Anda di halaman 1dari 23

POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI PROFESI NERS


RS. K.R.M.T WONGSONEGORO

Nama Mahasiswa : Ratnaningtyas Kusumastuti


NIM : P1337420917033
Tempat Praktik : Ruang Parikesit
Tgl / Bln / Th Pengkajian :

A. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU


1. Pendahuluan
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang
(1)
dibuahi berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri .
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba
dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu (2).
Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%)
(3)
terutama di ampula dan isthmus . Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga
abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya
kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika
pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD
(Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,
kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi (4).
Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung
lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan
vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ,
terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat
mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak
mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat (4).
Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua
wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu,
adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan
sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin
berlipat ganda (5).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kasus kehamilan ektopik terganggu di bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang
periode I tanggal 30 Oktober 02 November 2017.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota
Semarang.
2) Mengetahui distribusi lokasi kehamilan ektopik terganggu pada
penderita kehamilan ektopik terganggu di bagian Obstetri dan
Ginekologi di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.
3) Mengetahui penangan Ibu dengan kehamilan ektopik terganggu baik
pre operasi maupun post operesi dari RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Kota Semarang

3. Manfaat LP Bagi Mahasiswa Prodi Profesi Ners


Sebagai sarana belajar dalam mengaplikasikan ilmu yang telah didapat
selama kuliah ke dalam permasalahan yang ada di tengah masyarakat serta
menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan masyarakat tentang faktor
penyebab serta pencegahan kehamilan ektopik.

B. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri (1). Kehamilan ektopik
dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut
sebagai kehamilan ektopik terganggu (2).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/
melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga
rahim (2,4,8). Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah
suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (9).
2. Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian


besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya
menjelaskan beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan
ektopik terganggu (2):
a. Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang
dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
1) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
2) Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen
3) Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi
4) Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
5) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksia
6) Penggunaan IUD

b. Faktor Fungsional
1) Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal
2) Refluks menstruasi
3) Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
c. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
d. Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya (2).
3. Tanda dan gejala
a. Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.
b. Menstruasi abnormal.
c. Abdomen dan pelvis yang lunak.
d. Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa
kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada
endometrium uterus.
e. Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
f. Kolaps dan kelelahan
g. Pucat
h. Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
i. Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
j. Gangguan kencing

4. Patofisiologi

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka
ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk
kedalam otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.
Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh
invasi trofoblas.

Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum


graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat
juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan
disebut sebagai reaksi Arias-Stella.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian


dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif.

Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6


sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan
yang mungkin terjadi adalah :

a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.

b. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera
setelah perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding
tuba terpisah bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
melalui ujung fimbrae tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut
perdarahan berhenti dan gejala-gejala menghilang.

c. Ruptur dinding tuba

Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila
ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada pars-intersisialis pada
kehamilan lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan
trauma ringan seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina.

5. Pathway keperawatan

6. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya

Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu diagnosis


kehamilan ektopik (1,4,8,15):
a. HCG-
Pengukuran subunit beta dari HCG- (Human Chorionic
Gonadotropin-Beta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan
kehamilan ektopik.
b. Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap
berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi.
c. Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata
disamping uterus.
d. Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir
apabila hasil-hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik
terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai
untuk terapi.
e. Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak
invasif, artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat
dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di
kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
Gambar 2.3 ULtrasonografi Pada KET
f. Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan
adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar
kantong janin dapat diraba suatu tumor.
g. Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak
paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra Ibu.
h. Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis
kehamilan ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono
Graphy) dan MRI (Magnetic Resonance Imagine) (1,4,8,15).
Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore (4).

7. Penatalaksanaan

Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik,
yaitu terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya
bisa dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti
adanya rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien
harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan sering dan harus menunjukkan
perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala resiko apabila
terjadi rupture harus dioperasi.

a. Terapi Bedah
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (
biasanya salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau
laparatomi. Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara
hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi,
fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan
teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa
kasus saja salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang
hemodinamiknya stabil dan dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan
teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter
transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien


hamil ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik
dari tuba dengan kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin
dilute untuk memperbaiki hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan
melalui insisi dan tempat yang berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak
didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya sumbatan, dan untuk itu
dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan menggunakan benang
menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat
implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan
invasi trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan
dengan implantasi pada isthmus.

