Diajukan Kepada:
Pembimbing I : dr. Prawoto, Sp.PD
Pembimbing II : dr. Rendra Perwira
Disusun Oleh :
Billy Gustomo
H2A011012
LEMBAR PENGESAHAN
KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
H2A011012
Pembimbing I
BAB I
PENDAHULUAN
Fibrilasi atrium (FA) merupakan aritmia yang paling sering ditemui dalam
praktik sehari-hari. Prevalensi FA mencapai 1-2% dan akan terus meningkat
dalam 50 tahun mendatang.1,2 Framingham Heart Study yang merupakan suatu
studi kohor pada tahun 1948 dengan melibatkan 5209 subjek penelitian sehat
(tidak menderita penyakit kardiovaskular) menunjukkan bahwa dalam periode 20
tahun, angka kejadian FA adalah 2,1% pada laki-laki dan 1,7% pada perempuan. 3
Sementara itu data dari studi observasional (MONICAmultinational MONItoring
of trend and determinant in CArdiovascular disease) pada populasi urban di
Jakarta menemukan angka kejadian FA sebesar 0,2% dengan rasio laki-laki dan
perempuan 3:2.4 Selain itu, karena terjadi peningkatan signifikan persentase
populasi usia lanjut di Indonesia yaitu 7,74% (pada tahun 2000-2005) menjadi
28,68% (estimasi WHO tahun 2045-2050),5 maka angka kejadian FA juga akan
meningkat secara signifikan. Dalam skala yang lebih kecil, hal ini juga tercermin
pada data di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita yang
menunjukkan bahwa persentase kejadian FA pada pasien rawat selalu meningkat
setiap tahunnya, yaitu 7,1% pada tahun 2010, meningkat menjadi 9,0% (2011),
9,3% (2012) dan 9,8% (2013).
Fibrilasi atrium menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas,
termasuk stroke, gagal jantung serta penurunan kualitas hidup. Pasien dengan FA
memiliki risiko stroke 5 kali lebih tinggi dan risiko gagal jantung 3 kali lebih
tinggi dibanding pasien tanpa FA.6 Stroke merupakan salah satu komplikasi FA
yang paling dikhawatirkan, karena stroke yang diakibatkan oleh FA mempunyai
risiko kekambuhanyang lebih tinggi. Selain itu, stroke akibat FA ini
mengakibatkan kematian dua kali lipat dan biaya perawatan 1,5 kali lipat.7,8
Fibrilasi atrium juga berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular lain
seperti hipertensi, gagal jantung, penyakit jantung koroner, hipertiroid, diabetes
melitus, obesitas, penyakit jantung bawaan seperti defek septum atrium,
kardiomiopati, penyakit ginjal kronis maupun penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Gagal jantung simtomatik dengan kelas fungsional New York Heart
Association (NYHA) II sampai IV dapat terjadi pada 30% pasien FA, namun
sebaliknya FA dapat terjadi pada 30-40% pasien dengan gagal jantung tergantung
dari penyebab dari gagal jantung itu sendiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan
gagal jantung melalui mekanisme peningkatan tekanan atrium, peningkatan beban
volume jantung, disfungsi katup dan stimulasi neurohormonal yang kronis.
Distensi pada atrium kiri dapat menyebabkan FA seperti yang terjadi pada pasien
penyakit katup jantung dengan prevalensi sebesar 30% dan 10-15 % pada defek
septal atrium. Sekitar 20% populasi pasien FA mengalami penyakit jantung
koroner meskipun keterkaitan antara FA itu sendiri dengan perfusi koroner masih
belum jelas.9.
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama
: Ny. SS
Usia
: 62 tahun
Alamat
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Pendidikan terakhir
: SMA
Pekerjaan
: tidak bekerja
Status pernikahan
: Menikah
: 07121210
Mausk RS
: 29 Desember 2015
Tanggal Periksa
: 31 Desember 2015
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari selasa 29 Desember 2015, pasien datang ke IGD RSU PKU
Delanggu dengan sesak nafas. Sesak dirasakan kurang lebih 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus dan semakin
bertambah berat ketika beraktifitas ringan seperti naik tangga pasar,
berjalan kaki, dan batuk. Sesak berkurang dengan beristirahat dengan
posisi setengah tidur. Sesak yang dirasakan kadang dimalam hari sampai
membuat pasien terbangun dimalam hari dan sesak yang dirasa tidak
terpengaruh oleh cuaca, alergi obat, maupun makanan.
