Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Disusun Oleh:
Dr. Arianto Tombokan

Dokter Pendamping:
Dr. Hellen Manorek
Dr. Venny Tiho

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD DR. SAM RATULANGI TONDANO
MINAHASA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Telah dikoreksi, dibacakan, dan disetujui pada tanggal 2019

Mengetahui,

Pendamping Internsip Pendamping Internsip

Dr. Hellen Manorek Dr. Venny Tiho

Dokter Internsip

Dr. Arianto Tombokan

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS....................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi
lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi berupa kelainan
patologis atau terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah dan urin atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests) atau laju filtrasi
glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m² selama 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3
bulan dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m², tidak termasuk kriteria
penyakit ginjal kronik.1
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta
penduduk pertahun¹. Prevalensi di Indonesia saat ini kurang lebih 40.000
penderita dan memerlukan pengobatan secara intensif. Penyakit penyakit ginjal
kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh orang dewasa.
Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat pada tahun 2015 penyakit ginjal
diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia.4
Penyakit Penyakit ginjal kronik (GGK) adalah suatu proses patofisiologi
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Dari data yang sampai saat ini dapat
dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008
didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis (25%),
diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%) (Roesli,
2008). Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik adalah dengan terapi konservatif,
peranan diet, terapi simtomatik, tindakan hemodialisis,dialisis peritoneal (DP),
dan transplantasi ginjal. Berikut akan disajikan laporan kasus laki-laki umur 59
tahun dengan penyakit ginjal kronik.

4
BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang pasien bernama FT, laki-laki, umur 59 tahun, masuk rumah sakit
RSUD Tondano pada tanggal 11 Oktober 2019 dengan keluhan utama sesak
napas, sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS), sesak
sebelumnya hilang timbul, disertai dengan lemah badan. Demam, batuk, nyeri ulu
hati, mual dan muntah tidak dirasakan penderita. Pasien juga mengeluh kedua
kakinya bengkak sejak 1 minggu yang lalu, tetapi saat ini sudah berkurang. Pada
riwayat penyakit dahulu didapatkan bahwa pasien pernah sudah sering
Hemodialisa rutin sejak 2 bulan lalu di RS. Prof. R.D Kandou, riwayat sering
bengkak pada kedua kaki, riwayat hipertensi dan teratur minum obat selama 2
bulan ini, riwayat diabetes melitus sejak 2 tahun yang lalu tetapi terkontrol tanpa
obat. Sedangkan dalam riwayat sosial, pasien tidak merokok dan minum alkohol.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum penderita tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis. Berat badan 53 kg, tinggi badan 156 cm, IMT
21,77 kg/m2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 140/70 mmHg,
nadi 88 x/m, reguler, respirasi 20 x/m, suhu badan 36,3°C. Pada pemeriksaan
kepala didapatkan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pada pemeriksaan
leher JVP 5+0 cmH2O, pembesaran KGB tidak ada. Pada pemeriksaan jantung
saat inspeksi iktus cordis tidak tampak, palpasi iktus cordis tidak teraba,
auskultasi bunyi jantung I dan II normal, bising tidak ada, gallop tidak ada, dan
pada perkusi batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra, batas kanan
jantung ICS V linea parasternalis dekstra. Pada pemeriksaan paru didapatkan
simetris kiri dan kanan, stem fremitus kiri sama dengan kanan, sonor kiri sama
dengan kanan, suara pernapasan vesikuler, tidak ada wheezing dan rhonki. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen datar, lemas, bising usus ada normal,
tidak ada nyeri tekan epigastrium, tidak ada nyeri ketok costo vertebra angle
(CVA) serta hepar dan lien tidak teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan
akral hangat dan terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah. Pada rectal
touché didapatkan tonus sphincter ani (TSA) cekat, ampula kosong, tidak ada
massa, pada sarung tangan ditemukan feces, tidak ada melena.

5
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin (Hb) 5,3 g/dL,
leukosit 4400 sel/mm3, eritrosit 1.200.000 sel/mm3, trombosit 240.000 sel/mm 3,
hematokrit 14,3%, granulosit 53,5 %, gula darah sewaktu (GDS) 226 mg/dL,
ureum 125 mg/dL, kreatinin 7,5 mg/dL, asam urat 8,8, natrium 145 mmol/L,
kalium 4,84 mmol/L, klorida 110,3 mmol/L, kalsium 6 mmol/L. Hasil
pemeriksaan EKG normal sinus rhytm, HR 80x/m.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosis dengan CKD on HD ec DKD dd HNS, DM tipe
2, Anemia pada penyakit ginjal kronik, hipertensi derajat 1, hiperurisemia,
hipokalsemia.
Berdasarkan diagnosis diatas, pasien diterapi dengan pemasangan IVFD
Nacl 0,9%  8 gtt/m, bed rest, rencana tranfusi PRC 1 bag/hari sampai Hb ≥ 8
(furosemide durante HD), micardis 80 mg 1-0-0, amlodipin 10 mg 1-0-0, asam
folat 3x1, allopurinol 1x100 mg, diet protein 1,2 gr/kgBB/hari, diet kalori 35
kkal/kgBB/hari, rendah purin, takar urine balance cairan.
Pasien di anjurkan untuk rujuk ke RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou untuk
menjalani Hemodialisa.

6
BAB III
PEMBAHASAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup
lanjut.Penyakit ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang
ataupun berat. Gagal ginjal tahap akhir dapat mengakibatkan kematian kecuali
jika dilakukan terapi pengganti. Penyebab penyakit ginjal kronik adalah
glomerulonefritis yaitu sumbatan karena batu dan infeksi, penyakit gula (diabetes
mellitus), penyakit pembuluh darah (hipertensi), karena obat-obatan, penyakit
bawaan atau keturunan dan lain-lain.
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanya
ksebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%). Faktor risiko penyakit ginjal kronik, yaitu pada
pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur
lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus,
hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga(National Kidney Foundation,
2009). Pada pasien ini memiliki faktor resiko penyakit ginjal kronik yaitu diabetes
melitus selama 5 tahun yang terkontrol tanpa mengkonsumsi diet, hipertensi yang
diketahui sejak 2 bulan terakhir ini dan umur yang sudah lebih dari 50 tahun.1,4
Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat berperan dalam upaya
mempertahankan sistem keseimbangan dalam tubuh. Peran ginjal ini dikenal
dengan istilah homeostatis. Proses menuju keseimbangan berkaitan dengan segala
aspek di dalam tubuh yang meliputi keseimbangan unsur-unsur esensial yang
diperlukan di dalam tubuh, mengontrol volume cairan dalam tubuh, menjaga
keseimbangan antara senyawa yang bersifat asam dan basa, serta menjaga
keseimbangan konsentrasi senyawa-senyawa di dalam cairan tubuh dan tekanan
darah. Ginjal adalah mesin pendaur ulang yang canggih. Setiap hari, ginjal kita
menguraikan kurang lebih 200 liter darah untuk menyaring sekitar dua liter bahan
ampas dan air berlebihan. Bila ginjal kita tidak menghilangkannya, bahan ampas

7
ini akan bertumpuk dalam darah dan merusak tubuh kita. Proses penyaringan
terjadi di unsur sangat kecil di dalam ginjal kita yang disebut nefron.4
Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan
kehilangan kemampuannya untuk menyaring. Gejala atau tanda adanya gangguan
pada fungsi ginjal sangat bervariasi, ada yang lama tidak menimbulkan tanda atau
gejala sama sekali, baru belakangan timbul keluhan. Ada pula yang langsung
timbul gejala hebat. Pada umumnya bila ginjal terganggu maka gejala-gejala yang
sering timbul adalah mudah merasa lelah, nafsu makan hilang, berat badan turun,
kulit kering, susah tidur dan mual-mual. Gambaran klinik penyakit ginjal kronik
berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan
berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput
serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.2,5 Untuk mengetahui
adanya gangguan pada fungsi ginjal dapat di deteksi dengan melakukan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Berdasarkan kepustakaan pada anamnesis ditemukan adanya lemah badan,
mual muntah , sesak napas, pucat, BAK berkurang. Pada pasien ini ditemukan
adanya lemah badan, sesak napas, dan pucat.
Pada pemeriksaan fisik, berdasarkan kepustakaan dapat ditemukan adanya
konjungtiva anemis, kulit kering, edema tungkai/palpebra, dan tanda bendungan
paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapati adanya penurunan kadar HB,
peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan
pada pasien ini adalah adanya konjungtiva anemis, kulit kering, edema kedua
tungkai dan sesak (yang merupakan tanda dari bendungan paru), dan pada
pemeriksaan laboratorium didapati HB 5,3 g/dl, ureum 125 mg/dL, kreatinin 7,5
mg/dL.
Berdasarkan perhitungan laju filtarasi glomerulus (LFG) menurut
Kockcrof - Gault yakni dengan 140 dikurangi umur dan dikalikan dengan berat
badan kemudian hasilnya dibagi 72 dikalikan dengan kreatinin plasma(pada
wanita dikalikan lagi dengan 0,85). Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik
akan ditemui adanya penurunan LFG. Pada gagal ginjal kronik derajat awal akan
ditemukan LFG ≥ 90 ml/mnt/1,73 m2, pada derajat 2 LFG 60 – 89 ml/mnt/1,73
m2, derajat 3 LFG 30 – 59 ml/mnt/1,73 m 2, pada derajat 4 LFG 15 – 29

