Anda di halaman 1dari 8

Asuhan Keperawatan Kehamilan Ektopik Terganggu

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan
Ektopik Terganggu.
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di
ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus.
Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang
panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,
kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi.
Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan
berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian.
Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak
mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama
pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada
kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan
angka kejadiannya semakin berlipat ganda.
Kehamilan ektopik terganggu menyebabkan keadaan gawat pada reproduksi yang
sangat berbahaya. Berdasarkan data dari The Centers for Disease Control and Prevention
menunjukkan bahwa kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat drastis pada 15 tahun
terakhir. Menurut data statistik pada tahun 1989, terdapat 16 kasus kehamilan ektopik
terganggu dalam 1000 persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada
tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan.
Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut tantang masalah Kehamilan Ektopik Terganggu.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa dalam memahami secara umum konsep dari Kehamilan Ektopik
Terganggu

2. Tujuan Khusus
Mengetahui masalah yang mungkin dapat diketahui dan diatasi pada Kehamilan Ektopik
Terganggu
Mengetahui dan menambah pengetahuan tentang Kehamilan Ektopik Terganggu
tahui defenisi, etiologi, klasifikasi, epidemiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi pada Kehamilan Ektopik Terganggu
A. Mengetahui dasar teoritis dari Kehamilan Ektopik Terganggu
B. Mengetahui asuhan keperawatan Kehamilan Ektopik Terganggu
BAB II
KONSEP DASAR

1. Tinjauan Teoritis
A. Defenisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga uterus
(Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Meternal dan Neonatal, 2001).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang di tandai dengan terjadinya implantasi di
luar endometrium kavum uteri setelah fertilisasi (Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, 2001).
Kehamilan Ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ektra uterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik ( Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga, 1992).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya
buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim. Sedangkan yang
disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu adalah suatu kehamilan ektopik yang
mengalami abortus ruptur pada dinding tuba.

B. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa
faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu, yaitu:
1. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam
kavum uteri, antara lain:
- Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba
dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia
mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba
falopii.
- Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau
endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen
- Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi.
- Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk
memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
- Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksia
- Penggunaan IUD

2. Faktor Fungsional
- Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal
- Refluks menstruasi
- Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron

3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.


4. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya.

C. Klasifikasi
Menurut Titus, klasifikasi pembagian tempat-tempat terjadinya kehamilan ektopik,
1. Kehamilan tuba
Intertisial (2%)
Istmus (25%)
Ampula (17%)
Fimbriae (17%)
2. Kehamilan Ovarial (0,5%)

3. Kehamilan Abdominal (0,1%)


Primer
Sekunder
4. Kehamilan tuba-ovarial
5. Kehamilan Intraligamenter
6. Kehamilan Servikal
7. Kehamilan Tanduk rahim rudimenter

D. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain ampula tuba (lokasi
tersering, ismust, fimbriae, pars interstisialis, kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks
dan ligamentum kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba maupun
secara intercolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot melekat pada ujungatau sisi jonjot,
endosalping yang relative sedikitmendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian di
reabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel diantara dua jonjot. Zigot yang telah
bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan endosalping yang menyerupai desidua, yang
disebut pseudokapsul. Villi korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai
lapisan miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya tersebut di pengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu tempat implantasi, ketebalan tempat implantasi dan banyaknya
perdarahan akibat invasi trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun mengalami hipertropi
akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti
tanda hegar dan Chadwick pun ditemukan. Endometriumpun berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometriummenjadi hipertropik, hiperkromatik,
intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya bervakuola. Perubahan selular demikian disebut
sebagai reaksi Arias-Stella. Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak
ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan terkompromi.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik adalah :
a. hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi
b. Abortus kedalam lumen tuba
c. Ruptur dinding tuba.

