Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)

Pembimbimg :
dr. Rusmaniah, Sp.OG, M.Kes

Disusun oleh :
Maryati Ulfa (2014730053)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA UTARA SUKAPURA
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr wb,
Dengan memanjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan referat mengenai “Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan arahan demi
terselesaikannya referat ini khususnya kepada dr. Rusmaniah, Sp.OG, M.Kes selaku
pembimbing referat.
Kami sangat menyadari dalam proses penulisan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun metode penulisan. Namun demikian, kami telah
mengupayakan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki. Kami dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima segala bentuk masukan, saran dan usulan
guna menyempurnakan referat ini.
Kami berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Wassalammu’alaikum wr wb.

Jakarta, April 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................2
2.1. Definisi..............................................................................................................2
2.2. Epidemiologi.....................................................................................................3
2.3. Etiologi..............................................................................................................3
2.4. Patogenesis........................................................................................................4
2.5. Gambaran Klinik...............................................................................................6
2.6. Diagnosis...........................................................................................................7
2.7. Tatalaksana.....................................................................................................11
2.8. Prognosis.........................................................................................................14
BAB III KESIMPULAN.................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang
dalam usia reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi
reproduksi manusia yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang
diluar kavitas endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada kematian fetus.
Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi
keadaan yang membahayakan jiwa. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau
ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan
dengan kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan
terjadinya keadaan sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan
kemampuan wanita untuk hamil kembali dapat terpengaruh menjadi buruk.
Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai
pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. Angka keselamatan pada awal abad
ke-19 sangat kecil, satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari
operasi abdominal. Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3.
Pada permulaan abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik, dan
transfuse darah berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal
pertengahan abad ke-20, tercatat 200-400 kematian per 10.000 kasus. Sejak tahun 1970,
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai mencatat dan membuat
statistik mengenai kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus. Pada tahun
1992, angka kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus. Namun, angka
kematian menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2,6 per 10.000
kasus pada tahun 1992.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kehamilan Ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Sedangkan
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus
atau ruptur apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi
misalnya tuba.
Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan:
- Tuba Fallopii
- Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
- Ovarium
- Intraligamenter
- Abdominal
- Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di tuba Falopii. Sebagian besar,
berimplantasi pada pars ampularis. Sekitar 5 % berimplantasi pada ovarium, kavum
peritoneal, atau serviks.

2
Gambar 1. Lokasi kejadian kehamilan ektopik
2.2. Epidemiologi
Di Indonesia kejadian kehamilan ektopik sekitar 5-6 per seribu kehamilan.
Terjadinya kehamilan ektopik sering akibat sel telur yang sudah dibuahi dalam
perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang
sebelum mencapai kavum uteri dan akan tumbuh di luar rahim. Bila kemudian tempat
nidasi tersebut tidak dapat menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan akan
terjadi ruptura dan menjadi kehamilan ektopik yang terganggu.

2.3. Etiologi
Penyebab kehamilan ektopik terganggu dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok besar sebagai berikut :
 Faktor Tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit
atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran tuba yang
berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tidak berfungsi dengan
baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat merupakan
predisposisi terjadainya kehamilan ektopik.
Faktor tuba yang lain adalah kelaianan endometriosis tuba atau divertikel saluran
tuba yang bersifat kongenital. Adanya saluran tuba, misalnya mioma uteri atau
tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga
dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
 Faktor Abnormalitas Zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
 Faktor Ovarium
Ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.

3
 Faktor Hormonal
Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat menyebabkan
gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan
kehamilan ektopik.
 Faktor Lain
Pemakaian IUD yang menyebabkan peradangan pada endometrium dan
endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur
penderita yang sudah menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan
dengan terjadinya kehamilan ektopik.

2.4. Patogenesis
Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium
untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Tuba bukan media
yang baik untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat
mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.
 Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak meneluh apa-apa, hanya haid terlambat dalam beberapa hari.
 Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan
ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan
yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah
ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada
implantasi telur yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada
kehamilan pars ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis
ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika.

4
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah
menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menerus
menyebabkan tuba membesar dan kebiruan (hematosalping), dan selanjutnya
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul
di kavum Douglasi dan akan membentuk hematokel retrouterina.
 Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya, ruptur pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Darah dapat mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.
Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding
tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas pecah karena tekanan darah dalam
tuba. Ruput dapat terjadi ke arah ligamentum, sehingga terjadi kehamilan
intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, namun bila
robekan kecil perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Perdarahan dapat terjadi terus menerus sehingga pasien anemia tau syok karena
hemoragia. Bila janin mati dan masih kecil dapat diresorbsi seluruhnya namun
bila besar akan diubah menjadi litopedion.
Janin yang keluar dari tuba dan masih diselubungi oleh kantong amnion serta
plasenta masih utuh, kemungkinan akan tumbuh pada rongga perut sehingga
akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan
makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar
panggul, dan usus.

