Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

DI RSUD MANGUSADA RUANG OK

OLEH :
DEVINA FEBRIANTI
NIM. 2014201058

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2023

A. Konsep Teori
1) Definisi
Kehamilan ektopik berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ‘ektopos’, yang
memiliki arti tidak pada tempatnya (Soliman dan Salem, 2014). Kehamilan ektopik ialah
suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi dan tidak menempel pada
dinding endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran
(abortus) maka disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).
Secara sederhana, kehamilan ektopik dapat diartikan sebagai suatu kehamilan yang
terjadi di luar rongga uterus. Kehamilan ektopik merupakan hasil dari implantasi dan
pematangan konseptus di luar rongga endometrium, yang akhirnya berakhir dengan kematian
janin. (Varma et al.,2019)

2) Anatomi Fisiologis
1. Anatomi
Kehamilan ektopik terjadi saat sel telur yang telah dibuahi mengendap dan tumbuh
sebagai kehamilan di lokasi yang lain diluar lapisan dalam rahim. Karena lokasi-lokasi
lain ini tidak besar atau tidak seperti lokasi di dalam rahim , ketika kehamilan bertumbuh
dapat menyebabkan area tersebut pecah dan berdarah. Kehamilan yang normal terjadi
apabila sel telur dan sperma bertemu di tuba falopi. Embrio yang telah dihasilkan
memerlukan perjalanan ke rahim sebelum menanamkan pada lapisan rahim. Apapun
yang menghalangi proses ini bisa menyebabkan kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik
terjadi ketika ada gangguan pada anatomi normal tuba falopi. Lapisan dalam tuba falopi
dilapisi dengan proyeksi seperti rambut yang dinamakan silia. Pengangkutan oosit ( telur
) dan embrio, dari ujung fimbrial ke rongga rahim dibantu oleh silia ini. Apabila silia
rusak, pengangkatan yang tepat bisa menjadi terganggu, dan dapat menyebabkan embrio
tidak mampu untuk mencapai rongga rahim dan karena itulah dapat menempel pada tuba
falopi yang menuju ke kehamilan ektopik.

2. Etiologi
kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki tetapi sebagian besar penyebabnya tidak
diketahui. Berdasarkan beberapa literatur, faktor risiko dari kehamilan ektopik terganggu
adalah :
1. Umur
kematian maternal dari faktor reproduksi diantaranya adalah usia ibu. Dalam kurun
reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20
tahun sampai dengan 30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan
pada usia dibawah 20 tahun ternyata dua sampai lima kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35 tahun (Prawirohardjo, 2012).

2. Gravida
Jumlah total kehamilan ibu, termasuk kehamilan intrauterine normal, abnormal,
abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Jenis gravida pada ibu antara lain
(Prawirohardjo, 2012):
a. Primigravida: wanita yang hamil untuk pertama kalinya.
b. Multigravida: wanita yang sudah pernah hamil lebih dari satu kali.
c. Grandemultigravida: wanita yang sudah pernah hamil lima kali atau lebih.
3. Riwayat kesehatan
faktor risiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu meliputi: a.
a. Riwayat infeksi menular seksual Infeksi menular seksual oleh bakteri
Chlamydia Trakomatis dapat mengakibatkan kerusakan pada tuba yang dapat
meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu (Aisyah dan Amanda,
2019)
b. Penyakit radang panggul
Penyakit radang panggul meliputi salpingitis, endosalpingitis dan 20
endometritis menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan
penyempitan saluran, pembentukan kantong-kantong buntu, dan tertekuknya
tuba.
4. Riwayat kebidanan yang lalu
− Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya dan riwayat operasi tuba
− Riwayat operasi Caesar
− Riwayat abortus
5. Riwayat kontrasepsi
Salah satu faktor risiko kehamilan ektopik terganggu adalah kegagalan penggunaan
alat kontrasepsi. Kontrasepsi merupakan metode untuk mencegah kehamilan namun
masih bisa terjadinya kegagalan dari penggunaannya. Beberapa kegagalan alat
kontrasepsi yang memiliki risiko kehamilan ektopik terganggu adalah tubektomi
(sterilisasi tuba), Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), kontrasepsi darurat (EC)
estrogen dosis tinggi, dan minipills yang hanya mengandung progestin (Aling dkk.,
2014. ). Kegagalan tubektomi menyebabkan sperma dan sel telur masih dapat
bertemu namun kerusakan pada tuba dapat mengakibatkan terhambatnya hasil
pembuahan untuk bernidasi pada endometrium kavum uteri (Khairani, 2018).

