ABSTRAK
Ensefalopati hepatik (EH) merupakan salah satu komplikasi sirosis hati, angka kejadiannya lebih tinggi pada penderita sirosis hati
malnutrisi. Ensefalopati hepatik minimal (EHM) adalah keadaan di mana tidak terdapat gangguan klinis, namun pada tes psikometrik
ditemukan kelainan. EHM penting karena mengurangi kualitas hidup dan berisiko berkembang menjadi EH. Beberapa tahun belakangan
ini, tes critical flicker frequency (CFF) telah dikembangkan untuk mendiagnosis EHM. Tes ini telah divalidasi terhadap baku emas PHES.
ESPEN 2006 merekomendasikan diet 35-40 kkal/kgBB/hari dan protein 1,5 g/kgBB/hari untuk sirosis hati dengan malnutrisi. L-ornitin-Laspartat (LOLA) terbukti dapat menurunkan kadar amonia darah. Beberapa studi telah membuktikan manfaat LOLA dan protein 1,5 g/
kgBB/hari termasuk BCAA dapat memperbaiki kondisi ensefalopati dan status gizi.
Kata kunci: Ensefalopati hepatik, L-ornitin-L-aspartat, sirosis hati
ABSTRACT
Hepatic encephalopathy (HE) is one of the complications in liver cirrhosis, the incidence is higher in malnutrition. Minimal hepatic
encephalopathy (MHE) is clinically asymptomatic, detected by impaired psychometric test. MHE has been found to affect the quality of
life and is a risk to develop overt HE. In recent years, critical flicker frequency (CFF) test has been developed for the diagnosis of MHE.
This test has been validated to the gold standard PHES. ESPEN 2006 recommend that diet 35-40 kcal/kgBW/day and protein 1.5
g/kgBW/day for liver cirrhosis with malnutrition. Recent studies proved the efficacy of L-ornithine-L-aspartate (LOLA) and 1.5 g
protein/kgBW including BCAA improve encephalopathy as well as nutritional status. Suzanna Ndraha. Minimal Hepatic Encephalopathy.
Keywords: Hepatic encephalopathy, L-ornithine-L-aspartate, liver cirrhosis
PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan perjalanan patologi
akhir berbagai macam penyakit hati, seperti
hepatitis virus kronik, alkoholisme, hepatitis
autoimun,
nonalcoholic steatohepatitis
(NASH), sirosis bilier. Akibat proses sirosis,
terjadi penurunan fungsi sintesis hati,
penurunan
kemampuan
hati
untuk
detoksifikasi, dan hipertensi portal dengan
segala penyulitnya.1 Salah satu komplikasi
yang perlu diwaspadai ialah ensefalopati
hepatik.
Ensefalopati hepatik (EH) adalah sindrom
disfungsi neuropsikiatri yang disebabkan
oleh portosystemic venous shunting, dengan
atau tanpa penyakit intrinsik hepar. Pasien
EH sering menunjukkan perubahan status
mental mulai dari kelainan psikologik ringan
hingga koma dalam.1
Alamat korespondensi
824
PATOFISIOLOGI
Banyak hipotesis diajukan untuk menerangkan mekanisme EH, yang paling
banyak diterima adalah teori peningkatan
amonia akibat berkurangnya fungsi hati dan
pintasan portosistemik.2
Amonia adalah neurotoksin yang pada
dosis tinggi menimbulkan kejang dan
kematian. Kadar amonia dalam otak, cairan
serebrospinal, dan arteri berkorelasi baik
dengan stadium klinik EH.3 Peningkatan
pembentukan amonia dapat terjadi akibat
tingginya asupan protein, konstipasi,
perdarahan saluran cerna, infeksi, azotemia,
atau hipokalemia. Dehidrasi, hipotensi
arteri, hipoksemia, serta anemia dapat
menimbulkan hipoksia hepatik, sehingga
kemampuan detoksifikasi hati berkurang,
dan akibatnya kadar amonia meningkat.
email: susan_ndraha@yahoo.co.id
Oxygen Species). Radikal bebas ini menimbulkan stres oksidatif pada mitokondria,
sehingga terjadi disfungsi mitokondria.
Disfungsi mitokondria ini kemudian mengakibatkan disfungsi astrosit.3 (Gambar 1)
Lemberg
(2009)
mengajukan
teori
patofisiologi EH yang melibatkan amonia,
glutamin, glutamat, dan stres oksidatif.
Metabolisme amonia di otak terjadi melalui
glutamin sintetase yang ada di astrosit.