Pasien juga mengeluh batuk kering terus menerus biasanya pada
malam hari, nyeri uluhati dan perut kanan atas, dan kedua kaki bengkak.
Batuk kering yang dirasakan belum pernah diobati serta nyeri uluhati dan
perut kanan atas dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan lalu. Bengkak pada
kedua kaki dirasakan kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan dada berdebar-debar, mudah lelah dan pusing.
Pasien tidak demam, Buang air besar dan buang air kecil lancar, kesan
normal. Nyeri sendi tidak ada, penurunan berat badan drastis dalam waktu
satu bulan tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit serupa
rawat inap dengan keluhan yang sama dan pulang dinyatakan membaik
dan harus kontrol.
Riwayat penyakit jantung
dan tidak sadar saat terjadi serangan, pasien rutin berobat ke dokter
Spesialis saraf
Riwayat darah tinggi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat kolesterol
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat maag
: disangkal
: disangkal
Riwayat operasi
: disangkal
: disangkal
Riwayat mondok di RS
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat kolesterol
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
: disangkal
Riwayat Kejang
: disangkal
5. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat-obatan rutin untuk jantung yang
didapatkan dari dokter spesialis penyakit dalam dan obat-obatan anti
kejang dari dokter spesialis saraf. Pasien kontrol teratur serta rutin minum
obat yang diberikan.
6. Riwayat Pribadi
Pasien dirumah tinggal dengan suami dan 1 orang anaknya, pasien
merupakan orang yang tertutup dengan keluarga, setiap ada keluhan pasien
menyembunyikannya dari keluarga. Kegiatan pasien di rumah mengurus
rumah, sejak sakit pasien lebih banyak beristirahat dan mengurangi
aktivitas. Selama pasien sakit, suaminya membantu mengurus rumah dan
merawatnya dengan baik.
7. Riwayat Kebiasaan
Kebiasaan pasien di rumah yaitu minum teh setiap pagi dan sore.
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol, obat-obatan, maupun merokok.
Suami pasien juga tidak merokok. Pasien jarang berolahraga.
: pusing (cenat-cenut)
: sesak nafas, berdebar-debar,
terbangun malam hari karena sesak,
c. Sistem gastrointestinal
batuk
: mual, nyeri uluhati, nafsu makan
d. Sistem muskuloskeletal
e. Sistem integumen
f. Sistem urogenital
menurun
: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum
: Tampak lemas
Kesadaran
Vital sign
TD
: 90/50 mmHg
Nadi
RR
: 23 x/menit
9
: 36,40C (aksiler)
Suhu
Warna kulit
Kepala
: Conjungtiva anemis -/- sklera ikterik -/Pupil isokor 3mm/3mm, bulat central reguler
Reflek pupil direk +/+ indirek +/+ Mata cowong
(-/-) edema palpebra -/- strabismus (-/-)
Hidung
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi :
Batas kanan atas jantung
dextra
Batas kanan bawah jantung
dextra
10
sinistra
Batas pinggang jantung
ICS
VI
linea
axilaris
anterior sinistra
Batas jantung kesan : cardiomegali
Auskultasi
(+) parsistol.