6. Klasifikasi
Klasifikasi kehamilan ektopik menurut (sari dan prabowo, 2018)
a. Kehamilan pada tuba
kehamilan ektopik pada tuba paling sering terjadi dibandingkan yang lain. Tuba
merupakan tempat bertemunya sel telur dan sperma tetapi bukan merupakan tempat yang
tepat bagi ovum yang sudah dibuahi untuk menempel dan berkembang, sehingga janin
tidak akan tumbuh secara normal atau utuh seperti di dalam uterus. Kehamilan tuba
biasanya akan terganggu pada usia kehamilan 6-10 minggu. Berikut merupakan
kemungkinan yang akan terjadi pada kehamilan tuba, yaitu ruptur dinding tuba, hasil
pembuahan mati dini dan diresorpsi, dan abortus ke dalam lumen tuba.

b. Kehamilan pars interstisialis tuba


Pada kehamilan ini, ovum menempel dan berkembang pada pars interstisialis tuba. hal
ini jarang terjadi, hanya 1% dari semua kehamilan tuba. Pada umur kehamilan lebih tua,
ruptur pada keadaan ini terjadi dan dapat mencapai akhir bulan keempat. Jumlah
perdarahan yang terjadi banyak dan bila tidak dioperasi segera dapat menyebabkan
kematian. Operasi yang dapat dilakukan adalah laparatomi yang bertujuan untuk
membersihkan isi kavum abdomen dari sisa jaringan konsepsi, darah, dan menutup
sumber perdarahan dengan melakukan wegde resection pada kornu uteri tempat tuba
pars interstisialis berada.

c. Kehamilan ektopik ganda


Kondisi langka dengan dua kehamilan bersamaan yaitu kehamilan intrauterin (IUP)
normal dan kehamilan lain atau ektopik. Bentuk yang paling umum adalah kombinasi
dari IUP dengan kehamilan ektopik tuba. Frekuensi dari kehamilan yaitu 1:15.000-
40.000 kehamilan. Biasanya diagnosis kehamilan ektopiknya dibuat pada waktu
penatalaksanan berupa operasi kehamilan ektopik terganggu. Pada laparotomi akan
ditemukan uterus membesar sesuai dengan usia kehamilan

d. Kehamilan ektopik ovarial


Kehamilan ektopik ovarial mengacu pada implantasi kantung kehamilan di dalam
ovarium dan dapat menyebabkan hingga 3% kehamilan ektopik. Diagnosis dapat
ditegakkan berdasarkan 4 kriteria dari Spiegelberg, yaitu kondisi tuba pada sisi
kehamilan harus normal, lokasi kantong janin harus pada ovarium, kantong janin dan
uterus dihubungkan oleh ligamentum ovarii proprium, dalam dinding kantong janin
jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan.

e. Kehamilan ektopik servikal


Kehamilan ektopik serviks terjadi pada kurang dari 1%kehamilan ektopik, bila ovum
menempel pada kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tetapi tidak disertai
nyeri pada kehamilan awal. Ini didiagnosis ketika kantung kehamilan divisualisasikan
dalam stroma serviks, biasanya dalam posisi eksentrik. Biasanya, kehamilan servikal
jarang melewati usia 12 minggu dan akan berakhir operatif

