OLEH :
PEMBIMBING:
1
HALAMAN PENGESAHAN
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Pembimbing
2
BAB I
PENDAHULUAN
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal, Pada kehamilan normal,
pembuahan sel telur terjadi di ampula tuba fallopi. Telur yang telah dibuahi
ini, implantasi dapat terjadi di luar rongga rahim, sering di tuba falopi (sebagian
besar ampula). 1
Insiden meningkat di sebagian besar negara dan di Auckland, ada sekitar satu
dikaitkan dengan prevalensi tinggi infeksi klamidia dan penyakit radang panggul
(PID). Penggunaan teknik diagnostik yang lebih sensitif berarti bahwa kehamilan
ektopik lebih sering didiagnosis ketika sebelumnya lokasi implantasi tetap tidak
Di negara maju, angka kejadian kehamilan ektopik adalah 1-2% dari seluruh
tinggi lagi, tetapi data yang spesifik belum diketahui. Di Amerika Utara,
kehamilan ektopik terjadi pada 19,7 kasus dari 1000 kehamilan, dan merupakan
3
risiko serta diagnosis sebelumnya, sedangkan kesadaran yang meningkat dan
kematian.3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Pada kehamilan normal, pembuahan sel telur terjadi di ampula tuba fallopi.
Telur yang telah dibuahi kemudian bergerak ke rongga rahim tempat implantasi
terjadi. Selama perjalanan ini, implantasi dapat terjadi di luar rongga rahim, sering
B. EPIDEMIOLOGI
5
Epidemiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) di negara maju adalah
Global
Di negara maju, angka kejadian kehamilan ektopik adalah 1-2% dari seluruh
tinggi lagi, tetapi data yang spesifik belum diketahui. Di Amerika Utara,
kehamilan ektopik terjadi pada 19,7 kasus dari 1000 kehamilan, dan merupakan
Indonesia
40.000 persalinan (di Indonesia sudah ada beberapa kasus). Kehamilan ovarial
Sebagian besar, 95% hingga 99%, dari kehamilan ektopik terletak di dalam
tuba falopi. Kira-kira 70% hingga 80% dari implan kehamilan ektopik di ampula,
10% hingga 15% di isthmus, 5% hingga 11% di fimbriae, dan 2% hingga 4% pada
bagian interstitial atau intramural. Pendarahan ke lumen atau dinding tuba falopi
jarang, kehamilan ektopik dapat terjadi di dalam serviks, bekas luka operasi
6
caesar, ovarium, atau perut. Komplikasi yang paling ditakuti dan tidak
menyenangkan dari kehamilan ektopik adalah ruptur dan perdarahan, yang dapat
mengancam jiwa dan lebih parah semakin tua atau semakin besar kehamilan
C. FAKTOR RESIKO
ektopik. Secara teori, segala sesuatu yang menghambat migrasi embrio ke rongga
dibagian ampula tuba, dan dalam perjalalan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih dituba, atau nidasinya di tuba dipermudah.
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut :7
1) Faktor Tuba
menyempit atau buntu. Keadaan uterus yang mengalami hipoplasia dan saluran
tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak
berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pascaoperasi rekanalisasi tuba dapat
merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik. Faktor tuba yang lain ialah
adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel saIuran tuba yang bersifat
kongenital. Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau
7
tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapar
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
3) Faktor ovarium
kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang
4) Faktor hormonal
5) Faktor lain
8
menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umur penderita yang sudah
menua dan faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan
ektopik.7
D. KLASIFIKASI KET
Gambar 2. Lokasi
Kehamilan Ektopik
1. Kehamilan
tuba
Meliputi > 95 % yang terdiri atas: Pars ampularis (55 %), pars ismika (25
3. Kehamilan intraligamenter
4. Kehamilan heterotopik
9
Kehamilan ini pernah dilaporkan walaupun sangat jarang terjadi.
