Oleh :
Allwin Pritiiv Francis William
1102005212
Pembimbing :
dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp. OG
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
karunia-Nya sehingga responsi yang berjudul Kehamilan Ektopik Terganggu ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di
bagian/SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUD Karangasem.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk-petunjuk, serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
yang terhormat :
1. dr. I Gede Parwata Yasa, Sp.OG selaku kepala bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUD Karangasem.
2. dr. Wayan Indriani Eka Putri, M.Biomed, Sp OG selaku pembimbing bagi
makalah ini.
3. Segenap residen yang telah banyak memberikan bimbingan dan koreksi dalam
penulisan laporan ini.
Demikianlah laporan ini penulis buat, semoga dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan ilmiah.
Denpasar,
September 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi.i
BAB I Pendahuluan.......1
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1
Definisi...2
2.2
Epidemiologi..3
2.3
Etiologi...3
2.4
Patopisiologi...4
2.5
2.6
Pemeriksaan Penunjang....9-13
2.7
Diagnosis ..13
2.8
Diagnosis Banding..14
2.9
Tatalaksana15-18
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan suatu kehamilan yang berbahaya
bagi wanita yang bersangkutan dan mempunyai kemungkinan yang besar untuk
terjadi keadaan yang gawat-darurat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabilka
kehamilan ektopik terganggu1
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis
servikalis masih termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik 1. Sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium,
rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel
pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan
pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba
dan kehamilan infundibulum tuba1.
Kehamilan ektopik yang lain adalah kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer
atau sekunder. Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan
kehamilan ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic
pregnancy dimana kehamilan intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan
kehamilan ekstrauterin dan composed ectopic pregnancy yang merupakan
kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan ekstrauterin lebih dahulu
dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion1.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Di Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara
4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi
kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai 1:329 tiap kehamilan.3
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri
abdomen akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis
KET tidak khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa
setiap wanita dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET1.
BAB 2
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Termasuk dalam kehamilan ektopik
ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan
servikal, dan kehamilan abdominal primer atau sekunder. Kehamilan ekstrauterin
tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan di pars interstisialis
tuba dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan intrauterine tetapi jelas
bersifat ektopik1,2
Kehamilan Ektopik
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba. Sangat jarang terjadi
implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang
rudimenter dan divertikel pada uterus.1,2 Berdasarkan implantasi hasil konsepsi
tuba, terdapat kehamilan pars interstitialis tuba, kehamilan pars ismika tuba,
kehamilan pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulun tuba. Terbatasnya
Presentase Kehamilan Ektopik Berdasarkan Lokasi copyright @ Williams Obstetrics 24th Edition.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik
pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan 2.
Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai
1:329 tiap kehamilan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan rata-rata 30 tahun. Sedangkan frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 % -14,6 % 1. Di
Amerika Serikat diperkirakan terdapat 108.800 kehamilan ektopik pada tahun
2.3 Etiologi
2.3.1 Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 1
1.Faktor dalam lumen tuba
Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini
sering disertai gangguan silia endosalping
Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebeb
lumen tuba menyempit
4. Faktor lain
Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.
Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature
Fertilisasi in vitro.4
Kerusakan pada tuba - Yang merupakan hasil dari infeksi seperti penyakit
radang panggul (PID) , salpingitis, dari operasi perut serta ligasi tuba atau
dari paparan rahim ibu terhadap dietilsilbestrol (DES).4
Usia ibu - Meskipun ini bukan merupakan faktor risiko yang independen.4
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada nidasi yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan dengan mudah dapat
diresorbsi total. Pada nidasi interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot
endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah villi korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa faktor seperti tempat implantasi dan tebalnya dinding tuba, dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas1
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari corpus luteum
graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada
endometrium yang disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan
intinya hipertropik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma
sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.
Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan
kemudian dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara
utuh. Perdarahan yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.1
Nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu.1,2,6
mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan
apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal. 1,2,7,8
4. Syok karena hipovolemik
Pada ruptur tuba, dengan perdarahan banyak, dapat terjadi syok yang ditandai
dengan tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah ( > 110
kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30 kali
permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar. 1,2,7,8
5.Pembesaran uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh
hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, tetapi pada
umumnya sedikit lebih kecil bila dibandingkan dengan besar uterus pada
kehamilan intrauterin pada usia kehamilan yang sama. Konsistensinya juga serupa
selama janin masih dalam keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat
terdorong ke salah satu sisi oleh massa ektopik tersebut. 1,2
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul
Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya.
Keluhan nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan
dengan palpasi.1,2
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum
oleh darah di dalam rongga perut.1,2
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan
menurun. Suhu yang sampai 38
hemoperitonium dapat terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam
keadaan tanpa adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting
untuk membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan
salpingitis akut; pada salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C. 1,2,7,8
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi. 1,2,7,8
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak
terdapat dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus
merembes akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus,
hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa
pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum
peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian,
peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat
adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa
minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus
semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.1,2,
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan
mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai
gejala-gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.1,2,3
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak
lama kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu
juga ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol
dan nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit
membesar disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya. 1,6
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus
tuba atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu,
penderita mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah.
Tetapi dengan adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan
menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lamalama dapat menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah
uterus (hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.2,6,8
c. Gambaran gangguan atipik
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis. 2,3
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis
kehamilan ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi
turunnya Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan
untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari.
Jadi mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum
seberapa turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas
penurunan kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada
kasus jenis tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat
bahwa penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam 1,2
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan
juga
menimbulkan
naiknya
leukosit,
sedangkan
pada
perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk
membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan
jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvik
1
c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar
yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan
tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas
menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul kemudian adalah
bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara klinik yang
terefektif. 2,4,7
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks
yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya
dan
kecepatannya
diimbangi
dengan
persentase
Kuldosintesis
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavun
Douglas ada darah atau cairan lain. Namun prosedur ini tidak rutin dikerjakan,
dilakukan dengan menusukkan jarum dengan lumen yang agak besar (ukuran
16 atau 18) lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas, di garis
tengah di belakang serviks uteri, sebelumnya serviks ditarik ke atas dan keluar.
Lalu dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. 1,2,3,6,7.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan
darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis
hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang
adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.1,2
Kuldosentesis, yaitu suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah didalam
kavum douglasi terdapat darah. Teknik kuldosintesis adalah seperti berikut:1,2,6
Pasang spekulum dan jepit bibir belakang posio dengan cunam serviks.
lakukan traksi kedepan sehingga forniks posterior tampak.
4.
Kadar progesteron
Kadar progesteron tunggal mempunyai spektrum luas yang dapat memberikan
hasil yang tumpang tindih antara kehamilan normal dan kehamilan ektopik.
Ukuran ini hanya dipakai sebagai tambahan terhadap pemeriksaan kadar HCG
dan USG. Konsentrasi serum progesteron biasanya rendah pada kehamilan
ektopik. Nilai 25 ng/mL atau lebih, 98% merupakan kehamilan normal
intrauteri, bila nilainya kurang dari 5 ng/mL menunjukkan kehamilan yang non
viabel, dengan tidak memandang lokasi. Nilai serum progesteron membantu
untuk mengambil keputusan tentang kemungkinan viabilitas kehamilan
intrauterine yang memerlukan tindakan kuretase. Pada sebagian besar kasus,
keputusan ini dapat dengan mudah dibuat dengan kombinasi adanya gambaran
klinis, titer HCG dan USG. Sebagian besar pasien mempunyai kadar
progesteron antara 10-20 ng/mL, sehingga penggunaannya dalam klinis sangat
terbatas. Nilai 25 ng/mL merupakan indikator adanya kehamilan intrauteri
normal pada wanita dengan ovulasi dan kehamilan spontan. Nilai untuk wanita
yang mendapat induksi ovulasi mungkin lebih tinggi, dan pada kasus-kasus ini,
penggunaan nilai progesteron lebih sempit lagi.1,5
6. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada
organ pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam
upaya untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang
dilengkapi dengan cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun
demikian, laparoskopi yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang
sempurna, operator yang berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan
anestesi seperti pada pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin
tidak dapat dilakukan bila terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru
atau sudah lama terjadi. Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa
terjadinya ruptur sulit dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat
seluruhnya.4,8 Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan
kasus. Selain itu laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk
memindahkan
massa
ektopik
dan
sekaligus
sebagai
saluran
untuk
a.
