Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pengalaman kehilangan dan dukacita adalah hal yang esensial dan normal
dalam kehidupan manusia. Kehilangan memungkinkan individu berubah dan terus
berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat direncanakan,
diharapkan, atau terjadi tiba-tiba, dan proses berduka yang mengikutinya jarang
terjadi dengan nyaman atau menyenangkan. (Videbeck, Sheila 2008)

Dukacita adalah respons alamiah terhadap kehilangan. Penting artinya untuk


diperhatikan bahwa apapun yang dikatakan di sini tentang proses dukacita dan
kehilangan yang terdapat dalam prespektif sosial dan historis mungkin berubah
sepanjang waktu dan situasi. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering
terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi
dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. (Potter Perry,
2005)

Penting bagi perawat untuk memahami dan menerima kehilangan dan


dukacita. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan
dalam konteks kultur mereka sehingga klien dapat berlanjut. Perawat menggunakan
pengetahuan tentang konsep kehilangan dan dukacita untuk secara kreatif
menerapkan intervesi untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, dan
memberikan dukungan kepada klien yang menjelang kematian. (Potter Perry, 2005)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari Kehilangan ?


2. Apa sifat-sifat dari kehilangan ?
3. Apa saja jenis-jenis Kehilangan ?
4. Bagaimana Proses Kehilangan Terjadi ?
5. Apa saja fase-fase kehilangan ?
6. Definisi dukacita ?
7. Apa saja tahapan proses berduka ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan Kehilangan dan Berduka
?
1
1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah mengetahui konsep


kehilangan dan berduka, mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan
kehilangan dan berduka.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 KEHILANGAN

2.1.1 Definisi Kehilangan

Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang


sebelumnya ada keudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau pun
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentan kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
(Iyus Yosep, Titin Sutini. 2014)

S. Sundeen (1995: 426) menyatakan :

Loss of attachment: the loss may be real or imagined and may include the
loss of love, a person, physical functioning, status or self esteem. Many losses take
on importance because of their symbolic meanig. May involve the loss of old friend,
warm memories, and neighborhood association. The ability to sustain, integrate and
rocover from loss, however is a sign of personal maturity and growth.

Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan


adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang
tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui, atau dialami. Tipe dari
kehilangan mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin
tidak dapat menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan
secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan
distress lebih besar dibandingkan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang
hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distress emosional yang
lebih besar dibanding dengan saudara yang sudah tidak pernah bertemu selama
bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses berduka; namun
erawat harus mengenali bahwa setiap interpretasi sesorang tentang kehilangan
sangat bersifat individualistis.

3
2.1.2 SIFAT KEHILANGAN

Klien mungkin mengalami kehilangan maturasional (kehilangan yang


diakibatkan oleh transisi kehidupan noramal untuk pertama kalinya), kehilangan
situasional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam merespon dalam
kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang dicintai), atau
keduanya. Anak yang mulai belajar berjalan kehilangan citra tubuh semasa bayinya,
wanita yang mengalami menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung,
dan seorang pria yang tidak bekerja mungkin kehilangan harga dirinya.

2.1.3 JENIS KEHILANGAN

Menurut Maslow (1954) tindakan manusia dimotivasi oleh hierarki kebutuhan,


Apabila kebutuhan tersebut terpenuhi, individu dimotivasi oleh kebutuhan harga diri
yang menimbulkan rasa percaya diri dan adekuat. Apabila kebutuhan manusia
tersebut tidak terpenuhi atau diabaikan karena suatu alasan, individu mengalami
suatu kehilangan. Contoh kehilangan yang relevan dengan hierarki maslow :

1. Kehilangan fisiologis : Kehilangan pertukaran udara yang adekuat, kehilangan


fungsi pankreas yang adekuat,kehilangan suatu ekstremitas, dan gejala atau kondisi
somatik lain yang menandakan kehilangan fisiologis.