7. Patofisiologi
Salah satu fungsi saluran telur yaitu untuk membesarkan hasil konsepsi (zigot) sebelum
turun dalam rahim, tetapi oleh beberapa sebab terjadi gangguan dari perjalanan hasil konsepsi
dan tersangkut serta tumbuh dalam tuba. Saluran telur bukan tempat ideal untuk tumbuh
kembang hasil konsepsi. Disamping itu penghancuran pembuluh darah oleh proses
proteolitik jonjot koreon menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Gangguan perjalanan
hasil konsepsi sebagian besar karena infeksi yang menyebabkan perlekatan saluran telur.
Pembuluh darah pecah karena tidak mempunyai kemampuan berkontraksi maka perdarahan
tidak dapat dihentikan dan tertimbun dalam ruang abdomen. Perdarahan tersebut
menyebabkan perdarahan tuba yang dapat mengalir terus ke rongga peritoneum dan akhirnya
terjadi ruptur, nyeri pelvis yang hebat dan akan menjalar ke bahu. Ruptur bisa terjadi pada
dinding tuba yaitu darah mengalir antara 2 lapisan dari mesosalping dan kemudian ke
ligamentum latum. Perubahan uterus dapat ditemukan juga pada endometrium. Pada suatu
tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa sel-sel kelenjar membesar dan
hiperskromatik, sitoplasma menunjukkan vaskularisasi dan batas antara sel-sel kurang jelas.
Perubahan ini disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan yang ditemukan
dalam endometrium yang berubah menjadi desidua. Setelah janin mati desidua mengalami
degenerasi dan dikeluarkan sepotong demi sepotong. Pelepasan desidua ini disertai dengan
perdarahan dan kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilan
ektopik terganggu (Dewi, 2016: 47-48).
8. Manifestasiklinis
Manifestasi klinis dari kehamilan ektopik yang belum terganggu biasanya tidak khas
tergantung dari keadaan umum penderita, penderita jarang mengetahui dan dokter juga sulit
dalam mendiagnosis ketidaknormalan dalam kehamilannya tersebut, sampai terjadi abortus
atau ruptur pada tuba (Prawirohardjo, 2016).
Gejala klinis yang akan muncul :
a. Riwayat terlambat haid
b. Gejala dan tanda kehamilan muda
c. ada atau tidak ada perdarahan pervaginan
d. Terdapat aminore
e. Ada nyeri mendadak disertai rasa nyeri bahu dan seluruh abdomen, terutama
abdomen bagian kanan / kiri bawah
f. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul
dalam perineum

Trias dari manifestasi klinis kehamilan ektopik adalah amenorea, nyeri abdomen, dan
perdarahan pervaginam.
1. Amenorea
Lamanya waktu terjadi amenorea berbeda-beda tiap individu mulai dari hitungan hari
sampai hitungan bulan. Selain amenorea, terdapat beberapa tanda dan gejala hamil muda
yang menyertai, seperti morning sickness, mual, muntah, dan ‘ngidam’.

2. Nyeri pada abdomen


Disebabkan oleh kehamilan ektopik yang ruptur. Jika perdarahannya parah, maka rasa
nyeri yang dirasa bisa sampai ke abdomen. Apabila rangsangan darah dalam abdomen
mencapai diafragma maka nyeri juga dapat menjalar sampai ke bahu. Apabila darahnya
membentuk hematokel atau tertimbun di kavum douglas maka penderita akan merasakan
nyeri saat buang air besar (BAB).