Pulmo
Pulmo
Depan
Inspeksi
Dextra
Sinistra
1. Statis
kulit
sama
warna
sekitar, dengan
warna
kulit
bentuk
datar
kulit
rendah
2. Dinamis
dari
diameter
AP
simetris,
ICS
<
Pergerakan hemithoraks
Pergerakan hemithoraks
dextra=sinistra, retraksi
intercostal (-)
intercostal (-)
Palpasi
1. Statis
massa
(-),
ICS
11
2. Dinamis
linea
midclavicula
dextra
Auskultasi
Suara dasar
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
Suara
tambahan
Wheezing (-)
Wheezing (-)
Stridor (-)
Stridor (-)
Belakang
Inspeksi
kulit
sama
1. Statis
warna
warna
kulit
kulit
diameter
AP
simetris,
ICS
sekitar, dengan
<
dextra = sinistra
Palpasi
1. Statis
melebar
12
2. Dinamis
5 cm
Suara dasar
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
Suara
tambahan
Wheezing (+)
Wheezing (+)
Auskultasi
= Ronkhi
Basah Halus
Abdomen
Inspeksi
:
: Warna kulit sama dengan warna kulit sekitar,
permukaan cembung (perut lebih tinggi dari dada)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
13
Nyeri Tekan
Ekstermitas
Pemeriksaan
Akral dingin
Superior
+/+
Inferior
+/+
Kuku sendok
-/-
-/-
Oedem
-/-
+/+
Sianosis
-/-
-/-
CPR
Motorik
< 2
< 2
Reflek fisiologis
+/+
+/+
Reflek patologis
-/-
-/-
Kekuatan
555/555
555/555
Tonus
555/555
555/555
Range of motion
Sensoris
555/555
Perbedaan suhu +/+
555/555
Perbedaan suhu /+
Perbedaan tajam
Perbedaan tajam
tumpul +/+
tumpul /+
Otonom
Getaran +/+
Getaran /+
Vasomotor +
Sudomotor +
Miksi berlebih
Defekasi sulit
Potensi libido baik
14
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (2 Januari 2016)
Pemeriksaan
- Hematologi
Hemoglobin
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
- Hitung Jenis
Granulosit
Limfosit
Monosit
- MCV, MCH, MCHC
MCV
MCH
MCHC
- Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinin
- Fungsi Hati
SGOT
SGPT
- Elektolit
kalium
Natrium (Na)
Klorida
- Glukosa Sewaktu
GDS
Hasil
2. Pemeriksaan Radiologi
15
Nilai Normal
13,2
4,8
207.0
4.54
39.5
12.0-16.0
4.0-12.0
150.0-400.0
4.00-5.00
37.0-43.0
65.4
26,6
9
50.0-80.0
20.5-51.1
2-9
87.1
26.0
33.4
78.6-102.2
25.2-34.7
31.3-35.4
33
0.70
10-50
0.50-0.90
26
13
0-40
0-40
3.40
135
96
3.50-5.10
135-145
95-115
145
<180
Deskripsi
a. Cor : Membesar berbentuk globuler (water bottle heart) dan CTR >
50% (75%)
b. Pulmo : Corakan bronkovaskuler sedikit meningkat pada paru kanan,
tak tampak kavitas, tak tampak bercak pada kedua paru.
Kesan
3. Pemeriksaan EKG
16
Gambaran :
a. HR : 1500/11: 136 takikardi
b. Irama : Atrial Fibrilasi
c. Axis : lead I (-) dan AVF (+) : deviasi ke kanan
d. Gelombang P : Tinggi : 1x 0,04 : 0,04
Lebar : 2 x 0,04 : 0,008
e. Gelombang QRS : lebar : 2 x 0,04 : 0,08 (melebar)
f. Interval PR : sulit dinilai
g. Interval QT : 5 x 0,04 : 0,20 (N)
h. Segmen ST : lebar : 2,5 x 0,04 : 0,1 (N)
Kesan EKG : AFRVR
4. USG Abdomen
Kesan : Kongestif Hepar e/c cardiac failure, tak tampak ascites organorgan abdomen lain dalam batas normal.
17
E. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Mudah lelah
3. Sesak malam hari (paroksimal nocturnal dispneu)
4. Batuk malam hari
5. Nyeri epigastrik
6. Nyeri regio hypocondrium
7. Dada berdebar-debar
8. Mudah lelah saat aktivitas ringan
9. Pusing
10. Bengkak dikedua tungkai bawah
11. Riwayat penyakit gagal jantung
12. Riwayat penyakit PPOK
13. Riwayat Kejang
14. Riwayat konsumsi obat kejang
Pemeriksaan Fisik
15. Keadaan umum lemah
16. TD 90/50 mmHg
17. Nadi 88x ireguler
18. JVP 4
19. Ictus cordis caudal lateral
20. Batas jantung kesan kardiomegali
21. BJ I-II ireguler
22. Galop s3
23. Bising parsistol
24. Ronkhi basah halus
25. wheezing
26. Nyeri tekan epigastrik & hypocondrium dextra
27. Hepatomegali
28. Akral dingin
29. Udem inferior
30. Suara jantung menjauh
Pemeriksaan Penunjang
31. Lab darah : kalium 340
32. RO thorax : CTR > 75% (kardiomegali)
33. RO thorax : COR bentuk Globuler ( water bottle heart)
34. EKG : kesan irama AF (AFRVR)
35. EKG : HR 136 takikardi
36. USG abdomen : kongestif Hepar e/c CHF
F. Analisis dan Sintesis
1. Abnormalitas 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,15,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,
28, 30,31,33,34,35 AFRVR dengan CHF III dengan Hepato kongestif
18
2.
G. Problem
1. AFRVR (Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respons) dengan CHF III ec
Hepato kongestif
2. Efusi Perikardium
H. Rencana Pemecahan masalah
1. AFRVR (Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respons) dengan CHF III ec
Hepato kongestif
Assesment AFRVR (Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikel Respons) dengan
CHF III ec Hepato kongestif
a. Problem
Subjektif : Sesak nafas, mudah lelah saat aktifitas, sesak dirasakan
pada malam hari (paroksimal nocturnal dispneu), batuk pada malam
hari, nyeri uluhati dan nyeri perut kanan atas, dada berdebar-debar,
mudah lelah saat aktivitas ringan, pusing, bengkak dikedua tungkai
bawah, riwayat penyakit gagal jantung (+), Riwayat PPOK (+)
Objektif : Keadaan umum lemah, JVP 4, ictus cordis teraba di 2cm
ics V linea axilaris anterior (caudal lateral), batas jantung kessan
kardiomegali, bunyi jantung I-II Ireguler, terdapat Galop S3, Bising
jantung (+) parsistol, Ronkhi basah halus, wheezing, nyeri tekan
epigastrik dan hypocondrium dextra,hepar teraba 5cm kesan
hepatomegali, akral dingin, akral dingin, edem inferior (+/+), lab darah
elektrolit kalium 340, RO thorax CTR 75% (kardiomegali), EKG HR
136 (takikardi) kesan irama AF (AFRVR), USG abdomen kongestif
hepar ec CHF.
b. Initial Plan
1) IpDx
Laboratorium: Glukosa sewaktu, EKG dan lead II perpanjang,
pemeriksaan fungsi tiroid (TSH,T3-T4), Laboratorium : Darah rutin,
fungsi ginjal (ureum creatinin),fungsi hati (SGOT, SGPT), Elektrolit
darah.
2) IpTx
a) Bedrest
b) Oksigen nasal canul 2-4L/menit bed posisi 45 derajat
c) Infus RL 16 tpm
19
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Atrial Fibrilasi
1.
Definisi
Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas,
dengan aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan
fungsi mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah
tiadanya konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar
(fibrilasi) yang bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi
NAV yang normal, FA biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga
ireguler, dan seringkali cepat.11
Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut:11
a) EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler
21
22
sel otot jantung. Kecepatan pembangkitan impuls ini 20-40 denyut per
menit.
Gambar 1: Jalur system konduksi jantung
Epidemiologi
AF aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada
golongan usia <65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75
24
tahun. . Di Amerika Utara, prevalensi AF meningkat dua sampai tiga kali lipat
pada tahun 2050. Hal ini meningkat dikarenakan umur harapan hidup yang
juga meningkat. Pada penelitian kesehatan kardiovaskular, AF ada pada
penderita penyakit kardiovaskuler 9,4 % dan 1,6 % tanpa penyakit
kardiovaskuler.10
Risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium adalah 5 sampai 7
kali lebih tinggi daripada pasien tanpa fibrilai atrium. Secara keseluruhan, 20
sampai 25 persen dari stroke iskemik berasal dari emboli kardiogenik.10
4.
Hipertensi sistemik
Diabetes mellitus
Hipertiroidisme
Penyakit paru: penyakit paru obstruksi kronik, hipertensi pulmonal
Usia (Semakin tua usia seseorang, semakin besar resiko terjadinya AF)
Alkohol
Riwayat keluarga
Tekanan darah tinggi
25
26
terlihat. Takikardia yang cepat, ireguler, dan menetap dengan kompleks QRS
yang lebar mengindikasikan FA dengan konduksi melalui jaras tambahan atau
FA dengan blok berkas cabang.11
7.
Aktivasi fokal
Fokus diawali biasanya didaerah vena pulmonalis
Multiple wavelet reentry
Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature aktivitas
aritmogenik dari focus yang tercetus secara cepat.
Ket:
A. Sinus ritme. Selama sinus ritme normal, denyut jantung adalah
proses yang dikoordinasi secara tunggal yang dimulai dari nodus
SA(1). sinyal listrik menyebar menyebrang atrium (2). Kemudian
B.
Salah satu faktor risiko stroke non hemoragik adalah penyakit jantung,
terutama penyakit yang disebut atrial fibrilasi, yakni penyakit jantung dengan
denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium
27
kiri ini mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain
jantung. Ini menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara
insidentil terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah
yang kemudian dapat mencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orangorang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilasi merupakan penyebab utama
kematian pada satu di antara empat kasus stroke.11
8.
