Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Oleh :
Allwin Pritiiv Francis William
1102005212

Pembimbing :
dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp. OG

Dalam rangka Mengikuti Kepanitraan Klinik Madya


Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran / RSUD KARANGASEM
2016

KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya sehingga responsi yang berjudul Kehamilan Ektopik Terganggu ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
bagian/SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUD Karangasem.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk-petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1. dr. I Gede Parwata Yasa, Sp.OG selaku kepala bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Karangasem.
2. dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp OG selaku pembimbing bagi
makalah ini.
3. Segenap residen yang telah banyak memberikan bimbingan dan koreksi dalam
penulisan laporan ini.
Demikianlah laporan ini penulis buat, semoga dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmiah.

Denpasar,

September 2016
Penulis

DAFTAR ISI

Daftar Isi.i
BAB I Pendahuluan.......1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1

Definisi...2

2.2

Epidemiologi..3

2.3

Etiologi...3

2.4

Patopisiologi...4

2.5

Gambaran Klinis .......5-9

2.6

Pemeriksaan Penunjang....9-13

2.7

Diagnosis ..13

2.8

Diagnosis Banding..14

2.9

Tatalaksana15-18

2.10 Prognosis ..19


BAB III Laporan Kasus.........20
BAB IV Pembahasan ..24-25
BAB V Kesimpulan.......................................................................26
Daftar Pustaka...27

BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan suatu kehamilan yang berbahaya
bagi wanita yang bersangkutan dan mempunyai kemungkinan yang besar untuk
terjadi keadaan yang gawat-darurat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabilka
kehamilan ektopik terganggu1
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis
servikalis masih termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik 1. Sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium,
rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel
pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan
pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba
dan kehamilan infundibulum tuba1.
Kehamilan ektopik yang lain adalah kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer
atau sekunder. Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan
kehamilan ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic
pregnancy dimana kehamilan intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan
kehamilan ekstrauterin dan composed ectopic pregnancy yang merupakan
kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan ekstrauterin lebih dahulu
dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion1.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Di Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara
4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi
kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai 1:329 tiap kehamilan.3
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri
abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis
KET tidak khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa

setiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET1.

BAB 2
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Termasuk dalam kehamilan ektopik
ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan
servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder. Kehamilan ekstrauterin
tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan di pars interstisialis
tuba dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan intrauterine tetapi jelas
bersifat ektopik1,2

Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus.1,2 Berdasarkan implantasi hasil konsepsi
tuba, terdapat kehamilan pars interstitialis tuba, kehamilan pars ismika tuba,
kehamilan pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulun tuba. Terbatasnya

kemampuan tuba fallopi untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik


mengalami ruptur tuba sehingga dapat timbul perdarahan ke dalam kavum
abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan kehamilan ektopik terganggu.1

Presentase Kehamilan Ektopik Berdasarkan Lokasi copyright @ Williams Obstetrics 24th Edition.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik
pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan 2.
Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai
1:329 tiap kehamilan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan rata-rata 30 tahun. Sedangkan frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 % -14,6 % 1. Di
Amerika Serikat diperkirakan terdapat 108.800 kehamilan ektopik pada tahun
2.3 Etiologi
2.3.1 Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 1
1.Faktor dalam lumen tuba

Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga


lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu

Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini
sering disertai gangguan silia endosalping

Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebeb
lumen tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba

Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam


tuba

Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan


telur yang dibuahi di tempat itu.

3. Faktor di luar dinding tuba

Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat


perjalanan telur

Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain

Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature

Fertilisasi in vitro.4

2.3.2 Faktor-faktor Resiko


Beberapa faktor berkontribusi terhadap risiko relative dalam kehamilan
ektopik. Secara teori, apapun yang menghambat atau menunda migrasi dari ovum
yang telah dibuahi (blastokista) ke rongga endometrium dapat diambil kira sebagai
kehamilan ektopik. Faktor-faktor resiko berikut telah dikaitkan dengan kehamilan
ektopik:4

Kerusakan pada tuba - Yang merupakan hasil dari infeksi seperti penyakit
radang panggul (PID) , salpingitis, dari operasi perut serta ligasi tuba atau
dari paparan rahim ibu terhadap dietilsilbestrol (DES).4

Merokok - Sebuah faktor risiko yang melibatkan sekitar sepertiga dari


kehamilan ektopik; merokok dapat menyebabkan penurunan motilitas tuba
yang diakibatkan dari kerusakan pada sel-sel bersilia di saluran tuba.4