Glutamin sintetase mengubah amonia dan
glutamat menjadi glutamin.6 Glutamin
bersifat osmotik aktif, sehingga peningkatan
glutamin menyebabkan air masuk ke astrosit
dan terjadi edema (Gambar 2,3).6,7
DIAGNOSIS
Tes diagnostik yang awalnya digunakan
untuk EHM adalah tes psikometrik dan
elektrofisiologik. Tes elektrofisiologik yang
meliputi visual-evoked, somatosensory-evoked,
dan brain stem auditory evoked potentials,
ternyata tidak mudah dilakukan dalam praktik
karena biayanya mahal, memerlukan peralatan
canggih, dan ternyata sensitivitasnya masih di
bawah tes psikometrik. Tes psikometrik yang
meliputi 5 tes, yaitu the digit symbol test
(DST), the number connection test A (NCTA),
the number connection test B (NCT-B),
the serial dotting test (SDT), dan the line
drawing test (LDT), direkomendasikan
sebagai baku emas diagnosis EHM dalam
konsensus di Viena tahun 1998.15 Kelima
tes yang dinamakan PHES (the Psychometric
Hepatic Encephalopathy Score) ini juga
ternyata tidak mudah dalam pelaksanaannya,
karena memerlukan waktu lama dan sangat
dipengaruhi oleh tingkat edukasi dan usia
penderitanya.11,12
Kesulitan tes psikometrik dan elektrofisiologik membuat EHM sulit didiagnosis.
Hal ini mendorong para ahli untuk mencari
alat diagnosis lain yang lebih mudah
namun akurat. Kircheis (2002) mulai
memperkenalkan tes critical flicker
frequency (CFF) untuk diagnosis EHM.
Berdasarkan hipotesis bahwa gliopati retina
dapat dijadikan petanda adanya gliopati
serebral, maka gangguan fungsi visual
dapat menjadi dasar diagnosis EHM, dengan
menggunakan cut off 39 Hz, dengan
sensitivitas 76,2% dan spesifisitas 61,4%.
Karena tes CFF kurang dipengaruhi
825
826
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kusumobroto HO. Sirosis hati. In: Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS, editors. Buku ajar ilmu penyakit hati. 1st ed. Jakarta: Jayabadi; 2007. p. 335-45.
2.
Ndraha S. Sirosis hati. In: Ndraha S, editor. Bahan ajar gastroenteroheapatologi. 1st ed. Jakarta: Balai Penerbit UKRIDA; 2013. p.173-90.
3.
Norenberg MD, Jayakumar AR, Rama Rao KV, Panickar KS. The peripheral benzodiazepine receptor and neurosteroids in the pathogenesis of hepatic encephalopathy and amonia
4.
Kalaitzakis E, Olsson R, Henfridsson P, Hugosson I, Bengtsson M, Jalan R. Malnutrition and diabetes mellitus are related to hepatic encephalopathy in patients with liver cirrhosis. Liver
5.
Iskandar M, Ndraha S, Hasan I, Setiati S. Presisi ensefalopati minimal pada pasien sirosis hepatis rawat jalan di RS Cipto Mangunkusumo [Kumpulan Abstrak]. Jakarta: KOPAPDI; 2009.
6.
Lemberg A, Fernndez MA. Hepatic encephalopathy, amonia, glutamate, glutamin and oxidative stress. Annals of Hepatology 2009; 8: 95-102.
7.
Merz Pharmaceuticals GmbH. Liver diseases and hepatic encephalopathy. Scientific Product Monograph. Frankfurt: Merz Pharmaceuticals GmbH; 2004. p.112-3.
8.
Munoz SJ. Hepatic encephalopathy. Med Clin N Am. 2008; 92: 795-812.
9.
Bajaj J. Management options for minimal hepatic encephalopathy. Expert Review of Gastroenterology & Hepatology 2008; 2: 785-90.
neurotoxicity. In: Hussinger, Kircheis G, Schliess F, ediotrs. Hepatic encephalopathy and nitrogen metabolism. The Netherlands: Springer; 2006. p.143-59.
10. Ortiz M, Jacas C, Cordoba J. Minimal hepatic encephalopathy: Diagnosis, clinical significance and recommendations. J Hepatol. 2005; 42: 45-53.
11. Sharma P, Sharma BC, Puri V, Sarin SK. Critical flicker frequency: Diagnostic tool for minimal hepatic encephalopathy. J Hepatol. 2007; 47: 67-73. doi:10.1016/j.jhep. 2007.02.022.
12. Gomez MR, Cordoba J, Jover R, Olmo JA, Ramirez M, Rey R. Value of the critical flicker frequency in patients with minimal hepatic encephalopathy. Hepatology 2007; 45: 879-85.
827
828