Palpitasi
Pusing
Nyeri dada, terutama saat beraktivitas. Namun dapat juga terjadi saat
istirahat.
Sesak napas
Cepat lelah
Sinkop
Gejala-gejala ini timbul karena jantung bekerja lebih cepat, sehingga
pompa jantung menjadi kurang efisien. Sejumlah kecil darah yang dipompa
oleh jantung saat frekuensinya meningkat tidak sebaik saat darah dalam jumlah
yang lebih banyak dipompa saat frekuensi yang normal. Hal ini dapat
menyebabkan darah tertahan di paru-paru dan menurunkan volume after load
jantung. Sedangkan Af yang asimptomatikbiasanya disebabkan karena denyut
jantung yang tidak begitu cepat sehingga memberikan kesempatan untuk
pengisian ventrikel lebih lama dan akhirnya cardiac out put juga tidak menurun
secara drastis. AF yang asimptomatik biasanya ditemukan secara tidak sengaja
oleh tenaga kesehatan11
9.
Anamnesis:
Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala umum AF yang berupa: berdebardebar, lemah, sesak nafas terutama saat aktivitas, pusing dll. Dari anamnesis
juga kita dapat menentukan tipe AF pada penderita.
28
b)
c)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital dapat diketahui denyut nadi yang irregular dan
cepat.
Elektrokardiogram9
1. Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;
respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
2. Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi
yang iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F,
interval PR tidak dapat diukur.
3. Kompleks QRS : Biasanya normal, kecuali adanya kelainan ventrikel.
4. Irama : irreguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Irregularitas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah
reentri multipel. Aktifitas atrium sangat cepat (kira-kira 400-700 per menit),
namun setiap rangsang listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat
sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium
secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi yang uniform, tidak
terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut
gelombang f yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur11
Bila atrium berfibrilasi, impuls yang berasal dari otot atrium akan tiba
pada nodus AV dengan cepat tetapi juga tidak teratur. Karena nodus AV tidak
akan menghantarkan impuls kedua kira-kira 0,35 detik setelah impuls
pertama, paling sedikit harus ada selang waktu 0,35 detik antara satu
kontraksi ventrikel dengan kontrkasi ventrikel berikutnya dan tambahan
waktu yang bervariasi dari 0 0,6 detik sebelum satu impuls fibrilasi tiba di
AV. Jadi, selang waktu antara kontraksi ventrikel berikutnya bervariasi dari
paling sedikit sekitar 0,35 detik sampai paling banyak sekitar 0,95 detik, yang
menimbulkan sebuah denyut jantung sangat tidak teratur. Sesungghnya,
ketidakteraturan ini, yang diperlihatkan oleh jarak denyut jantung yang
bervariasi adalah salah satu penemuan klinis yang digunakan untuk
mendiagnosa keadaan. Juga karena frekuensi yang cepat dari impuls fibrilasi
29
30
31
Rhytm control
Rhythm control
Iv / oral flecainide atau amiodarone elective
DC kardioversion
DC kardioversion
*dengan algoritme supresi AF: kardioversi ( baik kimia maupun elektris)
seharusnya tidak dilakukan ketika AF terjadi > 48 jam pada seseorang yg
tidak mendapatkan anti koaguan. Kardioversi seharusnya ditunda sebelum pemberian
antikoagulan 1 bulan. Pada AF akut, echocardiogram trans-esophageal harus
diutamakan pada kardioversi elektris untuk mengeva-luasi adanya thrombus
intrakardiak. # manajemen invasive untuk perma-nen AF merupakan terapi lini kedua
ketika rate control gagal karena, sbg contoh gejala yang tidak ditoleransi.