2. Kehilangan keselamatan : Kehilangan lingkungan yang aman, seperti kekerasan


dalam rumah tanggadan kekerasan publik, dapat menjadi titik awal proses dukacita
yang panjang misalnya, sindrom stres pascatrauma. Terungkapnya rahasia dalam
hubungan profesional dapat dianggap sebagai suatu kehilangan keselamatan
psiokologis sekunder akibat hilangnya rasa percaya antara klien dan pemberi
perawatan.

3. Kehilangan keamanan dan rasa memiliki : Kehilangan terjadi ketika hubungan


berubah akibat kelahiran, perkawinan, perceraian, sakit, dan kematian. Ketika makna
suatu hubungan berubah, peran dalam keluarga atau kelompok dapat hilang.
Kehilangan seseorang yang dicintai memengaruhi kebutuhan untuk mencintai dan
dicintai.

4. Kehilangan harga diri : Kebutuhan harga diri terancam atau dianggap sebagai
kehilangan setiap kali terjadi perubahan cara menghargai individu dalam pekerjaan
dan perubahan hubungan. Rasa harga diri individu dapat tertantang atau dialami
4
sebagai suatu kehilangan ketika presepsi diri sendiri berubah. Kehilangan fungsi
peran sehingga kehilangan presepsi dan harga diri karena keterkaitannya dengan
peran tertentu, dapat terjadi bersamaan dengan kematian seseorang yang dicintai.

5. Kehilangan yang berhubungan dengan aktualisasi diri : Tujuan pribadi dan potensi
individu dapat terancam atau hilang ketika krisis internal atau eksternal. Contoh
kehilangan yang terkait dengan aktualisasi diri mencakup gagalnya rencana
menyelesaikan pendidikan, kehilangan harapan untuk menikah dan berkeluarga,
atau seseorang kehilangan penglihatan atau pendengaran ketika mengejar tujuan
menjadi artis atau komposer.

Tabel 1.1 Contoh stressor dan bentuk kehilangan di indonesia

NO JENIS STRESSOR JENIS KEHILANGAN


.
1. Gempa dan tsunami aceh Rumah, orang yang berarti,
2. Lumpur lapindo pekerjaan, bagian tubuh
3. Gempa di Yogyakarta Rumah, tetangga yang baik
Rumah, makna rumah yang lama,
4. Jatuhnya pesawat Adam orang yang berarti bagian tubuh, dan
5. Air pekerjaan
6. Tenggelamnya kapal Orang yang berarti, bagian tubuh
7. Levina Orang yang berarti
8. Sampah longsor rumah Orang yang berarti
Banjir bandang Harta benda, orang tercinta,
9. PHK di IPTN lingkungan yang baik, kesehatan
Pekerjaan, status, harga diri
Banjir jakarta Harta benda, orang tercinta,
lingkungan yang baik, kesehatan

5
2.1.4 PROSES KEHILANGAN

2.1.5 Fase- fase kehilangan

Denial Anger Bergaining Depresssion acceptance

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri HDR KerancuanIdentitas Dispersonalisasi

1. Fase pengingkaran (denial)


Reaksi pertama indvidu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “tidak,saya tidak percaya bahwaitu terjadi”,”itu tidak mungkin”.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah,
tidak tahu harus berbuat apa.

6
2. Fase marah (anger)
Fase ni dimulai dengan timbulnya kesadaran atau kenyataan atau terjadinya
kehilangan. Tidak jarang individu menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar,
menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
Respon fisik yang sering terjadi fase ini antara lain, muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase tawar-menawar (bergaining)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawardengan kemurahan tuhan. Respon
ini sering dinyatakan denga kata-kata “kalau saja kejadian ini bisa ditunda
maka saya akan sering berdoa”. Apabila prose berduka ini dialami oleh
keluarga maka pernyataan sebagai berikut sering dijumpai, “kalau saja yang
sakit bukan anak saya”.
4. Fase depresi (depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara laian menarik diri,
tidak mau bicara, kadang-kadang bersika sebagai pasien yang sangat baik
dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputuasaan,
perasaan susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Fase penerimaan (acceptance)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat pada objek atau orang hilang akan mulai berkurang atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
tentang objek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerim ini biassanya
dinyatakan dengan kata-kata “saya betul-betul menyanyangi baju saya yang
hilang tapi baju saya yang baru manid juga”,atau “apa yang dapat saya
lakukan agar saya cepat sembuh”.