3. Perdarahan pervaginam
Menyebabkan syok karena terjadi gangguan pada sirkulasi umum yang dapat
mengakibatkan denyut nadi meningkat (takikardi) dan tekanan darah menurun
(hipotensi). Hal ini dikarenakan darah akan tertimbun dalam kavum abdomen dan tidak
berfungsi
9. Komplikasi
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin janin
tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada
umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Terdapat beberapa kemungkinan Komplikasi yang mungkin muncull pada kehamilan dalam
tuba yaitu:
a. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi Pada implantasi secara kolumner, ovum yang
dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total.
Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk
beberapa hari.

b. Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh lumen pars ampularis
yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika
dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi
yang tidak sempurna pada abortus, perdarahannya akan terus berlangsung, dari sedikit-
sedikitnya oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang
berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum
douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

c. Ruptur dinding tuba


Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium
tuba abdominal. Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal
ini, dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk
hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut. Pada ruptur ke rongga
perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan
terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Janin yang dikeluarkan dari tuba
dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut
atau kehamilan abdominal sekunder.

10. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya adalah:
a. Pemeriksaan kadar hormon (β-hCG dan progesterone)
1) Kadar βhCG berkaitan dengan usia dan ukuran gestasi pertumbuhan embrionik
normal. Pada kehamilan ektopik peningkatan kadar β-hCG tersebut kurang dari
kehamilan normal. Kehamilan ektopik umumnya dikaitkan dengan peningkatan
hCG tidak lebih dari 66%, atau penurunan tidak lebih dari 13% dari tingkat dasar,
dalam 48 jam. Rasio terletak dalam kisaran ini, bersama dengan nilai hCG
absolut di atas 1500 IU/L tanpa adanya kehamilan intrauterin yang dapat
divisualisasikan, dapat diambil sebagai bukti untuk kemungkinan kehamilan
ektopik. Kriteria gabungan ini adalah 92% sensitif dan 84% spesifik (Taran et
al., 2015).

2) Kadar progesteron adalah salah satu cara untuk membedakan kehamilan


intrauterin dan ektopik. Pasien dengan kehamilan intrauterin normal memiliki
kadar progesteron serum lebih dari 20 ng/ml (rata-rata = 30,9 ng/ml), sementara
semua pasien dengan kehamilan ektopik memiliki kadar progesteron kurang dari
15 ng/ml (rata-rata = 5,7 ng/ml). Berbeda dengan kadar βhCG, kadar progesteron
serum stabil untuk kehamilan 8-10 minggu pertama (Abdulkareem dan Eidan,
2017)

b. Hemoglobin, leukosit
Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb) dan eritrosit juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis kehamilan ektopik yang terganggu, terlebih lagi jika ada tanda-tanda
perdarahan di dalam rongga perut. Biasanya ditemukan anemia pada kejadian yang
tidak mendadak, tetapi harus diperhatikan dan diingat bahwa penurunan Hb baru
akan terlihat setelah 24 jam. Jika dalam perhitungan leukosit secara berturut
menunjukkan leukosit meningkat maka menunjukkan adanya perdarahan. Hal ini
juga dapat digunakan untuk membedakan kehamilan ektopik dan infeksi pelvis.
Pada infeksi pelvis jumlah leukosit umumnya lebih dari 20.000. (Sari dan
Prabowo,2018)

c. Ultrasonography
Ultrasonography (USG) adalah salah satu modalitas penting dalam mendiagnosis
adanya kehamilan ektopik. Pemeriksaan USG ini lebih tepatnya untuk mengonfirmasi
kehamilan intrauterin. Visualisasi kantong kehamilan intrauterin dengan atau tanpa
aktivitas jantung janin adalah cara yang adekuat untuk menduga adanya kehamilan
ektopik atau tidak. USG dapat dilakukan baik secara transvaginal atupun abdominal.