5
2.5. Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas sampai
terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit
atau terjadi ruptur tuba tempat lokasi nidasi kehamilan, ini akan memberikan gejala dan
tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian disusul dengan
syok atau pingsan. Ini adalah tanda khas terjadinya kehamilan ektopik yang terganggu.
Namun gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur
tuba nyeri perut terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan
yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya pada abortus
tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula pada
satu sisi; tetapi, setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke
bagian tengah, atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat
merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk
hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri
karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak
dan berwarna cokelat tua. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik
walaupun penderita sering menyebutkan tidak jelasnya ada amenorea, karena gejala dan
tanda kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi beberapa saat setelah
terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian disusul dengan ruptur tuba karena
tidak bisa menampung pertumbuhan mudigah selanjutnya.
Pemeriksaan vaginal akan menimbulkan nyeri saat menggerakan serviks uteri,
yang disebut nyeri goyang (+) atau slinger pijn (bahasa Belanda). Demikian pula kavum
Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah. Pada abortus
tuba biasanya teraba jelas suatu tumor di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan
konsistensi agak lunak. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum

6
Douglasi. Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan
nadi meningkat; perdarahan lebih banyak lagi akan menimbulkan syok.
Pada pemeriksaan USG akan didapatkan gambaran uterus yang tidak ada
kantong gestasinya dan mendapatkan gambaran kantong gestasi berisi mudigah di luar
uterus. Apabila sudah ruptur maka kantong gestasi sudah tidak jelas namun
mendapatkan bangunan massa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas,
dan di sekitarnya di dapatkan cairan bebas (gambaran darah intraabdominal). Diagnosis
pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakkan bila terlihat kantong gestasi
berisi mudigah/janin hidup yang letaknya di luar kavum uteri. Uterus mungkin besarnya
normal atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat rekasi desidua. Kavum uteri sering
berisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang pada pemeriksaan
terlihat sebagai struktur cincin anekoik yang disebut kantong gestasi palsu
(pseudogestational sac). Berbeda dengan kantong gestasi yang sebenarnya, kantong
gestasi palsu letaknya simetris di kavum uteri dan tidak menujukkan struktur cincin
ganda.
Tampak massa tumor di daerah adneksa yang gambarannya sangat bervariasi.
Dapat terlihat kantong gestasi yang masih utuh dan berisi mudigah, mungkin berupa
massa ekogenik dengan batas ireguler, ataupun massa kompleks yang terdiri atas
ekogenik dan anekoik. Perdarahan dapat tampak berupa massa anekoik di kavum
Douglasi yang mungkin meluas sampai ke bagian atas rongga abdomen. Bila terjadi
bekuan darah, gambaran berupa massa ekogenik yang tidak homogen. Apabila USG
tidak tersedia, dapat dilakukan pungsi kavum Douglasi (kuldosentesis).

2.6. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang
teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk
menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan
dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik

7
sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus dilakukan,apabila memang
tersedia, untuk menentukan diagnosis.
Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa
waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri
perut bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam
dapat terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah,
berapa jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau
hanya seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga
riwayat kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.
Pemeriksaan Umum
Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan. Pada
perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan pasien
merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak mendadak, mungkin
hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.
Pemeriksaan Ginekologi
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda.
Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri
raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang
naik, sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
Pemeriksaan Laboratorium
Para dokter di ruang gawat darurat biasanya menggunakan beta-human
chorionic gonadotropin (β-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk membantu
menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. β-hCG diproduksi oleh
trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid
berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemungkinan besar tidak terjadi kehamilan.
Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes serum β-hCG
negative dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan kadar β-hCG dua kali
lipat kira-kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai puncaknya 100.000 mIU/ml.
kenaikan ini akan melambat bila sudah mencapai nilai puncaknya, dan pada saat itu

8
sudah harus dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan tunggal tes β-hCG
kuantitatif ini berguna untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat membedakan
antara kehamilan ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan laboratorium umum
lainnya adalah pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin yang dapat
rendah bila terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk
membedakan apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik ini
atau dugaan adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga
dapat lebih dari 20.000.
Alat-Alat Bantu Diagnostik
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah
terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal
diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah
potensi terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa
perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan ektopik.
Pada saat ini, yang merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik
adalah Transvaginal Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal
Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih
menguntungkan
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis
kehamilan ektopik adalah berikut ini :
 Kuldosintesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk
mengenali kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada
kuldosentesis dan terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang
amat berguna.
 Laparoskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan
dengan melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun,
dengan adanya hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi
penyulit dari laparaskopi.
 Human Chorionic Gonadotrophin

9
Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,
walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada
kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi
terjadi tidak diketahui pada banyak wanita. Pada kehamilan yang abnormal
seperti kehamilan ektopik ini, kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti
seharusnya.
 Progesteron
Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan
informasi untuk mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan
beberapa hari untuk melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone
serum tunggal oleh beberapa kelompok dapat dipakai untuk membedakan
kehamilan ektopik dengan kehamilan normal intrauterin. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang dihasilkan korpus luteum pada
kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan korpus luteum pada
kehamilan normal.
 Ultrasonography
Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan pada
tahun 1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada
kantong gestasi pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini
tidak berguna secara klinik, karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan
ektopik mempunyai level hCG yang jauh dibawah nilai diatas.
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai
7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan
dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk
mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500
mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5
atau 6 minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine
dan ekstrauterin hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan
kantong gestasi intrauterine hampir selalu dapat menyingkirkan adanya
kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi tidak ditemukan dan kadar hCG lebih
dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu

10
kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus
dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang
menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan
ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.