2.2 DUKACITA

2.2.1 DEFINISI

Dukacita adalah suatu proses kompleks yang normal meliputi respons dan
perilaku emosional, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga,
7
dan komunitas memasukkan kehilangan yang aktual, adapatif, atau dipresepsikan ke
dalam kehidupan mereka sehari-hari. (NANDA 2015-2017)

Berduka tidak hanya melibatkan isi (apa yang dipikirkan, dikatakan, dan
dirasakan individu) tetapi juga proses bagaimana individu berpikir berkata dan
merasa. Oleh karena itu, kita akan mempelajari apa yang dipikirkan, dirasakan, dan
dilakukan individu, yang menderita pengalaman kehilangan.

2.2.2 TAHAPAN PROSES BERDUKA

Hubungan terapeutik dan ketrampilan komunikasi seperti mendengar aktif


merupakan hal yang sangat penting ketika membantu klien yang berduka. Mengenali
komunikasi verbal dan non verbal pada berbagai tahap berduka dapat membantu
perawat memilih intervensi yang memenuhi kebutuhan psikologis dan fisik pasien.
Membantu proses berduka berarti membantu memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis.

1. Tahap Proses Berduka Menurut Kubler-Ross (1969)

a. Penyangkalan adalah syok dan ketidakpercayaan tentang kehilangan.


b. Kemarahan dapat diekspresikan kepada tuhan, keluarga, teman, atau pemberi
perawatan kesehatan.
c. Tawar-menawar terjadi ketika individu menawar untuk mendapat lebih banyak
waktu dalam upaya memperlama kehilangan yang tidak dapat dihindari.
d. Depresi terjadi ketika kesadaran akan kehilangan menjadi akut.
e. Penerimaan terjadi ketika individu memperlihatkan tanda-tanda bahwa ia
menerima kematian.

2. Tahap Prose Berduka menurut Bowbly (1980)

a. Mati rasa dan penyangkalan terhadap kehilangan


b. Kerinduan emosional akibat kehilangan orang yang dicintai dan memprotes
kehilangan yang tetap ada.
c. Kekacauan kognitif dan keputusasaan emosional, mendapatkan dirinya sulit
melakukan fungsi dalam kehidupan sehari-hari.
d. Reorganisasi dan reintegrasi kesadaran diri sehingga dapat mengembalikan
hidupnya.

3. Tahap Proses Berduka menurut John Harvey (1998)

8
a. Syok, menangis dengan keras, dan menyangkal.
b. Intruksi pikiran, distraksi, dan meninjau kembali kehilangan secara obsesif
c. Menceritakan kepada orang lain sebagai cara meluapkan emosi dan secara
kognitif menyusun kembali peristiwa kehilangan.

4. Tahap Proses Berduka menurut Rodebaugh et al. (1999)

a. Reeling : Klien mengalami syok, tidak percaya, atau menyangkal.


b. Merasa (feeling) : klien mengekspresikan penderitaan yang berat, rasa
bersalah, kesedihan yang mendalam, kemarahan, kurang konsentrasi,
gangguan tidur, perubahan nafsu makan, kelelahan, dan ketidaknyamanan
fisik yang umum.
c. Menghadapi (deadline) : klien mulai beradaptasi terhadap kehilangan dengan
melibatkan diri dalam kelompok pendukung, terapi dukacita, membaca, dan
bimbingan spiritual.
d. Pemulihan (healing) : klien mengintegrasikan kehilangan sebagai bagian
kehidupan dan penderitaan yang akut berkurang. Pemulihan tidak berarti
bahwa kehilangan tersebut dilupakan atau diterima.

9
BAB III

ASUHAN KEPERERAWATAN KEHILANGAN ATAU BERDUKA

A. PENGKAJIAN

Data yang dapat dikumpulkan adalah:

1. Perasaan sedih, menangis.

2. Perasaan putus asa, kesepian

3. Mengingkari kehilangan

4. Kesulitan mengekspresikan perasaan

5. Konsentrasi menurun

6. Kemarahan yang berlebihan

7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.