d. Kuldosintesis merupakan salah satu metode pemeriksaan yang dilakukan untuk


mengetahui kondisi dari kavum douglas apakah terdapat darah atau tidak didalamnya

e. Laparoskopi
Laparoskopi biasanya menjadi pilihan terakhir yang digunakan sebagai alat bantu
diagnostik kehamilan ektopik apabila hasil metode diagnostik yang lain masih
meragukan. Kelebihan pemeriksaan ini adalah dapat dinilainya struktur pelvis, ada
tidaknya hemo peritoneum, serta ada tidaknya keberadaan kondisi lain seperti kista
ovarium dan endometriosis yang terjadi bersamaan dengan kehamilan intrauterin,
dapat menyerupai kehamilan ektopik. Namun, pemeriksaan ini juga memiliki
kekurangan yakni hasil positif palsunya juga akan meningkat apabila dilakukan pada
kehamilan dengan usia gestasi yang lebih awal. (Prawirohardjo, 2016)

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 2 :
1. Pembedahan
a. Laparaskopi
Pembedahan untuk mengonfirmasi dan memfasilitasi pengangkatan dari
kehamilan ektopik tanpa laparotomi eksplorasi, namun prosedur terbuka
diindikasikan jika pasien secara hemodinamik tidak stabil atau ukuran ektopik
menentukan tindakan bedah terbuka.
b. Salpingotomi
Prosedur pengangkatan kehamilan ektopik dengan membedahnya keluar dari
tuba meninggalkan tuba Fallopii in situ dalam upaya untuk menjaga kesuburan
di sisi tempat kehamilan ektopik, terapi medis, dan terapi expectant (menunggu
dan waspada) yang dilakukan tergantung pada kondisi pasien
2. Terapi medis
Methotrexate, antagonis asam folat, yang aktivitasnya memanifestasikan dirinya
terutama dalam sel-sel yang berproliferasi cepat di tempat implantasi,khususnya
trofoblas. Tingkat keberhasilan dari pengobatan metotreksat bervariasi dalam
literatur, dengan tingkat mulai dari 63% hingga 97%, ini karena heterogenitas
B. TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORi
1. Pre Operasi
a) Data Subyektif
− Pasien mengeluh nyeri perut
− Pasien mengatakan khawatir dengan kondisi yang di hadapi

b) Data Obyektif
− Pasien tampak meringis
− Frekkuensi nadi meningkat , Tekanan Darah meningkat
− Pasien tampak gelisah

Diagnosa Keperawatan

1. Ansietas
2. Nyeri Akut
3. Defisit pengetahuan
2. Intra Operasi
a) Data Subyektif : -
b) Data Obyektif
− Pasien tampak terbaring lemah
− Pasien dilakukan pembedahan
c) Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan
2. Hipotermi
3. Resiko syok hypovolemia
4. Resiko infeksi
5. Post Operasi
a) Data Subyektif

b) Data Obyektif
− Pasien tampak menggigil
− Keluarga pasien tampak tidak mengerti cara menghangatkan pasien
c) Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi jaringan perifer tidakefektif
a. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut berhubungan dengan rupture tuba fallopi
2. Perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
3. Ansietas berhubungan dengan situasi krisisionnal
4. Hipotermi berhubungan dengan suhu lingkungan rendah
5. Resiko syok hipovolemik

b. Intervensi
1. Pre Oprasi
No. Diagnosa Rencana Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1. Ansietas Setelah dilakukan Edukasi Observasi :
berhubungan Tindakan asuhan 1. Untuk mengetahui
dengan keperawatan selama 1x30 Observasi : penuruan tingkat energi,
Krisis menit, diharapkan Tingkat 1. Identifikasi penurunan ketidakmampuan
Situasional kecemasan menurun, tingkat energi, konsentrasi
Dengan Kriteria Hasil : ketidakmampuan 2. Untuk mengetahui
1. Verbalisasi berkonsentrasi, atau teknik relaksasi efektif
kebingungan menurun gejala lain mengganggu yang digunakan
2. Verbalisasi khawatir kemampuan kognitif Nursing :
akibat kondisi yang 2. Identifikasi teknik 3. Agar pasien merasa
dihadapi menurun relaksasi yang pernah nyaman
3. Perilaku gelisah efektif digunakan 4. Agar pasien mengetahui
menurun persiapan dan prosedur
Nursing: teknik relaksasi
3. Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa Edukasi :
gangguan dengan 5. Agar pasien mengetahui
pencahayaan dan suhu manfaat jenis relaksasi
ruang nyaman, jika
memungkinkan
4. Berikan informasi
tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik
relaksasi