Perubahan motilitas tuba - Seperti disebutkan, dapat disebabkan dari


merokok, tetapi juga dapat terjadi akibat dari pengunaan kontrasepsi
hormonal; kontrasepsi perangkat progesteron- dan progesteron intrauterine
(IUD) yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kehamilan ektopik.4

Riwayat infertilatas 2 tahun atau lebih - Wanita yang kehamilannya dari


cara reproduksi terbantu tampaknya memiliki risiko dua kali lipat untuk
mendapat kehamilan ektopik (4%), meskipun hal tersebut didasari sebagian
besar dari infertilitas itu sendiri. 4

Sejarah beberapa mitra seksual.4

Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.4

Usia ibu - Meskipun ini bukan merupakan faktor risiko yang independen.4

Penjelasan yang paling logis dalam peningkatan frekuensi kehamilan ektopik


adalah riwayat infeksi panggul sebelumnya; Namun, secara hakikat kebanyakan
pasien yang terdiagnosa dengan kehamilan ektopik tidak memiliki faktor risiko
yang dapat diidentifikasikan. 4

2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat
diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba, dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas1
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari corpus luteum
graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma
sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan
kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara
utuh. Perdarahan yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.1
Nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu.1,2,6

Kehamilan Ektopik Tuba


Hasil konsepsi dapat ati dini dan diresorbsi atau terjadi abortus ke dalam
lumen tuba. Abotus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullarisRuptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi
pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah
penembusan villi korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem.
Ruptur dapat terjadi secara spontan namun dapat pula karena trauma ringan seperti
koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari ruptur ini akan terjadi perdarahan
dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun dapat pula banyak sampai
menimbulkan syok dan kematian. 1,6
2.5 Gambaran Klinis
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu
amenore, nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam. 1,7 Meskipun
demikian, gejala dan tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
pendarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil. Hal ini
menyebabkan gambaran klinis kehamilan ektopik sangat bervariasi, dari
perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya
gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya1,2,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering
dijumpai ialah sebagai berikut 1,2,3,6,,7:

1. Nyeri perut bagian bawah


Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada 90
100 % penderita. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tibatiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita
pingsan dan masuk dalam keadaaan syok. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak
seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu
sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke
bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat
merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk
hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi.1,2,7,8
2. Perdarahan pervaginam
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak
ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai
lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah
terjadi kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua.
Frekuensi perdarahan ditemukan dari 51 hingga 93 %. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat
dikeluarkan seluruhnya. 1,2,7,8
3. Amenore
Tidak adanya riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kehamilan
tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena
kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore
yang dikemukakan berbagai penulis berkisar dari 23 hingga 97 %. Riwayat
amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya
adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada
kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang
penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan
teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu

mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan
apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal. 1,2,7,8
4. Syok karena hipovolemik
Pada ruptur tuba, dengan perdarahan banyak, dapat terjadi syok yang ditandai
dengan tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah ( > 110
kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30 kali
permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar. 1,2,7,8
5.Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, tetapi pada
umumnya sedikit lebih kecil bila dibandingkan dengan besar uterus pada
kehamilan intrauterin pada usia kehamilan yang sama. Konsistensinya juga serupa
selama janin masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat
terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut. 1,2
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul
Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan
dengan palpasi.1,2
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.1,2
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang sampai 38

C dan mungkin berhubungan dengan

hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan
salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C. 1,2,7,8

9. Pada pemeriksaan dalam

Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi. 1,2,7,8
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus,
hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa
pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum
peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian,
peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat
adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus
semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.1,2,
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan
mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai
gejala-gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.1,2,3
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak
lama kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu
juga ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol
dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit
membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya. 1,6
b. Gambaran gangguan tidak mendadak

Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus
tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu,
penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah.
Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan
menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lamalama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah
uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.2,6,8
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis. 2,3
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi
turunnya Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan
untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari.
Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum
seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas
penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada

kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat
bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 1,2
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan

juga

menimbulkan

naiknya

leukosit,

sedangkan

pada

perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk
membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan
jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvik
1

c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar
yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan
tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas
menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah
bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
terefektif. 2,4,7
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks
yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya

dan

kecepatannya

diimbangi

dengan

persentase

kemungkinan hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen


pada wanita dengan kehamilan ektopik. 1
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.
Pada USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi
kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis.
Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid
yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar -hCG serum.1 Sebuah kantung

gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan


endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah
menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan
lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling kantong
korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong
gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung
janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk
dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38
hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik. 3,8
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih
cepat. Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler
dapat menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan
menunjukkan adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga
gambaran vaskular uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG
standar ini sangat berarti pada awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah
kepada pengobatan medisinalis seawal mungkin.4,9
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum -hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar -hCG
serum >1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat
dipastikan dengan tingkat akurasi hampir 100 %. Kadar dkk (1981)
mengemukakan empat kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif hCG: 1,2
Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di
dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan
normal pada dasarnya bisa dipastikan. 1,2,4,7
1. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak
kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
2. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau
segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan

karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong


kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau
silinder desidua.
3. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk
melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan
USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu.
Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita
dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut
dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan
kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan
bukti yang menunjukkan adanya kehamilan ektopik.
4.

Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavun
Douglas ada darah atau cairan lain. Namun prosedur ini tidak rutin dikerjakan,
dilakukan dengan menusukkan jarum dengan lumen yang agak besar (ukuran
16 atau 18) lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas, di garis
tengah di belakang serviks uteri, sebelumnya serviks ditarik ke atas dan keluar.
Lalu dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. 1,2,3,6,7.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan
darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis
hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang
adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.1,2
Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah didalam
kavum douglasi terdapat darah. Teknik kuldosintesis adalah seperti berikut:1,2,6

Baringkan pasien dalam posisi litotomi

Bersihkan vulva dan vagina dengan antiseptik.

Pasang spekulum dan jepit bibir belakang posio dengan cunam serviks.
lakukan traksi kedepan sehingga forniks posterior tampak.

Suntikan jarum spinal no. 18 ke kavum douglasi dan lakukan pengisapan


dengan semprit 10ml.

Bila pada pengisapan keluar darah, perhatikan apakah darahnya berewarna


cokelat sampai hitam yang tidak membeku atau berupa bekuan kecil yang
merupakan tanda hematokel retrouterine

4.

Kadar progesteron
Kadar progesteron tunggal mempunyai spektrum luas yang dapat memberikan
hasil yang tumpang tindih antara kehamilan normal dan kehamilan ektopik.
Ukuran ini hanya dipakai sebagai tambahan terhadap pemeriksaan kadar HCG
dan USG. Konsentrasi serum progesteron biasanya rendah pada kehamilan
ektopik. Nilai 25 ng/mL atau lebih, 98% merupakan kehamilan normal
intrauteri, bila nilainya kurang dari 5 ng/mL menunjukkan kehamilan yang non
viabel, dengan tidak memandang lokasi. Nilai serum progesteron membantu
untuk mengambil keputusan tentang kemungkinan viabilitas kehamilan
intrauterine yang memerlukan tindakan kuretase. Pada sebagian besar kasus,
keputusan ini dapat dengan mudah dibuat dengan kombinasi adanya gambaran
klinis, titer HCG dan USG. Sebagian besar pasien mempunyai kadar
progesteron antara 10-20 ng/mL, sehingga penggunaannya dalam klinis sangat
terbatas. Nilai 25 ng/mL merupakan indikator adanya kehamilan intrauteri
normal pada wanita dengan ovulasi dan kehamilan spontan. Nilai untuk wanita
yang mendapat induksi ovulasi mungkin lebih tinggi, dan pada kasus-kasus ini,
penggunaan nilai progesteron lebih sempit lagi.1,5

6. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam
upaya untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang
dilengkapi dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun
demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang
sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan
anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin

tidak dapat dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru
atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa
terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat
seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan
kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk
memindahkan

massa

ektopik

dan

sekaligus

sebagai

saluran

untuk

menyuntikkan kemoterapi 1,2.


7. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian
akibat kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh
lebih tragis daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang
berkaitan dengan pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang
dilakukan secara hati-hati dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di
samping itu, diagnosis sering dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi
organ pelvis yang dimungkinkan lewat laparotomi. Hal yang mengesankan
adalah bahwa laparotomi jangan ditunda meskipun dilakukan laparoskopi pada
wanita dengan kelainan serius dalam panggul atau abdomen yang memerlukan
tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi dikerjakan bila penderita secara
hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif secepatnya 1,2,4.
2.7 Diagnosis
Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang1,5,6, 9,10
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea,
nyeri perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam.
Gejala tak spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang
pada payudara serta kadang-kadang gangguan defekasi.1,2,8
2. Pemeriksaan fisik

a.

Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi


cepat dan lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit
yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang
atau tidak sadar. 2

b.

Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut. 2

c.

Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri


tekan dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar,
kadang-kadang sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum
Douglas menonjol oleh karena terisi darah. 2

3.

Pemeriksaan penunjang 2,8


a.Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b.

USG

c.Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif -hCG


d.

Kuldosintesis

e.Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g.

Laparoskopi

h.

Laparotomi

2.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran
tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis
yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut
adalah sebagai berikut:1,2,6
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila


melebihi 0,5 0C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan
negatif. 1,2,4,8
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak
dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di
daerah median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba
tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak
menimbulkan nyeri. 1,2,4,8
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).1,2,4,8
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan
perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih
bulat daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor
dan nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di
titik McBurney. 1,2,4,9
2.9

Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,3,6,7:


1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan
tuba dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu.
Pada kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya
dilakukan histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi.
Pada kehamilan abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah

diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka
anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta
ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk
mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau
tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap
terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini,
penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi
menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang
dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan
uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan
kelangsungan fungsi tuba fallopi.2,8
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk
baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba
(tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan
miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau
luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh
reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya.
Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya
tidak dapat dicegah. 1,4,9
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki
kesuburan penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan
ektopik berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium
yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini
mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan

terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul
akibat telur yang peripatetik tersebut. 2,5,8
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan
selanjutnya. Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan
kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang
gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika
diputuskan

demikian,

dan

keadaan

pasien

baik,

dokter

dapat

mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi biasanya dapat


dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya, semua organ
ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin hamil
lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada
kehamilan berikutnya cukup besar. 2,5,8
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk
mengangkat tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan
prosedur pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang
rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan
berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibicarakan dibawah
ini: 1,2,3,4,9
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga
distal tuba fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang
dilakukan pada batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik.
Implantasi ektopik ini biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi
sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati. Tempat perdarahan
dikendalikan dengan elektrokauter atau laser, dan luka insisi dibiarkan
tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri. 1,2,4

b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba
fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat
dengan forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu
diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin
isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan
seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan
dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang
dipasang satu persatu.2,4
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau
salpingostomi kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan
selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen
tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus
tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping
lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali kedua puntung
tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain
secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu
(jahitan terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan
pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi
pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak
mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah
kekuatan pada lapisan pertama.3,8
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan
untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara mengurut atau
mengisap implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba.
Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan disertai dengan angka
kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila
dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat

angka

pembedahan

reeksplorasi

yang

tinggi

untuk

mengatasi

perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.2,3,5


2.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 3. Komplikasi yang
lain berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun
kedua hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan
menjalani

terapi

bedah

konservatif

(salpingostomi),

sehingga

diperlukan

pemantauan yang ketat pasca terapi.3


Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya
angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan
lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan
hematosalping berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000
IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan
pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat
diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis
tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.2,3
2.11 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis
dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang
menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril
setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik
lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara
0-4,6 %. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi
dilakukan salpingektomi bilateralis.1
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung
dan melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali

mengalami kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat


menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF. 1,2,5

BAB 3
LAPORAN KASUS

I.

Identitas Penderita

Nama

: Ni Wayan Suarniti

Umur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Bangsa

: Indonesia

Agama

: Hindu

Status Perkawinan

: Sudah menikah

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

: BD Desa Tengah Bebandem

MRS

: 10 September 2016 pkl. 14.30 WITA

II. Anamnesis
a.

Keluhan Utama : nyeri perut


Pasien datang sendiri dihantar suami dengan keluhan nyeri pada bagian bawah
perut sejak jam 06.00 WITA (10 September 2016). Nyeri tersebut tidak
berkurang dari perubahan posisi. Pasien juga mengeluh pendarahan
pervaginam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien darah
tersebut bewarna merah kehitaman. Pendarahan tersebut dirasakan semakin
lama semakin banyak. Pasien menyangkal ada riwayat pingsan. Pasien tidak
pernah melakukan tes kehamilan pada urin. Riwayat keluar jaringan disangkal
oleh pasien. Pasien juga mengatakan telat haid sudah hampir lebih sebulan

b. Riwayat menstruasi
Menarche umur 12 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 5
hari tiap kali menstruasi.
Hari pertama haid terakhir 5 Juli 2016
Nyeri saat menstruasi tidak pernah dirasakan oleh penderita.
c.