8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.

9. Reaksi emosional yang lambat

10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN: BERDUKA DISFUNGSIONAL

Definisi: sesuatu respon terhadap kehilangan yang nyata maupun yang


dirasakan dimana individu tetap terfiksasi dalam satu tahap proses berduka untuk
suatu periode waktu yang terlalu lama, atau gejala berduka yang normal menjadi
berlebih-lebihan untuk suatu tingkat yang mengganggu fungsi kehidupan.

C. KEMUNGKINAN ETIOLOGI (“YANG BERHUBUNGAN DENGAN”)

1. Kehilangan yang nyata atau dirasakan dari beberapa konsep nilai untuk
individu

2. Kehilangan yang terlalu berat (penumpukan rasa berduka dari kehilangan


multiple yang belum terselesaikan)
3. Menghalangi respon berduka terhadap suatu kehilangan

4. Tidak adanya antisipasi proses berduka


10
5. Perasaan bersalah yang disebabkan oleh hubungan ambivalen dengan
konsep kehilangan.

D. BATASAN KARAKTERISTIK (“DIBUKTIKAN DENGAN”)

1. Idealisasi kehilangan (konsep)

2. Mengingkari kehilangan

3. Kemarahan yang berlebihan, diekspresikan secara tidak tepat

4. Obsesi-obsesi pengalaman-pengalaman masa lampau

5. Merenungkan perasaan nersalah secara berlebihan dan dibesar-basarkan


tidak sesuai dengan ukuran situasi.
6. Regresi perkembangan

7. Gangguan dalam konsentrasi

8. Kesulitan dalam mengekspresikan kehilangan

9. Afek yang labil

10. Kelainan dalam kebiasaan makan, pola tidur, pola mimpi, tingkat aktivitas,
libido.

E. SASARAN/TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa (Dx) Tujuan Tindakan Rasional


Klien dengan Sasaran jangka Tentukan tahap Pengkajian data
Kehilangan dan pendek : berrduka pasien yang akurat
beduka Pasien akan terfiksasi. penting untuk
disfungsional mengekspresikan Identifikasi perencannaan
kemarahan perilaku yang keperawatan yang
terhadap konsep berhubungan erfektif.
kehilangan dalam dengan tahap ini
1 minggu Kembangkan Rasa percaya
hubungan saling merupakan suatu
Sasaran jangka percaya dengan dasar hubungan
panjang : pasien. Perhatikan yang terapeutik.
Pasien mampu empati dan
secara verbal perhatian jujur dan
perilaku yang tepati janji
berhubungan Sikap menerima Meyakinkan pasien
dengan tahap dan membolehkan bahwa diri anda
berduka yang pasien untuk bermakna,
normal . Pasien mengekspresikan meningkatkan rasa
akan mampu perasaannya percaya.
11
mengakui secara terbuka
posisinya sendiri Dorong pasien Pengungkapan
dalam proses untuk secara verbal
berduka sehingga mengungkapkan perasaaan dapat
ia mampu dengan rasa marah membantu pasien
langkahnya sendiri kepada obyek sampai pada
terhadap yang dimaksud. hubungan
pemecahan persoalan yang
masalah. belum
mengancam.
Bantu pasien Latihan fisik
untuk memberikan suatu
mengeluarkan metode yang aman
kemarahan dan efektif untuk
terpendam dengan mengeluarkan
aktivitas motorik kemarahan yang
kasar (mis, terpendam.
jogging, bolavoli,
dll)
Ajarkan tahap Pengetahuan
beruduka yang tentang perasaan
normal dan yang wajar dengan
perilaku yang berduka yang
berhhubungan normaldapat
setiap tahap. menolong
mengurangi
beberapa
perasaan
bersalah .
Dorong pasien Pasien harus
untuk meninjau menghentikan
hubungan dengan presepsi idealisnya
konsep yang mampu
kehilangan. menerima aspek
Dengan dukungan positif maupun
sensivitas, negatif dari konsep
menunjukkan kehilangan
realitas situasi sebelum proses
dalam area berduka selesai
dimana kesalahan seluruhnya.
presentasi
diekspresikan.
Komunikasikan Umpan balik positif
kepada pasien meningkatkan
bahwa menangis harga diri
merupakan hal
yang dapat
diterima.
Menggunakan
sentuhan saat
komunikasi
terapeutik.
12
Bantu pasien Dan mendorong
dalam pengulangan
memecahkan perilaku yang
masalahnya diharapkan.
sebagai usaha Dorong pasien
untuk menentukan untuk menjangkau
metode adaptif dukungan
terhadap spiritual , kaji
pengalaman kebutuhan spiritual
kehilangan. pasien, bantu
untuk memenuhi
kebutuhantersebut.

