Anda di halaman 1dari 38

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu.1
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba, terutama di
ampulla dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun
uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah
penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul,
pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat
mengalami kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai
progestin dan tindakan - tindakan aborsi.1
Kehamilan ektopik terganggu merupakan keadaan emergensi yang menjadi
penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama, karena janin pada
kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para
dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. Hal yang perlu diingat ialah bahwa
pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid
yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu dicurigai dugaan adanya
kehamilan ektopik terganggu. 2
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metode-metode pengobatan yang
mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah dengan
pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan obat-obatan
yaitu dengan methotrexate. Akan tetapi, para dokter harus memperhatikan dengan hati-
hati indikasi, kontraindikasi, dan efek samping dari terapi farmakologis.2
Pada Laporan Kasus ini penulis membahas mengenai Kehamilan Ektopik
Terganggu. Mulai dari dari definisi, gejala klinis, sampai pada penatalaksanaannya.
Melalui laporan kasus ini diharapkan penulis maupun pembaca dapat mengerti lebih
dalam mengenai penyakit Kehamilan Ektopik Terganggu.
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai berikut ini :
1. Memahami definisi, etiologi, faktor risiko, gambaran klinis, patofisiologi, diagnosis,
komplikasi dan penatalaksanaan dari penyakit Kehamilan Ektopik Terganggu.
2. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di bagian Obstetri dan
Ginekologi RSU dr. Pirngadi Medan

1.3. Manfaat
Makalah ini adalah bermanfaat bagi para pembaca, khususnya yang terlibat dalam
bidang medis dan masyarakat secara umumnya. Diharapkan dengan makalah ini
pembaca dapat lebih mengetahui dan memahami lebih mendalam mengenai Kehamilan
Ektopik Terganggu sehingga penanganan yang lebih cepat dan tepat dapat dilakukan
untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal, yakni dalam endometrium kavum uteri.
Kehamilan ektopik terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat
terjadi abortus atau ruptur, dan hal ini dapat berbahaya bagi wanita tersebut.3,4

2.2 Epidemiologi
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang
spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000
diagnosis konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7
hingga 12,9. Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat
kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan
pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi.2
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 25 –
35 tahun. Insidensi kehamilan ektopik meningkat di negara maju dan kini sampai pada
angka 1 dalam 80-150 kehamilan. Di negara-negara berkembang, khususnya di
Indonesia, pada RS Pirngadi Medan (1979-1981) frekuensi 1:139, dan di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta (1971-1975) frekuensi 1:24.4
Laporan dari Negara lain berkisar antara 1:38 dan 1:150. Di Negara-negara maju
berkisar antara 1:250 dan 1:329. Di Amerika, kehamilan ektopik lebih sering dijumpai
pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih, karena prevalensi penyakit peradangan
pelvis lebih baik pada wanita Negro. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang adalah
sekitar 1-14,6%.2,4,5
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba sendiri,
tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut pada pars
ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di
ovarium, serviks, atau kavum peritonealis jarang ditemukan.2
4

2.3. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, akan tetapi sampai sekarang masih
belum diketahui secara jelas. Ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik dan kehamilan ektopik terganggu. Beberapa
faktor risiko tersebut antara lain : 1
1. Faktor Mekanis
- Infeksi seperti salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan
aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau
pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai
akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopiii.
- Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis,
atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan
lumen.
- Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi.
- Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
- Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada
adneksa.
2. Faktor Fungsional
- Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron.
- Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang
abnormal.
- Refluks menstruasi.
3. Faktor - faktor lainnya
- Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri ataupun
sebaliknya.
- Riwayat penggunaan Kontrasepsi
- Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya
- Fertilisasi in vitro.
5

2.4. Patogenesis
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri.
Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini
dan direabsorbsi.1

Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.


Setelah tempat nidasi tertutup, maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan
yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan
desidua di tuba malahan kadang-kadang sulit dilihat vili khorialis menembus
endosalping dan masuk kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu : 1
1. Tempat implantasi
2. Tebalnya dinding tuba
3. Banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblast.

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum


graviditi dan trofoblast, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium, yaitu : 1
1. Sel epitel membesar 4. Lobuler
2. Nukleus hipertrofi 5. Ireguler.
3. Hiperkromasi
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel
luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang
ditemui mitosis.1

Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias.


Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. 1

2.5 Patofisiologi
6

Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan blastokista.
Vaskularisasinya kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu : 3,5
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
- Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
- Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan
ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah
dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh
darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di
kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
- Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat
mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium
tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba yang
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.
Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup
terus, dapat terjadi kehamilan intraligamenter.
- Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
7

Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila
janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat
diubah menjadi litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih
diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makananbagi
janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Ruptur Tuba

2.6. Klasifikasi
8

Kehamilan ektopik diklasifikasi berdasarkan lokasi implantasi. Berikut ini adalah


klasifikasi kehamilan ektopik dengan urutan kejadian dari yang paling sering hingga
jarang, yaitu : 10
a. Tubal (99-98%) : Kehamilan ektopik tuba dapat dibagi lebih lanjut
menjadi beberapa bagian anatomi yaitu ampula (55%),
isthmus (25%), fimbrial (17%), interstitial (angular,
cornual) (2%), dan bilateral (sangat jarang)
b. Ovarian (0,5%) : kehamilan ovarial bisa dikarenakan fertilisasi ovum
yang tidak mengalami ekstrusi
c. Abdominal (1/15000) : kehamilan abdominal bisa primer, yang berawal dengan
implantasi zygot di luar tuba (misalnya, liver), atau
sekunder terhadap ekspulsi atau ruptur kehamilan tuba
d. Cervical (jarang) : implantasi serviks diperkirakan melalui suatu
pembesaran serviks (seringnya sebesar uterus
nonpregnan, dikenal sebagai “hourglass sign”). ini
merupakan suatu pembesaran, vaskularisasi tinggi,
perdarahan serviks, dengan internal os yang ketat dan
eksternal os yang menganga
e. Uterine (jarang) : kehamilan ektopik uteri dapat terjadi dengan implantasi
di kornu, divertikulum uteri, sakulasi uteri,
rudimentary horn, atau dinding otot (intramural)
f. Combined intrauterin : kehamilan intrauterin kombinasi disebut juga
heterotopic. Hal ini terjadi pada 1/17.000-30.000
kehamilan. kemungkinan lainnya yang termasuk ialah
intraligamentosa. Kehamilan bahkan setelah
histerektomi
9

Gambar 2.2. Lokasi - lokasi Kehamilan Ektopik


10

2.7. Gejala Klinis


Sebelum munculnya ultrasound dengan resolusi tinggi, hanya <2% kehamilan ektopik
yang tidak ruptur ketika ditemukan. Sekarang, hampir 50% didiagnosis pada stadium
ini. Kehamilan ektopik sendiri memiliki triasnya yaitu, amenore, perdarahan
pervaginam, dan nyeri abdomen bagian bawah. Nyeri abdominal dilaporkan oleh 97%
pasien kehamilan ektopik dan 99% melaporkan nyeri abdominal atau pelvik. pada
sekitar 80%, kasus ini berkaitan dengan perdarahan pervaginam. Amenore sekunder
dengan durasi <2 minggu dilaporkan oleh 68% pasien. Secara karakteristik, nyeri yang
berkaitan dengan kehamilan ektopik dideskripsikan sebagai moderate hingga severe,
lateral, dan tajam.11
Gejala - gejala klinis lainnya yang dialami pasien dengan kehamilan ektopik
yaitu sebagai berikut : 3
1. Amenorrhea, mual sampai muntah dan sebagainya.
Amenorrhea diikuti oleh perdarahan merupakan gejala yangsering dijumpai pada
kehamilan ektopik.Biasanya perdarahan tidak banyak tapi cukup lama, dan darah
berwarna hitam.Jika mudigah mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.Pada
pemeriksaan histologik pada desidua ini tidakditemukan villus khorialis.
2. Rasa nyeri kiri atau kanan perut bagian bawah lebih sering ditemukan.
Berhubungan dengan tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung dengan
pembesaran tuba karena kehamilan ektopik.
3. Uterus membesar dan lembek.
Pada kehamilan 2 bulan mungkin di samping uterus yang membesar dapat
ditemukan tumor yang lembek dan licin, akan tetapi hal itu dapat disebabkan korpus
luteum graviditatis atau suatu tumor ovarium.
4. Jika terjadi abortus tuba, dapat timbul perdarahan dari uterus yang berwarna hitam,
dan rasa nyeri di samping uterus bertambah keras. Pada pemeriksaan di samping
uterus ditemukan sebuah tumor nyeri tekan, agak lembek dengan batas-batas yang
tidak rata dan jelas.Kadang-kadang uterus termasuk dalam tumor tersebut.
5. Kavum Douglasi menonjol ke vagina karena darah di dalamnya; kadang teraba
dengan jelas hematokele sebagai tumor agak lembek.
6. Nyeri yang cukup keras jika serviks uteri digerakkan.
11

7. Jika terjadi ruptur tuba, tampak gambaran anemi, penderita dalam keadaan syok,
dengan suhu badan menurun, nadi cepat, tekanan darah menurun, dan bagian perifer
yang terasa dingin. Perut agak membesar dengan menunjukkan tanda-tanda
rangsangan peritoneum dengan rasa nyeri yang keras pada palpasi. Kadang
ditemukan cairan bebas dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik, uterus
tidak dapat diraba dengan jelas karena dinding perut menegang dan uterus
dikelilingi oleh darah.Gerakan pada serviks uteri nyeri sekali, dan kavum Douglasi
terang menonjol.

Gambar 2.3. Skema Diagnosis Kehamilan Ektopik


12

Gejala ini bervariasi menurut waktu kapan penderita kita lihat atau periksa,
sebelum, sewaktu, atau sesudah terjadi ruptur : 4
 Sebelum terganggu
Tanda-tanda hamil muda, sedikit rasa sakit pada perut, rasa tidak enak pada
perabaan, dan biasanya diagnosis sukar ditegakkan.Rasa tidak enak ini
menyebabkan ibu pergi ke dukun dan sehingga dapat terjadi ruptur.
 Sewaktu terganggu
Rasa sakit tiba-toba pada sebelah perut, sakit ini sifatnya seperti diiris dengan
pisau, dan terjadi perdarahan dengan akibat-akibatnya.Terjadi gejala akut
abdomen, jadi diagnosis mudah ditegakkan.
 Sesudah terganggu
Diagnosa lebih mudah dengan adanya tanda-tanda akut abdomen dan
perdarahan.Bila penderita baru datang ke rumah sakit setelah beberapa waktu,
maka tanda-tanda di atas masih ada, tetapi kurang jelas.Yang kita dapati adalah
tumor dibelakang rahim yang disebut pelvic mass.

2.8. Diagnosis
Diagnosis kehamilan ektopik ditegakkan melalui3,4:
1. Anamnesis
Dari anamnesis diketahui adanya :
 Amenorrhea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil
muda dan gejala hamil lainnya.
 Pada abortus keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya rasa
sakit di perut dan perdarahan pervaginam.Hal ini dapat dikacaukan dengan
abortus biasa. Pada ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat
membahayakan jiwa si ibu.
 Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan pisau
disertai muntah dan bisa jatuh pingsan.
 Nyeri bahu, hal ini karena perangsangan diafragma.
13

2. Pemeriksaan Fisik
- Tanda-tanda akut abdomen
 Nyeri tekan yang hebat (defance musculair), muntah, gelisah, pucat, anemis,
nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak terukur (syok).
- Tanda Cullen
 Sekitarpusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam.
- Pada pemeriksaan ginekologik terdapat :
 Adanya nyeri ayun, dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan
merasa sangat nyeri.
 Douglas crise, yaitu rasa nyeri hebat pada penekanan kavum Douglasi
 Kavum Douglasi teraba menonjol, Hal ini terjadi karena terkumpulnya darah
 Teraba massa retrouterina (massa pelvis).
- Pervaginam keluar decidual cast.
- Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda-tanda perdarahan intra
abdominal (shifting dullness).
3. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan Hb seri tiap 2 - 6 jam menunjukkan penurunan kadar Hb > 1 gr/dl
- Adanya leukositosis
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
- Tes kehamilan
Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehamilan. Tes
kehamilan negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas
menyebabkan β-hCG menurun dan menyebabkan tes negatif
- Dialatasi dan kerokan
Kerokan tidak mempunyai tempat untuk diagnosis kehamilan ektopik.Biasanya
kerokan dilakukan, apabila sesudah amenorrhea terjadi perdarahan yang cukup
lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan
abortus inkompletus, perdarahan disfungsional, dan lain-lain.Ditemukan desidua
tanpa villus korialis dari sediaan yang diperoleh dari kerokan, dapat membawa
pikiran ke arah kehamilan ektopik.
14

- Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis
kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.
Dengan cara pemeriksaan ini dapat dilihat dengan mata sendiri perubahan-
perubahan pada tuba.
- Ultrasonografi
Keunggulan cara pemeriksaan ini terhadap laparoskopi adalah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut. Akan tetapi
pemeriksaan ini memerlukan orang yang berpengalaman dalam
menginterpretasikan hasilnya. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi,
tebal endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus, apakah kavum
Douglasi berisi cairan.

Gambar 2.4. USG Cairan Bebas di Bawah Tepi Liver di Atas Ginjal Kanan.

Gambar 2.5. Ilustrasi USG Transvaginal Kehamilan Ektopik Tuba

- Kuldosintesis
15

Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum dengan lumen yang agak


besar di Kavum Douglasi di garis tengah di belakang serviks uteri, serviks
ditarik ke atas dan keluar.Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam
yang tidak membeku atau hanya berupa bekuan-bekuan kecil di atas kain kasa,
maka hal ini dikatakan positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma
retrouterina. Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit
membeku, hasil negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang
tertusuk.Jika hasil kuldosintesis positif, sebaiknya segera dilakukan laparotomi,
oleh karena dengan tindakan itu dapat dibawa kuman dari luar ke dalam darah
yang terkumpul di kavum Douglasi, dan dapat terjadi infeksi.

Gambar 2.6. Cara Melakukan Kuldosentesis


- Histerosalpingografi dan tes pitosin
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan
janin di luar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan ektopik
terganggu sudah dipastikan dengan USG dan MRI.

2.9. Diagnosis Banding


16

Diagnosis banding kehamilan ektopik antara lain adalah sebagai berikut ini : 1,3,4
1. Infeksi pelvik
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengenai amenorrhea. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik
perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,50C, selain itu leukositosis lebih
tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes kehamilan negatif.
2. Abortus imminens/ inkomplit
Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih merah sesudah
amenorrhea, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan
subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut lebih
menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada
abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan
serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Tumor ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding
kehamilan ektopik terganggu.
4. Appendistis akut
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding
kehamilan ektopik terganggu.
5. Ruptur korpus luteum
6. Salpingitis akut
7. Ruptur korpus luteum
8. Torsio kista ovarium dan Mioma submukosa yang terpelinti

Gejala KET Abortus Kista ovarium Infeksi pelvis

Amenorrhea Ada (75%) Semua Tidak ada Ada (25%)


17

Perdarahan vaginal Sedikit Banyak Tidak ada Bisa ada


Prdarahan abdominal Banyak Tidak Tidak Tidak
Pireksia Dibawah 380C Tidak Tidak Di atas 380C
Massa pelvis Di bawah Tidak Ada Ada bilateral
Uterus Sdkt mmbesar Membesar Tidak Tidak besar
Nyeri Hebat Tidak Hebat Nyeri
Anemia Ada Bisa ada Tidak Tidak
Leukositosis Bisa ada Tidak Tidak Ada (>20.000)
Reaksi kehamilan (+) 75% (+) Tidak Tidak
Shifting dullness Ada Tidak Tidak Tidak

