Anda di halaman 1dari 12

1 | F K U P H

LAPORAN KASUS RSU DAAN MOGOT



A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dimas
Usia : 41 tahun
Status : Menikah, memiliki 2 orang anak
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

B. DATA DAN RIWAYAT PENYAKIT PASIEN
(Dilakukan secara autoanamnesis, pada hari selasa, 16 Oktober 2013 pada pukul
09.00)

Keluhan utama :
Sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu dan semakin parah sejak 2 hari SMRS

Keluhan tambahan :
Batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS

Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSU Daan Mogot dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang
lalu. Sesak nafas dirasakan seperti penuh dan berat saat menarik nafas. Sesak nafas
timbul saat pasien batuk-batuk terlebih dahulu dan berdurasi kurang dari 5 menit.
Tidak ada faktor yang memperbaiki sesaknya dan tidak memerlukan lebih dari 1
bantal untuk tidur. Sesak juga tidak dipengaruhi saat aktifitas tetapi kadang bisa
sampai membangunkan pasien saat tidur jika sedang batuk. Tidak terdapat juga nafas
cepat dan dalam. Dalam satu minggu ini juga pasien juga merasakan demam, pasien
tidak mengukur berapa suhunya. Demam dirasakan sepanjang hari, hanya
mengkonsumsi paracetamol untuk menurunkan suhu dan suhu kembali naik.
Pasien juga mengatakan 1 bulan SMRS mengalami batuk berdahak, dahak berwarna
hijau tidak ada darah. Batuk biasanya lebih parah saat malam hari. Pasien mengaku
hanya mengkonsumsi obat benadryl dan minum jeruk nipis itu meringankan
batuknya. Batuk dirasakan sangat mengganggu aktifitasnya. Pasien juga mengaku ada
keluhan keringat malam hampir setiap hari, sebelumnya pasien belum pernah
mengalaminya. Terkadang pada waktu keringat malam pasien bisa menggati pakaian
satu kali. Dirasakan juga lemas-lemas dan pegal-pegal pada seluruh tubuh dan
sepanjang hari. Tidak ada faktor yang memperburuk maupun yang memperbaiki.
Pasien juga mengatakan bahwa 10 tahun yang lalu sudah didiagnosis oleh dokter
menderita DM tipe II dengan gejala pertama banyak minum, banyak kencing dan rasa
lapar terus menerus serta hasil gula darah dikatakan lebih dari 200. Pasien mengaku
2 | F K U P H

penyakitnya ini terkontrol dengan mengkonsumsi metformin 2x500mg dan setiap
bulannya datang ke RSU untuk membeli obat dan cek gula darah sewaktu.

Riwayat penyakit terdahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti diatas sebelumnya. Riwayat
hipertensi, jantung, dan asma disangkal.

Riwayat operasi :
Pasien tidak pernah melakukan operasi sebelumnya.

Riwayat alergi :
Alergi disangkal oleh pasien.

Riwayat penyakit keluarga :
Ibu : ada riwayat DM tipe II, sudah meninggal saat berumur 49 tahun
Ayah : ada riwayat hipertensi, sudah meninggal sat berumur 51 tahun
Pasien juga mengaku anak pertamanya yang berumur 22 tahun mengalami batuk
berdahak satu bulan dengan adanya keringat malam dan sesak nafas, serta sudah di
diagnosis TB oleh dokter puskesmas dengan BTA positif 1 sejak 3 bulan yang lalu
dan sedang menjalani pengobatan.

Riwayat psikologi :
Pasien bertempat tinggal bersama sang suami dan 2 orang anaknya.

Riwayat sosial :
Pasien mengaku lingkungan rumah dan sekitarnya lembab, sekat-sekat antar ruang
terbuat dari kayu dan jendela pada kamar jarang dibuka karena alasan panas dan
hanya menggunakan kipas angin didalam kamarnya. Pasien mengaku mempunyai
pola makan dalam sehari 3 kali. Pola BAB (buang air besar) 1 kali dalam sehari
biasanya pada pagi hari. Pola BAK (buang air kecil) tidak pasti dalam sehari 5 kali
sehari tergantung seberapa banyak minum pasien. Pola Tidur pasien antara 4 sampai 6
jam dalam sehari.

Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Pasien sakit sedang
Kesadaran : compos mentis, GCS = 15
Tanda-tanda vital
- Nadi : 80x/menit
- Laju pernapasan : 22x/menit
- Suhu tubuh : 36,8
0
C
- Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
- Tinggi badan : 155 cm
- Berat badan : 43 kg
- IMT : 17,89 Kg/m
2
(Underweight)
3 | F K U P H

- Kesan gizi : Kurang
Pemeriksaan Fisik Sistematis
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Kulit Turgor baik. Tidak kterik dan sianosis. Tidak ada lesi atau
jejas.
Kepala Normosefali tanpa tanda trauma dan deformitas.
Rambut Rambut berwarna hitam, tidak mudah dicabut.
Mata Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik /. Pupil bulat isokor
3, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+. Mata tidak tampak cekung.
Telinga Bentuk daun telinga normal dan simetris. Tidak ada lesi,
perdarahan, dan cairan.
Hidung Bentuk normal, septum nasi di tengah. Tidak ada lesi,
perdarahan, dan cairan.
Tenggorokan Faring tidak hiperemis. Tonsil T1/T1.
Mulut dan Gigi Mukosa mulut basah, tidak ada lesi dan leukoplakia. Gigi
dan gusi baik, tidak ada perdarahan. Hygiene baik.
Leher Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Tidak ada lesi.
Paru
Inspeksi


Palpasi

Perkusi
Auskultasi

Dinding dada simetris kanan dan kiri statis dan dinamis.
Bentuk dada normal. Tidak ada retraksi, penggunaan otot
pernapasan tambahan (+). Tidak ada lesi dan massa.
Dada simetris kanan dan kiri. Taktil fremitus lapang paru
kanan < lapang paru kiri
Suara redup (dall)
Vesikuler -/- normal, ronchi +/+, wheezing /.
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Tidak tampak iktus kordis.
Tidak dilakukan pemeriksan
Tidak dilakukan pemeriksan
S1, S2 (+) normal. Mur-mur (). Tidak ada bunyi tambahan.
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi

Perkusi

Dinding abdomen simetris, cembung. Tidak ada massa dan
lesi.
Bising usus (+) 8x/menit. Bruit ().
Hati dan limpa tidak teraba. Ginjal tidak teraba. Nyeri ketok
CVA ().
Timpani, shifting dullness ().
Punggung Tidak ada lesi dan massa.
Letak tulang normal.
Alat Kelamin Tidak dilakukan pemeriksaan.
Anus Tidak dilakukan pemeriksaan.
Ektremitas Atas Akral hangat. Tidak ada deformitas, edema, dan sianosis.
4 | F K U P H

Ekstremitas Bawah Akral hangat. Tidak ada deformitas, edema, dan sianosis.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG PERLU ATAU SUDAH DILAKUKAN
Pemeriksaan yang sudah dilakukan
1. Pemeriksaan Tes Darah Lengkap :
Hb : 14,8 g/dL N : (12-14 g/dL)
Ht : 41,0 % N : (35-45 %)
WBC : 6200 /mm3 N : (5000-10.000 /mm3)
RBC : 4.5 x 10
12
N : (4.0-5.2 x 10
12
)
Trombosit : 386,000 N : (150.000-450.000)
Limfosit : 38 % N : (20-40 %)
Monosit : 2 % N : (2-6%)
MCH : 27.57 pg N : (27.8-33.8 pg)
MCV : 82.56 fL N : (83.9-99.1 fL)
GDS : 168 mg/dL N : (<200 mg/dL)
Ph : 7,38 N : (7,36-7,44)
pO
2
: 99 mmHg N : (80-100)
pCO
2
: 34 mmHg N : (32-45)
Bikarbonat : 22 mmol/L N : (21-28)
Base Excess : -2,4 N : (-2,4-+2,3)
O
2
sat : 97,9% N : (95-99)
2. Foto Thorax PA : Kesan Fibroinfiltrat lapang bawah paru kiri dan infiltrat
perihiler paru kanan
3. Pemeriksaaan Bakteriologi (15-16 oktober 2013)
Sewaktu datang rumah sakit (+)
Pagi hari (+)
Sewaktu (-)
Pemeriksaan yang ingin dilakukan adalah :
1. HbA1c
2. Ureum, kreatinin dan microalbuminuria (jika tidak ada cek proteinuria)
3. Gula darah sewaktu
4. Gula darah puasa

D. RINGKASAN/RESUME
Ny. M 41 tahun datang dengan keluhan sesak 1 minggu yang lalu dan semakin parah
2 hari SMRS. Sesak diperparah ketika batuk hingga membangunkan tidur, durasi <5
menit. Satu bulan yang lalu batuk produktif tidak ada darah, batuk dirasakan
sepanjang hari dan mengganggu aktifitas. Keringat malam (+), demam (+) selama
seminggu pertama dan malaise serta ada penurunan berat badan 2 kg.
Pemeriksaan fisik didapat takipnea, ronchi +/+ pada basal paru, otot-otot pernafasan
terlihat.
IMT = 17,89 (underweight)
10 tahun yang lalu di diagnosis DM tipe II dan terkontrol minum obat metformin
2x500mg

5 | F K U P H


Pemeriksaan penunjang :
1. Foto Thorax PA = Fibroinfiltrat lapang atas paru kiri dan sedikit infiltrat perihiler
paru kanan
2. BTA = (+), (+). (-)
3. Darah lengkap = Leukositosis, batang menurun, LED menurun

E. ANALISA
Diagnostik kerja
1. Tuberkulosis Paru,
Atas dasar : Batuk lebih dari 2 minggu, malaise, sesak nafas dan demam disertai
keringat malam.
X-ray thorax : Fibroinfiltrat lapang bawah paru kiri dan infiltrat perihiler paru kanan
TB aktif
BTA : positif 2
Ada riwayat kontak (+) TB dengan anaknya.
2. Diabetes Melitus tipe II,
Atas dasar : Riwayat keluarga, ibu menderita DM tipe II dan didiagnosis oleh dokter
10 tahun yang lalu DM tipe II dengan gula darah sewaktu >200 mg/dl dan ada
keluhan klasik polifagia, poliuria dan polidipsia.

Diagnostik banding
1. Bronkitis kronik, Batuk kronik yang disertai dahak, ronchi, tetapi tidak terdapat
BTA (+)

F. TERAPI
Management plan :
Non-medikamentosa : (Tuberkulosis)
1. Menjalani pengobatan sesuai dengan aturan
2. Tidak sembarangan membuang dahak untuk menghindari penularan lewat dahak
yang dikeluarkan
3. Jika berbicara dengan orang lain, sebaiknya menggunakan masker atau sapu
tangan.
4. Jika batuk, sebaiknya ditutup dengan sapu tangan,
5. Memberitahu pihak keluarga untuk ada PMO (pendamping minum obat)

Non-medikamentosa : (Diabetes Melitus)
1. Edukasi kepada pasien tentang penyakit ini.
2. Terapi Nutrisi Medis :
Karbohidrat : 45-65% total asupan energi
Lemak : 20-25% kebutuhan kalori
Protein : 10-20% total asupan energi
Natrium : <3000mg atau 6-7 gr (1 sendok teh) garam dapur
Serat : 25g/hari
6 | F K U P H

3. Latihan jasmani, secara teratur (3-4 kali seminggu kurang lebih 30 menit)


Medikamentosa : (Tuberkulosis)
Obat anti tuberkulosis (OAT) : 2RHZE/4RH

Evaluasi 1 : Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan,
selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi berupa keluhan, BB, PF, respon pengobatan, efek
samping dan komplikasi penyakit.
Evaluasi 2 : (bakteriologi, radiografi dan Lab) Dilakukan saat sebelum pengobatan
dimulai, setelah 2 bulan pengobatan dan akhir pengobatan. Jika BTA masih positif
dan kavitas tidak ada perbaikan setelah 2 bulan pengobatan, maka pengobatan
dilanjutkan 7 bulan. (SGOT dan SGPT) untuk fungsi hati
Apabila gula darah pasien tidak terkontrol maka pengobatan diberikan selama 9 bulan
(2RHZE/7RH)

Medikamentosa : (Diabetes Melitus Tipe II)
Metformin 2x500mg
Insuli detemir 10 unit/hari SC

G. REAKSI PASIEN
F (Feeling) :Pasien merasa terganggu akan penyakitnya karena harus rawat
inap
I (Insight) :Menurut pasien, sakit dialami karena tertular oleh anaknya
F (Function) :Kegiatan sehari-hari pasien terganggu
E (Expectation) :Pasien berharap penyakit ini sembuh total dan bisa beraktivitas
seperti biasanya

H. PROGNOSA
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad malam

I. REKOMENDASI (Follow up)
1. Monitor efek samping dan respon OAT setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama dan
selanjutnya tiap 1 bulan
2. Cek glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial minimal 1 bulan sekali
3. Cek HbA1c setiap 3 bulan sekali
4. Cek profil lipid (kolestrol total, HDL, LDL, trigliserida) 1 tahun sekali
7 | F K U P H