F. CONTOH KASUS KEHILANGAN DAN DUKA CITA DALAM JURNAL


“HELPING A CHILD COPE WITH LOSS BY USING GRIEF THERAPY” YANG
DITULIS OLEH FLORENCE K. C. WONG

CYS adalah seorang siswa berusia 6 tahun yang mengalami duka cita karena
kematiannya kakek dan perpisahan dari neneknya. Sebelum menerima sekolah
dasar pendidikan, pengasuh utama CYS adalah kakek dan neneknya. Karena
sampai kematian kakek dan penyakit neneknya, ibu CYS baru-baru ini mengambil
alih tugas mengasuh dan merawat. Hubungan antara CYS dan Orang tuanya tidak
sedekat dengan kakek dan neneknya karena CYS menjelaskan orang tuanya jarang
berkunjung dan jarang merawatnya di awal kehidupan. Pekerja sosial telah menilai
keadaan emosional dan proses kognitif selama asupan kasus ditemukan bahwa
Keadaan emosional CYS itu tidak stabil. Setelah kematian kakeknya, CYS
mengungkapkan bahwa dirinya menangis beberapa kali karena kakeknya meninggal
dan berpisah dari neneknya Dia juga merasa kesal dan sedih dengan situasi ini. Dia
bermimpi tentang kakeknya dan menggambarkan bahwa kakeknya selalu lenyap
tiba-tiba dalam mimpinya Selain itu, emosi mungkin memiliki pengaruh tertentu pada
dirinya saat di sekolah, misalnya, perhatian di kelas saat . Selain itu, CYS relatif
matang dibanding anak seusianya. Selama usia enam tahun, anak-anak pindah ke
tahap concrete operational dan mengalami pengurangan egosentrisitas dan
peningkatan kapasitas untuk penalaran abstrak (Piaget, 1970). CYS tahu bahwa
Kakeknya telah meninggal dunia karena sakit dan minum berlebihan. Meski dia
mengerti bahwa kematian itu tidak dapat kembali dan tak terelakkan, dia tidak
memiliki yang jelas dan konsep wawasan tentang kematian.

13
1.PENGKAJIAN
ANALISIS DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
DO :
1. CYS berusia 6 th Dukacita terganggu. Berhubungan dengan
2. Sejak kecil diasuh kematian orang terdekat
dan Tinggal (Kakeknya).
bersama kakek
dan neneknya.
(sebelum kakenya
meninggal)
3. Kakek meninggal
karena terlalu
banyak minum.
4. CYS disekolah
kurang
berkonsentrasi.
5. Tinggal bersama
orangtua sekarang.
6. CYS tahu bahwa
kakeknya telah
meninggal, tetapi
belum mengetahui
konsep kematian
yang jelas.
7. Keadaan
emosional CYS
tidak stabil.

DS :
1. CYS mengatakan
orang taunya

14
jarang berrkunjung
dan merawatnya
saat kecil (saat
tinggal dengan
kakek dan nenek
cys)
2. CYS mengatakan
merasa kesal sedih
dan beberapa kali
menangis.
3. CYS sering
memimpikan
kakeknya yang
telah meninggal.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. CYS didiagnosa mengalami Dukacita terganggu berhubungan dengan kematian


orang terdekat ( Kakek ).

Dukacita terganggu adalah suatu gangguan yang terjadi setelah kematian orang
terdekat, ketika pengalaman distress yang menyertai kehilangan gagal memenuhi
harapan normatif dan bermanifestasi gangguan fungsional.