Tabel 2.1. Perbedaan Gejala kehamilan Ektopik dengan Penyakit Lainnya

Tabel 2.2. Diagnosis Banding Kehamilan Ektopik


18
19

2.10. Penatalaksanaan
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan. Kriteria
kasus yang diobati dengan cara ini ialah : 12
1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
2. Tanda vital baik dan stabil
3. Janin sudah mati
4. Diameter kantong gestasi ≤ 4cm
5. Perdarahan dalam rongga perut ≤100 ml
6. Kadar β-hCG < 5000 gr%
Obat yang digunakan ialah methotreksat (MTX) 1 mg/kgBB i.v. dan faktor
sitrovorm 0,1 mg/kgBB i.m. berselang seling setiap hari selama 8 hari. Methotrexate
merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi
sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas. Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im
atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Kontraindikasi pemberian
MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya penyakit ginjal atau hepar yang aktif.
Sedangkan kontraindikasi relatif adalah nyeri abdomen.12
20

Terdapat beberapa laporan yang menyebutkan keberhasilan penanganan


kehamilan ektopik terganggu dengan bantuan ultrasonografi transvaginal. Teknik yang
digunakan adalah menyuntikkan larutan kalium klorida (KCl) ke dalam kantong
kehamilan. Digunakan ultrasonografi transvaginal untuk mengetahui tempat implantasi,
serta untuk mencari jalur teraman untuk mencapai kantong kehamilan. Setelah itu
dilakukan pungsi menembus dinding vagina menuju ke kantong kehamilan.Larutan KCl
disuntikkan langsung ke dalam kantong kehamilan, atau bila embrio sudah tampak
seukuran 3-10 mm penyuntikkan dapat langsung ditujukan ke embrio. Biasanya
disuntikkan 1-3 mL KCl 2 mEq/mL. 6
Lebih lanjut dilaporkan bahwa injeksi KCl tampaknya lebih disukai dibandingkan
dengan injeksi methotrexate pada kehamilan heterotopik, mengingat adanya
kekhawatiran pengaruh methotrexate terhadap kelangsungan kehamilan intrauterinnya.
Walaupun demikian, perludiperhatikan seleksi pasien yang memenuhi syarat untuk
tindakan ini, baik secara klinis maupun laboratoris. 6

Gambar 2.8. Kehamilan Servikal, Tampak Kantong Kehamilan Berisi Fetus yang
Berimplantasi Di Kanalis Servikalis.
21

Gambar 2.9. Tampak garis penuntun (guide) jarum pungsi. Pada kasus ini
direncanakan pungsi dan injeksi KCL langsung pada janin.

Gambar 2.10. Tiga puluh tiga hari setelah injeksi KCl, tampak massa dengan gema
heterogen di daerah serviks.
Untuk Kehamilan ektopik yang sudah terganggu, penanganan yang dilakukan
pada umumnya adalah laparotomi. Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu
diperhatikan dan dipertimbangkan yaitu :1
1. Kondisi penderita saat itu
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. Lokasi kehamilan ektopik
4. Kondisi anatomik organ pelvis
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif yaitu hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, misalnya
dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan salpingektomi.
22

Kehamilan ektopik tidak terganggu harus segera dioperasi untuk menyelamatkan


penderita dari bahaya terjadinya gangguan kehamilan tersebut. Operasi yang dilakukan
ialah salpingektomi, yaitu pengangkatan tuba yang mengandung kehamilan.Terdapat
beberapa cara pendekatan yang mungkin dilakukan antara lain : 1,3,4
 Melakukan laparotomi dan melakukan eksisi tuba fallopii yang berisi kehamilan
ektopik atau melakukan insisi tuba di tempat kehamilan kemudian dikeluarkan.
 Memasukkan laparoskop untuk melakukan inspeksi tuba fallopii dan jika mungkin
di bawah penglihatan laparoskopik, melakukan insisi sepanjang batas superior dan
menyedot kehamilan ektopik tersebut keluar.
 Jika tuba tidak ruptur, menyuntikkan methotrexate ke dalam kehamilan yang
ektopik tersebut sehingga trofoblast yang viable dan embrionya dapat diabsorbsi,
atau memberikan suntikan methotrexate 50 mg/m2 intramuskular.
Pada abortus tuba, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa penderita,
sebaiknya juga dilakukan operasi. Keberatan terhadap terapi konservatif ialah bahwa
walaupun darah yang berkumpul di rongga perut lambat laun akan diresorbsi atau untuk
sebagian dapat dikeluarkan dengan kolpotomi (pengeluaran lewat vagina dari darah di
kavum Douglasi), sisa darah dapat menyebabkan perlekatan - perlekatan dengan bahaya
adanya ileus. Operasi terdiri atas salpingektomi, akan tetapi tidak jarang ovarium
termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan, sehingga terpaksa dilakukan
salpingo-ooforektomi. Darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan, dan
tuba dan ovarium dari sisi yang lain diperiksa. 6
23

Gambar 2.7. Tuba Fallopii yang Bengkak dan Berdarah

Jika penderita sudah mempunyai anak yang cukup, dan terdapat kelainan pada
tuba tersebut, dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba itu pula, untuk mencegah
berulangnya kehamilan ektopik. Jika penderita belum punya anak, maka pada kelainan
tuba dpt dipertimbangkan untuk mengkoreksi kelainan tersebut, hingga tuba berfungsi. 8
Pada ruptur tuba, segera dilakukan transfusi darah dan laparotomi.Pada
laparotomi itu, perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari
adneksa yang menjadi sumber perdarahan.keadaan umum penderita terus diperbaiki dan
darah dari rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.Sesudah itu dilakukan
salpingektomi atau salpingo-ooforektomi. Adneksa yang lain sebaiknya diperiksa, tetapi
jangan membuang waktu dengan mengambil tindakan pada tubanya. Konservasi
ovarium dan uterus pada wanita yang belum pernah punya anak perlu dipikirkan
sehubungan dewasa ini masih ada kemungkinan dapat anak melalui fertilisasi invitro.
Pada ruptur pars interstisialis tuba sering kali terpaksa dilakukan histerektomi subtotal
untuk menjamin bahwa perdarahan berhenti. 3,6,7

Beberapa hal yang harus dilakukan jika menemukan pasien dengan sangkaan
mengalami KET antara lain :8
24

1. Harus dirawat inap di rumah sakit untuk penanggulangannya.


2. Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian
cairan yang cukup dan transfusi darah.
3. Sebelum diagnosis jelas atau sangat disangka KET, dan keadaan umum baik atau
lumayan, segera lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber perdarahan;
dicari,diklem, dan dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat
sebaik-baiknya.
4. Sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan supaya penyembuhan lebih cepat.
5. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi.

2.11. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan ektopik terganggu antara
lain sebagai berikut : 4
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur telah lama berlangsung (4-6 minggu),
terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding). Hal ini merupakan indikasi
dilakukannya operasi.
2. Infeksi
3. Subileus karena massa pelvis
4. Sterilitas

2.12. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian
diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971) melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus.
Akan tetapi bila pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan
Martohoesodo (1970) mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan
Tardjiman dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik.2

Kematian karena KET cenderung menurun dengan diagnosis dini dan fasilitas
daerah yang cukup. Di RS Pirngadi Medan selama 1979-1981 dari 78 kasus KET angka
kematian ibu adalah nihil. Sastrawinata melaporkan angka kematian ibu 1,9%, Pohan
25

7,2%, Sjahid dan Martohoesodo (1970) sebanyak 2 dari 120 kasus, Tardjamin (1973) 4
dari 138 kasus. 7,8
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat
bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik lagi
pada tuba yang lain. Untuk perempuan dengan jumlah anak yang sudah cukup,
sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis. Hanya 60% dari wanita
yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi
lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik terganggu yang berulang dilaporkan berkisar
antara 1 - 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah sekitar 50%.4,8,9

BAB III
LAPORAN KASUS
26

3.1. Status Pasien

Anamnesa Pribadi
Nama : Ny. Farida Hanum
Umur : 35 Tahun
Alamat : Jl. Denai GG Bilal No 18 Medan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
Tanggal masuk : 01/08/2014
Jam Masuk : 11.48 WIB
Tanggal keluar : 06/08/2014
G P Ab : G3P2A0
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 65 kg

Anamnesa Penyakit
Keluhan utama : Nyeri perut bagian bawah
Telaah : Hal ini telah dialami pasien sejak 5 hari ini. Nyeri bersifat terus
menerus. Nyeri dirasakan seperti ditusuk - tusuk dan tidak
menjalar. Riwayat keputihan (+), bau (-), gatal (-), sekret
berwarna (-). Riwayat perdarahan di luar siklus haid (-). Riwayat
benjolan di perut (-). Riwayat penurunan berat badan dan nafsu
makan (-). BAB (+) Normal. BAK (+), nyeri saat BAK (+),
riwayat kencing berpasir (-), riwayat kencing berdarah (-). Pasien
merupakan pasien konsul bagian interna dengan diagnosis
dispepsia tipe like ulcer.

Riwayat penyakit terdahulu : DM (-), Hipertensi (-), Asma (-)


Riwayat pemakaian obat : Tidak jelas
27

Riwayat KB :-
Riwayat Operasi :-

Riwayat menstruasi
- Menarche : umur 13 tahun.
- Siklus : teratur 28 hari sekali.
- Volume : 2-3 pembalut/ hari
- Lamanya : 6-7 hari
- Nyeri haid : (-)
- HPHT : 25 Juni 2014

Riwayat persalinan
1. ♀, aterm, 3000 gr, PSP, bidan, klinik, 18 tahun, sehat
2. ♀, aterm, 3000 gr, PSP, bidan, klinik, 10 tahun, sehat

Pemeriksaan Fisik
Status Presens
Sensorium : Compos mentis Anemis : (+)
TD : 120/80 mmHg Ikterus : (-)
HR : 88 x/i, teratur Sianosis : (-)
RR : 20 x/i Dispnea : (-)
Temperatur : 36,80 C Edema : (-)

Status Obstetrikus
Abdomen : soepel, peristaltik (+) normal, nyeri tekan (+) regio hipokondrium kiri
TFU : tidak teraba
P/V : bercak darah (+)

Status Ginekologis
Inspekulo : - Portio erosi : (+)
28

- Lividae : (+)
- Bercak darah : (+)
VT : - UT AF
- Parametrium kanan : lemas
- Parametrium kiri : tegang
- Adneksa kanan : lemas
- Adneksa kiri : tegang
- Cavum Douglass : menonjol
- Nyeri goyang serviks : (+)

USG-TAS
- Kandung Kemih terisi baik
- UT AF UK BB, ukuran 7,5 x 4,2 x 3,8 cm
- E Line (+)
- Cairan bebas (+)
Kesan : Kehamilan ektopik terganggu

Laboratorium (01/08/2014)
- Hb : 7,5 gr %
- Leukosit : 20.400/ mm3
- Ht : 21,8 %
- Trombosit : 394.000/mm3
- Tes Kehamilan : (+)

Diagnosis Sementara

Kehamilan Ektopik Terganggu

Rencana
- Transfusi PRC 4 x (10-7,5) x 65 = 650 cc
- Laparatomi CITO
Laporan Laparotomi a/i KET
• Ibu dibaringkan dimeja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.
29

• Dibawah pengaruh spinal anastesi, dilakukan tindakan septic dan Antiseptik,


kemudian ditutup dengan doek steril, kecuali lapangan operasi.
• Dilakukan insisi midline dari kutis, subkutis. Fascia digunting ke arah atas dan
bawah.
• Otot dikuakkan secara tumpul, peritoneum diklem dan digunting keatas dan
kebawah. Tampak Stoll cell dan darah. Kemudian dievakuasi, kesan : volume
±1000cc.
• Identifikasi: uterus dalam batas normal, adneksa dan ovarium kanan dalam batas
normal, adneksa kiri tampak hasil konsepsi pada ampula tuba fallopi, ovarium kiri
dalam batas normal.
• Dilakukan salpingektomi sinistra, kontrol perdarahan, kesan perdarahan terkontrol.
• Kavum abdomen dicuci dengan NaCl 0,9%, kesan perdarahan terkontrol.
• Kavum abdomen ditutup lapis demi lapis mulai dari peritonium, otot, fascia,
subkutis, dan kutis.
• Luka operasi ditutup dengan supratule, kasa steril, hypafix.
• KU ibu post operasi : Baik.

Terapi Post Operasi


- IVFD RL à 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Inj. Keterolac 30 mg / 8 jam
- Inj. Ranitidin 25 mg / 12 jam
- Inj. Transamin 500 mg / 8 jam

Anjuran
- Observasi vital sign dan tanda-tanda perdarahan.
- Cek darah rutin 2 jam post OP

Pemantauan Post Laparotomi


30

Jam (WIB) 11.00 11.30 12.00 12.30 13.00

Sensorium CM CM CM CM CM

Nadi per menit 90 92 90 94 90

120/8
TD (mmHg) 120/80 120/70 130/70 120/80
0

Pernafasan permenit 24 26 26 24 24

Perdarahan (cc) _ _ _ _ _

Hasil laboratorium Post laparatomi

- Hb : 7,3 gr %
- Leukosit : 11.600/ mm3
- Ht : 22,1 %
- Trombosit : 221.000/mm3

3.2. Follow up Pasien


Tanggal 02-08- 2014 03-08-2014 04/05-08-2014 06-08-2014
31

Keluhan Nyeri luka operasi (+)


Nyeri luka operasi (+) Sesak napas ↓ Tidak ada
utama Sesak napas (+)

Status Sensorium : compos Sensorium : compos Sensorium : compos Sensorium : compos


Presens mentis mentis mentis mentis
TD :120/80mmHg TD :130/80mmHg TD :130/80mmHg TD :110/70 mmHg
HR : 96x/i HR : 100x/i HR : 88x/i HR : 85x/i
RR : 24x/i RR : 32x/i RR : 20x/i RR : 20x/i
Temp. : 36,8°C Temp.: 37,8°C Temp. : 36,5°C Temp. : 36,5°C
Anemis : (+) Anemis : (+) Anemis : (-) Anemis : (-)
Ikterik : (-) Ikterik : (-) Ikterik : (-) Ikterik : (-)
Sianosis : (-) Sianosis : (-) Sianosis : (-) Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-)
Edema : (-) Edema : (-) Edema : (-) Edema : (-)

Status Abd:soepel, peristaltik Abd:soepel, peristaltik Abd:soepel,peristaltik Abd: soepel,peristaltik


Lokalisata (+) lemah (+) lemah (+) (+)
L/o : Tertutup verban, L/o : Tetutup verban, L/o : Tertutup verban L/o : Tertutup verban
kesan : kering kesan : kering ,kesan : kering ,kesan : kering
Perdarahan pervaginam: Perdarahan pervaginam: Perdarahan pervaginam: Perdarahan pervaginam:
tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
BAK: (+) , via kateter, BAK: (+), via kateter, BAK: (+) Normal BAK: (+) Normal
UOP : 50cc/jam,warna : UOP : 50cc/jam,warna : BAB : (+) Normal BAB : (+) Normal
jernih jernih
BAB : (-) BAB : (-)
Flatus : (-) Flatus : (+)

Post Salpingektomi Post Salpingektomi Post Salpingektomi Post Salpingektomi


Diagnosis
sinistra a/i KET + H1 sinistra a/i KET + H2 Dextra a/i KET + H3 dextra a/i KET + H4
IVFD RL 20 gtt / i IVFD RL 20 gtt / i IVFD RL 20 gtt / i Cefadroxil 500 mg 2x1
Terapi Inj . ceftriaxone 1 gr/12 Inj . ceftriaxone 1 gr/12 Inj. Ceftazidime 1 gr / 8 Asam mefenamat 500 mg
jam jam jam 3x1
Inj. Keterolac 30 mg / Inj. Gentamycin 150 Inj . Ciprofloxacin 200 B.complex tab 1x1
8jam mg / 12 jam mg / 12 jam
Inj. Ranitidin 25 mg / Inj. Furosemide 20 mg / Inj. Keterolac 30 mg /
12jam 12 jam 8jam
Inj. Transamin 500 mg / Inj. Keterolac 30 mg / Inj. Ranitidin 50 mg /
8 jam
32

8jam
Inj. Ranitidin 25 mg / 12jam

12jam Ambroxol Syrup 3 Cth I

PCT tab 3 x 1

Cek DL post transfusi


Transfusi PRC 650 cc
Konsul pembacaan EKG
Cek AGDA
Rencana Konsul pembacaan Foto Pasien PBJ
EKG
Thoraks
Konsul interna

Pasien PBJ : Tanggal 6 Agustus 2014


Keadaan pulang : Ibu baik
Obat Pulang : - Cefadroxil Tab 500 mg 2x1
- Asam mefenamat 500 mg 3 x 1
- Vitamin B.complex Tab 1x1
Kontrol ulang : Poliklinik 8 RSUPM tanggal 09 Agustus 2014

BAB IV
ANALISIS KASUS

4.1. Resume Pasien


Pada laporan kasus berikut diajukan suatu kasus seorang wanita berusia 35 tahun
dengan diagnosa Kehamilan Ektopik Terganggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
hasil anamnesa, pemeriksaan fisik-ginekologik, serta pemeriksaan penunjang berupa
USG dan pemeriksaan laboratorium.
Dilaporkan kasus seorang wanita hamil Ny. F.H., 35 tahun, G3P2A0, datang ke
RSUPM pada tanggal 01/08/2014 pukul 11.48 WIB, dengan keluhan utama nyeri perut
bagian bawah, hal ini telah dialami pasien sejak 5 hari ini. Nyeri bersifat terus menerus.
33

Nyeri dirasakan seperti ditusuk - tusuk dan tidak menjalar. Riwayat keputihan (+), bau
(-), gatal (-), sekret berwarna (-). Riwayat perdarahan di luar siklus haid (-). Riwayat
benjolan di perut (-). Riwayat penurunan berat badan dan nafsu makan (-). BAB (+)
Normal. BAK (+), nyeri saat BAK (+). Riwayat kencing berpasir (-). Riwayat kencing
berdarah (-). Pasien merupakan pasien konsul interna dengan diagnosis dispepsia tipe
like ulcer.
Pemeriksaan obstetrik didapatkan abdomen soepel, peristaltik (+) normal, nyeri
tekan (+) regio hipokondrium. TFU tidak teraba. Perdarahan pervaginam dijumpai
bercak darah kehitaman. Pada inspekulo tampak portio erosi (+), lividae (+), bercak
darah (+). VT didapatkan UT AF, parametrium kiri tegang, parametrium kanan lemas,
adneksa kiri tegang, adneksa kanan lemas, CD menonjol, nyeri goyang serviks (+).
USG didapatkan KK terisi baik, UT AF UK BB ukuran 7,5 x 4,2 x 3,8 cm, E Line (+),
cairan bebas (+), Kesan : Kehamilan ektopik terganggu

4.2. Pembahasan

TEORI KASUS
34

 Frekuensi dari kehamilan ektopik dan  Pada kasus ini dijumpai pasien
kehamilan intrauteri dalam satu berumur 35 tahun
konsepsi yang spontan terjadi dalam 1
dalam 30.000 kehamilan. Sebagian
besar wanita yang mengalami
kehamilan ektopik berumur antara 20-
40 tahun dengan umur rata-rata 30
tahun. Frekuensi KE yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.
 Mengarahkan diagnosis KET yaitu
adanya keluhan nyeri perut bagian
 Dari anamnesis didapatkan amenore,
bawah yang dirasakan terus menerus,
nyeri perut, perdarahan pervaginam
terasa seperti ditusuk - tusuk.
merupakan trias dari KET. Keluhan
nyeri mendadak yang dialami pasien
disebabkan oleh terjadinya ruptur pada
kehamilan ektopik, darah yg keluar
kemudian menyebabkan iritasi
peritoneum sehingga nyeri awalnya
dirasakan pada satu sisi abdomen
bagian bawah yang kemudian meluas
ke seluruh abdomen. Terjadinya
perdarahan pervaginam disebabkan
oleh luruhnya desidua endometrium
akibat matinya hasil konsepsi karena
ruptur tuba. Sedangkan amenorea
merupakan salah satu tanda tidak pasti.
 Hasil yang didapatkan dari
pemeriksaan ginekologi semakin
memperkuat diagnosis KET pada
 Pemeriksaan ginekologi : tanda khas
pasien yaitu parametrium dan adneksa
untuk KET nyeri goyang porsio dan
kiri tegang, kavum douglas menonjol.
penonjolan kavum douglas pada
Serta dijumpai nyeri goyang serviks
pemeriksaan vaginal, dimana
35

penonjolan cavum douglas disebabkan


terisinya kavum douglas oleh darah
akibat ruptur dari tuba dan
 Dari pemeriksaan USG didapatkan:
menimbulkan rasa nyeri pada perabaan.
KK terisi baik, UT AF UK BB, E Line
(+), Cairan bebas (+).
 Pemeriksaan USG: pemeriksaan
penunjang USG juga semakin
mendukung diagnosis dari KET yaitu
didapatkan adanya cairan bebas dalam
 Pemeriksaan test kehamilan: (+)
cavum peritoneal.

 Pemeriksaan penunjang lain yaitu Plano


test yang hasilnya (+) juga
menunjukkan bahwa sebelumnya
pasien hamil dan hasil ini semakin
 Laboratorium
memperkuat diagnosis KET.
Hb/ Ht/ L/ T : 7,5 / 21,8 / 20.400/ 394.000

 Pemeriksaan laboratorium :
pemeriksaan hemoglobin dan jumlah
sel darah merah berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan
ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga
perut.
 Pada pasien dilakukan tindakan
laparatomi eksplorasi untuk
membersihkan darah yang berada
didalam cavum abdomen. Selain itu
 Penatalaksanaan kehamilan ektopik dilakukan tindakan salpingektomi tuba
terganggu pada umumnya adalah sinistra. Tindakan salpingektomi
laparotomi. dilakukan pada pasien karena telah
terjadi ruptur pada tuba daerah ampula.
36

Metode ini lebih dipilih untuk


mencegah terjadinya kehamilan tuba
berulang.

Permasalahan :
1. Bagainana mendiagnosis pasien KE agar tidak berlanjut menjadi KET ?
2. Bagaimana penanganan awal pada pasien KET sebagai dokter umum ?
3. Bagaimana edukasi pada pasien KET post operatif ?

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita
yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat. Keadaan gawat dapat terjadi apabila terjadi kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian
37

maternal selama kehamilan trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik
secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan
untuk mengakhiri kehamilan.
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista. Vaskularisasinya kurang baik, dan desidua tidak tumbuh dengan sempurna.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu.
Kehamilan ektopik sendiri memiliki triasnya yaitu, amenore, perdarahan vagian
ireguler, dan nyeri abdomen bagian bawah. Nyeri abdominal dilaporkan oleh 97%
pasien kehamilan ektopik dan 99% melaporkan nyeri abdominal atau pelvik. pada
sekitar 80%, kasus ini berkaitan dengan perdarahan pervaginam. Amenore sekunder
dengan durasi <2 minggu dilaporkan oleh 68% pasien. Secara karakteristik, nyeri yang
berkaitan dengan kehamilan ektopik dideskripsikan sebagai moderate hingga severe,
lateral, dan tajam.
Hal yang perlu diingat ialah bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi
dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian
bawah, perlu dicurigai dugaan adanya kehamilan ektopik terganggu

5.2. Saran
Seorang klinisi harus mengetahui pola manajemen yang benar dalam menghadapi
pasien yang datang dengan kejadian Kehamilan Ektopik Terganggu. Hal ini penting
untuk dapat mengenali tanda – tanda kegawatdaruratan pada pasien Kehamilan Ektopik
Terganggu sehingga penanganan dan penatalaksanaan yang akan dilakukan tidak
terlambat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Profitasari. 2006. Kehamilan Ektopik, Obstetri Williams, EGC, Jakarta : 982-


1013
2. Saifuddin, A. 2005. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBPSP ,
Jakarta : 153-565.
3. Mansjoer, A. 2001. Kehamilan Ektopik Terganggu. Kapita Selekta Kedokteran,
Media Aesculapius. FKUI, Jakarta : 267-270.
38

4. Harry Prawira Ezedin, 2008. Gambaran Kasus kehamilan Ektopik Terganggu di


Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Achmad Arifin Pekan Baru Periode 1
Januari 2003 – 31
Desember2005.http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2008/04/belibis_a17_gamba
ran_ket.pdf. accessed on August 18th, 2013. 15:09 p.m
5. Prawirohardjo S, Hanifa W. 2005. Gangguan Bersangkutan dengan
Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo
6. Kehamilan Ektopik. http://digilib.unsri.ac.id/download/Kehamilan
%20Ektopik.pdfaccessed on August 18th, 2013. 15:13 p.m.
7. Moechtar R. 1998. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik). Dalam:
Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Edisi II. Jakarta:
Penerbit Buku kedokteran EGC.
8. Jones, DL. 2001.Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6. Jakarta :
Hipokrates.
9. Prosedur invasif dengan bantuan USG TV.
http://repository.unpad.ac.id/bitstream/handle/123456789/692/prosedur_invasif_den
gan_bantuan_ultrasonografi.pdf?sequence=2
10. Pernoll, M. L. (2001). Early Pregnancy Complication. Dalam M. L. Pernoll,
Handbook of Obstetrics and Gunecology tenth edition (hal. 307-319). New York:
McGraw-Hill.
11. Heard, M. J., & Buster, J. E. (2003). Ectopic Pregnancy. Dalam J. R, R. S. Scott,
B. Y. Gibbs, A. F. Karlan, & D. N. Haney, Danforth's Obstetrics and Ginecology
9th editin (hal. 52-60). Chicago: Lippincott Williams and Wilkins.

12. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T., Diagnosis and Treatment of
Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. (CMAJ),2005;173(8), diunduh dari
http://www.cmaj.ca.full.pdf+html (13 Agustus 2014)

Anda mungkin juga menyukai