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih
baik dari reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika
diagnosis ditegakkan lebih awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan
salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang berlokasi pada ujung fimbriae, dapat
dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk mengeluarkan jaringan
trofoblastik melalui fimbriae.

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu
yang hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat
penyakit tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk
kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan
ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang tidak
komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai
profilaksis para pasien resiko tinggi.

b. Terapi Obat
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan
dengan obat-obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari
tindakan bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi
dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti
termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan
actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih
jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.

1) METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan oleh Tanaka
dkk. untuk kehamilan pada intersisial. Kemudian diikuti
oleh Miyazaki (1983) dan Ory dkk. yang menggunakannya sebagai terapi
garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak dilaporkan pemakaian
methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil. Lalu,
sengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai
diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi
pemakaian methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan
oleh Pisarska dkk. (1997) direkomendasikan bahwa methotrexate tidak
digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik
bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm
diameter, janin sudah mati, dan -hCG kurang dari 15.00 mIU. Menurut
American College of Obstetricians and Gynaecologist (1998), kontraindikasi
lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau
ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai
antagonis asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas.
Pasien yang akan diberikan methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika
yang stabil dengan hasil laboratorium darah yang normal dan tidak ada
gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal
(50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada
hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8.
Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil, -hCG biasanya menghilang
dari plasma dalam rata-rata antara 14 dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak
ada penurunan -hCG, kemungkinan ada massa ektopik persisten atau ada
perdarahan intraperitoneal.

C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Nama, sebagai identitas bagi pelayanan kesehatan/Rumah Sakit/Klinik
atau catat apakah klien pernah dirawat disini atau tidak.
2) Umur, Digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi
dantindakan, juga sebagai acuan pada umur berapa
penyakit/kelainantersebut terjadi. Pada keterangan sering terjadi pada usia
produktif 25 - 45 tahun (Prawiroharjo S, 1999 ; 251).
3) Alamat, sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal klien
apakahdekat atau jauh dari pelayanan kesehatan khususnya
dalam pemeriksaan kehamilan.
4) Pendidikan, Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga
akanmemudahkan dalam pemberian penjelasan dan pengetahuan
tentanggejala / keluhan selama di rumah atau Rumah Sakit.
5) Status pernikahan, Dengan status perkawinan mengetahui berapa kali
klien mengalamikehamilan (KET) atau hanya sakit karena penyakit lain
yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan.
6) Pekerjaan, Untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari dari klien,
sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko terjadinya KET.
b. Keluhan Utama
Nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai dengan perdarahanselain itu
klien ammeorrhoe.
c. Riwayat penyakit sekarang
Awalnya wanita mengalami ammenorrhoe beberapa minggu
kemudiandisusul dengan adanya nyeri hebat seperti disayat-sayat pada
mulanyanyeri hanya satu sisi ke sisi berikutnya disertai adanya
perdarahan pervagina :
1) Kadang disertai muntah
2) Keadaan umum klien lemah dan adanya syok
3) Terkumpulnya darah di rongga perut :
a) Menegakkan dinding perut nyeri
b) Dapat juga menyebabkan nyeri hebat hingga klien pingsan
4) Perdarahan terus menerus kemungkinan terjadi syok hipovolemik
d. Riwayat penyakit masa lalu
Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endomatritis,
addresitis menyebabkan perlengkapan endosalping, Tuba menyempit /
membantu.
e. Status obstetri ginekologi
1) Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25 45 tahun,
berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih mengharapkan
anak.
2) Riwayat persalinan yang lalu, Apakah klien melakukan proses persalinan
di petugas kesehatan atau di dukun
3) Grade multi
4) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi, seperti penggunaan IUD.
5) Adanya keluhan haid, keluarnya darah haid dan bau yangmenyengat.
Kemungkinan adanya infeksi.
f. Riwayat kesehatan keluarga
1) Hal yang perlu dikaji kesehatan suami
2) Suami mengalami infeksi system urogenetalia, dapat menular padaistri dan
dapat mengakibatkan infeksi pada celvix.
g. Riwayat Psikososial
Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami gangguankonsep
diri, selain itu menyebabkan kekhawatiran atau ketakutan
h. Pengkajian Fungsional
1) Pola nutrisi
Pada rupture tube keluhan yang paling menonjol selain nyeri
adalah Nausea dan vomiting karena banyaknya darah yang terkumpul
dirongga abdomen.
2) Eliminasi
Pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko terhadap konstipasiitu
diakibatkan karena penurunan peristaltik usus, imobilisasi, obatnyeri, adanya
intake makanan dan cairan yang kurang. Sehinggatidak ada rangsangan
dalam pengeluaran faeces.Pada BAK klien mengalami output urine yang
menurun < 1500ml/hr, karena intake makanan dan cairan yang kurang.
3) Personal hygiene
Luka operasi dapat mengakibatkan pembatasan gerak, takut
untuk melakukan aktivitas karena adanya kemungkinan timbul
nyeri,sehingga dalam personal hygiene tergantung pada orang lain.
4) Pola aktivitas (istirahat tidur)
Terjadi gangguan istirahat, nyeri pada saat infeksi/defekasi
akibathematikei retropertonial menumpuk pada cavum Douglasi.

2. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Tergantung banyaknya darah yang keluar dan tuba, keadaan
umumialah kurang lebih normal sampai gawat dengan shock berat
dananemi (Prawiroharjo, 1999 ; 255)
2) Pemeriksaan kepala dan leher
Muka dan mata pucat, conjungtiva anemis (Prawiroharjo, 1999 ;155)
3) Pemeriksaan leher dan thorak
Tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu tidak dapatdiidentifikasikan
melalui leher dan thorax, Payudara pada KET, biasanya mengalami
perubahan.
4) Pemeriksaan abdomen
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah
disisiuterus, dan pada pemeriksaan luar atau pemeriksaan
bimanualditemukan tumor yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan
dengan batas-batas yang tidak rata disamping uterus.Hematokel
retrouterina dapat ditemukan. Pada repture tuba perutmenegang dan nyeri
tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalamrongga peritoneum.
Kavum Douglas menonjol karena darah yang berkumpul ditempat tersebut
baik pada abortus tuba maupun padarupture tuba gerakan pada serviks
nyeri sekali (Prawiroharjo S,1999, hal 257).
5) Pemeriksaan genetalia
a) Sebelum dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaangenetalia
eksterna dapat ditemukan adanya perdarahan pervagina. Perdarahan
dari uterus biasanya sedikit- sedikit, berwarna merah kehitaman.
b) Setelah dilakukan tindakan operasi pada pemeriksaan genetaliadapat
ditemukan adanya darah yang keluar sedikit.
6) Pemeriksaan ekstremitas
Pada ekstrimitas atas dan bawah biasanya ditemukan adanya akraldingin
akibat syok serta tanda-tanda cyanosis perifer pada tangandan kaki.
3. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan menggabungkan data danmengkaitkan data
tersebut dengan konsep yang relevan untuk membuatkesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan.
Dalam analisa data ini pengelompokan data dilakukan berdasarkanreaksi baik
subyektif maupun obyektif yang digunakan untuk menentukanmasalah dan
kemungkinan penyebab.
4. Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah
a. Pre Operatif
1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih
banyak pada uterus.
2) Defisit volume cairan yang berhubungan dengan rupture pada lokasi
implantasi , perdarahan
3) Nyeri yang berhubungan dengan rupture tuba fallopii, perdarahan
intraperitonial
4) Kelemahan berhubungan dengan banyaknya darah yang keluar saat
perdarahan
5) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman
atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.
b. Post Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitasjaringan kulit sekunder
akibat laparotomi
2) Risiko infeksi berhubungan dengan luka operasi dan pemasangan alat-alat
perawatan
3)

5. Tujuan/ Rencana Tindakan


Diagnosa Kriteria hasil NIC NOC
Perubahan Setelah diberikan asuhan 1. Awasi tanda vital, 1. Memberikan informasi
perfusi jaringan keperawatan selama..x kaji pengisisn tentang
berhubungan jam diharapkan pasien kapiler, warna kulit derajat/keadekuatan
dengan mampu atau membran perfusi jaringan dan
perdarahan yang mendemonstrasikan mukosa dan dasar membantu menentukan
lebih banyak perfusi yang adekuat kuku. kebutuhan intervensi.
pada uterus secara individual dengan 2. Kaji respon verbal 2. Dapat mengindikasikan
KH: melambat, mudah gangguan funsi serebral
-Kulit hangat dan kering terangsang, agitasi, karena hipoksia atau
- Ada nadi perifer kuat gangguan memori, defisiensi vitamin B12
- Tanda vital dalam bingung.
batas normal 3. Catan keluhan rasa 3. Fase konstriksi (organ
- Pasien dingin. Pertahankan vital) menurunkan
sadar/berorientasi suhu lingkungan dan sirkulasi perifer.
- Keseimbangan tubuh hangat sesuai Kenyamanan pasien
pemasukan/pengeluaran indikasi atau kebutuhan rasa
- Tak ada edema hangat harus seimbang
dengan kebutuhan untuk
menghindari panas
berlebihan pencetus
fasodilatasi (penurunan
Kolaborasi : perfusi organ).
4. Berikan SDM yang 4. Meningkatkan jumlah
lengkap/packed, sel pembawa oksigen ;
produk darah sesuai memperbaiki defisiensi
indikasi. Awasi untuk menurunkan
ketat untuk risiko perdarahan.
komplikasi tranfusi.
5. Berikan oksigen 5. Memaksimalkan transfer
tambahan sesuai oksigen ke jaringan.
indikasi

Defisit volume Setelah diberikan askep 1. Awasi tekanan 1. Perubahan dapat


cairan yang selama x jam darah dan frekuensi menunjukkan efek
berhubungan diharapkan pasien jantung hipovolemik
dengan rupture menunjukkan volume (perdarahan/dehidrasi
pada lokasi cairan yang adekuat 2. Evaluasi turgor 2. Indicator langsung status
implantasi dengan criteria hasil : kulit, pengisian cairan/hidrasi
sebagai efek dari1. Tanda vital stabil kapiler dan kondisi
tindakan 2. Nadi teraba umum membran
pembedahan 3. Haluaran urine, berat mukosa
jenis dan pH dalam batas 3. Catat respon 3. Simtomatologi dapat
normal fisiologis berguna dalam mengukur
individual pasien berat/ lamanya episode
terhadap perdarahan. Memburuknya
perdarahan gejala dapat menujukkan
misalnya : berlanjutnya perdarahan
perubahan mental, atau tidak adekuatnya
kelemahan, gelisa, penggantian cairan.
ansietas, pucat,
berkeringat,
tacipnea,
peningkatan suhu.
4. Pertahankan 4. Potensial kelebihan tranfusi
pencatatan akurat cairan khususnya bila
sub total cairan / volume tambahan diberikan
darah selama terapi sebelum tranfusi darah.
penggantian

Kolaborasi :
5. Berikan cairan Iv 5. Mempertahankan
sesuai indikasi keseimbangan
cairan/elektrolit pada tak
adanya pemasukan melalui
oral; menurunkan risiko
komplikasi ginjal.
6. Memberikan SDM, 6. Memperbaiki/
trombosit, dan menormalkan jumlah SDM
factor pembekuan dan kapasitas pembawa
oksigen untuk memperbaiki
anemi, berguna untuk
mencegah/ mengobati
perdarahan

Nyeri yang Setelah dibserika askep 1. Tentukan sifat, lokasi, 1. Membantu dalam
berhubungan selama.x jam pasien dan dirasi nyeri. Kaji mendiagnosis dan
dengan rupture dapat kontraksi uterus, menentukan tindakan yang
tuba fallopii, mendemonstrasikan perdarahan, atau nyeri akan dilakukan.
perdarahan teknik relaksasi, tanda- tekan abdomen Ketidaknyamanan
intraperitonial tanda vital dalam batas dihubungkan dengan aborsi
normal, tidak meringis spontan dan molahidatidosa
karena kontraksi uterus yang
mungkin diperberat oleh
infuse oksitosin. Ruptur
kehamilan ektopik
mengakibatkan nyeri hebat
karena hemoragi yang
tersembunyi saat tuba
fallopii rupture ke dalam
abdomen.
2. Kaji stress psikologi 2. Ansietas sebagai respon
ibu atau pasangan dan terhadap situasi darurat dapat
respon emosional memperberat
terhadap kejadian. ketidaknyamanan karena
sindrom ketegangan,
ketakutan dan nyeri.
3. Berikan lingkungan 3. Dapat membantu dalam
yang tenang dan menurunkan tigkat nyeri dan
aktifitas untuk karenanya mereduksi
menurunkan rasa ketidaknyamanan
nyeri. Instruksikan
klien untuk
menggunakan metode
relaksasi misalnya
nafas dalam,
visualisasi distraksi
dan jelaskan prosedur.

Kolaborasi :
4. Berikan narkotik atau 4. Meningkatkan kenyamanan,
sedative berikut obat- menurunkan risiko
obat praoperatif bila komplikasi pembedahan.
prosedur pembedahan
diindikasikan
5. Siapkan untuk 5. Tindakan terhadap
prosedur bedah bila penyimpangan dasar akan
terdapat indikasi menghilangkan nyeri
Intoleransi Setelah diberikan askep1. Kaji kemampuan pasien 1.Mempengaruhi pemilihan
aktivitas selama .x jam untuk melakukan tugas, intervensi/ bantuan
berhubungan diharapkan pasien catat laporan kelelahan, 2.Manifestasi kardio pulmonal
dengan mampu melaporkan keletihan, dan kesulitan dari upaya jantung dan paru
kelemahan dan peningkatan toleransi dalam menyelesaikan untuk membawa jumlah oksigen
banyaknya aktivitas dan tugas adekuat ke jaringan.
darah yang menunjukkan penurunan2. Awasi tekanan darah, 3.Meningkatkan istirahat untuk
keluar saat tanda fisisologis pernapasan dan nadi menurunkan kebutuhan oksigen
perdarahan intoleransi dengan KH: selama dan sesudah tubuh dan menurunkan
- Tanda vital masih dalam aktivitas. Catat respon regangan jantunga dan paru.
rentang normal terhadap aktivitas (misal 4.Hipotensi postural atau
peningkatan denyut hipoksia serebral dapat
jantung atau tekanan menyebabkan pusing,
darah, disritmia, pusing, berdenyut, dan peningkatan
dipsnea, takipnea, dan risiko cedera
sebagainya) 5. Meningkatkan secara
3. Berikan lingkungan bertahap tingkat aktivitas
tenang, pertahankan tirah sampai normal dan
baring bila diindikasikan. memperbaiki tonus otot /
Pantau dan batasi stamina tanpa
pengunjung, telepon, dan kelemahanMendorong pasien
gangguan berulang untuk melakukan banyak
tindakan yang tak dengan membatasi
direncanankan. penyimpangan energy dan
4. Ubah posisi pasien mencegah kelemahan
dengan perlahan dan
pantau terhadap pusing
5. Rencanakan kemajuan
aktivitas dengan pasien
termasuk aktivitas yang
pasien pandang perlu.
Tingkatkan tingkat
aktivitas sesuai toleransi
6. Gunakan teknik
penghematan energy misal
mandi dengan duduk,
duduk untuk melakukan
tugas-tugas.

Berduka Seteleh diberikan askep1. Berikan lingkungan yang 1.Kemampuan komunikasi


berhubungan selama x jam terbuka dimana pasien terapiutik seperti aktif
dengan diharapkan pasien merasa bebas untuk dapat mendengarkan, diam, selalu
kematian janin menunjukkan rasa mendiskusikan perasaan bersedia, dan pemahaman dapat
pergerakan kea rah dan masalah secara memberikan pasien kesempatan
resolusi dari rasa duka realistis untuk berbicara secara bebas
dan harapan untuk masa2. Identifikasi rasa duka dan berhadapan dengan
depan (seperti penyangkalan, perasaan/ kerugian actual
marah, tawar menawar, 2.Kecermatan akan memberikan
depresi, dan penerimaan) pilihan intervensi yang sesuai
3. Identifikasi dan solusi pada waktu individu
pemecahan masalah untuk menghadapi rasa duka dslam
keberadaan respon-respon berbagai cara yang berbeda
fisik misalnya : makan, 3. Mungkin dibutuhkan
tidur, tingkat aktifitas, dan tambahan bantuan untuk
hasrat seksual berhadapan dengan aspek-aspek
4. Dengarkan dengan aktif fisik dari rasa berduka
pandangan pasien dan 4. Proses berduka tidak berjalan
selalu sedia untuk dalam cara yang teratur, tetapi
membantu jika diperlukan fluktuasinya dengan berbagai
Kolaborasi : aspek dari berbagai tingkat yang
5. Rujuk pada sumber- muncul pada suatu kesempatan
sember lainnya misalnya atau pada kesempatan yang lain.
konseling psikoterapi Jika prosesnya bersifat
sesuai petunjuk. disfungsional atau perpanjangan
intervensi yang lebih agresif
mungkin dibutuhkan untuk
mepermudah proses
5. Mungkin dibutuhkan bantuan
tambahan untuk mengatasi rasa
duka membuat rencana dan
menghadapi masa depan.
Ansietas Seteleh diberikan askep1. Pertahankan hubungan1.Menjamin bahwa pasien tidak
berhubungan selama ..x jam yang sering denngan akan sendiri atau ditelantarkan:
dengan proses diharapkan cemas pasien pasien. Berbicara dan menunjukkan rasa menghargai,
akan berkurang dengan KH: berhubungan dengan dan menerima orang tersebut,
dilakukannya Pasien tampak tenang pasien membantu meningkatkan rasa
pembedahan Pasien tidak gelisah 2. Berikan informasi akurat percaya.
Menunjukkan dan konsisten mengenai2.Dapat mengurangi ansietas dan
kemampuan untuk prognosis.hindari ketidakmampuan pasien untuk
menghadapi masalah argumentasi mengenai membuat keputusan/pilhan
persepsi pasien terhadap berdasarkan realita
situasi tersebut 3. Pasien mungkin akan
3. Waspada terhadap tanda- menggunakan mekanisme
tanda bertahan dengan penolakan dan
penolakan/depresi,mis:me terus berharap bahwa
narik diri, marah, ucap- diagnosanya tidak akurat.rasa
ucapan yang tidak tepat. bersalah dan tekanan spiritual
Tentukan timbulnya ide mungkin
bunuh diri dan kaji akanmenyebabkanpasien
potensialnya pada skala 1- menarik diri dan percaya bahwa
10 bunuh diri adalah suatu
4. Berikan lingkungan alternatif
terbuka dimana pasien4. Membantu pasien untuk merasa
akan merasa aman untuk diterima pada kondisi sekarang
mendiskusikan perasaan tanpa persaan dihakimi dan
atau menahan diri untuk meningkatkan persaan harg diri
berbicara dan kontrol.
5. Izinkan pasien untuk5. Penerimaan perasaan akan
merefleksikan rasa membuat pasien dapat
marah,takut, putus asa menerima situasi
tanpa konfrontasi. Berikan
informasi bahwa
perasaannya adalah normal
dan perlu diekspresikan.
Kurangnya Seteleh diberikan askep1. Menjelaskan tindakan1.Memberikan informasi,
pengetahuan selama ..x jam pasien dan rasional yang menjelaskan kejelasan konsep
yang berpartisipasi dalam ditentukan untuk kondisi pemikiran ibu mengenai
berhubungan proses belajar, hemoragi prosedur yang akan dilakukan
dengan kurang mengungkapkan dalam2. Berikan kesempatan bagi dan menurunkan stress yang
pemahaman atau istilah sederhana ibu untuk mengajukan berhubungan dengan prosedur
tidak mengenal mengenai patofisiologi pertanyaan dan yang diberikan2.Memberikan
sumber-sumber dan implikasi klinis. mengungkapkan kesalahan klarifikasi dari konsep yang
informasi. konsep. salah, identifikasi masalah-
3. Diskusikan kemungkinan masalah dan kesempatan untuk
komplikasi jangka pendek memulai mengembangkan
pada ibu/janin dari ketrampilan penyesuaian atau
keadaan perdarahan koping.
4. Tinjau ulang3.Memberikan informasi tentang
komplikasi jangka panjang kemungkinan komplikasi dan
terhadap situasi yang meningkatkan harapan realitas
memerlukan evaluasi dan dan kerjasama dengan aturan
tindakan tambahan tindakan. 4. Ibu dengan
kehamilan ektopik dapat
memahami kesulitan
mempertahankan setelah
pengankatan tuba atau ovarium
yang sakit.

Nyeri akut Setelah dibserika askep


1. Tentukan karakteristik 1. Menentukan tindak lanjut
berhubungan selama.x jam pasien dan lokasi nyeri, intervensi
dengan dapat perhatikan isyarat verbal 2.Nyeri dapat menyebabkan
diskontinuitasjar mendemonstrasikan dan nonverba. gelisah serta tekanan darah
ingan kulit teknik relaksasi, tanda-
2. Panatu tekanan darah, meningkat, nadi, pernafasan
sekunder akibat tanda vital dalam batas nadi dan pernafasan meningkat
laparotomi normal, tidak meringis 3. Kaji stres psikologis ibu 3. Ansietas sebagai respon
dan respon emosional terhadap situasi dapat
terhadap kejadian memperberat ketidaknyamanan
4. Terapkan teknik karena sindrom ketegangan dan
distraksi nyeri
5. Ajarkan teknik 4.Mengalihkan perhatian dari
relaksasi(napas dalam) dan rasa nyeri
sarankan ntuk mengulangi 5. Relaksasi mengurangi
bila merasa nyeri ketegangan otot-otot sehingga
6. Beri dan biarkan pasien mengurangi penekanan dan
posisi yang paling nyaman nyeri
Kolaborasi: 6.Mengurangi ketegangan area
7. pemberian analgetik. nyeri
7.Analgetik akan mencapai
pusat rasa nyeri dan
menimbulkan penghilangan
nyeri

Risiko infeksi Setelah dibserikan askep


1. Kaji adanya tanda-tanda 1. Menentukan tindak lanjut
berhubungan selama.x jam, infeksi intervensi
dengan luka diharapkan infeksi tidak
2. Ukur tanda-tanda vital 2. Untuk mendeteksi secara dini
operasi dan terjai dengan KH: 3. Observasi tanda-tanda gejala awal terjadinya infeksi
pemasangan - Dolor (-) infeksi 3. Deteksi dini terhadap infeksi
alat-alat - Rubor (-) 4. Lakukan perawatan luka akan mempermudah dalam
perawatan - Tumor (-) dengan menggunakan penanganan
- Kalor (-) teknik septik dan aseptik 4.Menurunkan terjadinya resiko
- Fungsiolaesa (-) 5. Observasi luka insisi infeksi dan penyebaran bakteri.
Kolaborasi: 5. Memberikan deteksi dini
6. Berikan antibiotik sesuai terhadap infeksi dan
indikasi perkembangan luka
6. Mencegah terjadinya infeksi

Anda mungkin juga menyukai