3. SASARAN/TUJUAN

Sasaran jangka pendek : Pasien mampu mengekspresikan kemarahannya, pasien


mampu melewati proses berkabung dengan melihat perilaku orang dewasa.

Sasaran jangka panjang : Pasien mampu menerima kehilangannya dan


menyelesaikan masa berkabung dengan tuntas. Serta dapat menerima untuk tinggal
dengan orangtuanya.

15
4. INTERVENSI KEPERAWATAN

NOC NIC IMPLEMENTASI


Resolusi Berduka Mendengar aktif
Menyatakan menerima Gunakan pendekatan Mendorong pasien
kehilangan (5) yang tenang dan dengan menanyakan
Mencari dukungan sosial meyakinkan. bagaimana perasaannya
(5) Gunakan pertanyaan dan kegiaatan saat tinggal
Membagikan perasaan maupun pernyataan yang bersama kakek dan
dengan orang terdekat (5) mendorong pasien untuk neneknya dan saat ini.
Melewati fase berduka (5) mengekspresikan Intruksikan kepada orang
Keterlibatan Sosial perasaan, pikiran dan tua untuk menemani dan
Berinteraksi dengan kekhawatiran. medengar keluh kesah
anggota keluarga(5) pasien.
Intruksikan kepada
orangtua pasien untuk
sering mengajak bicara
dan hibur ajak ketaman
rekreasi.
Beritahu pasien bahwa
sekarang pasien harus
menerima untuk tinggal
bersama keluarganya.

Dukungan emosional
Buat pernyataan yang Rangkul atau sentuh
mendukung dan pasien dengan penuh
berempati. dukungan.
Berikan dukungan selama Mendengarkan dengan
fase kehilangan. baik apa yang dikatakan
pasien. Menjelaskan
kepada pasien wajar
menangis dan sedih bila
ada yang meninggal.

16
5. EVALUASI

1. Apakah pasien sudah menilai hubungan baru dengan orang tuanya ?


2. Apakah pasien sudah mampu membagi perasaannya kepada orang tuanya ?
3. Apakah pasien sudah menerima kehilangannya dan tau bagaimana harus
memaknainya ?

BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
17
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu
kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah
dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.Sifat
kehilangan ada kehilangan maturasional dan kehilangan situasional. Jenis
kehilangan kehilangan fisiologis, kehilangan keselamatan, kehilangan keamanan dan
rasa memiliki, kehilangan harga diri, kehilangan yang berhubungan dengan
aktualisasi diri Fase kehilangan terbagii menjadi 5 fase yaitu : Fase pengingkaran
(denial), Fase marah (anger), Fase tawar-menawar (bergaining), Fase depresi
(depression), Fase penerimaan (acceptance).
Dukacita adalah suatu proses kompleks yang normal meliputi respons dan
perilaku emosional, fisik, spiritual, sosial, dan intelektual ketika individu, keluarga,
dan komunitas memasukkan kehilangan yang aktual, adapatif, atau dipresepsikan ke
dalam kehidupan mereka sehari-hari. (NANDA 2015-2017). Dalam tahap prose s
berduka ada beberapa yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya tahap proses
berduka menurut Rodebaugh et al. (1999) adalah Reeling , Merasa (feeling),
Menghadapi (deadline), Pemulihan (healing).

3.2 SARAN

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini masih banyak kekurangan . untuk


pembuatan asuhan keperawatan kita perlu memperhatikan tentang perencanaan
tindakan yang akan diberikan dan harus disesuaikan pada keadaan saat itu maka
dari itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun untuk penulisan asuhan
keperawatan kami kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Videbeck, sheila. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

18
NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2015-2017
10th edisi. Jakarta:EGC

Moorhedd, Sue dkk. 2016. Nursing Out Classification Edisi 5th. Singapore : Elsevier

Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Classification. Singapore : Elsevier

Yoseph, Iyus dan Titin Sutini.2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung : PT
Refika Aditama

Wong,Florence. 2014 .Helping a Child Cope with Loss by Using Grief Therapy.

19

Anda mungkin juga menyukai