Anda di halaman 1dari 26

Responsi Umum

SEORANG PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK

STADIUM 5

Oleh:

Ni Made Sintia Kristiani

17014101361

Supervisor Pembimbing

dr. Octavianus Umboh, SpPD

Residen Pembimbing

dr. Sophie Isabela

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI

RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU

MANADO

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Responsi Umum dengan judul:

SEORANG PASIEN DENGAN PENYAKIT GINJAL KRONIK

STADIUM 5

Telah dikoreksi, dan disetujui dan dibacakan pada

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Octavianus Umboh, SpPD

Residen Pembimbing

dr. Sophie Isabela


PENDAHULUAN

Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam

beberapa bulan atau tahun. Menurut KDIGO (Kidney Disease Improving Global

Outcomes) tahun 2012 Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan

ginjal dan/atau penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60

ml/min/1,73m2 selama minimal 3 bulan.1

Penyakit Ginjal Kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat

global dengan prevalensi dan insidens gagal ginjal yang meningkat, prognosis

yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK meningkat seiring

meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes melitus

serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global mengalami PGK pada stadium

tertentu. Hasil systematic review dan metaanalysis yang dilakukan oleh Hill et al,

2016, mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global

Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-

27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010.

Sedangkan di Indonesia perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua

pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.2

Secara global, penyebab PGK terbesar adalah diabetes melitus. Di

Indonesia, sampai dengan tahun 2000, penyebab terbanyak adalah

glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir menjadi hipertensi berdasarkan

data IRR (Indonesian Renal Registry). Namun belum dapat dipastikan apakah

memang hipertensi merupakan penyebab PGK atau hipertensi akibat penyakit

1
ginjal tahap akhir, karena data IRR didapatkan dari pasien hemodialisis yang

sebagian merupakan pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir.2

Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor risiko terjadinya PGK pada

pasien rawat inap di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2017 ialah

pasien dengan riwayat penyakit hipertensi, riwayat asam urat, riwayat diabetes

melitus, dengan lama menderita riwayat penyakit  10 tahun, penggunaan obat

yang tidak teratur selama menderita riwayat penyakit dahulu, serta penggunaan

obat penghilang nyeri/ Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Faktor risiko

lain terdapat pada pola hidup pasien yang meliputi kebiasaan merokok, konsumsi

daging, konsumsi kopi, konsumsi kandungan garam tinggi, konsumsi gula

berlebihan, kurang tidur serta kurang olahraga.3

Penyakit ginjal kronik awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala

namun dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah

dan ditanggulangi dan kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif akan

lebih besar jika diketahui lebih awal. Pada laporan kasus ini akan di bahas tentang

seorang pasien dengan Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 yang di rawat di

instalasi rawat inap Irina C1 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

2
LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki dengan inisial Tn. S.G usia 43 tahun alamat di

Desa Passo Jaga IV Kab. Minahasa dirawat di Irina C1 RSUP. Prof. Dr. R. D.

Kandou Manado sejak tanggal 30 Mei 2019. Pasien dirujuk dari RSUD Noongan

Langowan Kab. Minahasa dengan keluhan utama lemah badan. Keluhan ini sudah

dirasakan sejak 3 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Lemah badan sesisi

disangkal pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan pusing saat ingin bangun

dari tempat tidur dan sering keram-keram pada kedua tungkai. Mual (+), muntah,

demam, sesak napas, nyeri dada, dan batuk disangkal pasien. Riwayat muntah

darah disangkal pasien. Pasien juga mengeluhkan sering nyeri pada kedua

pinggang pasien dan memberat sejak 4 bulan SMRS. Pasien mengaku sekitar 3

tahun lalu kedua kaki pasien sering bengkak dan saat ditekan pada daerah

bengkak seperti membuat cekungan yang lama kembali ke posisi semula. Nafsu

makan menurun. Buang Air Besar (BAB) dengan konsistensi lunak, darah (-),

warna kuning kecoklatan, riwayat BAB hitam pernah 2 kali sejak 1 minggu

SMRS. Buang Air Kecil (BAK) dengan nyeri saat berkemih disangkal, walaupun

pasien sudah banyak minum air, tetapi pasien hanya buang air kecil sedikit-sedikit

tiap kali buang ari kecil, volume buang air kecil ± 1 botol aqua 600 ml per hari,

riwayat ada darah saat berkemih 1 kali pada tahun 2018.

Riwayat penyakit dahulu pasien didiagnosis dengan penyakit ginjal kronik

stadium 5 sejak 2 minggu SMRS. Pasien sudah pernah menjalani terapi cuci darah

di Jepang sebanyak 4 kali (Hemodialisis inisiasi tanggal 14/5/2019) sebelum

3
dipulangkan ke Indonesia. Pasien juga sempat kejang 1 kali, kejang seluruh tubuh,

durasi kejang ± 1 menit. Riwayat asam urat (+) sejak ± sudah 10 tahun. Pasien

sering mengkonsumsi obat Piroksikam sebagai obat anti nyeri dengan dosis yang

diatur sendiri oleh pasien. Riwayat kolesterol (+), hipertensi, diabetes melitus,

penyakit paru, dan penyakit jantung disangkal pasien. Riwayat penyakit keluarga

didapatkan bahwa hanya pasien yang memiliki keluhan seperti ini di dalam

keluarga. Riwayat kebiasaan merokok dan minum alkohol disangkal oleh pasien.

Pasien juga sering mengkonsumsi obat anti nyeri/ Obat Anti Inflamsi Non Steroid

sembarangan dengan dosis yang diatur sendiri oleh pasien ± sudah 10 tahun.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang dengan

kesadaran compos mentis (Glasgow Coma Scale/GCS: E4M6V5). Tekanan darah

90/60 mmHg; denyut nadi 88 kali/menit reguler, kuat angkat dan isi cukup;

respirasi 18 kali/menit; serta suhu tubuh 36,5C. Berat badan 73 kg, tinggi badan

163 cm dengan status gizi Overweight (Indeks Massa Tubuh 27,47 kg/m2). Pada

pemeriksaan kepala didapatkan wajah simetris, konjungtiva anemis dan sklera

tidak ikterik, pupil bulat isokor dengan diameter kurang lebih tiga milimeter,

refleks cahaya normal kanan sama dengan kiri, bibir tidak sianosis dengan

mukosa mulut basah, faring tidak hiperemis serta tonsil T1-T1. Pada pemeriksaan

leher tidak didapatkan distensi vena jugularis, trakea letak tengah dan tidak ada

pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan dada, inspeksi tampak

pergerakan dada simetris kanan dan kiri. Dari palpasi didapatkan taktil fremitus

kanan sama dengan kiri. Pada perkusi didapatkan sonor pada kedua lapangan

4
paru. Pada auskultasi didapatkan suara pernapasan vesikuler, tidak terdapat ronkhi

dan wheezing pada kedua lapangan paru. Pada pemeriksaan jantung iktus kordis

tidak tampak dan tidak teraba. Batas jantung kanan pada linea parasternalis dextra

interkostal IV, batas jantung kiri pada linea midclavicularis sinistra interkostal V.

Pada auskultasi didapatkan bunyi jantung I dan II reguler, M1>M2, T1>T2,

A2>A1, P2>P1, A2>P2, tidak ada murmur dan gallop. Pada pemeriksaan

abdomen didapatkan inspeksi datar dan tidak terdapat venektasi, auskultasi

terdengar bising usus dalam batas normal. Pada palpasi didapatkan nyeri tekan

pada epigastrium, nyeri tekan suprapubik tidak ada, tidak teraba pembesaran hati

dan limpa, ballottement test pada ginjal negative, nyeri ketok kosto vertebra (+/+).

Pada perkusi abdomen didapatkan bunyi timpani, tidak ditemukan pekak

berpindah. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak adanya

edema pada ekstremitas, tidak terdapat tofi. capillary refill time (CRT) ≤ 2 detik.

Pemeriksaan colok dubur didapatkan sfingter ani cekat, mukosa licin, tidak

terdapat darah dan tidak teraba massa.

Hasil pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit 30 Mei 2019: Hb

5,5g/dL; eritrosit 2,12x106sel/µL; leukosit 3400 sel/µL; trombosit 228.000 sel/µL;

hematokrit 16,2%; MCH 25,9 pg; MCHC 34,0 g/dL; MCV 76,4 fL; SGOT 40

U/L; SGPT 17 U/L; ureum 343 mg/dL; kreatinin 12,5 mg/dL; GDS 138 mg/dL;

natrium 138 mEq/L; kalium 5,88 mEq/L; klorida 92,3 mEq/L; nilai LFG= 7,86

ml/menit/1,73 m2; asam urat 10,8 mg/dL. Foto thorax; kesan kardiomegali dengan

CTR/Cardio Thoracic Ratio 62,5%. Gambaran Elektrokardiografi (EKG): irama

5
sinus ritme; heart rate 71 kali/menit; axis normal; gelombang P normal; PR

interval normal; QRS kompleks normal; ST segment normal; gelombang T

normal; gelombang U (-).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan

penunjang lainnya maka pasien didiagnosis kerja dengan Penyakit ginjal kronik

Stadium 5 et causa OAINS nefropati, melena et causa OAINS gastropati, anemia

et causa perdarahan gastrointestinal dd renal, hiperkalemia tanpa perubahan EKG,

hiperurisemia. Pasien ditangani dengan terapi farmakologis berupa pemberian

Kidmin 400 cc tiap 24 jam intravena, salbutamol respules 2,5 mg tiap 6 jam

inhaler, asam folat tablet 0,4 mg tiap 12 jam per oral, lansoprazole injeksi 30 mg

tiap 12 jam intravena, sucralfat syrup 10 cc tiap 8 jam per oral. Terapi non-

farmakologis diberikan terapi pengganti ginjal yaitu hemodialisis, transfusi

PRC/Packed Red blood Cell 230 cc selang sehari, diet protein 1,2 gr/kgBB/hari;

87 gr/hari, kalori 30 kkal/kgBB/hari; 2.190 kkal/hari, diet lambung 1, kebutuhan

cairan; urine output + 500 cc (Insensible Water Loss), pemantauan tanda-tanda

vital dan pemantauan urine output.

Hari perawatan pertama di ruangan, 31 Mei 2019. Keluhan lemah badan,

mual dan muntah ± 3 kali, isi muntahan cairan, sisa makanan (-), darah (-),

demam (-), kejang (-), BAB hitam (-), nyeri pada kedua tungkai dan kaki (+).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran

kompos mentis. Tekanan darah 110/65 mmHg, nadi 65 kali/menit, respirasi 20

kali/menit, suhu badan 36,5C. Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva

6
anemis dan sclera tidak ikterik. Pada pemeriksaan dada, inspeksi tampak

pergerakan napas simetris kanan dan kiri, palpasi taktil fremitus kanan sama

dengan kiri. Suara napas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing. Pada

pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba. Batas-batas

jantung dalam batas normal dan bunyi jantung I dan II reguler, M1>M2, T1>T2,

A2>A1, P2>P1, A2>P2, tidak ada murmur dan gallop. Pada pemeriksaan

abdomen, inspeksi datar, auskultasi bising usus positif normal, palpasi lemas dan

terdapat nyeri tekan pada epigastrium serta tidak teraba pembesaran hati maupun

limpa. Perkusi timpani dan tidak ditemukan adanya asites. Pada pemeriksaan

ekstremitas didapatkan akral hangat dan tidak adanya edema. Hasil pemeriksaan

laboratorium tanggal 31 Mei 2019 didapatkan Hb 5,8 g/dL (perbaikan); eritrosit

2,21x106sel/µL; leukosit 4000 sel/µL; trombosit 184.000 sel/µL; hematokrit

17,4%; MCH 26,2 pg; MCHC 33,3 g/dL; MCV 78,7 Fl. Pemeriksaan urinalisis:

warna kuning; jernih; eritrosit 0-1; leukosit 1-2; epitel 0-1; bakteri (-); jamur (-);

amoeba (-); pH normal; protein 2+; nitrit (-); leukosit (-); glukosa (-); keton (-);

darah/eritrosit (-); bilirubin/urobilinogen (-); silinder/kristal (-). Pasien didiagnosis

dengan Penyakit ginjal kronik Stadium 5 et causa OAINS nefropati, melena et

causa OAINS gastropati, anemia et causa perdarahan gastrointestinal dd renal,

hiperkalemia tanpa perubahan EKG, hiperurisemia. Pasien ditangani dengan

terapi farmakologis berupa pemberian Kidmin 400 cc tiap 24 jam intravena,

salbutamol respules 2,5 mg tiap 6 jam inhaler, asam folat tablet 0,4 mg tiap 12

jam per oral, domperidone injeksi 10 cc tiap 8 jam intravena, lansoprazole injeksi

7
30 mg tiap 12 jam intravena, sucralfat syrup 10 cc tiap 8 jam per oral. Terapi non-

farmakologis diberikan diet protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87 gr/hari, kalori 30

kkal/kgBB/hari; 2.190 kkal/hari, diet lambung 1, transfusi PRC/Packed Red blood

Cell 230 cc selang sehari, kebutuhan cairan; urine output + 500 cc (Insensible

Water Loss), pemantauan tanda-tanda vital dan pemantauan urine output. Urine

output: ± 600 cc/24 jam.

Hari perawatan kedua dan ketiga di ruangan, 1 dan 2 Juni 2019. Keluhan

lemah badan berkurang, mual muntah (-), demam (-), BAB hitam (-), nyeri pada

kedua tungkai dan kaki (+). Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum

tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg,

nadi 87 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu badan 37,2C. Pada pemeriksaan

kepala ditemukan konjungtiva anemis dan sclera tidak ikterik. Pada pemeriksaan

dada, inspeksi tampak pergerakan napas simetris kanan dan kiri, palpasi taktil

fremitus kanan sama dengan kiri. Suara napas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan

wheezing. Pada pemeriksaan jantung, iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba.

Batas-batas jantung dalam batas normal dan bunyi jantung I dan II reguler,

M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, tidak ada murmur dan gallop. Pada

pemeriksaan abdomen, inspeksi datar, auskultasi bising usus positif normal,

palpasi lemas dan terdapat nyeri tekan pada epigastrium serta tidak teraba

pembesaran hati maupun limpa. Perkusi timpani dan tidak ditemukan adanya

asites. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak terdapat

edema. Pemeriksaan laboratorium 2 Juni 2019 didapatkan Hb 5,8g/Dl; eritrosit

8
2,18x106sel/µL; leukosit 5.200 sel/µL; trombosit 176.000 sel/µL; hematokrit

17,2%; MCH 26,6 pg; MCHC 33,7 g/dL; MCV 78,9 fL; ureum 279 mg/dL;

kreatinin 11,2 mg/dL; natrium 141 mEq/L; kalium 4,81 mEq/L; klorida 104,7

mEq/L. Pasien didiagnosis dengan Penyakit ginjal kronik Stadium 5 et causa

OAINS nefropati, melena et causa OAINS gastropati, anemia et causa perdarahan

gastrointestinal dd renal, hiperkalemia tanpa perubahan EKG, hiperurisemia.

Pasien ditangani dengan terapi farmakologis berupa pemberian Kidmin 400 cc

tiap 24 jam intravena, salbutamol respules 2,5 mg tiap 6 jam inhaler, asam folat

tablet 0,4 mg tiap 12 jam per oral, lansoprazole injeksi 30 mg tiap 12 jam

intravena, sucralfat syrup 10 cc tiap 8 jam per oral. Terapi non-farmakologis

diberikan terapi pengganti ginjal; hemodialisis, diet protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87

gr/hari, kalori 30 kkal/kgBB/hari; 2.190 kkal/hari, diet lambung 1, transfusi

PRC/Packed Red blood Cell 230 cc selang sehari, kebutuhan cairan; urine output

+ 500 cc (Insensible Water Loss), pemantauan tanda-tanda vital dan pemantauan

urine output. Urine output: ± 600 cc/24 jam

Hari perawatan keempat dan kelima di ruangan, 3 dan 4 Juni 2019.

Keluhan lemah badan berkurang, mual (-), muntah (-), demam (-), kejang (-),

BAB hitam (-), nyeri pada kedua tungkai dan kaki berkurang. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 82 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu

badan 37,0C. Pada pemeriksaan kepala ditemukan konjungtiva anemis dan

sclera tidak ikterik. Pada pemeriksaan dada, inspeksi tampak pergerakan napas

9
simetris kanan dan kiri, palpasi taktil fremitus kanan sama dengan kiri. Suara

napas vesikuler, tidak terdapat rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung,

iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba. Batas-batas jantung dalam batas

normal dan bunyi jantung I dan II reguler, M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1,

A2>P2, tidak ada murmur dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi datar,

auskultasi bising usus positif normal, palpasi lemas dan terdapat nyeri tekan pada

epigastrium serta tidak teraba pembesaran hati maupun limpa. Perkusi timpani

dan tidak ditemukan adanya asites. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan

akral hangat dan tidak adanya edema. Pemeriksaan laboratorium 3 Juni 2019

didapatkan Hb 6,1 g/dL (perbaikan); eritrosit 2,38x106sel/µL; leukosit 5.600

sel/µL; trombosit 188.000 sel/µL; hematokrit 19,2%; MCH 25,8 pg; MCHC 32,0

g/dL; MCV 80,5 fL; ureum 304 mg/dL; kreatinin 12,1 mg/dL; SGOT/AST

(Aspartat transaminase) 22 U/L; SGPT/ALT (Alanin transaminase) 20 U/L;

protein total 6,38 g/dL; serum iron (SI) 17 ug/dL; fosfor 5,5 mg/dL; magnesium

1,91 mg/dL; albumin 3,21 g/dL; globulin 3,17 g/dL; saturase transferin 10%;

calcium 8,76 mg/dL; PT/Prothrombin Time 14,6 detik; INR/International

Normalised Ratio 1,10 detik; APTT/Activated Partial Thromboplastin Time 30,2

detik; TIBC/Total Iron Binding Capacity 163. Pasien didiagnosis dengan Penyakit

ginjal kronik Stadium 5 et causa OAINS nefropati, melena et causa OAINS

gastropati, anemia et causa perdarahan gastrointestinal dd renal, hiperkalemia

tanpa perubahan EKG, hiperurisemia. Pasien ditangani dengan terapi

farmakologis berupa pemberian Kidmin 400 cc tiap 24 jam intravena, asam folat

10
tablet 0,4 mg tiap 12 jam per oral, lansoprazole injeksi 30 mg tiap 12 jam

intravena, sucralfat syrup 10 cc tiap 8 jam per oral. Terapi non-farmakologis

diberikan diet protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87 gr/hari, kalori 30 kkal/kgBB/hari;

2.190 kkal/hari, diet lambung 1, transfusi PRC/Packed Red blood Cell 230 cc

selang sehari, kebutuhan cairan; urine output + 500 cc (Insensible Water Loss),

pemantauan tanda-tanda vital dan pemantauan urine output. Urine output: ± 600

cc/24 jam

Hari perawatan keenam sampai kedelapan di ruangan, 5 sampai 7 Juni

2019. Pemeriksaan laboratorium 5 Juni 2019 didapatkan Hb 7,0 g/dL (perbaikan);

eritrosit 2,08x106sel/µL; leukosit 4.700 sel/µL; trombosit 223.000 sel/µL;

hematokrit 21,3%; MCH 26,1 pg; MCHC 32,9 g/dL; MCV 79,5 fL; ureum 140

mg/dL; kreatinin 7,0 mg/dL; natrium 139 mEq/L; kalium 3,77 mEq/L; klorida

96,3 mEq/L. Pasien didiagnosis dengan Penyakit ginjal kronik Stadium 5 et causa

OAINS nefropati, melena et causa OAINS gastropati, anemia et causa perdarahan

gastrointestinal dd renal, hiperkalemia tanpa perubahan EKG, hiperurisemia.

Pasien ditangani dengan terapi farmakologis berupa pemberian Kidmin 400 cc

tiap 24 jam intravena, asam folat tablet 0,4 mg tiap 12 jam per oral, lansoprazole

injeksi 30 mg tiap 12 jam intravena, sucralfat syrup 10 cc tiap 8 jam per oral.

Terapi non-farmakologis diberikan diet protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87 gr/hari,

kalori 30 kkal/kgBB/hari; 2.190 kkal/hari, diet lambung 1, transfusi PRC/Packed

Red blood Cell 230 cc selang sehari, kebutuhan cairan; urine output + 500 cc

(Insensible Water Loss), pemantauan tanda-tanda vital dan pemantauan urine

11
output. Urine output: ± 600 cc/24 jam. Pasien dirawat jalan pada tanggal 7 Juni

2019 dengan terapi farmakologis yang diberikan yaitu asam folat tablet 0,4 mg

tiap 12 jam per oral, lansoprazole kapsul 30 mg tiap 12 jam per oral, sucralfat

syrup 10 cc tiap 8 jam per oral, paracetamol tablet 500 mg tiap 8 jam per oral (jika

demam/nyeri).

12
PEMBAHASAN

Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan penurunan progresif fungsi

ginjal yang bersifat ireversibel. Menurut guideline The National Kidney

Foundation’s Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (KNF KDOQI). PGK

didefinisikan sebagai kerusakan ginjal persisten dengan karakteristik adanya

kerusakan struktural atau fungsional (seperti mikroalbuminuria/proteinuria,

hematuria, kelainan histologis ataupun radiologis), dan/atau menurunnya laju

filtrasi glomerulus (LFG) menjadi <60 ml/menit/1,73m 2 selama sedikitnya 3

bulan.1 Pada pasien ini telah dilakukan hemodialisis sejak 2 minggu SMRS. Pada

hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 30 Mei 2019 didapatkan Hb 5,5g/dL;

ureum 343 mg/dL; kreatinin 12,5 mg/dL; natrium 138 mEq/L; kalium 5,88

mEq/L; klorida 92,3 mEq/L; nilai LFG pada pasien ini didapatkan 7,86

ml/menit/1,73 m2. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan protein +2.

Secara global, penyebab PGK terbesar adalah diabetes melitus. Di

Indonesia, sampai dengan tahun 2000, penyebab terbanyak adalah

glomerulonefritis, namun beberapa tahun terakhir menjadi hipertensi berdasarkan

data IRR. Namun belum dapat dipastikan apakah memang hipertensi merupakan

penyebab PGK atau hipertensi akibat penyakit ginjal tahap akhir, karena data IRR

didapatkan dari pasien hemodialisis yang sebagian merupakan pasien dengan

penyakit ginjal tahap akhir. Berdasarkan urutannya PGK dapat disebabkan oleh 1)

diabetes melitus, 2) hipertensi, 3) glomerulonefritis kronis, 4) nefritis intersisial

kronis, 5) penyakit ginjal polikistik, 6) obstruksi-infeksi saluran kenih, 7) obesitas

13
dan 8) sebab lain; intoksikasi obat, nefropati urat, nefritis lupus. Pada pasien ini

riwayat diabetes melitus dan hipertensi disangkal oleh pasien. Pemeriksaan gula

darah sewaktu pasien didapatkan 138 mg/dL pada tanggal 30 Mei 2019. Pada

pasien ini PGKnya disebabkan oleh intoksikasi obat OAINS. Pasien mengatakan

± sudah 10 tahun pasien mengkonsumsi OAINS secara teratur dengan dosis yang

diatur sendiri oleh pasien.

Gambaran klinis pasien PGK meliputi: a) sesuai dengan penyakit yang

mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius,

hipertensi, hiperurisemia, lupus eritematous sistemik, dsb. b) sindrom uremia

terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan volume

cairan, neuropati perifer, pruritus, kejang sampai koma. Sedangkan gejala

komplikasinya (hipertensi, anemia, osteodistrofi ginjal, payah jantung dan

gangguan keseimbangan elektrolit).1 Pada pasien ini terjadi hiperurisemia dan

sudah menunjukkan beberapa gejala sindrom uremik meliputi sindrom uremik

lemah badan, letargi, anoreksia, mual, kelebihan volume cairan, neuropati perifer

dan kejang.

OAINS adalah kelompok heterogen asam organik yang memberikan efek

terapeutik dan efek merugikan tertentu. Mekanisme kerja dan efek terapeutik

OAINS adalah sebagai berikut; prostaglandin dilepaskan ketika sel rusak dan

aspirin dan OAINS menghambat biosintesisnya pada semua tipe sel. Akan tetapi,

aspirin dan OAINS umumnya tidak menghambat pembentukan mediator

inflamatori lain, termasuk elkosanoid lain. Meskipun efek klinis obat-obat ini

14
secara jelas menghambat sintesis prostaglandin, perbedaan besar antar individu

dan intraindividu dalam proses klinis dapat diketahui. Pada konsentrasi tinggi,

OAINS juga diketahui dapat mengurangi produksi radikal superoksida,

menginduksi apoptosis, menghambat ekspresi molekul adhesi, menurunkan

nitrogen monoksida sintase, menurunkan sitokin proinflamasi (contohnya TNF-

dan IL-1), mengubah aktivitas limfosit, dan mengganggu fungsi membran

selulaer.5,6 Efek merugikan pada terapi OAINS salah satunya pada gastrointestinal.

Gejala yang paling sering berhubungan dengan obat ini adalah gastrointestinal,

termasuk anoreksia, mual, dispepsia, nyeri abdomen, dan diare. Gejala-gejala ini

berhubungan dengan induksi ulser lambung atau usus, yang diperkirakan terjadi

pada 15-30% pengguna reguler. Pada pasien juga didiagnosis dengan melena et

causa perdarahan gastrointestinal diagnosis banding renal. Pasien mengatakan ada

riwayat BAB hitam 2 kali sejak 1 minggu SMRS. Pemeriksaan Rectal toucher/

colok dubur didapatkan sfingter ani cekat, mukosa licin, tidak terdapat darah

dan tidak teraba massa.

Penatalaksanaan pada penderita dengan PGK akibat OAINS meliputi:1

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya. Waktu yang paling tepat untuk terapi

penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga

perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun

sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak

bermanfaat. Pada pasien, ia baru didiagnosis dan mendapat terapi hemodialisis

sejak ± 2 minggu SMRS. Pasien sebelumnya belum pernah melakukan kontrol ke

15
dokter maupun pergi ke rumah sakit. Keluhan seperti BAK dengan volume sedikit

walapun sudah minum banyak serta bengkak pada tungkai sudah dialami pasien

sejak ± 1 tahun SMRS.

Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (kondisi yang dapat

memperburuk keadaan pasien seperti gangguan keseimbangan cairan, obat-obat

nefrotoksik atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya). Pada pasien ini kondisi

komorbidnya adalah obat-obatan nefrotoksik yang sering dikonsumsi secara

teratur dengan dosis yang diatur sendiri oleh pasien.

Menghambat perburukan fungsi ginjal. Faktor utama penyebab perburukan

fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Ada 2 cara penting untuk

mengurangi hiperfiltrasi glomerulus; a) pembatasan asupan protein. Pembatasan

protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/menit/1,73m2, sedangkan di atas nilai

tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan

0,6-0,8/kgbb/hari pada pasein yang belum mendapat terapi hemodialisis,

sedangkan pada pasien yang sudah pernah melakukan hemodialisis protein

diberikan 1,2 gr/kgbb/hari. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35

kkal/kgbb/hari. Dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi

pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat

ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak

disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang

terutama diekskresikan oleh ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang

mengandung ion hidrogen, fosfat, sulfat, dan ion anorganik lain juga

16
diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada

pasien PGK akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion

anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut

uremia. Masalah penting lain adalah, asupan protein berlebih (protein overload)

akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran

darah dan tekanan intraglomerulus, yang akan meningkatkan progresifitas

perburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan

pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber

yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Pada pasien ini diberikan diet protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87 gr/hari, kalori 30

kkal/kgBB/hari; 2.190 kkal/hari yang disesuaikan dengan berat badan pasien yaitu

73 kg. Cara kedua b) terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi

intraglomerulus. Pemakaian obat antihipertensi, di samping bermanfaat untuk

memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat

pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan

hipertrofi glomerulus. Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria

merupakan faktor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain

derajat proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada PGK.

Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angiotensin

(Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti

dapat memperlambat proses perburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat

mekanisme kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. Pada pasien ini

17
tidak diberikan obat anti hipertensi golongan ACE inhibitor maupun golongan lain

karena pada pasien terjadi hiperkalemia sedangkan OAH/Obat Anti Hipertensi gol

ACE inhibitor dapat menghambat pengeluaran kalium melalui penurunan kadar

aldosteron sehingga jika diberikan dapat memperburuk kondisi pasien. Selain itu,

pasien juga mengalami hipotensi dengan tensi 90/60 mmHg, sehingga tidak

diberikan OAH.

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskuler. Pencegahan dan

terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-

45% kematian pada PGK disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang

termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah,

pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia,

pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan

cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan

pencegahan dan terapi terhadap komplikasi PGK secara keseluruhan. Pada pasien

tidak terdapat riwayat penyakit diabetes dan hipertensi namun tetap diawasi

dengan pemeriksaan gula darah puasa dan pemantauan tekanan darah setiap hari.

Pada pasien terdapat anemia normokrom normositik dengan Hb 5,5 g/dL; eritrosit

2,12x106sel/µL; MCH 25,9 pg; MCHC 34,0 g/dL; MCV 76,4 fL; GDS 138

mg/dL; anemia pada pasien dikoreksi dengan transfusi sel darah merah 230cc

selang sehari dengan pemberian asam folat tablet 0,4 mg tiap 12 jam per oral.

Selain anemia pasien juga mengalami hiperkalemia ringan dengan kalium kalium

5,88 mEq/L; hiperkalemia pada pasien dikoreksi dengan pemberian salbutamol

18
respules 2,5 mg tiap 6 jam inhaler. Pasien juga mengalami hiperfosfatemia dengan

kadar fosfor 5,5 mg/dL. Hiperfosfatemia pada pasien dikoreksi dengan diet

protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87 gr/hari dan diet rendah garam. Pembatasan cairan

dan elektrolit. Pembatasan asupan air pada pasien PGK, sangat perlu dilakukan.

Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi

kardiovaskular. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang

keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss. Dengan berasumsi bahwa

air yang keluar melalui insensible water loss antara 500-800 ml/hari (sesuai

dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500-800 ml

ditambah jumlah urin. Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan

natrium. Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan

aritmia jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obat yang

mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran)

harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5 mEq/lt. Pembatasan natrium

dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium

yang diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema

yang terjadi. Pada pasien telah dilakukan pembatasan cairan berdasarkan urine

output dan insensible water loss. Kebutuhan cairan; urine output + 500 cc

(Insensible Water Loss). Urine output: ± 600 cc/24 jam.

Terapi pengganti ginjal. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada PGK

stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit/1,73m 2. Terapi pengganti

tersebut dapat berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal. Pasien menderita

19
PGK stadium 5 dengan LFG= 7,86 ml/menit/1,73 m2; pada pasien sudah

dilakukan hemodialisis 4 kali di Jepang dan 1 kali di RSUP. Prof Dr R D Kandou

Manado. Pasien juga diberikan infus kidmin 400 cc per 24 jam untuk memberikan

nutrisi pada ginjal.

KESIMPULAN

Pasien laki-laki, umur 43 tahun yang di rawat di RSUP Prof. Dr.

R.D.Kandou Manado pada tanggal 30 Mei 2019 dengan diagnosis dengan

Penyakit ginjal kronik Stadium 5 et causa OAINS nefropati, melena et causa

OAINS gastropati, anemia et causa perdarahan gastrointestinal dd renal,

hiperkalemia tanpa perubahan EKG, hiperurisemia. Pada Pasien ini sudah

20
diberikan beberapa terapi yang sesuai dengan kepustakaan, terapi farmakologis

berupa pemberian kidmin 400 cc tiap 24 jam intravena, salbutamol respules 2,5

mg tiap 6 jam inhaler, asam folat tablet 0,4 mg tiap 12 jam per oral, lansoprazole

injeksi 30 mg tiap 12 jam intravena, sucralfat syrup 10 cc tiap 8 jam per oral.

Untuk terapi non farmakologis, pada pasien diberikan terapi pengganti ginjal yaitu

hemodialisis, pemberian transfusi darah hingga Hb ≥ 10 gr/dL karena penderita

ini mengalami anemia, diet protein 1,2 gr/kgBB/hari; 87 gr/hari, kalori 30

kkal/kgBB/hari; 2.190 kkal/hari, diet lambung 1, kebutuhan cairan; urine output +

500 cc (Insensible Water Loss).

Selama 8 hari perawatan penderita mengalami perbaikan secara klinis, dan

selanjutnya mengikuti rawat jalan pada poliklinik interna, poliklinik ginjal dan

poliklinik gizi di RSUP Prof. Kandou Manado.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A,


Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam A editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi keenam. Jakarta: Internal publishing; 2014. h. 2139-46.

2. Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN Situasi Penyakit ginjal kronis.


Jakarta: Kemenkes RI. 2017.h.1-12.

21
3. Logani I, Tjitrosantoso H, Yudistira A. Faktor risiko terjadinya gagal
ginjal kronik di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Parmachon. 2017;
6: 1-9.

4. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit

volume 6. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC. 2006.

5. Bruton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton I. Goodman & Gilman;


Manual farmakologi dan terapi. Edisi pertama. Jakarta: EGC; 2002. h.
412-22.

6. Gunawan S, Nafrialdi R, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi kelima.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.; 2012. h.230-246.

LAMPIRAN

22
Lampiran 1. Hasil pemeriksaan Elektrokardiografi (tanggal 30 Mei 2019)

Gambaran Elektrokardiografi/ EKG: irama sinus ritme; heart rate 71 kali/menit;

axis normal; gelombang P normal; PR interval normal; QRS kompleks normal;

ST segment normal; gelombang T normal; gelombang U (-).

23
Lampiran 2. Hasil pemeriksaan Foto rontgen dada (tanggal 30 Mei 2019)

Foto thorax; kesan kardiomegali dengan CTR/Cardio Thoracic Ratio 62,5%.

24

Anda mungkin juga menyukai