Riwayat perkawinan
Penderita menikah sekali dengan suami yang sekarang selama 13 tahun.

d.

Riwayat persalinan
1. Abortus, kuretase, 2003, rumah sakit.
2. Perempuan, spontan, bidan, 12 tahun.

3. Perempuan, spontan, bidan, 5 tahun


4. Hamil ini.
e.

Riwayat KB
Pasien memiliki riwayat pengunaan KB iaitu KB berupa IUD selama 5 tahun
setelah kehamilan yang kedua.

f.

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit dalam
keluarga seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus. Pasien
juga tidak memiliki riwayat dirawat di rumah sakit maupun dioperasi
sebelumnya.

III. Pemeriksaan Fisik


a.

b.

c.

Status Present
Keadaan umum

: Sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 96 x/menit

Respirasi

: 20 x/menit

Temperatur aksila

: 36,5 C

VAS

:6

Status General
Kepala

: normochepali

Mata

: anemis -/-

THT

: kesan normal

Thorax

Jantung

: S1 S2 tgl reg murmur (-)

Paru

: Ves +/+, rh -/-, wh -/-

Abdomen

: sesuai status obstetri

Genetalia

: sesuai status obstetri

Ekstremitas

: edema (-)

Status Obstetri

Abdomen

: Fundus uteri tidak teraba


Distensi (+)
Nyeri tekan (+)

Inspikulo

: Fluksus (+), p (-), livide (+)

Vaginal toucher (VT) : Fluksus (+), P (-), fluor (-), licin, curah, nyeri
goyang
(+)
CUAF b/c > normal
AP ka/ki : nyeri +/+, massa -/CD : nyeri (+), menonjol (+)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 10 September 2016:
Darah lengkap (DL) : WBC : 14,3.103/L
Hb

: 12,5 g/dL

Hct

: 35,2 %

Plt

: 243.103/L

PPT (+)
USG

: Blas isi cukup


tampak uterus AF Uk 6.3x5.3
GS (+) kehamilan ekstra uterin
tampak cairan bebas

V.

Diagnosis Banding
1. KET
2. Abortus

VI. Diagnosis Kerja


G4P2012 9 minggu 4 hari kehamilan ektopik terganggu
VII. Penatalaksanaan
-

Resusitasi cairan

Laparotomi

Preoperasi

VIII. Laporan Operasi


-

BSA

Aseptik/cuci septik. Persiapan lapangan operasi dengan duk steril

Incisi sekitar 10cm, diperdalam hingga menembus peritoneum, tampak


hemoperitoneum, pasang back gaaz.

Identifikasi sumber pendarahan, tampak ruptur graviditas pars ampularis


dextra, diputuskan dilakukan salfingektomi dextra.

Identifikasi tuba sinistra, dilakukan tubektomi sinistra pomeroy.

Evaluasi organ genitalia-uterus

ovarium dextra normal

ovarium sinistra normal

perdarahan aktif tidak ada

Lepas back gaaz, cuci cavum abdomen, dengan cairan isotonis.

Tutup luka jahitan lapis demi lapis.

peritoneum continuous dengan monocyn 0

fascia continuous dengan monocyn 0

lemade interupte dengan monocyn 0

skealir continuous dengan monocyn 7.0

Tutup Luka operasi dengan betadine, kassa steril, hipafix

Operasi selesai.

PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal

10-9-16

Nyeri luka paska


operasi (+).
Mobilisasi (-).

11-9-16

Nyeri pada luka


bekas operasi,
Mobilisasi baik
Ma/mi baik

12-9-16

Keluhan
membaik

nyeri

Mobilisasi baik
Ma/mi baik

St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Suhu : 36,4
St. General
Mata : An -/Thorax : Cor/Po dbn
St. Gyn
Abd : luka operasi terawat
baik, distesni (-), BU (+)

Post
laparotomi
ec KE hari 0

Pdx : Tx :
- Perawatan ICU
- IVFD RL 20 tpm
- Cefoperazone 2x1
gr
- Analgetik
anestesi
- DC 1 x 24 jam
- DL @ 6 jam

St.Present
T : 124/71 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Suhu : 36,4
St. General
Mata : An -/Thorax : Cor/Po dbn
St. Gyn
Abd : luka operasi terawat
baik,
Vag
: perdarahan per
vaginam (-)

Post
laparotomi
ec KE hari I

Pdx : Tx :
- BPD
Ruangan
(pkl 18.00)
- IVFD RL 20 tpm
- Cefoperazone 2x1
gr
- Analgetik
anestesi
- DC 1 x 24 jam
(aff di ruangan)
Mdx : Keluhan , vital
sign, pendarahan aktif.

