Lippincot William & Wilkins,
1999,pp 1149-1164
7. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs BP. Seri
Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara; 2000. Hal 54-56.
8. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia Lippincot
Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
9. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4 ed. William &
Wilkins the Science of Review. New York. 1996; 315-320
10. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE, Lambrou
BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of Gynecology and
Obstetric; 2nd ed. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins; 2002;pp 305-13.
11. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari 2007.
Accessed : 1 April 2010.
12. Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.

42

Anda mungkin juga menyukai