E. PATOFISIOLOGIS
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk
karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Daiam
oleh vili korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
10
kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis.
dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
disebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat
dengan bagian ismus dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi
yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari
ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan
11
3) Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan
ruptur ialah penembusan vili korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus
ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi
ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat
12
Gambar 5. Ruptur Tuba
F. GEJALA KLINIS
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan
pingsan dan masuk ke dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak
seberapa hebat dan tidak terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada
satu sisi, tetapi setelah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke
bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat
ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari
kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus
karena tanda dan gejala kehamilan ektopik terganggu bisa langsung terjadi
13
beberapa saat setelah terjadinya nidasi pada saluran tuba yang kemudian
disebut dengan nyeri goyang (+) atau slinger pain. Demikian pul kavum
Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah.7
G. DIAGNOSIS
mengalami kesukaran, tetapi pada jenis akut sulit sekali. Untuk mempertajam
diagnosis, maka pada tiap perempuan dalam masa reproduksi dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis kehamilan ektopik
terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, ada nyeri perut kanan / kiri
bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang
14
terkumpul dalam peritoneum, nyeri bahu, tenesmus, dapat dinyatakan.
2. Pemeriksaan Fisik
ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak
terus-menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi, setelah
darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
ektopik yang terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari
kal'um uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus
3. Pemeriksaan Ginekologi
disebut dengan nyeri goyang (+) atau slinger pijn (bahasa Belanda). Demikian
pula kawm Douglasi menonjol dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh
darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
15
retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kalum Douglasi. Pada ruptur tuba
dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat;
4. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
dengan jarak satu jam selama 3 kali berturut-turut. Bila ada penurunan
16
b) β-hCG.
mengidentifikasi kehamilan ektopik. Tes kehamilan serum dan urin saat ini
hCG sensitif terhadap kadar 10 hingga 20 mIU / mL dan positif dalam 99%
Tes β-hCG urin dilakukan sensitif pada 20 mIU / ml atau lebih besar dan
positif 98% dari waktu dalam beberapa minggu pertama kehamilan. Namun,
kehamilan ektopik sering dikaitkan dengan produksi hormon ini yang sangat
lebih dari 98% kasus, dan kehamilan di situs mana pun dapat
Level β-hCG kuantitatif tunggal adalah prediktor yang buruk tentang ukuran
kehamilan atau risiko kehamilan ektopik, tetapi tes serial cukup membantu.
Diharapkan level β-hCG serum kuantitatif akan meningkat dua kali lipat
17
kuantitatif positif sangat menunjukkan kehamilan ektopik. Kisaran
probe transvaginal dan lebih besar dari 6000 mIU / ml saat menggunakan
normal dapat dideteksi oleh USG), tidak nondiagnosis dan dapat mewakili
kehamilan normal dini, kehamilan intrauterin yang tidak dapat hidup, aborsi
yang terdeteksi oleh USG dan kadar β-hCG serum melebihi zona
100%.9
d) Serum Progesteron
18
Konsentrasi progesteron serum yang lebih besar dari 25 ng / mL biasanya
dikaitkan dengan kehamilan yang layak. Konsentrasi kurang dari atau sama
e) Ultrasonografi
1. Rahim kosong (mis., Tidak ada yolk sac atau fetal pole; pseudosac
3. Cairan di culdosac
19
Gambar 6a. Gambaran USG Gambar 6b. Garis merah - bagian luar
menunjukkan kehamilan intrauterin dan uterus, hijau - uterus, kuning -
kehamilan tuba kehamilan ektopik. Cairan dalam uterus
yang dilingkari warna biru disebut
dengan “pseudosac"
Douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini sangat berguna dalam
20
Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglasi dan
merupakan :
membeku; darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk
21
Gambar 7. Teknik Kuldosintesis
g) Kuretase Uterus
h) Laparoskopi
dalam dapat dinilai. Secara sitematis, dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba,
kavum Douglasi, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis
H. PENATALAKSANAAN
a) Medikamentosa
22
Menentukan rejimen pengobatan untuk kehamilan ektopik tetap sulit.
evolusi kadar hCG yang tidak menguntungkan, dan penolakan pasien untuk
beberapa efek samping seperti stomatitis, kolitis, mual, sakit perut, muntah,
23
b) Tindakan Bedah
laparotomi sesuai jika pasiensangat tidak stabil atau jika visualisasi panggul
sebagai prosedur bedah standar dan lebih disukai dalam keadaan berikut:7
1. Ruptur tuba
24
Kesempatan hamil intrauterin untuk kedua tindakan tersebut
I. KOMPLIKASI
ektopik adalah penyebab paling umum kematian terkait kehamilan dan 10%
J. PROGNOSIS
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Akan tetapi bila pertolongan
terlambat, angka kematian dapat tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
25
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Kandungan. Edisi II. 2005. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.
hal.474-487.
26
5. Gabbott,Thomas Owain. Parveen Verasingam. 2019. A Rare Case of an
27