Edukasi :
5. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis, music, meditasi,
napas dalam, relaksasi
otot progresif)
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan tindakan keperawatan O :
dengan selama 1x 30 menit, maka 1. Identifikasi lokasi, Guna mengetahui lokasi,

rupture tuba diharapkan tingkat nyeri karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,

fallopi menurun dengan kriteria frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas, intensitas


hasil : intensitas nyeri nyeri

1) Keluhan nyeri
menurun 2) Meringis 2. Identifikasi skala Untuk mengetahui skala nyeri
menurun nyeri pasien

3) Gelisah menurun
Guna mengetahui faktor yang
4) Frekuensi nadi dalam 3. Identifikasi faktor
dapat memperberat serta
rentang normal (60-100 yang memperberat
meringankan nyeri
x/menit) 5) Tekanan darah dan memperingan
dalam rentang normal nyeri
Untuk membantu
(110/70-120/80 mmHg)
mengurangi rasa nyeri.
N:
4. Berikan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
Agar mengetahui strategi
E:
meredakan nyeri
5. jelaskan strategi
meredakan nyeri
Mencegah kondisi pasien
K:
semakin parah
6. Kolaborasi pemberian
tindakan pembedahan
(Laparaktomy)
3. Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan Observasi :
pengetahuan Tindakan asuhan
berhubungan keperawatan selama 1x30 Observasi : 1. Agar pasien dapat
dengan menit, diharapkan Tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan mengerti apa yang
kurang informasi pengetahuan kemampuan menerima sudah di berikan
terpaprnya meningkat, Dengan informasi informasi
informasi kriteria Hasil :
1. Perilaku sesuai Nursing : Nursing :
dengan pengatahuan 2. Sediakan media dan 2. Untuk memfasilitasi
meningkat materi Pendidikan pasien agar
2. Kemampuan Kesehatan mendapatkan
menjelaskan dan 3. Berikan kesempatan pengetahuan dengan
menggambarkan untuk bertanaya jelas
pengetahuan suatu 3. Kesiapan pasien dalam
topik meningkat Edukasi: memahami
3. Persepsi yang keliru 4. Jelaskan factor risiko
terhadap masalah yang dapat Edukasi :
menurun mempengaruhi 4. Mencegah rantai
Kesehatan penyebaran penyakit

2. Intra Operasi
No. Diagnosa Rencana Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1. Perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan Perdarahan Observasi :
ditandai Tindakan asuhan 1. Untuk mengetahui
dengan keperawatan selama 1x30 Observasi adanya perdarahan
tindakan menit, diharapkan 1. Monitor Tanda dan gejala di area nasal
pembedahan kehilangan darah perdarahan 2.
menurun dengan Kriteria 2.
hasil : Nursing :
1. Hemoptisis menurun Nursing : 3. Untuk mecegah
2. Kelembapan mukosa 3. Batasi Tindakan suatu kondisi yang
membaik invasive, jika perlu tidak diinginkan
4. 4.