32
b) Kardioversi
Kardioversi adalah pengembalian irama sinus. Kardioversi dapat
dilakukan secara farmakologis maupun elektris. Kardioversi farmakologis
kurang efektif dibandingkan kardioversi elektris. Kardioversi farmaologis
paling efektif dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya FA. Kardioversi
elektif diharapkan segera dilakukan pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang cepat disertai tanda iskemia,
hipotensi, sinkop. Kardioversi elektif dimulai dengan 200 joule. Bila tidak
berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan dan
dilakukan anastesi kerja pendek.11,12
Pada pasien yang mengalami onset baru AF diberikan warfarin jika
pasien belum diberikan anti koagulan, kemudian direncanakan melakukan
kardioversi elektris 1 bulan mendatang. Jika sinus ritme masih tidak ada,
atau ada namun kembali menjadi AF, pasien ditawarkan untuk melakukan
kardioversi ulangan. Pada kasus ini, amiodaron akan mulai diberikan dan
kardioversi akan dilakukan 6 bulan mendatan. Amiodarone tetap dilanjutkan
setelah itu. Pada kasus ini, durasi terapi bervariasi tergantung apakah obat
tersebut ditoleransi dan sinus ritme dapat dipertahankan. Pada pasien yang
lebih muda ( <60 tahun) dengan AF saja, strategi kami biasanya melakukan
kardioversi yang mungkin lebih baik beberapa tahun kedepan pada AF
permanen. Pada pasien yang lebih tua, yang hanya menderita AF, saran
untuk melakukan kardioversi jauh lebih tinggi karena adanya AF recuren
setelah prosedur ini dilakukan tinggi.11,12
c) Antikoagulan
Pedoman yang baru merekomendasikan semua pasien AF harus
diberikan terapi obat tromboprofilaktif. Pasien dengan AF saja tanpa resiko
stroke dan berusia < 60 tahun mempunyai resiko pertahun yang rendah (<
1% pertahun) untuk terjadinya trombo-embolism dan tidak membutuhkan
antikoagulan. Banyak dari pasien-pasien ini dengan AF saja diberikan dosis
rendah aspirin 75 mg. pada pasien yang lebih muda dengan AF saja juga
33
34
Obat
kelas
Aksi mekanisme
Indikasi
Anti-sympathetic
Rapid atrial
fibrillation
Rate control
Beta blockers
Non-1 selective:
atenolol
25100 mg hari
nervous system
Dapat bermanfaat ketika angina dan
atau hipertensi yang bersamaan
1-selective:
bisoprolol
2.510 mg hari
Calcium
antagonist
Diltiazem 90400
mg hari
Rapid atrial
fibrillation
blocker)
Verapamil 40360
mg hari
Digitalis
glycoside
Rhythm
control
Antiarrhythmic
agents
Digoxin 87.5250
g
Slows AV node
hari
conduction
Amiodarone 100
200 mg
hari
Rapid atrial
fibrillation
Kardioversi
kimia AF
Sotalol 40160 mg
Prolongation of action
2x1
potential duration
Flecainide
Sodium channel
inhibitor
Terapi
tambahan
untuk
mempertahan
kan sinus
ritme jangka
panjang
Should only be
used in
conjunction
with a
cardiologist or
physician
prescription
of flecainide in elderly patients
Key: AF = atrial fibrillation; AV = atrioventricular; TFT = thyroid function tests; LFT = liver function tests; PFT = pulmonary
function tests; CHD = coronary heart disease
35
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori
Etiologi
Kasus
NYHA II-IV
Penyakit PPOK
Pasien mempunyai
riwayat gagal jantung
dan 6x masuk RS
dengan diagnosis yang
sama
Pasien mempunyai
riwayat PPOK 20
tahun lalu
Diagnosis
Penentuan simtom /
EHRA/CCS-SAF)
Pada pasien
gejala berat aktivitas
terganggu
Pada pasien
di dapatkan gagal
jantung namun tidak
disertai hipotiroidisme
Gambaran klinis
Gejala AF bervariasi
aktivitas / istirahat
Sesak nafas
Cepat lelah
36
Penunjang
Laboratorium
infeksi)
Fungsi tiroid
Kadar digoxin
Pemeriksaan darah
pada pasien kesan dalam
batas normal. Bisa
dikarenakan pengobatan
EKG
Laju jantung
136x/menit (takikardi)
QRS
melebihi 160x/menit
Didapatkan
denyut dengan konduksi
adanya
fenomena Ashman,
Radiologi
melebar
Pada
pasien
RO
thorax
kesan
Pada pasein,
edukasi sudah diberikan.
Diberikan
amiodaron untuk
mempertahankan irama
sinus
Antitrombotik
Antikoagulan
Diberikan
CPG dan aspilet untuk
mencegah resiko
timbulnya trombus pada
AF yang bisa
menyebabkan Stroke
BAB V
38
KESIMPULAN
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada
lansia telah terjadi perubahan struktur pada jantungnya.
Perubahan yang terjadi pada usia lanjut adalah terjadi proses menua, dimana
terjadi kemunduran struktur anatomi maupun fungsional yaitu terjadi proses
degenerasi.
DAFTAR PUSTAKA
39
40
41