J. PEMBAHASAN PENYAKIT
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas
sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam
rentang normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pancreas. DM tipe II
disebabkan kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Resisten insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defensiensi relatif
insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang
sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi DM tipe II antara lain:
a. Kelainan genetik, Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes, karena gen yang mengakibatkan tubuh tak dapat menghasilkan
insulin dengan baik.
b. Usia, Umumnya penderita DM tipe II mengalami perubahan fisiologi yang
secara drastis, DM tipe II sering muncul setelah usia 30 tahun ke atas dan pada
mereka yang berat badannya berlebihan sehingga tubuhnya tidak peka terhadap
insulin.
c. Gaya hidup stress, Stres kronis cenderung membuat seseorang makan
makanan yang manis-manis untuk meningkatkan kadar lemak seretonin otak.
Seretonin ini mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya. Tetapi
gula dan lemak berbahaya bagj mereka yang beresiko mengidap penyakit DM tipe II.
d. Pola makan yang salah, Pada penderita DM tipe II terjadi obesitas (gemuk
berlebihan) yang dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin (resistensi insulin).
Obesitas bukan karena makanan yang manis atau kaya lemak, tetapi lebih disebabkan
jumlah konsumsi yang terlalu banyak, sehingga 9 cadangan gula darah yang disimpan
didalam tubuh sangat berlebihan. Sekitar 80% pasien DM tipe II adalah mereka yang
tergolong gemuk.
Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan frekuensi
buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat lelah, kehilangan
tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada
penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di atas 30
tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja.
Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai keletihan akibat
kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin tersebut tidak disiram,
maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya gula
8 | F K U P H

DM tipe II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun DM merajalela ke
mana-mana bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli, sering
berganti kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan
terserang glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir dengan
kebutaan), kebutaan akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15
tahun. Terjadi serangan jantung koroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf
lumpuh, atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke. DM tipe
II bisa menimbulkan komplikasi. Komplikasi menahun. DM merajalela ke mana-
mana bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli, sering berganti
kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti), katarak pada usia dini, dan terserang
glaucoma (tekanan bola mata meninggi, dan bisa berakhir dengan kebutaan), kebutaan
akibat retinopathy, melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi
serangan jantung koroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf lumpuh, atau
muncul gangrene pada tungkai dan kaki, serta serangan stroke.

Patofisiologi Diabetes Melitus
9 | F K U P H

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Gejala Klinis yang dikeluhkan pasien antara lain, Demam, biasanya subfebril
menyerupai demam influenza. Tetapi kadang paans badan daapat mencapai 40-41
o
C.
Serangan demam pertama dapat tumbuh sebentar, tetapi kemudiandapat timbul
kembali. Batuk/Batuk darah, gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin
saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu/berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. Sesak
Napas, pada penyakit ringan belum dirasakan. Sesak napas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya sudah meliputi setengah bagian paru-
paru.
Diagnosis definitif dari TB hanya dapat ditegakkan melalui kultur Mycobacterium
tuberculosis terhadap spesimen yang diambil dari pasien. Namun oleh karena
kesulitan dalam melakukan kultur kuman yang tumbuh lambat ini, maka diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan lain. Pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA)
merupakan pemeriksaan yang dapat dilakukan di hampir semua tempat dan relatif
cepat. Diagnosis presumtif TB dapat ditegakkan melalui temuan BTA pada sputum
sesuai dengan rekomendasi dari International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)
yang dikeluarkan oleh Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA).
TB primer terjadi pada pasien yang sebelumnya belum pernah terpajan dengan M.
tuberculosis. TB primer paling sering terjadi pada bayi dan anak di bawah 5 tahun. TB
paru primer memberikan gambaran foto toraks yang normal pada 15% pasien yang
telah terbukti mengidap TB paru. TB paru sekunder biasanya mengenai remaja dan
orang dewasa. TB paru sekunder terjadi pada pasien yang sebelumnya pernah terpajan
oleh M. tuberculosis. TB paru sekunder dapat bermanifestasi dengan lesi parenkimal,
lesi pada saluran pernafasan, serta pleura. Limfadenopati merupakan manifestasi yang
jarang.
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak
menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita
TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)
memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
10 | F K U P H

1. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-)
atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala
sakit TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat
ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)
Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Pengobatan TBC pada orang dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3, Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3, Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3, Diberikan kepada:
11 | F K U P H

o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
12 | F K U P H

K. DAFTAR PUSTAKA
AACE. Comprehensive diabetes management algorithm. Alan J, 2013

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulan
Tuberkulosis. 2006

Fauci, Braunwald, Kasper, editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17
th
ed.
Volume 1. United State of America: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008.

Gustavani R. Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi ke-4. 2007. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan
Tuberkulosis di Indonesia. 2006

Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2. 2011. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai