Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MANDIRI

TREND/PERSPEKTIP
KEPERAWATAN DIMASA YANG AKAN DATANG

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Konsep Dasar Keperawatan
(KDK)

OLEH :
NAMA : YATIMIN
NIM : A1911144011059
KELAS : B

PROGRAM PERCEPATAN PENDIDIKAN (AFIRMASI)


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIRGAHAYU SAMARINDA
2019/2020
Trend Keperawatan Sekarang dan Masa Depan

Pergeseran Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala


bidang termasuk bidang kesehatan, peningkatan status ekonomi
masyarakat, peningkatan perhatian terhadap pelaksanaan hak asasi
manusia, kesadaran masyarakan akan kebutuhan kesehatan telah
mengubah sifat pelayanan keperawatan dari pelayanan fokasional yang
hanya berdasarkan keterampilan belaka kepada pelayanan profesional
yang berpijak pada penguasaan iptek keperawatan dan spesialisasi dalam
pelayanan keperawatan.
Fokus peran dan fungsi perawat bergeser dari penekanan aspek
kuratif kepada peran aspek preventif dan promotif tanpa meninggalkan
peran kuratif dan rehabilitatif. Kondisi ini menuntut upaya kongkrit dari
profesi keperawatan, yaitu profesionalisme keperawatan. Proses ini
meliputi pembenahan pelayanan keperawatan dan mengoptimalkan
penggunaan proses keperawatan, pengembangan dan penataan
pendidikan keperawatan dan juga antisipasi organisasi profesi (PPNI).
1. Pengembangan dan Penataan Pendidikan Keperawatan
Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
keperawatan yang profesional, telah memicu perawat untuk terus
mengembangkan dirinya dalam berbagai bidang, terutama penataan
sistem pendidikan keperawatan. Oleh karena itu profesi keperawatan
dengan landasan yang kokoh perlu memperhatikan wawasan keilmuan,
orientasi pendidikan dan kerangka konsep pendidikan
a. Wawasan Keilmuan
Pada tingkat pendidikan akademi, penggunaan kurikulum D III
keperawatan 1999, merupakan wujud dari pembenahan kualitas
lulusan keperawatan. Wujud ini dapat dilihat dengan adanya:
 Mata Kuliah Umum (MKU), yaitu: Pendidikan Agama, Pancasila,
Kewiraan dan Etika Umum)
 Mata Kuliah Dasar Keahliah (MKDK), yaitu: Anatomi, Fisiologi dan
Biokimia, Mikrobiologi dan Parasitologi, Farmakologi, Ilmu Gizi dan
Patologi.
 Mata Kuliah Keahlian (MKK), yaitu: KDK, KDM I dan II, Etika
Keperawatan, Komunikasi Dalam Keperawatan, KMB I, II, III, IV
dan V, Keperawatan Anak I dan II, Keperawatan Maternitas I dan II,
Keperawatan Jiwa I dan II, Keperawatan Komunitas I, II dan III,
Keperawatan Keluarga, Keperawatan gawat Darurat, Keperawatan
Gerontik, Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan,
Keperawatan Profesional dan Pengantar Riset Keperawatan.
Demikian juga halnya dengan tingkat pendidikan S1 Keperawatan,
yaitu dengan berlakunya kurikulum Ners pada tahun 1998.
Sementara itu di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(FIK-UI) telah dibuka S2 Keperawatan untuk Studi Manajemen
Keperawatan, Keperawatan Maternitas dan Keperawatan
Komunitas. Dan selanjutnya akan dibuka Studi S2 Keperwatan
Jiwa dan Keperawatan Medikal Bedah. Dapat disimpulkan bahwa
saat ini perkembangan keperawatan diarahkan kepada
profesionalisme dengan spesialisasi bidang keperawatan.
b. Orientasi Pendidikan
Pendidikan keperawatan bagaimanapun akan tetap berorientasi
pada pengembangan pengetahuan dan teknologi, artinya pengalaman
belajar baik kelas, laboratorium dan lapangan tetap mengikuti
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memanfaatkan segala
sumber yang memungkinkan penguasaan iptek. Sehingga diharapkan
dapat meningkatkan pelayanan keperawatan dan persaingan global.
c. Kerangka Konsep
Berpikir ilmiah, pembinaan sikap dan tingkah laku profesional,
belajar aktif mandiri, pendidikan dilingkungan masyarakat serta
penguasaan iptek keperawatan merupakan karakteristik dari
pendidikan profesional keperawatan.
2. Perkembangan Pelayanan Keperawatan
Perubahan sifat pelayanan dari fokasional menjadi profesional
dengan fokus asuhan keperawatan dengan peran preventif dan promotif
tanpa melupakan peran kuratif dan rehabilitatif harus didukung dengan
peningkatan sumber daya manusia di bidang keperawatan. Sehingga
pada pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan dapat terjadinya
pelayanan yang efisien, efektif serta berkualitas. Selanjutnya, saat ini juga
telah berkembang berbagai model praktik keperawatan profesional,
seperti:
 Praktik keperawatan di rumah sakit fasilitas kesehatan
 Praktik keperawatan di rumah (home care)
 Praktik keperawatan berkelompok (nursing home = klinik bersama,
dan
 Praktik keperawatan perorangan, yaitu melalui keputusan
Kepmenkes No. 647 tahun 2000, yang kemudian di revisi menjadi
Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik
Keperawatan.

Trend Dan Issue Dalam Keperawatan

1. Definisi Trend
Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang
saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta. Setelah tahun 2000, dunia
khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada tahun 2003
era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi suatu
masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola
kehidupan masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang
maju. Keadaan itu menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek
kehidupan masyarakat khususnya aspek kesehatan baik yang berupa
masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan, disamping meningkatnya
angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan infeksi, kurang
gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran pola
nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga
menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut
usia serta penyakit degeneratif.
Pada masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi
peningkatan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan yang lebih
tinggi, peningkatan pendapatan dan meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap hukum dan menjadikan masyarakat lebih kritis. Kondisi itu
berpengaruh kepada pelayanan kesehatan dimana masyarakat yang kritis
menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan oleh tenaga yang
profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga kesehatan
khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional
dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki
kemampuan professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka
terhadap aspek social budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi
perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang
professional di Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor
yang dapat menyebabkan masih rendahnya peran perawat professional,
diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan.
Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI,
sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan sistem pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk
praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi keperawatan yang masih rendah dalam
dunia kesehatan akan berdampak negatif terhadap mutu pelayanan
kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan “ sehat untuk semua pada
tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam
pengembangan perawatan professional, pengembangan teknologi
keperawatan, pembinaan profesi dan pendidikan keperawatan
berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan pendidikan
keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan professional
dibidang keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus
ditata dalam hal SDM pengajar, lahan praktik dan sarana serta
prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan sistem pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun
registrasi, lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu
semua penerapan model praktik keperawatan professional dalam
memberikan asuhan keperawatan harus segera di lakukan untuk
menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan
cepat dan dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap
kepentingan individu menjadi kepentingan organisasi dan
mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan yang dapat
dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan
merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi
yang mandiri dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya
jaminan kualitas kinerja dan harapan akan masa depan yang lebih
baik serta meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang
bermutu baik secara mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan
tenaga kesehatan lain sangat penting dalam terwujudnya pelayanan
keperawatan professional. Nilai professional yang melandasi praktik
keperawatan dapat di kelompokkan dalam :
1. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari
a. Body of Knowledge
b. Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
2. Nilai komitmen moral
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan
memperhatikan kode etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters
(1989) pelayanan professional terhadap masyarakat memerlukan
integritas, komitmen moral dan tanggung jawab etik. Aspek moral yang
harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a. Beneficience
selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan
melakukan yang terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone,
1994)
b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social
budaya, keadaan ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan
klien sebagai individu yang memerlukan bantuan dengan keunikan
yang dimiliki.
c. Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin
membantu), selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan
yang memadahi, komitmen moral serta memperhatikan kebutuhan
spiritual klien.
d. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan
tindakan secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada
pengendalian kehidupan diri sendiri yang berarti bahwa perawat
memiliki kendali terhadap fungsi mereka. Otonomi melibatkan
kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung jawab serta
tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai
pengatur dan penentu diri sendiri.
Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan
terhadap sesuatu atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus
ada kewenangan untuk mengendalikan praktik, menetapkan peran,
fungsi dan tanggung jawab anggota profesi. Tanggung gugat berarti
perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang
dilakukannya terhadap klien.

2. Definisi issue
Issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak
namun belum jelas faktannya atau buktinya. Beberapa issue keperawatan
pada saat ini :
 EUTHANASIA
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti
oleh publik. Hal demikian tidak terjadi di dalam dunia kedokteran atau
kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu
menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir
menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya.
Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi.

Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu


secara tidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan
sebagai bantuan untuk meringankan penderitaan dari individu yang akan
mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:
 Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar
menginginkan kematian.
 Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu
untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan
mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan
bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di
dalam keadaan vegetatif (koma).
 Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang
sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak
dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk
melanjutkan perawatan ditolak.
 Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu
bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan
informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak
ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh
diri tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya
disebut sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di Amerika
Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.
· Euthanasia dapat menjadi aktif atau pasif:
 Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan
dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian. Contoh dari
kasus ini adalah memberikan suntik mati. Hal ini ilegal di Britania
Raya dan Indonesia.
 Euthanasia pasif menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan
oleh penghentian tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah
penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator.

Ø Argumen Pro Euthanasia


Kelompok pro euthanasia, yang termasuk juga beberapa orang
cacat, berkonsentrasi untuk mempopulerkan euthanasia dan bantuan
bunuh diri. Mereka menekankan bahwa pengambilan keputusan untuk
euthanasia adalah otonomi individu. Jika seseorang memiliki penyakit
yang tidak dapat disembuhkan atau berada dalam kesakitan yang tak
tertahankan, mereka harus diberikan kehormatan untuk memilih cara dan
waktu kematian mereka dengan bantuan yang diperlukan. Mereka
mengklaim bahwa perbaikan teknologi kedokteran merupakan cara untuk
meningkatkan jumlah pasien yang sekarat tetap hidup. Dalam beberapa
kasus, perpanjangan umur ini melawan kehendak mereka.
Mereka yang mengadvokasikan euthanasia non sukarela, seperti
Peter Singer, berargumentasi bahwa peradaban manusia berada dalam
periode ketika ide tradisional seperti kesucian hidup telah dijungkir
balikkan oleh praktek kedokteran baru yang dapat menjaga pasien tetap
hidup dengan bantuan instrumen. Dia berargumen bahwa dalam kasus
kerusakan otak permanen, ada kehilangan sifat kemanusian pada pasien
tersebut, seperti kesadaran, komunikasi, menikmati hidup, dan
seterusnya. Mempertahankan hidup pasien dianggap tidak berguna,
karena kehidupan seperti ini adalah kehidupan tanpa kualitas atau status
moral.
Falsafah Utilitarian Singer menekankan bahwa tidak ada perbedaan
moral antara membunuh dan mengizinkan kematian terjadi. Jika
konsekuensinya adalah kematian, maka tidak menjadi masalah jika itu
dibantu dokter, bahkan lebih disukai jika kematian terjadi dengan cepat
dan bebas rasa sakit.

Ø Oposisi terhadap Euthanasia


Banyak argumen anti euthanasia bermula dari proposisi, baik
secara religius atau sekuler, bahwa setiap kehidupan manusia memiliki
nilai intrinsik dan mengambil hidup seseorang dalam kondisi normal
adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak orang cacad menekankan
bahwa jika euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa beberapa
orang cacad untuk menggunakannya karena ketiadaan dukungan sosial,
kemiskinan, kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan
depresi. Orang cacad sering lebih mudah dihasut dengan provokasi
euthanasia, dan informed consent akan menjadi formalitas belaka dalam
kasus ini. Beberapa orang akan merasa bahwa mereka adalah beban
yang harus dihadapi dengan solusi yang jelas. Secara umum, argumen
anti euthanasia adalah kita harus mendukung orang untuk hidup, bukan
menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk mati.

Ø Eutanasia menurut hukum dibeberapa negara


Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda,
Belgia serta ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia
dan Swiss dan dibeberapa negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di
Spanyol, Jerman dan Denmark

- Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di
Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya
secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin
lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon,
yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya
eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas
(Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya
menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang
diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas
boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan
meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai
tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15
hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana
salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien).
Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan
prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan
itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental. Hukum juga mengatur
secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya
tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik
asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari
tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan
di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan
UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU
Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit
tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.

Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu


polling (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung
dilakukannya eutanasia.

- Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada
pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat
dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita
memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid
Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah
Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau
"pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
"Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh
bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

 ABORSI
Aborsi berasal dari bahasa latin abortus yaitu berhentinya
kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan
kematian janin. Aborsi telah dilakukan oleh manusia selama berabad-
abad, tetapi selama itu belum ada undang-undang yang mengatur
mengenai tindakan aborsi. Peraturan mengenai hal ini pertama kali
dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan
aborsi. Sejak itu maka undang-undang mengenai aborsi terus mengalami
perbaikan, apalagi dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul
suatu revolusi dalam sikap masyarakat dan pemerintah di berbagai
negara di dunia terhadap tindakan aborsi. Hukum abortus di berbagai
negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori sebagai berikut:
 Hukum yang tanpa pengecualian melarang aborsi, seperti di
Belanda.
 Hukum yang memperbolehkan aborsi demi keselamatan
kehidupan penderita (ibu), seperti di Perancis dan Pakistan.
 Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi medik, seperti
di Kanada, Muangthai dan Swiss.
 Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosio-medik,
seperti di Eslandia, Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
 Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial, seperti
di Jepang, Polandia, dan Yugoslavia.
 Hukum yang memperbolehkan aborsi atas permintaan tanpa
memperhatikan indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau
Abortion on demand), seperti di Bulgaris, Hongaria, USSR,
Singapura.
 Hukum yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis
(aborsi boleh dilakukan bila fetus yang akan lahir menderita cacat
yang serius) misalnya di India
 Hukum yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian
(misalnya bila hamil akibat perkosaan) seperti di Jepang
 Negara-negara yang mengadakan perubahan dalam hukum
abortus pada umumnya mengemukakan salah satu alasan/tujuan
seperti yang tersebut di bawah ini:
 Untuk memberikan perlindungan hukum pada para medisi yang
melakukan abortus atas indikasi medik.
 Untuk mencegah atau mengurangi terjadinya abortus
provocatus criminalis.
 Untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk.
 Untuk melindungi hal wanita dalam menentukan sendiri nasib
kandungannnya.
 Untuk memenuhi desakan masyarakat.

Di negara-negara di mana aborsi ilegal atau sangat


terbatas, aborsi yang tidak aman tetap menjadi penyebab utama
kematian, dan menyebabkan sampai 67.000 kematian setiap
tahunnya. Aborsi disahkan di Inggris dan Wales pada tahun 1967, dan
hukum jika dua dokter setuju bahwa alasan wanita untuk mencari aborsi
memenuhi persyaratan UU Aborsi. Hukum persyaratan dari Undang-
undang tidak mengizinkan perawat untuk mengotorisasi aborsi, tapi Royal
College of Nursing (RCN) mengakui bahwa pembangunan inovatif
menyusui berarti bahwa peran perawat sekarang merencanakan,
memimpin dan mengelola proporsi yang signifikan perawatan untuk
wanita mencari dan / atau mengalami aborsi (RCN, 2008). Sebagai hasil
dari perubahan dalam praktik dan maju peran perawat dalam
menyediakan pelayanan aborsi, perawat berada dalam posisi yang ideal
untuk membentuk cara aborsi layanan yang disediakan di masa depan
(RCN, 2008), dan memastikan bahwa wanita merasa didukung daripada
dipermalukan ketika menghadapi kehamilan yang tidak
diinginkan. Contoh peran yang perawat bisa memainkan meliputi:
Penilaian pra-aborsi. Menghadapi kehamilan yang tidak
diinginkan cenderung menjadi sangat menegangkan waktu bagi seorang
wanita. Karena dari sifat sensitif konsultasi awal, itu adalah ide yang
bagus untuk melihat wanita sendiri, sehingga ia dapat memberikan
jawaban yang akurat dan mengungkapkan perasaan-perasaannya
tanpa merasa dihambat oleh pasangan atau orangtua Pra-dan pasca-
aborsi konseling. Sangat penting untuk memberi wanita kesempatan
untuk mempertimbangkan pilihan dalam sebuah rahasia dan tidak
menghakimi lingkungan. Sistem seharusnya berada di tempat untuk
merujuk perempuan untuk kehamilan spesialis konseling, ketika ini
diperlukan. Tetapi kita juga harus mengenali perempuan hak otonomi
dalam pengambilan keputusan mereka.

 CONFIDENTIALITY
Yang dimaksud confidentiality adalah menjaga privasi atau rahasia
klien, segala sesuatu mengenai klien boleh diketahui jika digunakan untuk
pengobatan klien atau mendapat izin dari klien. Sebagai perawat kita
hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa memberitahukanya kepada
orang lain maupun perawat lain.

Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya


mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik
keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental mesti
dilakuakan dalam merawat pasien adalah:
a. Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan
yang diberikan harus tetap terjaga
b. Individu yang menyalahgunakan kerahsiaan, keamanan, peraturan dan
informasi dapat dikenakan hukuman/ legal aspek

 INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat
informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang
akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan
bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi
dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang
ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Menurut
American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus mendapat
informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil
keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak
adanya informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini
dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak
hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

3. Trend dan issue kesejagatan dalam keperawatan


12 Mei 2008 adalah Hari Keperawatan Sedunia. International
Council of Nurses (ICN) mengangkat tema”Delivering Quality, Serving
Communities: Nurses Leading Primary Health Care”. Tema tersebut
sesungguhnya sangat relevan dengan kondisi Bangsa Indonesia karena
Pertama, Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat turut bertanggung
jawab untuk mewujudkan derajat kesehatan setinggi tingginya.
Pada tahun 2004-2009, Pemerintah telah menetapkan kebijakan
pembangunan kesehatan yang diarahkan pada peningkatan jumlah,
jaringan dan kualitas puskesmas, peningkatan kualitas dan kuantitas
tenaga kesehatan, pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama
bagi penduduk miskin, peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan
pola hidup sehat, peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat
sejak usia dini serta pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas
kesehatan dasar. Bahkan, pada tahun 2006, Menteri Kesehatan RI
menetapkan flatform baru, terutama inisiatif nasional untuk mobilisasasi
sosial dan pemberdayaan masyarakat serta meningkatkan kinerja sistem
kesehatan.
Kedua, Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah tetapi masalah
kesehatan justru semakin kompleks. Krisis ekonomi dan berbagai
bencana alam menyebabkan terpuruknya kondisi masyarakat termasuk
masalah kesehatan. Sebagian masyarakat tidak lagi mampu membiayai
pelayanan kesehatannya sendiri. Pola pelayanan kesehatan dasar
sebagian besar masih di bawah standar pelayanan minimum (Direktorat
Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas). Padahal, Pelayanan
Kesehatan Dasar sangat diperlukan untuk menanggulangi berbagai
masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat. Hal ini
mengakibatkan penyakit tidak menular meningkat drastis.
Di Jawa dan Bali, sekitar 20 juta orang menderita penyakit jantung,
dan 30% penyakit ini menyebabkan kematian. Disisi lain, penyakit
menular masih tinggi. Sekitar 22% kematian disebabkan oleh penyakit
menular dan parasit. Demikian juga angka kematian ibu 248/100,000
kelahiran hidup, angka kematian bayi 26.9/1,000 kelahiran hidup (Data
Pusat Statistik, 2007). Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat di
Vietnam hanya 18, Thailand, 17, Filipina, 26, Malaysia, 5.5, dan
Singapura, 3. padahal angka-angka tersebut merupakan indikator
kesehatan suatu bangsa.
Masalah gizi juga sangat memprihatinkan. Pada tahun 2007,
penderita gizi kurang mencapai 21.9%. Pada tahun 2005 terdapat sekitar
5 juta anak menderita gizi kurang dimana 1,5 juta diantaranya menderita
gizi buruk, dan 150,000 diantaranya mengalami gizi buruk berat
(marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor). Ada sekitar 232
balita meninggal dunia karena masalah pada periode Januari-November
2005. Kondisi ini mengakibatkan pertahanan tubuh lemah sehingga
penyakit menular seperti TB Paru, Malaria, dan demam berdarah
cenderung meningkat. Bahkan, angka kesakitan TB Paru mencapai
102/100,000.

Hal yang sama juga terjadi pada lanjut usia (lansia). Lansia akan
tumbuh sebesar 7%. Pada tahun 1990 sampai 2025, Indonesia akan
mengalami kenaikan lansia hingga 414%. Angka ini menjadikan kita
menduduki peringkat ke-3 dunia, setelah Cina dan India (Bureau of the
Cencus USA, 1993). Pada awal abad ke 21 ini diperkirakan mencapai 15
juta orang dan pada tahun 2020 jumlah lanjut usia tersebut akan
meningkat sekitar 30-40 juta orang.
Ketiga, Alokasi anggaran kesehatan kita masih di bawah standar
WHO, yaitu minimal 5%. Anggaran sekecil itu oleh pemerintah diarahkan
pada bantuan Jaminan Kesehatan Masyarakat bagi yang sakit, bukan
pada upaya promotif dan preventif. Disisi lain, kemampuan fiskal daerah
tidak menjamin alokasi biaya kesehatan, terutama public goods, disaat
kemampuan masyarakat miskin untuk menjangkau pelayanan
kesehatannya masih rendah. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dalam
pencapaian berbagai indikator kesehatan dasar.
Keempat, seluruh potensi profesi kesehatan belum dioptimalkan.
Sejak dulu hingga sekarang, profesi kesehatan selalu diarahkan untuk
pelayanan pengobatan (kuratif). Perawat sesungguhnya memiliki
kemampuan dan kompetensi untuk memimpin pelayanan kesehatan
primer. Perawat mampu memberdayakan keluarga dan masyarakat untuk
membantu mengatasi masalah kesehatannya sendiri.

 Undang-Undang Praktik Keperawatan.


Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang
Praktik Keperawatan. Hal ini karena pertama, Keperawatan sebagai
profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok pengetahuan (body of
knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan masalah
dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar
dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar
praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang
dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan;
memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan
kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan
yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,
kelompok dan komunitas).

Kedua, Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan


keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan
yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap
keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki
berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak
bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan
perundang-undangan.
Sistem ini akan melindungi masyarakat dari praktik perawat yang
tidak kompeten, karena Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak
ditetapkan dalam Undang Undang Praktik Keperawatan akan
menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji kompetensi akan
membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan
hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan
untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan
masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan
mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah memberikan konstribusi besar dalam
peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan
pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan
pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis
dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif,
terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi.
Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang
jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak
(masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan
yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian
interprofesional (WHO, 2002).
Keempat, Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena
adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan,
dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis
penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang
melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus
pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan
pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan
yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan
memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan.
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore,
Malaysia, sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing
Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk
melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi globalisasi
perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di
negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di
Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos
dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa
yang dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan
negara lain, khususnya dalam pelayanan keperawatan.

4. Globalisasi dalam keperawatan


Tantangan internal profesi keperawatan adalah meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan sejalan
dengan telah disepakatinya keperawatan sebagai suatu profesi pada
lokakarya nasional keperawatan tahun 1983, sehingga keperawatan
dituntut untuk memberikan pelayanan yang bersifat professional.
Tantangan eksternal profesi keperawatan adalah kesiapan profesi lain
untuk menerima paradigma baru yang kita bawa.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang
mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.Globalisasi pada hakikatnya
adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian
ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada
suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli
dkk.Kewarganegaraan.2005)
Professional keperawatan adalah proses dinamis dimana profesi
keperawatan yang telah terbentuk (1984) mengalami perubahan dan
perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan
kebutuhan masyarakat. Globalisasi yang akan berpengaruh terhadp
perkembangan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan
ada 2 yaitu ;
a. Tersedianya alternatif pelayanan
b. persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat
pemakai jasa pemakai kualitas untuk memberikan jasa pelayanan
kesehatan yang terbaik.
Dengan demikian diperlukan perawat yang mempunyai
kemampuan professional dengan standar internasional dalam aspek
intelektual, interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan
social budaya dan mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas serta
mampu memanfaatkan alih IPTEK.
Datangnya era globalisasi tidak dapat dan memang tidak perlu kita
cegah, yang lebih penting adalah bagaimana kita menyikapi dampak
positif dan mencegah dampak negatifnya. Usaha peningkatan kompetensi
individual dan daya saing nasional merupakan pilihan utama agar para
manajer pelayanan kesehatan Indonesia tetap kukuh sebagai tuan rumah
di negara sendiri. Di samping itu, pemerintah seharusnya senantiasa
memfasilitasi dalam bentuk penyusunan kebijakan, peraturan
perundangan, dan pengawasan yang efektif serta efisien.

5. Liberalisasi perdagangan jasa pelayanan kesehatan


Indonesia merupakan negara yang cukup diminati oleh negara
asing. Pertama karena memiliki potensi pasar yang besar terkait dengan
jumlah penduduk yang besar. Kedua, sekarang ini kondisi pertumbuhan
ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Dengan potensi pasar yang besar
tidak mengherankan jika kelak banyak dokter atau tenaga kesehatan
asing yang berniat bekerja di Indonesia. Hal ini tampaknya menakutkan
profesi kesehatan, karena ketakutan untuk bersaing, seperti kita ketahui
kualitas sumber daya manusia kesehatan kita rendah serta penguasaan
teknologi yang terbatas pula.
Dalam bidang kesehatan era globalisasi lebih banyak diartikan
pada perdagangan jasa pelayanan kesehatan, seperti yang tercantum
dalam perjanjian GATS, poin nomor 4 dari perjanjian mengenai masuknya
tenaga profesional kesehatan ke Indonesia. Perdagangan jasa pada era
globalisasi berlangsung secara bebas. Pembatasan yang bersifat protektif,
misal melalui lisensi yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti yang
dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya, namun hal tersebut
sudah tidak boleh dilakukan.
Seharusnya liberalisasi pada bidang kesehatan justru menjadi
cambuk bagi kita, dimana kita perlu pemusatan diri untuk meningkatkan
mutu atau profesionalisme sehingga apapun yang terjadi di masa
mendatang dokter Indonesia tidak perlu takut lagi di negeri sendiri dan
diluar negeri. Bila Indonesia dapat menambah jumlah, jenis serta dapat
meningkatkan mutu dokter, dokter spesialis, maka akan turun minat
rumah sakit asing di Indonesia mempekerjakan dokter asing, karena
Indonesia sudah dapat memenuhi kuota dokter atau dokter spesialis dan
biaya yang dikeluarkanpun relatif murah, sebab biaya mempekerjakan
dokter asing lebih mahal. Kalau dianalisis dari sudut pandang yang lain,
sebenarnya dokter Indonesia tidak perlu takut dengan masuknya dokter
asing karena ada kemungkinan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh dokter asing tidak sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai akibat dari sistem
pendidikan serta latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Bila pemerintah Indonesia tidak segera memperbaiki sistem
pendidikan dan kebijakan dalam bidang kesehatan maka tenaga
kesehatan Indonesia dalam menghadapi era globalisasi akan dihadapkan
pada dua pilihan : Jadi tuan rumah di negeri sendiri, atau tergusur. Atau
jadi tuan rumah di negeri sendiri serta tamu terhormat di luar negeri.

TREND KEPERAWATAN DAN IMPLIKASINYA DI INDONESIA


Perkembangan trend keperawatan di Indonesia terjadi dalam
berbagai bidang yang meliputi:
a. Telenursing (Pelayanan Asuhan Keperawatan Jarak Jauh)
Menurut Martono, telenursing (pelayanan asuhan keperawatan
jarak jauh) adalah upaya penggunaan tehnologi informasi dalam
memberikan pelayanan keperawatan dalam bagian pelayanan
kesehatan dimana ada jarak secara fisik yang jauh antara perawat
dan pasien, atau antara beberapa perawat. Keuntungan dari
teknologi ini yaitu mengurangi biaya kesehatan, jangkauan tanpa
batas akan layanan kesehatan, mengurangi kunjungan dan masa
hari rawat, meningkatkan pelayanan pasien sakit kronis,
mengembangkan model pendidikan keperawatan berbasis
multimedia (Britton, Keehner, Still & Walden 1999). Tetapi sistem ini
justru akan mengurangi intensitas interaksi antara perawat dan
klien dalam menjalin hubungan terapieutik sehingga konsep
perawatan secara holistik akan sedikit tersentuh oleh ners. Sistem
ini baru diterapkan dibeberapa rumah sakit di Indonesia, seperti di
Rumah Sakit Internasional. Hal ini disebabkan karena kurang
meratanya penguasaan teknik informasi oleh tenaga keperawatan
serta sarana prasarana yang masih belum memadai.
b. Bagaimana aplikasi dan keuntungan telenursing
Aplikasi telenursing tersedia di rumah, rumah sakit, melalui
telenursing centre dan melalui unit mobile. Telepon triage dan
home care saat ini merupakan aplikasi yang tumbuh yang paling
cepat. Perawat home care menggunakan sistem yang memberikan
ijin untuk melakukan monitoring parameter fisiologi di rumah,
seperti tekanan darah, glukosa darah, pernapasan, dan
menimbang berat badan, via internet. Melalui sistem video
interaktif, pasien menghubungi perawat bertugas dan menyusun
suatu konsultasi melalui video untuk menunjukkan permasalahan
yang dihadapi; sebagai contoh, bagaimana cara mengganti balutan
luka, memberi suntikan hormon insulin atau mendiskusikan
peningkatan nafas pendek (sesak nafas). Hal ini sangat membantu
orang dewasa dan anak-anak dengan kondisi-kondisi kronis dan
macam-macam penyakit yang melemahkan, terutama sekali
mereka yang mempunyai cardiopulmonary diseases. Telenursing
membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi aktif dalam
perawatan, terutama sekali untuk self management pada penyakit
kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan
informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan
dukungan secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan
ditingkatkan dengan memberi kesempatan kontak yang sering
antara penyedia pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-
keluarga merek Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di
banyak negara, terkait dengan beberapa faktor seperti mahalnya
biaya pelayanan kesehatan, banyak kasus penyakit kronik dan
lansia, sulitnya mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, rural, dan daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan
belum merata. Dan keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan
keluar kurangnya jumlah perawat (terutama di negara maju),
mengurangi jarak tempuh, menghemat waktu tempuh menuju
pelayanan kesehatan, mengurangi jumlah hari rawat dan jumlah
pasien di RS, serta menghambat infeksi nosokomial. Telenursing
dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi hari rawat di RS,
peningkatan jumlah cakupan pelayanan keperawatan dalam jumlah
yang lebih luas dan merata, dan meningkatkan mutu pelayanan
perawatan di rumah (home care). Aplikasi telenursing di Denmark
pada perawat yang bekerja di poliklinik (OPD – outpatient) yang
mempertahankan kontak dengan pasien melalui telepon, maka
jumlah kunjungan ke RS, dan hari rawat berkurang setengahnya. Di
Islandia, dengan penduduk yang terpencar, pelayanan asuhan
keperawatan berbasis telepon dapat mensuport ibu yang kelelahan
dan stress merawat bayinya. Dan beberapa program telenursing
dapat membantu mengurangi hipertensi pada ibu bersalin dengan
eklamsia. Bahkan di Irlandia utara telenursing untuk perawatan luka
diabetik telah menjadi alternatif pelayanan keperawatan untuk
pasien penderita diabetik ulcer. Aplikasi telenursing juga dapat
diterapkan dalam model hotline/call centre yang dikelola organisasi
keperawatan, untuk melakukan triage pasien, dengan memberikan
informasi dan konseling dalam mengatur kunjungan RS dan
mengurangi kedatangan pasien di ruang gawat darurat.
Telenursing juga dapat digunakan dalam aktifitas penyuluhan
kesehatan, telekonsultasi keperawatan, pemeriksaan hasil lab dan
uji diagnostik, dan membantu dokter dalam mengimplementasikan
protokol penanganan medis. Telenursing melalui telepon triage dan
home care merupakan bentuk aplikasi yang berkembang pesat
saat ini. Dalam perawatan pasien di rumah, maka perawat dapat
memonitor tanda-tanda vital pasien seperti tekanan darah, gula
darah, berat badan, peak flow pernapasan pasien melalui internet.
Dengan melakukan video conference, pasien dapat berkonsultasi
dalam perawatan luka, injeksi insulin dan penatalaksanaan sesak
napas. Pada akhirnya telenursing dapat meningkatkan partisipasi
aktif pasien dan keluarga, terutama dalam manajemen pribadi
penyakit kronik. Dapat memberikan pelayanan akurat, cepat dan
dukungan online, perawatan yang berkelanjutan dan kontak antara
perawat dan pasien yang tidak terbatas.
Menurut Britton, Keehner, Still & Walden 1999 ada beberapa
keuntungan telenursing adalah yaitu :
1. Efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pasien dan
keluarga dapat mengurangi kunjungan ke pelayanan
kesehatan (dokter praktek, ruang gawat darurat, RS dan
nursing home
2. Dengan sumber daya minimal dapat meningkatkan cakupan
dan jangkauan pelayanan keperawatan tanpa batas
geografis
3. Telenursing dapat mengurangi jumlah kunjungan dan masa
hari rawat di RS
4. Dapat meningkatkan pelayanan untuk pasien kronis, tanpa
memerlukan biaya dan meningkatkan pemanfaatan tehnolog
5. Dapat dimanfaatkan dalam bidang pendidikan keperawatan
(model distance learning) dan perkembangan riset
keperawatan berbasis informatika kesehatan. Telenursing
dapat pula digunakan dalam pembelajaran di kampus, video
conference, pembelajaran online dan multimedia distance
learning. Ketrampilan klinik keperawatan dapat dipelajari dan
dipraktekkan melalui model simulasi lewat secara interaktif.
6. Keuntungan
Telenursing dapat mengurangi biaya perawatan, mengurangi
hari rawat di RS, peningkatan jumlah cakupan pelayanan
keperawatan dalam jumlah yang lebih luas dan merata, dan
meningkatkan mutu pelayanan perawatan di rumah (home
care).
DAFTAR PUSTAKA

1. http://id.wikipedia.org/wiki/Keperawatan
2. http://abdalle.wordpress.com/2007/09/29/bagaimana-sarjana-
keperawatan-kelak/
3. http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/keperawatan-
profesional.html
4. http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/29/konsep-dasar-
keperawatan-perkembangan-konsep-dan-tren-keperawatan/
5. file:///D:/mata%20kuliah/KD/TREN%20DAN%20ISSUE%20LEGAL%20
DALAM%20KEPERAWATAN%20PROFESIONAL%20%C2%AB%20F
ORUM%20MASYARAKAT%20SEHAT%20DAN%20SEJAHTERA.htm
6. https://www.scribd.com/doc/280459003/Trend-Keperawatan-Sekarang-Dan-
Masa-Depan

Anda mungkin juga menyukai