St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 78 x/menit
R : 20 x/menit
St. General
Mata : An -/Thorax : Cor/Po dbn
St. Gyn
Abd : luka operasi terawat
baik,
Vag
:
Pendarahan
pervaginam (-)

Post
laparotomi
ec KE hari
II

Pdx : Tx :
- Aff infus
- Cefoperazone
2x1gr
- Mobilisasi
- BPL

BAB 4
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa, dikatakan bahwa penderita megeluhan nyeri perut bawah


sejak jam 06.00 WITA tanggal 10 September 2016. Penderita juga mengeluh
pendarahan pervaginam sejak tanggal 7 September 2016, perdarahan dirasakan
semakin lama semakin banyak. Pendarahan tersebut berwarna merah kehitaman.
Riwayat pingsan tidak ada. Sebelumnya pasien sempat merasa agak mual disertai
nafsu makan yang agak menurun sejak sejak beberapa minggu yang lalu. Pasien
juga merasakan telat haid kira kira lebih dari satu bulan. Pasien sempat mengaku
tidak pernah melakukan tes kehamilan pada urin sendirinya. Keluhan subyektif ini
sesuai dengan kepustakaan yaitu terdapatnya gejala seperti kehamilan normal yaitu
amenore, mual dan muntah, trias klasik berupa amenore, perdarahan dan nyeri
abdomen.
Blastokista normalnya berimplantasi di lapisan endometrium rongga uterus.
Implantasi di tempat lain disebut dengan kehamilan ektopik. Pada kehamilan
ektopik didapatkan gejala-gejala berupa nyeri, amenore, pembesaran uterus, tumor
rongga panggul ,syok hipovolemik ( pada KET). Dari pemeriksaan penunjang
seperti tes kehamilan sering sekali ditemukan positif, namun hasil yang negatif
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan
dalam biasanya didapatkan adanya nyeri goyang portio. Untuk memastikan
biasanya dilakukan USG abdomen dimana didapatkan gambaran uterus yang
kosong tanpa adanya Gestational Sack, atau walaupun ditemukan GS biasanya
terdapat ekstra uterin.
Pasien di sini didiagnosa dengan kehamilan ektopik karena pada penderita
didapatkan gejala-gejala nyeri perut bagian bawah, adanya amenore. Pada
pemeriksaan dalam didapatkan adanya nyeri goyang pada portio. Dari pemeriksaan
penunjang didapatkan PPT (+) pada tgl 10 September 2016. Dari pemeriksaan
USG ditemukan adanya GS ekstra uterin.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi
untuk mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau
tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak
dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap

kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk


mempertahankan fungsi tuba.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang
mengarah pada Kehamilan Erktopik Terganggu. Penderita dirawat di rumah sakit,
dilberikan resusitasi cairan

BAB 5
RINGKASAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu
membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran
yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista
folikel dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan
apendisitis.
Tindakan operasi dilakukan sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik
terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu
adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita
dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk
mencegah kehamilan ektopik berulang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan;


Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999; h.323-34
2.

Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000; h.198-204

3.

Saifuddin A.B.Kehamilan Ektopik Terganggu. Buku Acuan Nasional


Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001; h. 152-156

4. Sepilian

V.

Ectopic

Pregnancy.

Available

at

http://www.emedicine.com/med/topic3212.htm. Accessed : September 12 th,


2016. Last Updated : October 10 th, 2015.
5.

Healthcare

Technologies.

Ectopic

Pregnacy.

Available

at

http://www.womenshealth.org/a/ectopic_pregnancy.htm.
Accessed:September 12 th, 2016.
6. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kandungan. Jakarta; Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999; h. 250-261
7. Karkata K. Kehamilan Ektopik. Pedoman Diagnosis Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. Denpasar; Lab/ SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah, 2003; h. 85-86
8.

Bourgon

D.

Ectopic

Pregnancy.

Available

at

http://www.emedicine.com/radio/topic231.htm. Accessed : September 12 th,


2016, Last Updated : December 2 nd, 2005
9. Rusdianto E. Kehamilan Ektopik. Catatan Kuliah Obstetri Ginekologi.
Available

at:

http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt7.html. Accessed:
September, 12th 2016.
10. Saifuddin A.B. Kehamilan Ektopik Terganggu. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002;h. M15-M16

Anda mungkin juga menyukai