8
ml/mnt/1,73 m2, pada derajat 5 / stadium akhir LFG < 15 atau dialisis. Pada pasien
ini ditemukan LFG 7,95 ml/mnt/1,73 m2, dalam hal ini pasien dikategorikan
masuk dalam klasifikasi penyakit ginjal kronik derajat 5/ stadium akhir, dan
diperlukan untuk dilakukannya tindakan dialisis.
Penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik
terhadap penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,
memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal, pencegahan dan terapi
terhadap komplikasi , dan terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Perencanaan dan tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya berdasarkan perhitungan LFG. Pada pasien ini berdasarkan perhitungan
LFG maka didapatkan pasien ada pada derajat 5 yakni dengan LFG 7,95
ml/mn/1,73 m2, dan terapi yang dipilih pada pasien ini yaitu dengan dialisis.
Prognosis pada pada penyakit ginjal kronik adalah dubia. Prognosis pada pasien
ini dubia.
Pasien merupakan pasien yang saat ini sudah sementara di terapi dengan
terapi pengganti ginjal yakni hemodialisa. Pasien dengan penyakit ginjal kronik
yang sementara di hemodialisa sangat tergantung pada hemodialisa. Gejala klinik
yang muncul pada penyakit ginjal kronik bisa saja muncul setiap saat apalagi bila
ada keterlambatan ataupun karena progresivitas penyakitnya. Pasien masuk rumah
sakit karena sesak yang dialami sudah sekitar seminggu disertai kelemahan badan
dan dari pemeriksaan fisik di paru-paru memang tidak terdengar rhonki tetapi
sangat ditakuti pasien penyakit ginjal dengan edema paru. Pada pemeriksaan
laboratorium pasien sudah anemia dengan kadar Hb dan Ht yang sangat menurun
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin yang menonjol disertai hiperurisemia
dan hipokalsemia. Sehingga pasien ini didiagnosa CKD on HD ec DKD dd HNS,
DM tipe 2, Anemia pada penyakit ginjal kronik dd occult bleeding, hipertensi
grade 1, hiperuricemia, hipocalcemia
Pada pasien ini sudah diukur laju filtrasi glomerulus (LFG) saat 2 bulan
lalu dengan LFG dan di tentukan harus diterapi dengan hemodialisa . Sehingga
didiagnosa CKD on HD.5
Penyebab paling sering orang dengan penyakit ginjal kronik adalah
diabetes melitus dan hipertensi. Pada pasien ini ditemukan kedua faktor resiko ini

9
dengan diabetes paling dicurigai karena diabetes sudah diketahui sejak 5 tahun
lalu dan tidak pernah dikontrol dengan obat hanya dengan pola hidup dan diet.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Ginjal merupakan salah satu organ yang termasuk dalam komplikasi kronik
diabetes melitus. Nefropati DM merrupakan komplikasi kronik diabetes yang
merupakan ginjal. Hiperglikemia yang persisten di dalam darah yang berlangsung
lama akan merusak peembuluh-pembuluh darah di dalam tubuh baik pembuluh
darah besar ataupun kecil. Arteri renalis merupakan arteri kecil yang bertugas
menyuplai darah ke ginjal. Gangguan metabolisme glukosa berupa hiperglikemia
kronis akan merusak arteri renalis sehingga lama kelamaan ginjal akan
kekurangan darah yang nantinya mengganggu kerja ginjal sendiri. Hal inilah yang
disebut penyakit ginjal diabetes atau diabetic kidney disease (DKD). Jika kadar
glukosa tidak dikontrol dengan baik maka lama kelamaan arteri renalis akan
semakin rusak dan ginjal yang merupakan organ target arteri renalis akan
mengalami gangguan permanen sehingga menyebabkan gagal ginjal.6,7
Hipertensi merupakan salah satu penyakit dasar yang dapat menyebabkan
penyakit ginjal kronik. Tekanan darah yang tinggi yang sudah berlangsung lama
membuat endotel-endotel pembuluh darah dapat rusak dan kehilangan fungsinya
sehingga akhirnya terjadi penyempitan aliran darah akibatnya organ target dapat
menjadi hipoksia dan kehilangan fungsinya juga. Hal inilah yang terjadi juga pada
arteri renalis. Untuk itu akan terjadi meknisme kompensasi berupa hipertrofi
nefron di ginjal. Hipertrofi “kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang
diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses
adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan
fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Inilah yang disebut hipertensi nefro sklerosis (HNS). Pada pasien ini kedua faktor
resiko yang didapat sudah membuktikan adanya penyebab gagal ginjal yaitu DKD
ataupun HNS.6,7
Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal

10
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan
ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.7
Pada pasien ini ditemukan gejala anemia berupa kelainan hemopoiesis
akibat penyakit ginjal kronik. Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh. Salah
satu fungsinya adalah menghasilkan eritropoeitin yang merupakan bahan baku
untuk produksi sel darah merah. Jika ginjal rusak maka eritropoietin juga akan
berkurang bahkan tidak ada. Hal inilah yang menyebabkan pasien gagal ginjak
serng anemia. Anemia pada gagal ginjal adalah anemia normokrom normositik
pada pemeriksaan blood smear. Pasien ini diperlukan pemeriksaan penunjang
blood smear serta feces analis+benzidin test karena dengan Hb 5,3% harus juga
dicurigai adanya sumber perdarahan lain seperti occult bleeding.8
Selain itu pada pasien ini terjadi gangguan metabolisme asam urat serta
fosfor dan kalsium. Ginjal merupakan organ ekskresi utama dalam tubuh.
Metabolisme akhir asam urat akan dikeluarkan oleh ginjal. Saat ginjal rusak,
proses ekskresi asam urat juga terganggu yang nantinya akan menyebabkan
penumpukan asam urat dalam darah. Sedangkan untuk metabolisme kalsium dan
fosfor masih belum jelas kemungkinan karena adanya hiperparatirodisme
sekunder pada penyakit ginjal kronik.7

11
Pada pasien ini diterapi dengan terapi pengganti ginjal hemodialisa untuk
penyakit ginjal kroniknya. Dengan hemodialisa diharapkan gejala-gejala dan
perubahan-perubahan metabolisme akibat gangguan ginjal ini dapat menurun.
Untuk anemia di lakukan transfusi darah sampai Hb > 8 g/dL serta diberikan asam
folat untuk membantu pembentukan sel darah merah. Untuk asam urat yang
meningkat diberikan allopurinol 100 mg dan diet rendah purin. Untuk hipertensi
diberikan obat hipertensi golongan angiotensi reseptor blocker (ARB) serta
calcium chanel blocker (CCB) untuk mengontrol tekanan darahnya. Untuk diet
diberikan diet protein 1,2 gram/kgBB/ hari dan diet 35 kkal/kgBB/hari. Dan untuk
hiperglikemia seharusnya diberikan obat untuk mengontrol kadar glukosa dalam
darah dan dilakukan pemeriksaan HbA1C tiap 3 bulan untuk nantinya
mengevaluasi hiperglikemia. Target HbA1C pada pasien gagal ginjal adala < 7%.
Tetapi karena pasien menolak diberikan obat untuk kadar glukosa darah maka
hanya diberikan edukasi diet makanan pada pasien.4,7,8

DAFTAR PUSTAKA

12
1. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita
Selekta kedoteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2001.p. 550-2.
2. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
3. Mansjoer A, et al.Penyakit ginjal kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
II Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
4. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Penyakit ginjal kronik.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427-
434.
5. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006. 581-584.
6. Baldy MC. Gangguan sistem hematologi. In: Hartanto H, Susi N,
Wulansari P, Mahanani DA, editors. Patofisiologi konsep klinis proses
penyakit. Edisi 6. Vol 1. Jakarta: penerbit buku Kedokteran EGC;2006.p.
256-67.
7. Tierney LM, et al. Penyakit ginjal kronik. Diagnosis dan Terapi
Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.2003.
8. Adamson JW (ed). Iron Deficiency and Another Hipoproliferative
Anemias in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16 th edition vol 1.
McGraw-HillCompanies : 2012;chapter 280

13

Anda mungkin juga menyukai