Edukasi : Edukasi :
5. Anjurkan segera melapor 5. Agar dapat
jika terjadi perdarahan mengantisipasi saat
terjadinya
perdarahan
2 hipotermi Setelah dilakukan Manajemen Hipotermia Obsrvasi :
berhubungan Tindakan asuhan Observasi : 1. Mengetahui adanya
dengan suhu keperawatan selama 1x30 1. Monitor suhu tubuh tanda tanda
lingkungan menit, diharapkan 2. Identifikasi penyebab perubahan vital sign
rendah pengukuran suhu tubuh hipotermia (mis, 2. Mengetahui
membaik, dengan kriteria terpapar suhu perubahan
hasil : lingkungan rendah, fisiologis pada
1. Menggigil menurun pakain tipis, kerusakan pasien
2. Suhu tubuh membaik hipotalamus, penurunan
dengan rentang laju metabolism, Nursing :
normal (36-37’c) kekurangan lemak 3. Teknik ini untuk
subkutan) membantu pasien
terlihat hangat
Nursing : 4. Dengan pemberian
3. Lakukan penghangatan obat obatan dapat
pasif (mis, membantu menurun
selimut,menutup kan suhu dingin
kepala, pakaian tebal) kembali normal
4. Lakukan penghangatan
aktif internal (mis, infus,
oksigen, lavase
peritoneal )

3. Post Operasi
No. Diagnosa Rencana Tujuan Rencana Tindakan Rasional
Keperawatan
1 Resiko Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi Guna mengidentifikasi
perfusi tindakan keperawatan (I.02079) tanda jaringan perifer
jaringan selama 1x 30 menit, maka O: tidakadekuat
perifer diharapkan ketidak
berhuungan adekuatan aliran darah 1. Periksa sirkulasi perifer. .
dengan meningka dengan kriteria (nadi perifer, edema,
penurunan hasil : suhu)
aliran 1) akral membaik Untuk mencegah terjadinya
arteri/vena 2) warna kulit pucat N : gejala yang abnormal
ditandai membaik HIndari pemasangan infus
dengan 3) penyembuhan luka atau pemngambilan darah di
pasaien meningkat area keterbatasan perfusi.
mengeluh
kedinginan
pasca operasi
e. Implementasi
Implementasi merupakan aktualisasi dari perencanaan yang telah disusun sebelumnya.
Prinsip yang mendasari implementasi keperawatan keluarga antara lain :
a. Implementasi mengacu pada rencana perawatan yang dibuat
b. Implementasi dilakukan dengan tetap memperhatikan prioritas masalah
c. Kekuatan-kekuatan keluarga berupa finansial, motivasi, dan sumber-sumber pendukung
lainnya jangan diabaikan
d. Pendokumentasian implementasi keperawatan keluarga janganlah terlupakan dengan
menyertakan tanda tangan petugas sebagai bentuk tanggung gugat dan bertanggug jawab
profesi

f. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan keluarga. Evaluasi merupakan
tahapan yang menentukan apakah tujuan dapat tercapai sesuai yang ditetapkan dalam tujuan
direncana perawatan. Apabila setelah dilakukan evaluasi tujuan tidak tercapai maka ada
beberapa kemungkinan yang perlu ditinjau kembali yaitu :
a. Tujuan tidak realistis
b. Tindakan keperawatan tidak tepat
c. Faktor-faktor lingkungan yang tidak bisa diatasi.
DAFTAR PUSATAKA

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1 .
Jakarta . DPP PPNI
PPNI (2016) .Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1 .
Jakarta . DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1.
Jakarta. DPP PPNI
Tgk Puspa Dewi., dan Meyla Risilwa,. (2017). KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU: SEBUAH TINJAUAN KASUS.
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 17 Nomor 1
Faktor Uterus Faktor Tuba Faktor Ovarium

Kehamilan ektopik
terganggu

Selpingektomi ovarium
dextra

Post Selpingektomi
ovarium dextra

Psikologi
Insisi abdomen Fisiologi post post
operasi operasi

Terputusnya
Pelepasan Krisis situasi
kontinutas
subtansi kimia kurangnya
jaringan
pengatahuan
Resiko
infeksi

Serabut saraf
Kurang
Efek anestesi Trauma perifer
pengetahuan
tentang proses
Kelemahan penyakit
otot abdomen Nyeri akut
Mual / nausea Pembatasan Penurunan

vormitius intake peroral ketahanan Konstipasi


dankekuatan
otot

Ketidakseimbangan
Kelemahan
nutrisi kurang dari
fisik
kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai