Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Seorang Perempuan Usia 62 Tahun dengan Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel


Respons dan CHF III ec Hepato Kongestif

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu

Diajukan Kepada:
Pembimbing I : dr. Prawoto, Sp.PD
Pembimbing II : dr. Rendra Perwira
Disusun Oleh :
Billy Gustomo

H2A011012

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU
Periode 7 Desember 2015 Februari 2016

LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

Laporan Kasus dengan Judul :


Seorang Perempuan Usia 62 Tahun dengan Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel
Respons dan CHF III ec Hepato Kongestif
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu
Disusun Oleh :
Billy Gustomo

H2A011012

Telah Disetujui Oleh Pembimbing :


Pembimbing II

Pembimbing I

dr. Rendra Perwira

dr. Prawoto, Sp.PD

BAB I
PENDAHULUAN
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam
praktik sehari-hari. Prevalensi FA mencapai 1-2% dan akan terus meningkat
dalam 50 tahun mendatang.1,2 Framingham Heart Study yang merupakan suatu
studi kohor pada tahun 1948 dengan melibatkan 5209 subjek penelitian sehat
(tidak menderita penyakit kardiovaskular) menunjukkan bahwa dalam periode 20
tahun, angka kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan. 3
Sementara itu data dari studi observasional (MONICAmultinational MONItoring
of trend and determinant in CArdiovascular disease) pada populasi urban di
Jakarta menemukan angka kejadian FA sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan
perempuan 3:2.4 Selain itu, karena terjadi peningkatan signifikan persentase
populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi
28,68% (estimasi WHO tahun 2045-2050),5 maka angka kejadian FA juga akan
meningkat secara signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga tercermin
pada data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang
menunjukkan bahwa persentase kejadian FA pada pasien rawat selalu meningkat
setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0% (2011),
9,3% (2012) dan 9,8% (2013).
Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas,
termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA
memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi dan risiko gagal jantung 3 kali lebih
tinggi dibanding pasien tanpa FA.6 Stroke merupakan salah satu komplikasi FA
yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang diakibatkan oleh FA mempunyai
risiko kekambuhanyang lebih tinggi. Selain itu, stroke akibat FA ini
mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5 kali lipat.7,8
Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain
seperti hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes
melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium,
kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun penyakit paru obstruktif kronik

(PPOK). Gagal jantung simtomatik dengan kelas fungsional New York Heart
Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien FA, namun
sebaliknya FA dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung
dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan
gagal jantung melalui mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban
volume jantung, disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis.
Distensi pada atrium kiri dapat menyebabkan FA seperti yang terjadi pada pasien
penyakit katup jantung dengan prevalensi sebesar 30% dan 10-15 % pada defek
septal atrium. Sekitar 20% populasi pasien FA mengalami penyakit jantung
koroner meskipun keterkaitan antara FA itu sendiri dengan perfusi koroner masih
belum jelas.9.

BAB II

LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama

: Ny. SS

Usia

: 62 tahun

Alamat

: Krapyak pucangan, kartosuro

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan terakhir

: SMA

Pekerjaan

: tidak bekerja

Status pernikahan

: Menikah

No. Rekam Medis

: 07121210

Mausk RS

: 29 Desember 2015

Tanggal Periksa

: 31 Desember 2015

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari selasa 29 Desember 2015, pasien datang ke IGD RSU PKU
Delanggu dengan sesak nafas. Sesak dirasakan kurang lebih 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus dan semakin
bertambah berat ketika beraktifitas ringan seperti naik tangga pasar,
berjalan kaki, dan batuk. Sesak berkurang dengan beristirahat dengan
posisi setengah tidur. Sesak yang dirasakan kadang dimalam hari sampai
membuat pasien terbangun dimalam hari dan sesak yang dirasa tidak
terpengaruh oleh cuaca, alergi obat, maupun makanan.
Pasien juga mengeluh batuk kering terus menerus biasanya pada
malam hari, nyeri uluhati dan perut kanan atas, dan kedua kaki bengkak.
Batuk kering yang dirasakan belum pernah diobati serta nyeri uluhati dan
perut kanan atas dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan lalu. Bengkak pada

kedua kaki dirasakan kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan dada berdebar-debar, mudah lelah dan pusing.
Pasien tidak demam, Buang air besar dan buang air kecil lancar, kesan
normal. Nyeri sendi tidak ada, penurunan berat badan drastis dalam waktu
satu bulan tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit serupa

: (+) pasien sering sesak nafas dan 6 kali

rawat inap dengan keluhan yang sama dan pulang dinyatakan membaik
dan harus kontrol.
Riwayat penyakit jantung

: (+) pasien pernah mondok dan riwayat

rawat jalan di RSU PKU Delanggu karena gagal jantung.


Riwayat Paru

: (+) 20 tahun lalu di RS Moewardi pasien

didiagnosis keracunan nikotin pada paru (gambaran hitam pada paru /


PPOK)
Riwayat Kejang

: (+) kurang lebih 1 tahun lalu pasien kejang

dan tidak sadar saat terjadi serangan, pasien rutin berobat ke dokter
Spesialis saraf
Riwayat darah tinggi

: disangkal

Riwayat Kencing manis

: disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat asam urat

: disangkal

Riwayat kolesterol

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat maag

: disangkal

Riwayat penyakit kuning

: disangkal

Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat pengobatan 6 bulan : disangkal


Riwayat Trauma dada

: disangkal

Riwayat alergi makanan dan obat-obatan : disangkal

Riwayat mondok di RS

: (+) sebelumnya sudah 6 kali mondok

dengan keluhan yang sama.


4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat kencing manis

: disangkal

Riwayat darah tinggi

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat asam urat

: disangkal

Riwayat kolesterol

: disangkal

Riwayat asma

: disangkal

Riwayat penyakit kuning

: disangkal

Riwayat Kejang

: disangkal

5. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat-obatan rutin untuk jantung yang
didapatkan dari dokter spesialis penyakit dalam dan obat-obatan anti
kejang dari dokter spesialis saraf. Pasien kontrol teratur serta rutin minum
obat yang diberikan.
6. Riwayat Pribadi
Pasien dirumah tinggal dengan suami dan 1 orang anaknya, pasien
merupakan orang yang tertutup dengan keluarga, setiap ada keluhan pasien
menyembunyikannya dari keluarga. Kegiatan pasien di rumah mengurus
rumah, sejak sakit pasien lebih banyak beristirahat dan mengurangi
aktivitas. Selama pasien sakit, suaminya membantu mengurus rumah dan
merawatnya dengan baik.
7. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan pasien di rumah yaitu minum teh setiap pagi dan sore.
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, obat-obatan, maupun merokok.
Suami pasien juga tidak merokok. Pasien jarang berolahraga.

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Suami pasien seorang pesiunan Guru. Penghasilan pasien cukup untuk
membiayai kehidupan sehari-hari. Anak pertama dan kedua pasien sudah
hidup dengan keluarga kecilnya dan anak ketiga pasien masih duduk di
bangku sekolah SMP. Biaya pengobatan pasien menggunakan ASKES.
Pasien cukup aktif mengikuti kegiatan sosial di lingkungan sekitar
rumahnya.
9. Riwayat Gizi
Dalam sehari pasien makan sebanyak 3 kali sehari dengan menu
seadanya, terkadang hanya menggunakan lauk saja tidak ada sayur. Pasien
jarang makan buah dan merasa berat badannya turun sejak sakit.
.
10. Anamnesis Sistemik
a. Sistem serebrospinal
b. Sistem kardiorespiratori

: pusing (cenat-cenut)
: sesak nafas, berdebar-debar,
terbangun malam hari karena sesak,

c. Sistem gastrointestinal

batuk
: mual, nyeri uluhati, nafsu makan

d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem integumen
f. Sistem urogenital

menurun
: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak lemas

Kesadaran

: Compos Mentis (GCS E4M6V5)

Vital sign

TD

: 90/50 mmHg

Nadi

: 88 x/menit, ireguler, isi dan tegangan cukup

RR

: 23 x/menit
9

: 36,40C (aksiler)

Suhu
Warna kulit

: sawo matang, hiperpigmentasi (-), tugor turun (-)

Kepala

: normosefal, rambut warna hitam mudah dicabut (-)


Mata

: Conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/Pupil isokor 3mm/3mm, bulat central reguler
Reflek pupil direk +/+ indirek +/+ Mata cowong
(-/-) edema palpebra -/- strabismus (-/-)

Hidung

: Nafas cuping (-), deformitas (-), sekret (-),


darah (-)

Telinga: Serumen +/+ sedikit, sekret -/Mulut

: Bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-)


Lidah kotor (-), tremor (-), uvula ditengah, tonsil
T1-T1 hiperemis (-), faring hipermis (-)

Leher

: Kelenjar getah bening (-), distensi vena leher dan


JVP: R+4, otot bantu pernafasan (-)

Thoraks

: bentuk normochest, simetris kanan dan kiri, warna


kulit = kulit sekitar, pola pernapasan
torakoabdominal, retraksi intercostal (-), sela
iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-).

Cor
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V 2cm linea


axilaris anterior sinistra dan kuat angkat, pulsus
sternal dan parasternal (-), thrill (-), nyeri tekan (-),
massa (-)

Perkusi :
Batas kanan atas jantung

: ICS III linea parasternalis

dextra
Batas kanan bawah jantung
dextra

10

: ICS VI linea midclavicula

Batas kiri atas jantung

: ICS III linea parasternalis

sinistra
Batas pinggang jantung

: ICS VI linea midclavicula


sinistra

Batas kiri bawah jantung

ICS

VI

linea

axilaris

anterior sinistra
Batas jantung kesan : cardiomegali
Auskultasi

: Bunyi jantung I dan II ireguler menjauh, murmur


(-), gallop S3 (+), pericardial friction rub (-), bising

(+) parsistol.
Pulmo
Pulmo
Depan
Inspeksi

Dextra

Sinistra

1. Statis

Warna kulit sama dengan Warna

kulit

sama

warna

sekitar, dengan

warna

kulit

bentuk datar (perut lebih sekitar,

bentuk

datar

kulit

rendah

2. Dinamis

dari

thoraks), (perut lebih rendah dari

diameter

AP

simetris,

ICS

<

L, thoraks), diameter AP <


tidak L, simetris, ICS tidak

melebar, massa (-)

melebar, massa (-)

Pergerakan hemithoraks

Pergerakan hemithoraks

dextra = sinistra, retraksi

dextra=sinistra, retraksi

intercostal (-)

intercostal (-)

Palpasi

Simetris, nyeri tekan (-), Simetris, nyeri tekan (-),

1. Statis

massa

(-),

ICS

tidak massa (-), ICS tidak

melebar, krepitasi (-)

11

melebar, krepitasi (-)

2. Dinamis

Stem fremitus dextra = Stem fremitus dextra =


sinistra,

pengembangan sinistra, pengembangan

hemithoraks sama kuat


Perkusi

hemithoraks sama kuat

Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang


paru, batas paru-hati ICS paru
VI

linea

midclavicula

dextra
Auskultasi
Suara dasar

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

Suara

Ronkhi basah halus (+)

Ronkhi basah halus (+)

tambahan

Ronkhi basah kasar (-)

Ronkhi basah kasar (-)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Stridor (-)

Stridor (-)

Belakang
Inspeksi

Warna kulit sama dengan Warna

kulit

sama

1. Statis

warna

warna

kulit

kulit

diameter

AP

simetris,

ICS

sekitar, dengan
<

melebar, massa (-)


2. Dinamis

L, sekitar, diameter AP <


tidak L, simetris, ICS tidak
melebar, massa (-)

Pergerakan hemithoraks Pergerakan hemithoraks


dextra = sinistra

dextra = sinistra

Simetris, nyeri tekan

Simetris, nyeri tekan (-),

Palpasi
1. Statis

(-), massa (-), ICS tidak massa (-), ICS tidak


melebar

melebar

12

2. Dinamis

Stem fremitus dextra = Stem fremitus dextra =


sinistra,

pengembangan sinistra, pengembangan

hemithoraks sama kuat


Perkusi

hemithoraks sama kuat

Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang


paru, peranjakan paru 5 paru, peranjakan paru
cm

5 cm

Suara dasar

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

Suara

Ronkhi basah halus (+)

Ronkhi basah halus (+)

tambahan

Ronkhi basah kasar (-)

Ronkhi basah kasar (-)

Wheezing (+)

Wheezing (+)

Ronkhi kering (-)

Ronkhi kering (-)

Auskultasi

Tampak anterior paru

Tampak posterior paru


= Wheezing

= Ronkhi
Basah Halus
Abdomen
Inspeksi

:
: Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar,
permukaan cembung (perut lebih tinggi dari dada)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal (10x/menit), bruit aorta


abdominal (-), bruit hepar (-), bruit a.renalis (-),
suctionsplash (-)

Perkusi

: Timpani (+) di seluruh regio abdomen, pekak sisi


(+), pekak alih (-) Normal

Palpasi

: Distended (+), nyeri tekan (+) di regio


hypochondrium dextra dan epigastrium, tidak

13

spesifik, defance muscular (-), tes undulasi (+),


nyeri ketok ginjal (-), turgor kulit 2 detik. Hepar
teraba 5cm tepi tumpul permukaan licin perabaan
kenyal, lien dan ginjal tidak teraba

Nyeri Tekan

Ekstermitas
Pemeriksaan
Akral dingin

Superior
+/+

Inferior
+/+

Kuku sendok

-/-

-/-

Oedem

-/-

+/+

Sianosis

-/-

-/-

CPR
Motorik

< 2

< 2

Reflek fisiologis

+/+

+/+

Reflek patologis

-/-

-/-

Kekuatan

555/555

555/555

Tonus

555/555

555/555

Range of motion
Sensoris

555/555
Perbedaan suhu +/+

555/555
Perbedaan suhu /+

Perbedaan tajam

Perbedaan tajam

tumpul +/+

tumpul /+

Otonom

Getaran +/+
Getaran /+
Vasomotor +
Sudomotor +
Miksi berlebih
Defekasi sulit
Potensi libido baik

14

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (2 Januari 2016)
Pemeriksaan
- Hematologi
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
- Hitung Jenis
Granulosit
Limfosit
Monosit
- MCV, MCH, MCHC
MCV
MCH
MCHC
- Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinin
- Fungsi Hati
SGOT
SGPT
- Elektolit
kalium
Natrium (Na)
Klorida
- Glukosa Sewaktu
GDS

Hasil

2. Pemeriksaan Radiologi

15

Nilai Normal
13,2
4,8
207.0
4.54
39.5

12.0-16.0
4.0-12.0
150.0-400.0
4.00-5.00
37.0-43.0

65.4
26,6
9

50.0-80.0
20.5-51.1
2-9

87.1
26.0
33.4

78.6-102.2
25.2-34.7
31.3-35.4

33
0.70

10-50
0.50-0.90

26
13

0-40
0-40

3.40
135
96

3.50-5.10
135-145
95-115

145

<180

Deskripsi

a. Cor : Membesar berbentuk globuler (water bottle heart) dan CTR >
50% (75%)
b. Pulmo : Corakan bronkovaskuler sedikit meningkat pada paru kanan,
tak tampak kavitas, tak tampak bercak pada kedua paru.
Kesan

: Kardiomegali caudolateral (Klasifikasi NYHA III: sesak


bila melakukan aktivitas berat serperti naik tangga),
efussi perikard

3. Pemeriksaan EKG

16

Gambaran :
a. HR : 1500/11: 136 takikardi
b. Irama : Atrial Fibrilasi
c. Axis : lead I (-) dan AVF (+) : deviasi ke kanan
d. Gelombang P : Tinggi : 1x 0,04 : 0,04
Lebar : 2 x 0,04 : 0,008
e. Gelombang QRS : lebar : 2 x 0,04 : 0,08 (melebar)
f. Interval PR : sulit dinilai
g. Interval QT : 5 x 0,04 : 0,20 (N)
h. Segmen ST : lebar : 2,5 x 0,04 : 0,1 (N)
Kesan EKG : AFRVR
4. USG Abdomen

Kesan : Kongestif Hepar e/c cardiac failure, tak tampak ascites organorgan abdomen lain dalam batas normal.

17

E. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Mudah lelah
3. Sesak malam hari (paroksimal nocturnal dispneu)
4. Batuk malam hari
5. Nyeri epigastrik
6. Nyeri regio hypocondrium
7. Dada berdebar-debar
8. Mudah lelah saat aktivitas ringan
9. Pusing
10. Bengkak dikedua tungkai bawah
11. Riwayat penyakit gagal jantung
12. Riwayat penyakit PPOK
13. Riwayat Kejang
14. Riwayat konsumsi obat kejang
Pemeriksaan Fisik
15. Keadaan umum lemah
16. TD 90/50 mmHg
17. Nadi 88x ireguler
18. JVP 4
19. Ictus cordis caudal lateral
20. Batas jantung kesan kardiomegali
21. BJ I-II ireguler
22. Galop s3
23. Bising parsistol
24. Ronkhi basah halus
25. wheezing
26. Nyeri tekan epigastrik & hypocondrium dextra
27. Hepatomegali
28. Akral dingin
29. Udem inferior
30. Suara jantung menjauh
Pemeriksaan Penunjang
31. Lab darah : kalium 340
32. RO thorax : CTR > 75% (kardiomegali)
33. RO thorax : COR bentuk Globuler ( water bottle heart)
34. EKG : kesan irama AF (AFRVR)
35. EKG : HR 136 takikardi
36. USG abdomen : kongestif Hepar e/c CHF
F. Analisis dan Sintesis
1. Abnormalitas 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,15,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,
28, 30,31,33,34,35 AFRVR dengan CHF III dengan Hepato kongestif

18

2.

Abnormalitas 1,2,8,12,13,14,15,16,18,29,32 Efusi perikardium

G. Problem
1. AFRVR (Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respons) dengan CHF III ec
Hepato kongestif
2. Efusi Perikardium
H. Rencana Pemecahan masalah
1. AFRVR (Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respons) dengan CHF III ec
Hepato kongestif
Assesment AFRVR (Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respons) dengan
CHF III ec Hepato kongestif
a. Problem
Subjektif : Sesak nafas, mudah lelah saat aktifitas, sesak dirasakan
pada malam hari (paroksimal nocturnal dispneu), batuk pada malam
hari, nyeri uluhati dan nyeri perut kanan atas, dada berdebar-debar,
mudah lelah saat aktivitas ringan, pusing, bengkak dikedua tungkai
bawah, riwayat penyakit gagal jantung (+), Riwayat PPOK (+)
Objektif : Keadaan umum lemah, JVP 4, ictus cordis teraba di 2cm
ics V linea axilaris anterior (caudal lateral), batas jantung kessan
kardiomegali, bunyi jantung I-II Ireguler, terdapat Galop S3, Bising
jantung (+) parsistol, Ronkhi basah halus, wheezing, nyeri tekan
epigastrik dan hypocondrium dextra,hepar teraba 5cm kesan
hepatomegali, akral dingin, akral dingin, edem inferior (+/+), lab darah
elektrolit kalium 340, RO thorax CTR 75% (kardiomegali), EKG HR
136 (takikardi) kesan irama AF (AFRVR), USG abdomen kongestif
hepar ec CHF.
b. Initial Plan
1) IpDx
Laboratorium: Glukosa sewaktu, EKG dan lead II perpanjang,
pemeriksaan fungsi tiroid (TSH,T3-T4), Laboratorium : Darah rutin,
fungsi ginjal (ureum creatinin),fungsi hati (SGOT, SGPT), Elektrolit
darah.
2) IpTx
a) Bedrest
b) Oksigen nasal canul 2-4L/menit bed posisi 45 derajat
c) Infus RL 16 tpm

19

d) Inj furosemid 1 amp / 8 jam


e) Inj ranitidin 1 amp / 12 jam
f) KSR tab 3x1
g) CPG tab 1x1
h) Aspilet tab 1x1
i) Spironolacton tab 25mg 1x1
j) Digoxin tab 0,25mg 1x1
k) Amiodaron 100mg 1x1
l) Pasang DC
3) IpMx
Monitoring keadaan umum, monitoring keluhan, tanda vital,
monitoring urin, efek terapi, dan EKG serial, monitoring lab ureum
creatinin
4) IpEx
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi
penyakit, pengobatan, komplikasi yang mungkin timbul baik
komplikasi, pencegahan berulangnya komplikasi, serta edukasi
pasien agar mengurangi aktivitas fisik.
2. Efusi Perikardium
Assesment Efusi perikardium
a. Problem
Subjektif : sesak nafas, mudah lelah saat aktivitas ringan, riwayat
PPOK (+), Riwayat Kejang (+), Riwayat konsumsi obat-obatan kejang
(+)
Objektif : tampak lemas, tekanan darah 90/60 mmHg,JVP 4,
wheezing, suara jantung menjauh, RO thorax COR bentuk Globuler
(water bottle heart), EKG : HR 136 (takikardi)
b. Initial Plan
1) IpDx
Pemeriksaan Rongten thorax, EKG, Ekokardiografi, pemeriksaan lab
: darah rutin, fungsi tiroid (TSH,T3-T4)
2) IpTx
a) Terapi simtomatik : Tetrasiklin 500mg dalam 25ml salin
dimasukan dalam kavum perikardium dalam 2-3 menit.
b) Terapi spesifik : perikardiosentesis
3) IpMx
Monitoring keadaan umum, monitoring keluhan, monitoring tanda
vital.
4) IpEx

20

Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit


yang diderita pasien, pengobatan, komplikasi dan perlunya
pemeriksaan rutin, khususnya pemeriksaan pada jantung seperti
ekokardiografi.

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Atrial Fibrilasi
1.

Definisi
Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas,
dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan
fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah
tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar
(fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi
NAV yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga
ireguler, dan seringkali cepat.11
Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut:11
a) EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler

21

b) Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG permukaan.


Kadang-kadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada
beberapa sadapan EKG, paling sering pada sadapan V1.
c) Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya
bervariasi, umumnya kecepatannya melebihi 450x/menit.
2.

Sistem Konduksi Jantung


Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat impuls dari luar,
akan menjawab dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan
kontraksi dan kemudian repolarisasi yang disertai dengan relaksasi.
Potensial aksi dari satu sel otot jantung akan diteruskan kea rah sekitarnya,
sehingga sel-sel otot jantung di sekitarnyaakan mengalami juga proses
eksitasi, kontraksi dan relaksasi. Penjalaran peristiwa listrik ini disebut
konduksi.12
Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jantung
terdapat kumpulan sel-sel jantung khusus yang mempunyai sifat :12

Otomatisasi: kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.


Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur.
Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls.
Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulus.
Karena memiliki sifat-sifat ini maka jantung mampu

menghasilkan secara spontan dan ritmis impuls-impuls yang disalurkan


melalui sistem penghantar untuk merangsang miokardium dan menstimulir
kontraksi otot.

Sel-sel ini terkumpul dalam suatu system yang disebut

system konduksi jantung. Sistem konduksi jantung terdiri dari:12


Nodus SA ( sinoatrial)
Simpul ini terletak pada batas antara vena kava superior dan
atrium kanan. Simpuls ini memilikisifat automatisitas yang tertinggi dalam
system konduksi.Kecepatan pembangkitan impuls ini 60-100 denyut
permenit. Sistem konduksi intra atrial
Akhir-akhir int dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalurjalur khusus system konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur intermodal

22

yang menghubungkan simpul sinoatrial dan simpul atrio-ventrikular, dan


jalur Bachmann yang menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri.
Nodus AV ( atrioventrikular)
Nodus ini terletak dibagian bawah atrium kanan, antara
sinus koronarius dan daun kautp tricuspid bagian septal. Nodus AV ini
merupakanjalur normal transmisi impuls antara atrium dan ventrikel, serta
mempunyai dua fungsi yang sangat penting. Pertama, impuls jantung
ditahan disini selama 0,08 sampai 0,12 detik guna memungkinkan pengisian
ventrikel selama kontraksi atrium. Kedua, nodus AV mengatur jumlah
impuls atrium yang mencapai ventrikel, biasanya tidak lebih 180 mpuls per
menit dibolehkan mencapai ventrikel. Efek proteksi ini penting seklai pada
kelaina irama jantung, AQdimana kecepatan denyut atrium dapat melebihi
400 denyut permenit. Klau ventrikel tidak mendapat perlindungan dari
bombardier impuls ini, maka tidak cukup waktu untuk mengisi ventrikel,
dan curah jantung akan menurun drastis. Kecepatan pembangkitan impuls
ini 40-60 denyut per menit.Gelombang rangsangan ini kemudian menyebar
dari nodus AV menuju berkas his.
Berkas his
Berkas his adalah sebuah berkas pendek yang merupakan
kelanjutan bagian bawah simpul atrioventrikular yang menembus annulus
fibrosus dan septum bagian membrane. Berkas ini membelah menjadi
cabang berkas kiri dan kanan, yang berjalan kebawah di kir kanan septum
interventrikular.
Cabang berkas
Kearah distal. Berkas his bercabang menjadi dua bagian, yaitu
cabang berkas kanan dan kiri. Cabang berkas kiri memberikan cabangcabang ke ventrikel kiri, seangkan cabang berkas kanan memberikan cabang
ke berkas kanan.
Fasikel
Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian yaitu fasikel kiri
anterior dan fasikel kiri posterior.
Serabut purkinje
Bagian terakhir dari system konduksi jantung ialah serabut-serabut
purkinje, yang merupakan anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel23

sel otot jantung. Kecepatan pembangkitan impuls ini 20-40 denyut per
menit.
Gambar 1: Jalur system konduksi jantung

Pada fibriasi atrium terjadi gangguan dalam system konduksi jantung


sehingga aktivitas atrium sangat kacau dan nodus AV dapat diberondong oleh
lebih dari 500 impuls per menit.11
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada
lansia dan meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini
dikarenakan pada lansia telah terjadi perubahan struktur pada jantungnya. AF
bisa jadi tipe yang paroxysmal (intermiten), persisten ataupun yang
permanen. Diagnosis dari AF persisten mengindikasikan adanya perbaikan
potensial dari irama sinus, sedangkan AF yang permanen menunjukkan irama
jantung akhir.3
3.

Epidemiologi
AF aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada
golongan usia <65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75

24

tahun. . Di Amerika Utara, prevalensi AF meningkat dua sampai tiga kali lipat
pada tahun 2050. Hal ini meningkat dikarenakan umur harapan hidup yang
juga meningkat. Pada penelitian kesehatan kardiovaskular, AF ada pada
penderita penyakit kardiovaskuler 9,4 % dan 1,6 % tanpa penyakit
kardiovaskuler.10
Risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium adalah 5 sampai 7
kali lebih tinggi daripada pasien tanpa fibrilai atrium. Secara keseluruhan, 20
sampai 25 persen dari stroke iskemik berasal dari emboli kardiogenik.10
4.

Etiologi Atrial Fibrilasi2


Atrila fibrilasi dapat disebabkan oleh penyakit jantung ataupun
penyakit diluar jantung. Penyakit jantung yang berhubungan dengan atrial
fibrilasi:12

Penyakit jantung koroner


Kardiomiopati dilatasi
Kardiomiopati hipertropik
Penyakit katup jantung ( reumatik maupun non reumatik)
Aritmia jantung
Perikarditis

Penyakit diluar jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi :12

Hipertensi sistemik
Diabetes mellitus
Hipertiroidisme
Penyakit paru: penyakit paru obstruksi kronik, hipertensi pulmonal

primer, emboli paru akut.


Neurogenik: system saraf autonom dapat mencetuskan FA pada pasien
yang sensitive mealalui peninggian tonus vagal adrenergik.
5.

Faktor Resiko Atrial Fibrilasi


AF biasanya mudah timbul pada kondis berikut ini:11

Usia (Semakin tua usia seseorang, semakin besar resiko terjadinya AF)
Alkohol
Riwayat keluarga
Tekanan darah tinggi

25

Pada lansia, proses menua menyebabkan perubahan pada system


kardiovaskuler, yaitu : basal heart rate menurun, respon terhadap stress
menurun, LV compliance menurun karena terjadi hipertrofe, senile
amyloidosis, pada katup terjadi sklerosis dan kalsifikasi yang menyebabkan
disfungsi katup, AV node dan system konduksi fibrosis, compliance
pembuluh darah perifer menurun, sehingga afterload meningkat dan terjadi
proses atherosklerotik. Hal ini lah yang menyebabkan insidensi atrial fibrilasi
pada usia lanjut sering dijumpai.12
6.

Klasifikasi Atrial Fibrilasi


Berdasarkan kecepatan laju respon ventrikel (interval RR) maka FA
dapat dibedakan menjadi :11
1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/ menit
2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60- 100x/menit
3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel <60x/menit
Menentukan laju jantung dapat menggunakan interval RR. Laju
jantung yang tidak beraturan seperti pada FA, dapat dihitung dengan
mengalikan rerata laju jantung dalam 6 detik (30 kotak besar) dikalikan
dengan 10. 11
Dengan kecepatan kertas EKG standar 25mm/detik, maka :11
- 1 kotak kecil = 0,04 detik
- 1 kotak besar = 0,2 detik
- 5 kotak besar = 1 detik
- 30 kotak besar = 6 detik
Pada contoh EKG gambar 4 C di atas, dalam 6 detik (30 kotak
besar) didapatkan 4 gelombang QRS, sehingga laju jantung adalah 4x10 =
40x/menit. Fibrilasi atrium dengan laju jantung <60x/menit dikategorikan
sebagai FA dengan respon ventrikel lambat. Interval RR yang reguler
mungkin terjadi apabila terdapat blok atrioventrikular dengan irama
pengganti (escape rhythm) junctional, subjunctional atau ventrikular. Pada
pasien dengan pacu jantung permanen, diagnosis FA mungkin memerlukan
inhibisi sementara dari pacu jantung agar aktivitas fibrilasi atrium dapat

26

terlihat. Takikardia yang cepat, ireguler, dan menetap dengan kompleks QRS
yang lebar mengindikasikan FA dengan konduksi melalui jaras tambahan atau
FA dengan blok berkas cabang.11
7.

Mekanisme atrial fibrilasi11

Aktivasi fokal
Fokus diawali biasanya didaerah vena pulmonalis
Multiple wavelet reentry
Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature aktivitas
aritmogenik dari focus yang tercetus secara cepat.

Ket:
A. Sinus ritme. Selama sinus ritme normal, denyut jantung adalah
proses yang dikoordinasi secara tunggal yang dimulai dari nodus
SA(1). sinyal listrik menyebar menyebrang atrium (2). Kemudian
B.

ke AV node (3) terus menyebar ke ventrikel (4).


Atrial fibrilasi. Ketika pasien dalam keadaan atrial fibrilasi,
atrium diaktivasi secara konstan dengan jalan chaotic karena sinyal
listrik multiple yang merangsang pada 400-600 denyut per menit
(1). Nodus AV (2) menyaring keluar hampir keseluruhan dari sinyal
listrik extra ini tetapi masih meloloskan sedikit denyut untuk
mencapai ventrikel dari normalnya.

Salah satu faktor risiko stroke non hemoragik adalah penyakit jantung,
terutama penyakit yang disebut atrial fibrilasi, yakni penyakit jantung dengan
denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium

27

kiri ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah
yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orangorang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilasi merupakan penyebab utama
kematian pada satu di antara empat kasus stroke.11
8.

Manifestasi Klinis Atrial Fibrilasi


AF dapat asimptomatik dapat pula simptimatik. Gejala-gejala AF
sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel. Umumnya
gejala AF adalah:12

Palpitasi

Pusing
Nyeri dada, terutama saat beraktivitas. Namun dapat juga terjadi saat
istirahat.

Sesak napas

Cepat lelah

Sinkop
Gejala-gejala ini timbul karena jantung bekerja lebih cepat, sehingga
pompa jantung menjadi kurang efisien. Sejumlah kecil darah yang dipompa
oleh jantung saat frekuensinya meningkat tidak sebaik saat darah dalam jumlah
yang lebih banyak dipompa saat frekuensi yang normal. Hal ini dapat
menyebabkan darah tertahan di paru-paru dan menurunkan volume after load
jantung. Sedangkan Af yang asimptomatikbiasanya disebabkan karena denyut
jantung yang tidak begitu cepat sehingga memberikan kesempatan untuk
pengisian ventrikel lebih lama dan akhirnya cardiac out put juga tidak menurun
secara drastis. AF yang asimptomatik biasanya ditemukan secara tidak sengaja
oleh tenaga kesehatan11

9.

Diagnosis Atrial Fibrilasi11


a)

Anamnesis:
Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala umum AF yang berupa: berdebardebar, lemah, sesak nafas terutama saat aktivitas, pusing dll. Dari anamnesis
juga kita dapat menentukan tipe AF pada penderita.
28

b)

c)

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital dapat diketahui denyut nadi yang irregular dan
cepat.
Elektrokardiogram9
1. Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;
respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
2. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi
yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F,
interval PR tidak dapat diukur.
3. Kompleks QRS : Biasanya normal, kecuali adanya kelainan ventrikel.
4. Irama : irreguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Irregularitas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah
reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat (kira-kira 400-700 per menit),
namun setiap rangsang listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat
sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium
secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi yang uniform, tidak
terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut
gelombang f yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur11
Bila atrium berfibrilasi, impuls yang berasal dari otot atrium akan tiba
pada nodus AV dengan cepat tetapi juga tidak teratur. Karena nodus AV tidak
akan menghantarkan impuls kedua kira-kira 0,35 detik setelah impuls
pertama, paling sedikit harus ada selang waktu 0,35 detik antara satu
kontraksi ventrikel dengan kontrkasi ventrikel berikutnya dan tambahan
waktu yang bervariasi dari 0 0,6 detik sebelum satu impuls fibrilasi tiba di
AV. Jadi, selang waktu antara kontraksi ventrikel berikutnya bervariasi dari
paling sedikit sekitar 0,35 detik sampai paling banyak sekitar 0,95 detik, yang
menimbulkan sebuah denyut jantung sangat tidak teratur. Sesungghnya,
ketidakteraturan ini, yang diperlihatkan oleh jarak denyut jantung yang
bervariasi adalah salah satu penemuan klinis yang digunakan untuk
mendiagnosa keadaan. Juga karena frekuensi yang cepat dari impuls fibrilasi

29

dalam atrium, ventrikel biasanya dikendalikan pada suatu frekuensi denyut


yang cepat, biasanya antara 125 dan 150 kali per menit.7,11,12
Pada lansia , respon ventrikel lebih lambat, dan biasanya denyut
jantung < 100 x/menit. Hal ini mungkin disebabkan perubahan fibrosis pada
sistem konduksi jantung dan otot atirum Oleh sebab itu AF sering terjadi
pada lansia, karena terkait dengan usia terjadi perubahan pada keadaan
jantungnya.3

Atrial fibrilasi pada sadapan II

Atrial fibrilasi ( normo ventricular respon )

30

Atrial fibrilasi (rapid ventricular respon)


10.

Manajemen atrial fibrilasi

31

Rhytm control
Rhythm control
Iv / oral flecainide atau amiodarone elective
DC kardioversion
DC kardioversion
*dengan algoritme supresi AF: kardioversi ( baik kimia maupun elektris)
seharusnya tidak dilakukan ketika AF terjadi > 48 jam pada seseorang yg
tidak mendapatkan anti koaguan. Kardioversi seharusnya ditunda sebelum pemberian
antikoagulan 1 bulan. Pada AF akut, echocardiogram trans-esophageal harus
diutamakan pada kardioversi elektris untuk mengeva-luasi adanya thrombus
intrakardiak. # manajemen invasive untuk perma-nen AF merupakan terapi lini kedua
ketika rate control gagal karena, sbg contoh gejala yang tidak ditoleransi.

a) Kontrol rate dan ritme


Manajemen penatalaksanaan AF tidak hanya untuk menghentikan
aritmia tapi juga untuk mengendalikan ventricular rate atau untuk
memulihkan dan mempertahankan sinus ritme. Terapi dengan obat yang
membatasi rate seperti -bocker, digoxin atau verapamil dapat digunakan
untuk menormalkan heart rate selama aktivitas dan kegiatan sehari-hari.
Pada beberapa pasien yang bergejala, ventricular rate mungkin tidak dapat
dikontrol. Strategi invasive termasuk implantasi pacemaker permanen dan
ablasi AV node mungkin dibutuhkan12
Untuk pasien dengan onset AF yang baru ( < 3 bulan), dan mereka
yang bergejala, kontrol ritme mungkin merupakan pilihan terbaik. Strategi
ini termasuk kardioversi elektris, atau obat anti aritmia, tunggal atau dalam
kombinasi, bersama dengan terapi warfarin. Pada lansia toleransi terdahadap
obat anti aritmia lebih rendah seperti amiodarone dan sotalol. Obat-obat ini
seharusnya digunakan dengan perhatian, dan atas anjuran dokter. Flecainid
seharusnya dihindari karena dapat menginduksi

aritmia ventrikel dan

kematian mendadak pada penderita penyakit jantung koroner. Flecainid


seharusnya tidak digunakan pada penderita penyakit jantung koroner
sementara penyakit jantung koroner secara subklinis dierita oleh lansia. 11,12
Jadi, flecainid seharusny dihindari pada lansia. Jika obat yang
lain gagal dan harus menggunakan flecainid, harus dilakukan tes stress
untuk memantau iskemia otot jantung, bersamaan dengan EKG untuk
melihat fungsi ventrikel kiri11,12

32

b) Kardioversi
Kardioversi adalah pengembalian irama sinus. Kardioversi dapat
dilakukan secara farmakologis maupun elektris. Kardioversi farmakologis
kurang efektif dibandingkan kardioversi elektris. Kardioversi farmaologis
paling efektif dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya FA. Kardioversi
elektif diharapkan segera dilakukan pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia,
hipotensi, sinkop. Kardioversi elektif dimulai dengan 200 joule. Bila tidak
berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan
dilakukan anastesi kerja pendek.11,12
Pada pasien yang mengalami onset baru AF diberikan warfarin jika
pasien belum diberikan anti koagulan, kemudian direncanakan melakukan
kardioversi elektris 1 bulan mendatang. Jika sinus ritme masih tidak ada,
atau ada namun kembali menjadi AF, pasien ditawarkan untuk melakukan
kardioversi ulangan. Pada kasus ini, amiodaron akan mulai diberikan dan
kardioversi akan dilakukan 6 bulan mendatan. Amiodarone tetap dilanjutkan
setelah itu. Pada kasus ini, durasi terapi bervariasi tergantung apakah obat
tersebut ditoleransi dan sinus ritme dapat dipertahankan. Pada pasien yang
lebih muda ( <60 tahun) dengan AF saja, strategi kami biasanya melakukan
kardioversi yang mungkin lebih baik beberapa tahun kedepan pada AF
permanen. Pada pasien yang lebih tua, yang hanya menderita AF, saran
untuk melakukan kardioversi jauh lebih tinggi karena adanya AF recuren
setelah prosedur ini dilakukan tinggi.11,12
c) Antikoagulan
Pedoman yang baru merekomendasikan semua pasien AF harus
diberikan terapi obat tromboprofilaktif. Pasien dengan AF saja tanpa resiko
stroke dan berusia < 60 tahun mempunyai resiko pertahun yang rendah (<
1% pertahun) untuk terjadinya trombo-embolism dan tidak membutuhkan
antikoagulan. Banyak dari pasien-pasien ini dengan AF saja diberikan dosis
rendah aspirin 75 mg. pada pasien yang lebih muda dengan AF saja juga

33

ditawarkan kardioversi elektrik elektif. Pada kasus ini, warfarin diberikan


4 minggu sebelum dan 6 minggu sesudah prosedur kardioversi.9,11,12
Pada lansia harus hati-hati terhadap resiko tejadinya perdarahan.
Bagi lansia dengan resiko rendag perdarahan saluran cerna, warfarin aman
diberikan. Target INR pada kelompok ini adalah 2-3. Adanya gangguan
kogntif dan disability bukan merupakan kontraindikasi11

34

Obat

kelas

Aksi mekanisme

Indikasi

Komentar/peringatan pada lansia

Anti-sympathetic

Rapid atrial
fibrillation

Menyebabkan letargi atau postural


hipotensi

Rate control
Beta blockers

Non-1 selective:
atenolol
25100 mg hari

nervous system
Dapat bermanfaat ketika angina dan
atau hipertensi yang bersamaan

1-selective:
bisoprolol
2.510 mg hari
Calcium
antagonist

Diltiazem 90400
mg hari

Slow calcium channel


antagonist (AV node

Rapid atrial
fibrillation

Dapat bermanfaat ketika angina dan


atau hipertensi yang bersamaan

blocker)
Verapamil 40360
mg hari

Digitalis
glycoside

Rhythm
control
Antiarrhythmic
agents

Melawan gagal jatung


Diltiazem dapat menyebbkan diare,
Verapamil dapat menyebabkan
konstipasi

Digoxin 87.5250
g

Slows AV node

hari

conduction

Amiodarone 100
200 mg
hari

Durasi potensial aksi


yang panjang

Rapid atrial
fibrillation

Kardioversi
kimia AF

Control terhadap rate lebih rendah,


terutama saat istirahat dari pada
=blocker. Dapat ditoleransi dengan
baik
Hati-hati paa disfungsi ginjal.

Efek sampingnya luas


Pada penggunaan kronik diharuskan
pemeriksaan terhadap
TFTs/LFTs dan PFT pada interval 6-12
bulan

Sotalol 40160 mg

Prolongation of action

2x1

potential duration

Flecainide

Sodium channel
inhibitor

Terapi
tambahan
untuk
mempertahan
kan sinus
ritme jangka
panjang

Should only be
used in
conjunction
with a
cardiologist or
physician

Efektif dan ditooleransi dengan baik

Perhatian pada penderita gagal


jantung dan penyakit arteri koroner
Should only be used in patients
without
CHD. A stress test to screen for the
presence of inducible cardiac
ischaemic
should be performed prior to the

prescription
of flecainide in elderly patients
Key: AF = atrial fibrillation; AV = atrioventricular; TFT = thyroid function tests; LFT = liver function tests; PFT = pulmonary
function tests; CHD = coronary heart disease

35

BAB IV
PEMBAHASAN
Teori
Etiologi

Kasus

Penyakit gagal jantung

NYHA II-IV
Penyakit PPOK

Pasien mempunyai
riwayat gagal jantung
dan 6x masuk RS
dengan diagnosis yang

sama
Pasien mempunyai
riwayat PPOK 20
tahun lalu

Diagnosis

Penentuan simtom /

derajat simtom (skor

termasuk EHRA III :

EHRA/CCS-SAF)

Penyakit jantung yang


mendasari / penyebab lain
resersibel

Pada pasien
gejala berat aktivitas
terganggu

Pada pasien
di dapatkan gagal
jantung namun tidak
disertai hipotiroidisme

Gambaran klinis

Gejala AF bervariasi

Pada pasien ditemukan

tergantung kecepatan laju

gejala sesak, palpitasi,

Irama ventrikel. Umumnya:


Palpitasi
Pusing
Nyeri dada saat

pusing, dan merasa cepat

aktivitas / istirahat
Sesak nafas
Cepat lelah

36

lelah saat beraktivitas


ringan yang merupakan
kumpulan gejala dari
gangguan irama ventrikel

Penunjang
Laboratorium

Darah lengkap (anemia,

infeksi)
Fungsi tiroid
Kadar digoxin

Pemeriksaan darah
pada pasien kesan dalam
batas normal. Bisa
dikarenakan pengobatan

rutin yang dialami.


Pada pasien TSH,
T3-T4 dalam batas
normal menandakan AF
yang dialami bukan

EKG

Laju jantung

karena hipo/hiper tiroid


laju jantung

136x/menit (takikardi)
QRS

110-140x/menit tetapi jarang

melebihi 160x/menit
Didapatkan
denyut dengan konduksi

rongten thorax biasanya

adanya
fenomena Ashman,

aberan (QRS melebar)


Interval R-R
ireguler

Radiologi

melebar

interval R-R ireguler


irama AF

Pada

pasien

RO

normal, kadang ditemukan

thorax

bukti gagal jantung atau

kardiomegali salah satu

parenkim vaskuler paru

tanda gagal jantung

(emboli paru, pneumonia)


Penaatalaksanaan Non Medikamentosa
Edukasi
Medikamentosa
Antiaritmia
Mempertahankan irama

kesan

Pada pasein,
edukasi sudah diberikan.
Diberikan
amiodaron untuk
mempertahankan irama

sinus
Antitrombotik
Antikoagulan

sinus + digoxin sebagai


obat profilaktik
antiaritmia dan
penngontrolan laju
37

ventrikel untuk mencegah


rekurensi

Diberikan
CPG dan aspilet untuk
mencegah resiko
timbulnya trombus pada
AF yang bisa
menyebabkan Stroke

BAB V
38

KESIMPULAN
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada
lansia telah terjadi perubahan struktur pada jantungnya.
Perubahan yang terjadi pada usia lanjut adalah terjadi proses menua, dimana
terjadi kemunduran struktur anatomi maupun fungsional yaitu terjadi proses
degenerasi.

DAFTAR PUSTAKA
39

1. Go AS, Hylek EM, Phillips KA, et al. Prevalence of diagnosed atrial


fibrillation in adults: national implications for rhythm management and
stroke prevention: the AnTicoagulation and Risk Factors in Atrial
Fibrillation (ATRIA) Study. JAMA : the journal of the American Medical
Association 2001;285:2370-5.
2. European Heart Rhythm A, European Association for Cardio-Thoracic S,
Camm AJ, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the
Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European
Society of Cardiology (ESC). European heart journal 2010;31:2369-429.
3. Wolf PA, Benjamin EJ, Belanger AJ, Kannel WB, Levy D, DAgostino RB.
Secular trends in the prevalence of atrial fibrillation: The Framingham
Study. American heart journal 1996;131:790.
4. Setianto B, Malik MS, Supari SF. Studi aritmia pada survei dasar MONICAJakarta di Jakarta Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Depkes RI 1998.
5. RI PDdIKK. Gambaran kesehatan usia lanjut di Indonesia. Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan 2013: .
6. Wyse DG, Waldo AL, DiMarco JP, et al. A comparison of rate control and
rhythm control in patients with atrial fibrillation. The New England journal
of medicine 2002;347:1825-33.
7. Stewart S, Murphy NF, Walker A, McGuire A, McMurray JJ. Cost of an
emerging epidemic: an economic analysis of atrial fibrillation in the UK.
Heart 2004;90:286 92.
8. Camm AJ, Lip GY, De Caterina R, et al. 2012 focused update of the ESC
Guidelines for the management of atrial fibrillation: an update of the 2010
ESC Guidelines for the management of atrial fibrillation--developed with
the special contribution of the European Heart Rhythm Association.
Europace : European pacing, arrhythmias, and cardiac electrophysiology :
journal of the working groups on cardiac pacing, arrhythmias, and cardiac
cellular electrophysiology of the European Society of Cardiology
2012;14:1385-413.
9. Issa ZF. Atrial Fibrillation. In: Miller JM, Zipes DP, eds. Clinical
arrhythmology and electrophysiology: a companion to Braunwalds heart
disease. 2nd ed: Saunders; 2012.
10. European Heart Rhythm A, European Association for Cardio-Thoracic S,
Camm AJ, et al. Guidelines for the management of atrial fibrillation: the
Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European

40

Society of Cardiology (ESC). Europace : European pacing, arrhythmias, and


cardiac electrophysiology : journal of the working groups on cardiac pacing,
arrhythmias, and cardiac cellular electrophysiology of the European Society
of Cardiology 2010;12:1360-420.
11. PERKI. Pedoman Tatalaksana Fibrilasi Atrium. Edisi I. Jakarta :
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2014.
12. Sudoyo,A.W dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi-5. Jakarta
: Interna publishing. 2007.

41

Anda mungkin juga menyukai