Anda di halaman 1dari 24

Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang

bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.


Keadaan yang gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan
ektopik terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa
ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu penyebab utama
mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Karena manifestasinya yang cukup
dramatis, sering kali KET dijumpai terlebih dahulu bukan oleh dokter-dokter ahli
kebidanan, melainkan dokter-dokter yang bekerja di unit gawat darurat, sehingga entitas
ini perlu diketahui oleh setiap dokter.1,2
Di masa lampau KET hampir selalu fatal, namun berkat perkembangan alat
diagnostik yang canggih morbiditas maupun mortalitas akibat KET jauh berkurang.
Meskipun demikian, kehamilan ektopik masih merupakan salah satu masalah utama
dalam bidang obstetri. Perkembangan teknologi fertilitas dan kontrasepsi memang di
satu sisi menyelesaikan masalah infertilitas maupun KB, namun di sisi lain menciptakan
masalah baru.2
Kehamilan ektopik dapat terjadi sebagai akibat usaha fertilisasi in vitro pada
seorang ibu, dan kehamilan ektopik tersebut dapat menurunkan kesempatan pasangan
infertil yang bersangkutan untuk mendapatkan anak pada usaha berikutnya. Masalah
yang lain ialah masalah diagnosis. Tidak semua pusat kesehatan di negara ini
mempunyai fasilitas pencitraan, dan dalam menghadapi pasien yang datang dengan
keluhan maupun tanda KET, tidak semua dokter segera memikirkan KET sebagai salah
satu diagnosis banding. Hal ini mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan terapi yang
adekuat. Kehamilan ektopik yang belum terganggu juga menjadi masalah tersendiri,
karena seolah-olah menjadi bom waktu dalam tubuh pasien. Hal ini terjadi bila tidak ada
fasilitas diagnostik yang menunjang, seperti yang terjadi di berbagai daerah rural di
Indonesia. Dengan diagnosis yang tepat dan cepat kesejahteraan ibu, bahkan janin,
dapat ditingkatkan.1,2

DEFINISI
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri, seperti di ovarium, tuba,
serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk
pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi
abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.2 Sebagian
besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada
ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan
divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat
kehamilan pars interstisialis tuba, pars ismika tuba, pars ampullaris tuba, dan kehamilan
infundibulum tuba. Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau
sekunder.1,2,3

Lokasi dan sublokasi Jumlah


(persentase)
         Tuba Fallopi :          98 %
-       Ampula tuba -       93 %
-       Isthmus tuba -       4 %
-       Interstisial tuba -       2 %
         Kehamilan ektopik          0,1 %
servikal          0,5 %
         Kehamilan ovarial          0,03 %
         Kehamilan abdominal          0,01 %
         Kehamilan interstisial
Gambar 1. Lokasi kehamilan ektopik
Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu kehamilan ektopik kombinasi dimana
kehamilan intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin
dan kehamilan ektopik campuran yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita
dengan kehamilan ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi
litopedion yaitu proses pengapuran janin yang sudah mati kemudian menjadi keras
karena endapan-endapan garam kapur sehingga menjadi batu.1

EPIDEMIOLOGI
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi
KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat
diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga
semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi seperti
AKDR meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi
hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan kejadian kehamilan ektopik.
Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut
berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.2,,4
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan
ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat,
kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90%
kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida. 2 Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30
tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-
14,6%.1,2

ETIOLOGI
Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan oleh segala hal yang menghambat
perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan
kehamilan ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat
operasi non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,
salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang
menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut
secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba,
sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Selain itu ada pula faktor-
faktor fungsional, yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor
hormonal dan defek fase luteal2,5.
Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot
terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Dikatakan juga bahwa meningkatnya usia
ibu akan diiringi dengan penurunan aktivitas mioelektrik tuba. Teknik-teknik
reproduktif seperti gamete intrafallopian transfer dan fertilisasi in vitro juga sering
menyebabkan implantasi ekstrauterin. Ligasi tuba yang tidak sempurna memungkinkan
sperma untuk melewati bagian tuba yang sempit, namun ovum yang telah dibuahi sering
kali tidak dapat melewati bagian tersebut. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini
dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik2.
Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan
frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko
kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan
AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik.2
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :1,2,3,5
1.      Faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya. Risiko paling besar untuk
kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama
dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2.      Faktor penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi
spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan
kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut
silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim
3.      Faktor kerusakan dari saluran tuba. Telur yang sudah dibuahi mengalami
kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di
dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran
tuba diantaranya adalah :
a.       Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan
penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
b.      Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba,
gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC,
klamidia, gonorea
c.       Endometriosis tuba : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
d.      Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul,
pengobatan infertilitas seperti bayi tabung, menyebabkan parut pada rahim dan saluran
tuba
e.       Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing
f.       Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk .
g.      Gangguan fungsi rambut getar ( silia ) tuba
h.      Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
i.        Striktur tuba
j.        Divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya
k.      Perleketan peritubal dan lekukan tuba
l.        Tumor lain menekan tuba
m.    Lumen kembar dan sempit
4.      Faktor uterus
a.       Tumor rahim yang menekan tuba
b.      Uterus hipoplastis
5.      Faktor ovum
a.       Migrasi eksterna dari ovum
b.      Perlengketan membrane granulose
c.       Rapid cell devision
d.      Migrasi internal ovum
PATOGENESIS
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
halnya di kavum uteri. Ovum yang telah dibuahi di tuba bermidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama, hasil konsepsi berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan hasil konsepsi selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya hasil konsepsi mati secara dini dan kemudian direabsorbsi.
Pada nidasi secara interkolumner hasil konsepsi bernidasi antar 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka hasil konsepsi dipisahkan dari lumen tuba oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah.1,2,
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatum dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
pula menjadi desidua. Dapat pula ditemukan perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang
dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Setelah janin mati, desidua dalam uterus
mengalami degenarasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping tetapi kadang-
kadang dikeluarkan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua degeneratif 1,2,6.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan 6 sampai 10 minggu.1
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba5,6.
1.      Abortus Tuba
Terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar menembus endosalping (selaput
lendir tuba ), masuk kelumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum. Hal ini
terutama terjadi kalau konsepsi berimplantasi di daerah ampula tuba. Di sini biasanya
hasil konsepsi tertanam kolumner karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan
banyak. Lagipula disini, rongga tuba agak besar sehingga hasil konsepsi mudah tumbuh
kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari
lapisan otot tuba. Abortus terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang
timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglasi, terjadilah
hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan
hingga darah terkumpul di dalam tuba dan mengembungkan tuba yang disebut
hematosalpning.
2.      Ruptur Tuba
Hasil konsepsi menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal ini
terutama terjadi kalau implantasi hasil konsepsi dalam istmus tuba. Pada peristiwa ini,
lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan implantasi
interkolumner. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan
pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu,
hasil konsepsi menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau perineum. Ruptur pada
isthmus tuba terjadi sebelum kehamilan minggu ke-12 karena dinding tuba disini tipis,
tetapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lambat kadang-kadang baru pada bulan ke-4
karena disini otot tebal. Ruptur bisa terjadi spontan ataupun karena trauma, misalnya
karena periksa dalam, defekasi, koitus. Pada ruptur tuba, seluruh telur dapat melalui
robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum, hasil konsepsi yang keluar dari tuba
itu sudah mati. Bila hanya janin yang melalui robekan dan plasenta tetap melekat pada
dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan
abdominal.

GAMBARAN KLINIK
Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas jika
sudah terganggu dan kehamilan ektopik yang masih utuh, gejala-gejalanya sama dengan
kehamilan muda intra uterina. Kisah yang khas dari kehamilan ektopik terganggu adalah
seorang wanita yang sudah terlambat haidnya, tiba-tiba merasa nyeri perut, kadang-
kadang nyeri lebih jelas sebelah kiri atau sebelah kanan. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi
di daerah abdomen manapun. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi
diafragmatik yang disebabkan oleh perdarahan. Selanjutnya pasien pusing dan kadang-
kadang pingsan, sering keluar darah sedikit pervaginam pada pemeriksaan didapatkan
seorang wanita yang pucat dan gejala-gejala syok. Sebelum ruptur, tanda-tanda vital
umumnya normal. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika
perdarahan berlanjut dan hipovoleminya menjadi nyata. Pada palpasi perut terasa tegang
dan pemeriksaan dalam sangat nyeri, terutama kalau serviks digerakkan (slinger pain)
atau pada perabaan kavum doglasi (fornix posterior) teraba lunak dan kenyal. Nyeri
tekan seperti itu mungkin tidak terasa sebelum ruptur.3,5,6
Gambaran klinis kehamilan ektopik tergantung dari dua bentuk, yaitu :
a. Apakah kehamilan ektopik masih utuh
b.      Apakah kehamilan ektopik sudah ruptur sehingga terdapat timbunan darah
intraabdominal yang menimbulkan gejala klinis
1.      Gejala Subjektif
Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan
perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus
tuba tidak sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri
terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang
peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan
desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita
mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal,
atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan
keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kadang-
kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi
diafragma oleh hemoperitoneum.5,6,7
2.      Temuan objektif
Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan umum
yang buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah
yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada
pasien ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri
lepas, defense musculaire). Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat
dijumpai tanda anemia pada pasien. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di
sebelah uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol
dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio). Di samping itu dapat ditemukan
tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.3,5,7
Kehamilan ektopik intak Kehamilan ektopik dengan rupture
-       Amenore -       Terdapat trias rupture kehamilan ektopik :
-       Rasa tidak nyaman diabdomen          Amenore
-       Perdarahan pervaginam          Nyeri abdomen mendadak
-       Pemeriksaan vaginal :          Terdapat perdarahan
         Nyeri gerak serviks -       Perdarahan pervaginam akibat :
         Adneksa tegang atau teraba massa          Deskuamasi endometrium
         Massa adneksa terasa nyeri saat palpasi          Aliran darah melalui tuba fallopi
-       Tanda perdarahan intra abdominal negatif -       Tanda perdarahan intraabdominal positif
-       Kesimpulan diagnosis sulit          Tanda cairan intraabdomen
         Palpasi abdomen nyeri akibat iritasi peritoneum
-       Pemeriksaan dalam :
         Terdapat nyeri goyang serviks
         Kavum douglasi menonjol dan nyeri
         Perdarahan pervaginam
-       Konfirmasi diagnosis :
-       Kuldosintesis akan terdapat darah

DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,4,7
1.      Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala
subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus. Perdarahan
pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
2.      Pemeriksaan Umum
penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-
tanda syok dapat ditemukan.
3.      Pemeriksaan Ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan nyeri. Bila uterus diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
douglasi menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu
kadang naik sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
4.      Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
4.1        Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosa kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam
rongga perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air
dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari.
Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya
maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan Hb berturut-turut. Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan
ektopik yang mengalami ruptur, nilainya bisa normal sampai 30.000/µl.3,6
4.2        Gonadotropin korionik (hCG Urin)
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas
untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan
bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes
jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan tes ini
positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-
Linked Immunoabsorbent Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan positif pada
95% kehamilan ektopik.3
4.3        β-hCG serum
Pengukuran kadar β-hCG secara kuantitatif adalah standar diagnostik untuk
mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal intrauterin, kadar β-hCG
serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG serum
kurang dari 66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan
ektopik. Pemeriksaan β-hCG serum secara berkala perlu dilakukan untuk membedakan
suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau resolusi kehamilan ektopik setelah
terapi.5
4.4        Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya darah
dalam kavum douglasi atau mengidentifikasi hematoperitoneum. Serviks ditarik
kedepan kearah simfisis dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan
melalui forniks posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka isinya
disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan darah yang dikeluarkan merupakan :3,5
a.       darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
b.      Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa
bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Untuk mengataakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya adanya
perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat warna merah
tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan
darah yang kecil.
4.5        Ultrasonografi
Ultrasonografi abdomen berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis
pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya terdapat
denyut jantung janin.1 Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum douglasi.11 Ultrasonografi vagina
dapat menghasilkan diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitifitas dan spesifitas 96%.
Kriterianya antara lain adalah identifikasi kantong gestasi berukuran 1-3 mm atau lebih
besar, terletak eksentrik di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi desidua-korion.4,3,5,6
4.6        Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat
kandungan. Akan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.1,2,
4.7        Laparatomi
Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik tidak stabil atau
tidak mungkin dilakukan laparoskopi.3
DIAGNOSIS BANDING
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi
perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu. Keadaan-
keadaan patologik tersebut antara lain :1,3,4,5,7
1)      Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal
dan axilla melebihi 0,5’C. Selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan
ektopik dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut
sebelumnya.
2)      Abortus imminens atau insipiens
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang
berlokasi di sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah abortus
imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di
samping atau di belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa
nyeri. Pada abortus, umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan
portio serta uterus biasanya besar dan lunak.
3)      Ruptur korpus luteum
Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan pervaginam
tidak ada dan tes kehamilan negatif.
4)      Torsi kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya
tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan
ektopik.
5)      Appendisitis
Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak seberapa nyata
seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada appendisitis terletak
pada titik McBurney.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi
kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba
berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula
penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik
terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum
terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu
yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi
baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.3,7,9
IX.1 Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -
hCG.pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada
penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil
atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan
kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan
ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
1)      kehamilan ektopik dengan kadar menurun,
2)      kehamilan tuba,
3)      tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan
4)      diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm.
Sumber -hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa
kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa
penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.1,2,3,7

IX.2 Penatalaksanaan Medis


Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus
memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut
bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen
dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi
yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta,
sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi
ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap
pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan
ektopik secara medis.2,3,7
1.      Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan
merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,
methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan
terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk
kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus
stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.3
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia
gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm.
Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan
terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani
pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani
pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. 3,7 Tentunya
methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain
gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa
prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, progesteron,disebutkan
dalam literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi
dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam
sumber -hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuklain bahwa hanya kadar -hCG
serial dibutuhkan. Padamemantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-hari pertama
setelah dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri
abdomen yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya
(separation pain), dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat
diatasi dengan analgetik -hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21
harinonsteroidal. setelah pemberian methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa
hasil konsepsi akan tampak membesar pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan
hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu
diawasi setiapSetelah terapi berhasil, kadar minggunya hingga kadarnya di bawah 5
mIU/mL.2,3,7
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel
yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan
hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen
pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6
dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada
patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate
dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil
konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling
ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu.2,3,7
2.      Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari
berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi
methotrexate sebelumnya.2,3,7
3.      Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif
terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan
melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi
kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain
itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi,
sehingga alternatif ini jarang digunakan.3,7

Penatalaksanaan Bedah
Fernandez (1991) mengemukakan criteria untuk menetapkan terapi hamil ektopik
dengan cara non-operatif atau dengan tindakan operasi sebagai berikut :3,7
Skor 1 2 3
Umur gestasi/minggu Lebih 8 7–8 6
Konsentrasi hCG Kurang 1000 5000 Lebih 5000 mIU/ml
Progesterone Kurang 5 5-10 Lebih 10
Nyeri perut Tak ada Induksi Spontan
Hematosalping Kurang 1 cm 1-3 cm Lebih 3
Perdarahan intraperitonel 0 1-100 cc Lebih 100 cc
Jumlah skor diatas 6, dilakukan tindakan operasi laparaskopi atau laparatomi.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba
yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan
ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2
macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan
konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana
salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal
sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan
tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila
pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan
per laparoskopi.3,7,9
1.      Salpingostomi2,3,6,7,9
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos
dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit
dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak
dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard
untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan
injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih
lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi
menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik
persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi
kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua
grup tidak berbeda secara bermakna.
2.      Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif
antara salpingostomi dan salpingotomi.7,8,9
3.      Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:7,8,9
1)      kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2)      pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3)      terjadi kegagalan sterilisasi,
4)      telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
5)      pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6)      perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7)      kehamilan tuba berulang,
8)      kehamilan heterotopik, dan
9)      massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis,
sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang
terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,
digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria
tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi
dipisahkan dari mesosalping.
4.      Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan
lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.7,8,9

VARIAN-VARIAN KEHAMILAN EKTOPIK


1. Kehamilan Abdominal
Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder
akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen.
Implantasi primer di dalam rongga abdomen amatlah jarang. Mortalitas akibat
kehamilan abdominal tujuh kali lebih tinggi daripada kehamilan tuba, dan 90 kali lebih
tinggi daripada kehamila intrauterin. Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan,
infeksi, anemia, koagulasi intravaskular diseminata (DIC), emboli paru atau
terbentuknya fistula antara kantong amnion dengan usus. Pada kehamilan abdominal
yang khas, plasenta yang telah menembus dinding tuba secara bertahap membuat
perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun juga mempertahankan
perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba plasenta
mengadakan implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga abdomen.2,10
Kehamilan abdominal dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria,
dan pada kasus ini kehamilan berlanjut di balik plika vesikouterina. Diagnosis
kehamilan abdominal berawal dari indeks kecurigaan yang tinggi. Temuan-temuan
ultrasonografik berikut, meskipun tidak patognomonis, harus segera membuat kita
berpikir akan suatu kehamilan abdominal:
1)      Tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin,
2)      Plasenta terletak di luar uterus,
3)      bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu,
4)      letak janin abnormal, dan
5)      tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin. MRI dan CT-scan dapat
memberikan visualisasi yang jauh lebih baik daripada USG.
Kehamilan ekstrauterin lanjut memiliki peluang kelahiran hidup sebesar 10-25%,
namun angka malformasi kongenital pada bayi ekstrauterin cukup tinggi akibat
oligohidramnios, dan hanya 50%-nya dapat bertahan hidup lebih dari satu minggu.
Kelainan kongenital yang ditemukan umumnya berupa abnormalitas wajah, kranium
dan ekstremitas. Kehamilan abdominal pula memberikan ancaman-ancaman kesehatan
bagi si ibu. Oleh sebab itu, terminasi sedini mungkin sangat dianjurkan. Janin yang mati
namun terlalu besar untuk diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau
kalsifikasi. Karena letak janin yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri
dengan mudah mencapai janin dan berkembang biak dengan subur. Selanjutnya, janin
akan mengalami supurasi, terbentuk abses, dan abses tersebut dapat ruptur sehingga
terjadi peritonitis. Bagian-bagian janin pun dapat merusak organ-organ ibu di
sekitarnya.2,3,10
Pada satu atau dua kasus yang telah dilaporkan, janin yang mati mengalami proses
mumifikasi, menjadi lithopedion, dan menetap dalam rongga abdomen selama lebih dari
15 tahun. Penanganan kehamilan abdominal sangat berisiko tinggi. Penyulit utama
adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat implantasi plasenta untuk
mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium. Sebelum operasi, cairan resusitasi dan
darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal dua jalur intravena yang
cukup besar. Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri pula. Plasenta boleh
diangkat hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta tersebut dapat
diidentifikasi dan diligasi. Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan, dan
lepasnya plasenta sering mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta
ditinggalkan in situ.2,3,10
Pada sebuah laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit kembali
karena perdarahan tidak dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver hemostasis.
Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4 bulan.
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan abses
intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten.
Regresi plasenta dimonitor dengan pencitraan ultrasonografi dan pengukuran -hCG
serum. Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusikadar plasenta tidak
dianjurkan, karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan menyebabkan
akumulasi jaringan nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan sepsis. Embolisasi
per angiografi arteri-arteri yang mendarahi tempat implantasi plasenta adalah sebuah
alternatif yang baik.2,3,10
2. Kehamilan Ovarium
Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi. Pada tahun 1878, Spiegelberg
merumuskan criteria diagnosis kehamilan ovarium: 1) tuba pada sisi ipsilateral harus
utuh, 2) kantong gestasi harus menempati posisi ovarium, 3) ovarium dan uterus harus
berhubungan melalui ligamentum ovarii, dan 4) jaringan ovarium harus ditemukan
dalam dinding kantong gestasi. Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama
dengan faktor risiko kehamilan tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap
kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya
mengalami ruptur pada tahap awal.4,10
Manifestasi klinik kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan
tuba atau perdarahan korpus luteum. Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya
dicurigai sebagai kista korpus luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan
ovarium terganggu ditangani dengan pembedahan yang sering kali mencakup
ovariektomi. Bila hasil konsepsi masih kecil, maka reseksi parsial ovarium masih
mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan untuk terminasi kehamilan
ovarium yang belum terganggu.2,5,10
3. Kehamilan Serviks
Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup jarang.
Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan. Burg
mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat,
yang disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi. Dikatakan pula bahwa
instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga
endometrium tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik. Sebuah pengamatan pada 5
kasus kehamilan serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks
dengan kuretase traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman.2,10
Hubungan serupa juga tercermin pada fakta bahwa Jepang, di mana angka kuretase
juga tinggi, memiliki angka kehamilan serviks yang tertinggi di antara negara-negara
lain. Kehamilan serviks juga berhubungan dengan fertilisasi in-vitro dan transfer
embrio. Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi oleh trofoblas dan kehamilan
berkembang dalam jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya kehamilan tergantung
pada tempat nidasi. Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis, semakin besar
kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan hebat.
Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya
mengalami perdarahan hebat.2,10
Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu. Prinsip dasar
penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah evakuasi.
Karena kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya hasil
konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi
pada kehamilan serviks sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks
mengandung sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium.
Bila perdarahan tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan. Hal ini
menjadi dilema, terutama bila pasien ingin mempertahankan kemampuan
reproduksinya.2,3,10
Beberapa metode-metode nonradikal yang digunakan sebagai alternatif histerektomi
antara lain pemasangan kateter Foley, ligasi arteri hipogastrika dan cabang desendens
arteri uterina, embolisasi arteri dan terapi medis. Kateter Foley dipasang pada kanalis
servikalis segera setelah kuretase, dan balon kateter segera dikembangkan untuk
mengkompresi sumber perdarahan. Selanjutnya vagina ditampon dengan kasa. Beberapa
pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3 dan 9 untuk tujuan hemostasis
(hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase. Embolisasi angiografik arteri uterina
adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan hasil yang baik,
seperti pada sebuah laporan kasus kehamilan serviks di Italia24. Sebelum kuretase
dilakukan, arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan bantuan
angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase tidak
signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi
kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas terapeutik yang pertama kali
digunakan setelah diagnosis kehamilan serviks ditegakkan. Namun pada umumnya
methotrexate hanya memberikan hasil yang baik bila usia gestasi belum melewati 12
minggu. Methotrexate dapat diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun
intraamnion.3,10
4. Kehamilan Ektopik Heterotipik
Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterin.
Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu insidens
kehamilan heterotipik adalah 1 dalam 30,000 kehamilan, namun dikatakan bahwa
insidensnya sekarang telah meningkat menjadi 1 dalam 7000, bahkan 1 dalam 900
kehamilan, berkat perkembangan teknik-teknik reproduksi. Kemungkinan kehamilan
heterotipik harus dipikirkan pada kasus-kasus sebagai berikut:
1)      assisted reproduction technique,
2)      bila hCG tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada abortus,
3)      bila tinggi fundus uteri melampaui tingginya yang sesuai dengan usia gestasi,
4)      bila terdapat lebih dari 2 korpus luteum,
5)      bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ektra- dan intrauterin.10

PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi
pada tuba yang lain .11
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10%
untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang .11
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita
steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan
ektopik berulang .1,2,11
DAFTAR PUSTAKA

1.      Wiknjosastro,Hanifa. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta : 2007

2. Wikipedia. Kehamilan Ektopik. Available at :


http://id.wikipedia.org/wiki/Kehamilan_Ektopik
3. Mochtar,Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 1998
4. Manuaba,dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2007
5. Katz, et al. Comprehensive Gynecology. Mosby Elsevier. Philadelphia : 2001
6. Sastrawinata,Sulaiman dkk. Patologi Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2005

7.      Louis, Management of Ectopic Pregnancies. Available at. ;


http://www.obgyn.uab.edu/medicalstudents/obgyn/uasom/documents/MgtmEcto
pic.pdf

8.      Cunningham, Gary, et al. Obstetri Williams. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta : 2006

9. Wiknjosastro,Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta : 2000
10. Amore. Jenis Kehamilan Ektopik. Available at. : http://myother-
world.blogspot.com/2008/07/jenis-kehamilan-ektopik.html
11. Carson. Ectopic Pregnancy NEJM. Available at. ;
http://content.nejm.org/cgi/content/full/329/16/1174?
ijkey=7cda02f038ecab5ae4ebfd30170270242a198187&keytype2=tf_ipsecsha

12.  Bidan Sharing Informasi. Kehamilan Ektopik. Available at. : .


http://bidan2009.blogspot.com/2009/02/kehamilan-ektopik.html
13.  Kuliah Bidan. Gambaran Kasus Ektopik Terganggu di Bagian Obsteri dan
Ginekologi RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode 1 Januari 2003-31
Desember 2005. Available at. : www.kuliahbidan.wordpres.com
14. Klikdokter. Kehamilan Ektopik. Available at.:
http://www.klikdokter.com/illness/detail/119
15. Tenore. Ectopic Pregnancy. Available at. :
http://www.aafp.org/afp/20000215/1080.html

Anda mungkin juga menyukai