Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEFINISI
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uteri, seperti di ovarium, tuba,
serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk
pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi
abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.2 Sebagian
besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada
ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan
divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat
kehamilan pars interstisialis tuba, pars ismika tuba, pars ampullaris tuba, dan kehamilan
infundibulum tuba. Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau
sekunder.1,2,3
EPIDEMIOLOGI
Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara
kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi
KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat
diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga
semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi seperti
AKDR meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi
hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik.
Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan kejadian kehamilan ektopik.
Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut
berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.2,,4
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan
ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat,
kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90%
kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida. 2 Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30
tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-
14,6%.1,2
ETIOLOGI
Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan oleh segala hal yang menghambat
perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan
kehamilan ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat
operasi non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol,
salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang
menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut
secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba,
sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Selain itu ada pula faktor-
faktor fungsional, yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor
hormonal dan defek fase luteal2,5.
Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot
terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Dikatakan juga bahwa meningkatnya usia
ibu akan diiringi dengan penurunan aktivitas mioelektrik tuba. Teknik-teknik
reproduktif seperti gamete intrafallopian transfer dan fertilisasi in vitro juga sering
menyebabkan implantasi ekstrauterin. Ligasi tuba yang tidak sempurna memungkinkan
sperma untuk melewati bagian tuba yang sempit, namun ovum yang telah dibuahi sering
kali tidak dapat melewati bagian tersebut. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini
dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik2.
Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan
frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko
kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan
AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik.2
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :1,2,3,5
1. Faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya. Risiko paling besar untuk
kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama
dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Faktor penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil, masih menggunakan kontrasepsi
spiral (3 – 4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga meningkatkan
kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu pergerakan sel rambut
silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim
3. Faktor kerusakan dari saluran tuba. Telur yang sudah dibuahi mengalami
kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di
dalam saluran tuba. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran
tuba diantaranya adalah :
a. Merokok : kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan
wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan
penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh
b. Penyakit Radang Panggul : menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba,
gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC,
klamidia, gonorea
c. Endometriosis tuba : dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba
d. Tindakan medis : seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul,
pengobatan infertilitas seperti bayi tabung, menyebabkan parut pada rahim dan saluran
tuba
e. Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfing
f. Tuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk .
g. Gangguan fungsi rambut getar ( silia ) tuba
h. Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna
i. Striktur tuba
j. Divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya
k. Perleketan peritubal dan lekukan tuba
l. Tumor lain menekan tuba
m. Lumen kembar dan sempit
4. Faktor uterus
a. Tumor rahim yang menekan tuba
b. Uterus hipoplastis
5. Faktor ovum
a. Migrasi eksterna dari ovum
b. Perlengketan membrane granulose
c. Rapid cell devision
d. Migrasi internal ovum
PATOGENESIS
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
halnya di kavum uteri. Ovum yang telah dibuahi di tuba bermidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama, hasil konsepsi berimplantasi pada ujung atau sisi
jonjot endosalping. Perkembangan hasil konsepsi selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya hasil konsepsi mati secara dini dan kemudian direabsorbsi.
Pada nidasi secara interkolumner hasil konsepsi bernidasi antar 2 jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka hasil konsepsi dipisahkan dari lumen tuba oleh
lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah.1,2,
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum
gravidatum dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
pula menjadi desidua. Dapat pula ditemukan perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang
dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Setelah janin mati, desidua dalam uterus
mengalami degenarasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping tetapi kadang-
kadang dikeluarkan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua degeneratif 1,2,6.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan 6 sampai 10 minggu.1
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba5,6.
1. Abortus Tuba
Terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar menembus endosalping (selaput
lendir tuba ), masuk kelumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum. Hal ini
terutama terjadi kalau konsepsi berimplantasi di daerah ampula tuba. Di sini biasanya
hasil konsepsi tertanam kolumner karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan
banyak. Lagipula disini, rongga tuba agak besar sehingga hasil konsepsi mudah tumbuh
kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari
lapisan otot tuba. Abortus terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang
timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglasi, terjadilah
hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan
hingga darah terkumpul di dalam tuba dan mengembungkan tuba yang disebut
hematosalpning.