Gambar 2. Contoh gambaran USG kehamilan ektopik

Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakkan transduser transvagina untuk


kehamilan ektopik termasuk : adanya komplek atau massa kistik adneksa atau
terlihatnya embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong
gestasi dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau
kadar hCG diatas ambang tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.
 Dilatasi Kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari,
atau serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi
interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial
dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku
bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan apakah ada jaringan gestasi.

2.7. Tatalaksana
Penanganan kehamilan ektopik umumnya adalah laparotomi. Perlu
dipertimbangkan kondisi pasien saat itu, keinginan pasien akan fungsi reproduksinya,
lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah
mikro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat.
Pertimbangan ini menentukan apakah perlu salpingektomi pada kehamilan tuba atau
hanya salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila pasien dalam keadaan syok, lebih
baik dilakukan salpingektomi.

11
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah
dicoba ditangani dengan kemoterapi untuk menghindari pembedahan. Kriterianya
yaitu :
1. Hemodinamik stabil
2. Kadar β-hCG <10.000 mIU/mL
3. Diameter kantong gestasi <3,5 cm
4. Tidak tampak pulsasi jantung janin

Tabel 1. Tatalaksana KET


REGIMEN SURVEILAN
Dosis tunggal* Nilai kadar beta hCG hari ke-4 dan 7
 Metotreksat, 50 mg/m2 IM  Jika berbeda ≥ 15%, ulangi per minggu hingga
tidak ditemukan
 Jika berbeda < 15% antara hari ke-4 dan ke-7,
ulangi dosis metotreksat dan mulai lagi hari 1
baru
 Jika aktivitas jantung fetal ditemukan pada hari
ke-7, ulangi dosis metotrekstat, mulai sebagai
hari 1 baru
 Pembedahan jika beta hCG tidak berkurang atau
aktivitas jantung fetal masih ada setelah 3 dosis
metotreksat
Dua dosis
 Metotreksat, 50 mg/m2 Follow-up sebagai regimen dosis tunggal
IM, hari 0, 4

Dosis bervariasi (hingga 4


dosis) Nilai kadar beta hCG hari ke-1, 3, 5 dan 7. Lanjutkan
 Metotreksat, 1 mg/kg IM, injeksi dosis alternatif hingga kada beta hCG
hari 1, 3, 5, 7 berkurang ≥ 15% dalam 48 jam, atau 4 dosis
 Leucovorin, 0,1 mg/kg pemberian metotreksat. Lalu, periksa per minggu
IM, hari 2, 4, 6, 8 hingga tidak ditemukan beta hCG.
*Lebih dipilih
IM – intramuskular

Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan


bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya
salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak
stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk
melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi.
Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi karena kerusakan

12
tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien
kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat
dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada
pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada
diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.

Gambar 3. Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien


hamil ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari
tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute
untuk memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui
insisi dan tempat yang berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen
tuba dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan
secara sekunder atau dengan menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama.
Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan
ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang
lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.

13
Gambar 4. Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan
ektopik di pars ampullaris.

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik
dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis
ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada
kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan
seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.

Gambar 5. Kehamilan ektopik tuba kanan yang terlihat pada laparaskopi. Tuba kanan
yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah kanan di E. Tuba kiri
yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu
yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit
tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik.

14
Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan
pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis
tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.

2.8. Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat,
maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik
biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat
dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik
atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada
sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus
didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi
secepatnya.

15
BAB III
KESIMPULAN

Kehamilan Ektopik ialah kehamilan dimana sel telur setelah dibuahi (fertilisasi)
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan Ektopik
Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur apabila masa
kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.
Berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa pada
tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau
0,02%. Beberapa faktor penyebab terjadinya kehamilan ektopik adalah faktor dalam
lumen tuba, faktor dinding tuba, faktor luar dinding tuba dan faktor lainnya. Gambaran
klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore, dan
perdarahan pervaginam.

16
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary, Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom, et al. Williams Obstetrics


th
23 Edition. New York: Mc Graw Hill Education; 2010.
Panduan Praktik Klinis Obstetri & Ginekologi. 2015. Bandung: Dep./SMF Obstetri &
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran RSUP DR. Hasan
Sadikin.
Soewarto, Soetomo. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

17

Anda mungkin juga menyukai