E. Manifestasi Klinis
Dikenal trias gejala klinik KET, yaitu :
1. Amenorrhoe
Lamanya aminorea bervariasi dari beberapa hari sampai beberapa bulan. Dengan
aminorea terdapat hamil muda yaitu morning sicknes, mual-mual, perasaan ngidam.
2. Nyeri Abdomen
Disebabkan kehamilan tuba yang pecah, rasa nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen
tergantung perdarahan didalamnya. Bila rangsangan darah dalam abdomen mencapai
diafragma dapat terjadi nyeri di daerah bahu.
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam cavum
abdomen dalam jumlah yang bervariasi.

Gejala lain yang dapa muncul antara lain :


1. Syock Hipovolemia
2. Nyeri bahu dan leher
3. Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak gembung.
4. Nyeri pada toucher
5. Pembesaran Uterus
6. Tumor dalam rongga panggul
7. Gangguan berkemih
8. Perubahan darah

F. Epidemiologi
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40
tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita
20-30 tahun dengan sosio-ekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore
dan prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul
dapat meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilan-kehamilan
ektopik terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%).
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi
perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga
menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba.
Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap
persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi
untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah
persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif
meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak
mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.

G. Diagnosis
Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan
diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis.
Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis kehamilan ektopik:
1. HCG-β
Pengukuran subunit beta dari HCG-β (Human Chorionic Gonadotropin-Beta) merupakan
tes laboratorium terpenting dalam diagnosis. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara
kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik.

2. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap berwarna hitam
(darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglasi.
3. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup
lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
4. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil-hasil
penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan. Namun
beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai untuk terapi.
5. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif, artinya tidak
perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi,
tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi
cairan.
6. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan
ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar kantong janin dapat diraba suatu
tumor.
7. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak paksa. Pada foto
lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
8. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin
diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik terganngu sudah
dipastikan dengan USG (Ultra Sono Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine)
(1,4,8,15).
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina abnormal,
dan amenore.

H. Penatalaksanaan
Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan
operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (non-operatif) yaitu walaupun darah berkumpul
di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan
dengan kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah
dapat menyebabkan perlekatan-perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari
salpingektomi ataupun salpingo-ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan
terdapat kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun
jika penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk
dikoreksi supaya tuba berfungsi.
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan
umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin
dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah.
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila
dimungkinkan dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan
tindakan sistektomi ataupun oovorektomi. Sedangkan kehamilan ektopik terganggu berlokasi
di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan histerektomi, tetapi
pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan terapi
konservatif.

I. Prognosis
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan
dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik
terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi
steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain. Ibu yang
pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10% untuk terjadinya
kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami kehamilan ektopik
terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami kehamilan ektopik
terganggu berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita steril.
Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik
berulang.

J. Komplikasi
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu jika rupture tuba telah lama berlangsung (4-6 minggu),
terjadi perdarahan ulang (recurrent bledding). Ini merupakan indikasi operasi.
2. Infeksi
3. Sub-ileus karena massa pelvis
4. Sterlitas

2. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Adanya Amenorrhoe
Adanya nyeri
Adanya perdarahan
Syock Hipovolemia
Nyeri bahu dan leher
Nyeri pada palpasi : perut penderita biasanya tegang dan agak gembung.
Nyeri pada toucher
Pembesaran Uterus
Tumor dalam rongga panggul
Gangguan berkemih
Perubahan darah

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder akibat sectio
caesaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi
b. Ansietas yang berhubungan dengan kritisituasi, ancaman yang dirasakan dari
kesejahteraan maternal yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur
c. Risiko infeksi
d. Risiko perdarahan
e. Kekurangan volume cairan
f. Gangguan eliminasi urine : retensi urine

3. Intervensi dan Rasional


a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder akibat sectio
caesaria ditandai dengan pasien mengeluh nyeri pada daerah bekas operasi
Tujuan : nyeri berkurang
Intervensi :
1) Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri, perhatikan isyarat verbal dan non verbal setiap 6
jam
Rasional : menentukan tindak lanjut intervensi.
2) Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan tiap 6 jam
Rasional : nyeri dapat menyebabkan gelisah serta tekanan darah meningkat, nadi, pernafasan
meningkat
3) Kaji stress psikologis ibu dan respons emosional terhadap kejadian
Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi dapat memperberat ketidaknyamanan
karena sindrom ketegangan dan nyeri.
4) Terapkan tehnik distraksi (berbincang-bincang)
Rasional : mengalihkan perhatian dari rasa nyeri
5) Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam) dan sarankan untuk mengulangi bila merasa nyeri
Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan otot-otot sehingga nmengurangi penekanan dan
nyeri.
6) Beri dan biarkan pasien memilih posisi yang nyaman
Rasional : mengurangi keteganagan area nyeri.
7) Kolaborasi dalam pemberian analgetika.
Rasional : analgetika akan mencapai pusat rasa nyeri dan menimbulkan penghilangan nyeri.

b. Ansietas yang berhubungan dengan kritisituasi, ancaman yang dirasakan dari kesejahteraan
maternal yang ditandai dengan pasien mengatakan sulit tidur
Tujuan : ansietas berkurang, pasien dapat menggunakan sumber/system pendukung dengan
efektif.

Intervensi :
1) Kaji respons psikologi pada kejadian dan ketersediaan sitem pendukung.
Rasional : Makin ibu meraakan ancaman, makin besar tingkat ansietas.
2) Tetap bersama ibu, dan tetap bicara perlahan, tunjukan empati.
Rasional : membantu membatasi transmisi ansietas interpersonal dan mendemonstrasakan
perhatian terhadap ibu/pasangan.
3) Beri penguatan aspek positif pada dari ibu
Rasional : membantu membawa ancaman yang dirasakan/actual ke dalam perspektif.
4) Anjurkan ibu pengungkapkan atau mengekspresikan perasaan.
Rasional : membantu mengidentifikasikan perasaan dan memberikan kesempatan untuk
mengatasi perasaan ambivalen atau berduka. Ibu dapat merasakan ancaman emosional pada
harga dirinya karena perasaannya bahwa ia telah gagal, wanita yang lemah.
5) Dukung atau arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan.
Rasional : Mendukung mekanisme koping dasar dan otomatis meningkatkan kepercayaan diri
serta penerimaan dan menurunkan ansietas.
6) Berikan masa privasi terhadap rangsangan lingkungan seperti jumlah orang yang ada sesuai
keinginan ibu.
Rasional : Memungkinkan kesempatan bagi ibu untuk memperoleh informasi, menyusun
sumber-sumber, dan mengatasi cemas dengan efektif.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi
kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses
perawatan.
Hasil evaluasi yang diharapkan / criteria : evaluasi pada klien dengan Kehamilan
Ektopik Terganggu adalah sebagai berikut :
a. mengatakan pemahaman situasi / factor risiko dan program pengobatan individu
b. menunjukkan teknik / prilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas
c. mengidentifikasi hubungan tanda / gejala penyebab
d. melakukan perubahan prilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.
e. menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan
f. menyukai diri sebagai orang yang berguna

DAFTAR PUSTAKA

Yulianingsih, Maryunanni, Anik. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Penerbit :


Trans Info Media, Jakarta

Yuliaikhah, Lily S.Si. T, 2009. Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Penerbit Buku Kedokteran
ECG, Jakarta

Wiknjosastro, Hanifa. 1992. Ilmu Kebidanan Edisi Ketiga. Penerbit PT Gramedia.Jakarta

Bandung, Padjajaran, Kedokteran, Universitas. 1974. Ilmu Kebidanan Patologi. Penerbit Elstar
Offset Eleman, Bandung

http://atenvincentskep.blogspot.com/2009/10/askep-kehamilan-ektopik-terganggu.html

http://www.koranplus.com/forum/medical-info/13867.html
Diposkan oleh Rizki Kurniadi Hari Februari 24, 2012

Anda mungkin juga menyukai