2. Ruptur Tuba
Hasil konsepsi menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal ini
terutama terjadi kalau implantasi hasil konsepsi dalam istmus tuba. Pada peristiwa ini,
lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan implantasi
interkolumner. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan
pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu,
hasil konsepsi menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau perineum. Ruptur pada
isthmus tuba terjadi sebelum kehamilan minggu ke-12 karena dinding tuba disini tipis,
tetapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lambat kadang-kadang baru pada bulan ke-4
karena disini otot tebal. Ruptur bisa terjadi spontan ataupun karena trauma, misalnya
karena periksa dalam, defekasi, koitus. Pada ruptur tuba, seluruh telur dapat melalui
robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum, hasil konsepsi yang keluar dari tuba
itu sudah mati. Bila hanya janin yang melalui robekan dan plasenta tetap melekat pada
dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan
abdominal.
GAMBARAN KLINIK
Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas jika
sudah terganggu dan kehamilan ektopik yang masih utuh, gejala-gejalanya sama dengan
kehamilan muda intra uterina. Kisah yang khas dari kehamilan ektopik terganggu adalah
seorang wanita yang sudah terlambat haidnya, tiba-tiba merasa nyeri perut, kadang-
kadang nyeri lebih jelas sebelah kiri atau sebelah kanan. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi
di daerah abdomen manapun. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi
diafragmatik yang disebabkan oleh perdarahan. Selanjutnya pasien pusing dan kadang-
kadang pingsan, sering keluar darah sedikit pervaginam pada pemeriksaan didapatkan
seorang wanita yang pucat dan gejala-gejala syok. Sebelum ruptur, tanda-tanda vital
umumnya normal. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika
perdarahan berlanjut dan hipovoleminya menjadi nyata. Pada palpasi perut terasa tegang
dan pemeriksaan dalam sangat nyeri, terutama kalau serviks digerakkan (slinger pain)
atau pada perabaan kavum doglasi (fornix posterior) teraba lunak dan kenyal. Nyeri
tekan seperti itu mungkin tidak terasa sebelum ruptur.3,5,6
Gambaran klinis kehamilan ektopik tergantung dari dua bentuk, yaitu :
a. Apakah kehamilan ektopik masih utuh
b. Apakah kehamilan ektopik sudah ruptur sehingga terdapat timbunan darah
intraabdominal yang menimbulkan gejala klinis
1. Gejala Subjektif
Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan
perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan
terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus
tuba tidak sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri
terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang
peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan
desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan
berwarna coklat tua. Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita
mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal,
atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan
keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kadang-
kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi
diafragma oleh hemoperitoneum.5,6,7
2. Temuan objektif
Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan umum
yang buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah
yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada
pasien ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri
lepas, defense musculaire). Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat
dijumpai tanda anemia pada pasien. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di
sebelah uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol
dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio). Di samping itu dapat ditemukan
tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.3,5,7
Kehamilan ektopik intak Kehamilan ektopik dengan rupture
- Amenore - Terdapat trias rupture kehamilan ektopik :
- Rasa tidak nyaman diabdomen Amenore
- Perdarahan pervaginam Nyeri abdomen mendadak
- Pemeriksaan vaginal : Terdapat perdarahan
Nyeri gerak serviks - Perdarahan pervaginam akibat :
Adneksa tegang atau teraba massa Deskuamasi endometrium
Massa adneksa terasa nyeri saat palpasi Aliran darah melalui tuba fallopi
- Tanda perdarahan intra abdominal negatif - Tanda perdarahan intraabdominal positif
- Kesimpulan diagnosis sulit Tanda cairan intraabdomen
Palpasi abdomen nyeri akibat iritasi peritoneum
- Pemeriksaan dalam :
Terdapat nyeri goyang serviks
Kavum douglasi menonjol dan nyeri
Perdarahan pervaginam
- Konfirmasi diagnosis :
- Kuldosintesis akan terdapat darah
DIAGNOSIS
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,4,7
1. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala
subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus. Perdarahan
pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.
2. Pemeriksaan Umum
penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-
tanda syok dapat ditemukan.
3. Pemeriksaan Ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan nyeri. Bila uterus diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
douglasi menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu
kadang naik sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.
4. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
4.1 Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit
Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan
diagnosa kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam
rongga perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air
dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari.
Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya
maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan Hb berturut-turut. Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan
ektopik yang mengalami ruptur, nilainya bisa normal sampai 30.000/µl.3,6
4.2 Gonadotropin korionik (hCG Urin)
Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas
untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan
bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes
jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan tes ini
positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-
Linked Immunoabsorbent Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan positif pada
95% kehamilan ektopik.3
4.3 β-hCG serum
Pengukuran kadar β-hCG secara kuantitatif adalah standar diagnostik untuk
mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal intrauterin, kadar β-hCG
serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG serum
kurang dari 66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan
ektopik. Pemeriksaan β-hCG serum secara berkala perlu dilakukan untuk membedakan
suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau resolusi kehamilan ektopik setelah
terapi.5
4.4 Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya darah
dalam kavum douglasi atau mengidentifikasi hematoperitoneum. Serviks ditarik
kedepan kearah simfisis dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan
melalui forniks posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka isinya
disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan darah yang dikeluarkan merupakan :3,5
a. darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah
ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
b. Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa
bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.
Untuk mengataakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya adanya
perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat warna merah
tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan
darah yang kecil.
4.5 Ultrasonografi
Ultrasonografi abdomen berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis
pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya terdapat
denyut jantung janin.1 Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum douglasi.11 Ultrasonografi vagina
dapat menghasilkan diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitifitas dan spesifitas 96%.
Kriterianya antara lain adalah identifikasi kantong gestasi berukuran 1-3 mm atau lebih
besar, terletak eksentrik di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi desidua-korion.4,3,5,6
4.6 Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk
kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan.
Melalui prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara
sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum
latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat
kandungan. Akan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.1,2,
4.7 Laparatomi
Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik tidak stabil atau
tidak mungkin dilakukan laparoskopi.3
DIAGNOSIS BANDING
Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi
perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu. Keadaan-
keadaan patologik tersebut antara lain :1,3,4,5,7
1) Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada
pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal
dan axilla melebihi 0,5’C. Selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan
ektopik dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut
sebelumnya.
2) Abortus imminens atau insipiens
Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang
berlokasi di sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah abortus
imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di
samping atau di belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa
nyeri. Pada abortus, umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan
portio serta uterus biasanya besar dan lunak.
3) Ruptur korpus luteum
Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan pervaginam
tidak ada dan tes kehamilan negatif.
4) Torsi kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya
tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan
ektopik.
5) Appendisitis
Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak seberapa nyata
seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada appendisitis terletak
pada titik McBurney.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi
kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba
berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula
penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik
terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum
terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu
yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi
baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.3,7,9
IX.1 Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -
hCG.pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar Pada
penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil
atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan
kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan
ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
1) kehamilan ektopik dengan kadar menurun,
2) kehamilan tuba,
3) tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan
4) diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm.
Sumber -hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa
kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa
penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.1,2,3,7
Penatalaksanaan Bedah
Fernandez (1991) mengemukakan criteria untuk menetapkan terapi hamil ektopik
dengan cara non-operatif atau dengan tindakan operasi sebagai berikut :3,7
Skor 1 2 3
Umur gestasi/minggu Lebih 8 7–8 6
Konsentrasi hCG Kurang 1000 5000 Lebih 5000 mIU/ml
Progesterone Kurang 5 5-10 Lebih 10
Nyeri perut Tak ada Induksi Spontan
Hematosalping Kurang 1 cm 1-3 cm Lebih 3
Perdarahan intraperitonel 0 1-100 cc Lebih 100 cc
Jumlah skor diatas 6, dilakukan tindakan operasi laparaskopi atau laparatomi.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba
yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan
ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2
macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan
konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana
salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal
sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan
tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila
pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan
per laparoskopi.3,7,9
1. Salpingostomi2,3,6,7,9
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos
dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit
dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak
dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan
laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard
untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan
injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih
lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi
menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik
persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi
kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua
grup tidak berbeda secara bermakna.
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif
antara salpingostomi dan salpingotomi.7,8,9
3. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:7,8,9
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3) terjadi kegagalan sterilisasi,
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7) kehamilan tuba berulang,
8) kehamilan heterotopik, dan
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis,
sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang
terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem,
digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria
tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi
dipisahkan dari mesosalping.
4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari
fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah
tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan
lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.7,8,9
PROGNOSIS
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi
pada tuba yang lain .11
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10%
untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang .11
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60% kemungkinan wanita
steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan
ektopik berulang .1,2,11
DAFTAR PUSTAKA