b.
Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri
ketok dan nyeri lepas dari dinding perut. 2
c.
3.
USG
Kuldosintesis
e.Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g.
Laparoskopi
h.
Laparotomi
Penatalaksanaan
diangkat sebaiknya diangkat saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka
anak dilahirkan dan tali pusat dipotong dekat plasenta, plasenta
ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk
mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau
tanpa ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap
terletak dalam upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini,
penanganan terhadap kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi
menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang
dahulunya lebih radikal akan dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan
uraian mengenai teknik pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan
kelangsungan fungsi tuba fallopi.2,8
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk
baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba
(tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan
miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau
luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh
reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya.
Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya
tidak dapat dicegah. 1,4,9
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi
pernah dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki
kesuburan penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan
ektopik berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium
yang paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini
mempermudah pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan
terjadinya migrasi eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul
akibat telur yang peripatetik tersebut. 2,5,8
3. Sterilisasi
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan
ektopik, ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan
selanjutnya. Jika wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan
kehamilan ektopik yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang
gagal, keputusan yang diambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika
diputuskan
demikian,
dan
keadaan
pasien
baik,
dokter
dapat
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba
fallopi langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat
dengan forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu
diirigasi dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin
isotonik), sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan
seperti dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan
dilakukan dengan jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang
dipasang satu persatu.2,4
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami
ruptur dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau
salpingostomi kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan
selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen
tuba terlihat, mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus
tuba yang berisikan implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping
lalu dijahit dan dengan demikian merapatkan kembali kedua puntung
tuba. Segmen tuba tersebut kemudian dianastomosiskan satu sama lain
secara berlapis dengan benang vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu
(jahitan terputus); penjahitan ini sebaiknya dilakukan dengan
pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika muskularis dan tiga lagi
pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati agar tidak
mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah
kekuatan pada lapisan pertama.3,8
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan
untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara mengurut atau
mengisap implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba.
Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan disertai dengan angka
kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila
dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat
angka
pembedahan
reeksplorasi
yang
tinggi
untuk
mengatasi
terapi
bedah
konservatif
(salpingostomi),
sehingga
diperlukan
BAB 3
LAPORAN KASUS
I.
Identitas Penderita
Nama
: Ni Wayan Suarniti
Umur
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Hindu
Status Perkawinan
: Sudah menikah
Pekerjaan
Alamat
MRS
II. Anamnesis
a.
b. Riwayat menstruasi
Menarche umur 12 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 5
hari tiap kali menstruasi.
Hari pertama haid terakhir 5 Juli 2016
Nyeri saat menstruasi tidak pernah dirasakan oleh penderita.
c.
Riwayat perkawinan
Penderita menikah sekali dengan suami yang sekarang selama 13 tahun.
d.
Riwayat persalinan
1. Abortus, kuretase, 2003, rumah sakit.
2. Perempuan, spontan, bidan, 12 tahun.
Riwayat KB
Pasien memiliki riwayat pengunaan KB iaitu KB berupa IUD selama 5 tahun
setelah kehamilan yang kedua.
f.
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit dalam
keluarga seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus. Pasien
juga tidak memiliki riwayat dirawat di rumah sakit maupun dioperasi
sebelumnya.
b.
c.
Status Present
Keadaan umum
: Sedang
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
: 96 x/menit
Respirasi
: 20 x/menit
Temperatur aksila
: 36,5 C
VAS
:6
Status General
Kepala
: normochepali
Mata
: anemis -/-
THT
: kesan normal
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Genetalia
Ekstremitas
: edema (-)
Status Obstetri
Abdomen
Inspikulo
Vaginal toucher (VT) : Fluksus (+), P (-), fluor (-), licin, curah, nyeri
goyang
(+)
CUAF b/c > normal
AP ka/ki : nyeri +/+, massa -/CD : nyeri (+), menonjol (+)
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 10 September 2016:
Darah lengkap (DL) : WBC : 14,3.103/L
Hb
: 12,5 g/dL
Hct
: 35,2 %
Plt
: 243.103/L
PPT (+)
USG
V.
Diagnosis Banding
1. KET
2. Abortus
Resusitasi cairan
Laparotomi
Preoperasi
BSA
Operasi selesai.
PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal
10-9-16
11-9-16
12-9-16
Keluhan
membaik
nyeri
Mobilisasi baik
Ma/mi baik
St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Suhu : 36,4
St. General
Mata : An -/Thorax : Cor/Po dbn
St. Gyn
Abd : luka operasi terawat
baik, distesni (-), BU (+)
Post
laparotomi
ec KE hari 0
Pdx : Tx :
- Perawatan ICU
- IVFD RL 20 tpm
- Cefoperazone 2x1
gr
- Analgetik
anestesi
- DC 1 x 24 jam
- DL @ 6 jam
St.Present
T : 124/71 mmHg
N : 82 x/menit
R : 20 x/menit
Suhu : 36,4
St. General
Mata : An -/Thorax : Cor/Po dbn
St. Gyn
Abd : luka operasi terawat
baik,
Vag
: perdarahan per
vaginam (-)
Post
laparotomi
ec KE hari I
Pdx : Tx :
- BPD
Ruangan
(pkl 18.00)
- IVFD RL 20 tpm
- Cefoperazone 2x1
gr
- Analgetik
anestesi
- DC 1 x 24 jam
(aff di ruangan)
Mdx : Keluhan , vital
sign, pendarahan aktif.
St.Present
T : 110/70 mmHg
N : 78 x/menit
R : 20 x/menit
St. General
Mata : An -/Thorax : Cor/Po dbn
St. Gyn
Abd : luka operasi terawat
baik,
Vag
:
Pendarahan
pervaginam (-)
Post
laparotomi
ec KE hari
II
Pdx : Tx :
- Aff infus
- Cefoperazone
2x1gr
- Mobilisasi
- BPL
BAB 4
PEMBAHASAN
BAB 5
RINGKASAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang
bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan
keadaan gawat. Angka kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Sedangkan faktor-faktor predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik
ini antara lain gangguan transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan
penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu
membedakannya dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran
yang hampir sama seperti infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista
folikel dan korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan
apendisitis.
Tindakan operasi dilakukan sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik
terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu
adalah terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita
dengan anak cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk
mencegah kehamilan ektopik berulang.
DAFTAR PUSTAKA
3.
4. Sepilian
V.
Ectopic
Pregnancy.
Available
at
Healthcare
Technologies.
Ectopic
Pregnacy.
Available
at
http://www.womenshealth.org/a/ectopic_pregnancy.htm.
Accessed:September 12 th, 2016.
6. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kandungan. Jakarta; Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999; h. 250-261
7. Karkata K. Kehamilan Ektopik. Pedoman Diagnosis Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien. Denpasar; Lab/ SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah, 2003; h. 85-86
8.
Bourgon
D.
Ectopic
Pregnancy.
Available
at
at:
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt7.html. Accessed:
September, 12th 2016.
10. Saifuddin A.B. Kehamilan Ektopik Terganggu. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002;h. M15-M16