Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS

Diare Akut Pada Anak

Diajukan Kepada Pembimbing :


dr. Syamsu Praja, Sp.A

Disusun oleh :
Randilufti Santoso
1610221025

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


RS TK II DR AK GANI PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tidak terhingga penulis panjatkan atas kehadirat


Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan kasus ini
berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam laporan kasus ini adalah
Diare Akut Pada Anak. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Syamsu
Praja, Sp.A selaku dokter pembimbing yang telah banyak memberikan saran
yang bermanfaat.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua saya
beserta kakak saya yang terus menyemangati serta terus memberikan doa dan
restu. Saya ucapkan terima kasih juga untuk teman-teman kelompok koas
atas kerja samanya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada perawat
poli Kulit dan Kelamin Rumah Sakit AK GANI yang telah memberikan izin
dan membantu dalam pelaksanaan pengambilan data.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
dapat membangun kembali penyempurnaan dari makalah ini.

Palembang, Oktober 2016

Randilufti Santoso

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN ..................................................................... 3
II.1 Identitas Pasien ...................................................................................... 3
II.2 Anamnesis ............................................................................................. 3
II.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 4
II.4 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 9
II.5 Diagnosis Banding ................................................................................. 12
II.6 Tatalaksana ............................................................................................. 12
II.7 Prognosis ................................................................................................ 12
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 13
III.1 Definisi ................................................................................................... 13
III.2 Epidemiologi .......................................................................................... 15
III.3 Etiologi ................................................................................................... 17
III 4 Patogenesis ............................................................................................. 22
III 5 Patofisiologi ........................................................................................... 26
III 6 Gejala ..... ........................................................................................... 30
III 7 Tatalaksana ............................................................................................ 32
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 42
IV.1 Pembahasan ............................................................................................ 42
BAB V KESIMPULAN ......................................................................... 44
V.1 Kesimpulan ............................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 46

ii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Diare merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak dan dapat
disebabkan oleh berbagai macam penyebab dengan variasi penyakit dari yang ringan
hingga berat. Diare yang terjadi pada anak-anak biasanya disebabkan oleh karena
infeksi, meskipun demikian diet makanan yang tidak sesuai, terjadinya malabsorpsi
makanan, dan berbagai macam gangguan pada saluran cerna juga dapat
menyebabkan keadaan tersebut. Penyakit diare ini biasanya merupakan penyakit
yang sembuh dengan sendirinya (self-limited), tetapi manajemen dan tatalaksana
yang tidak baik dari infeksi akut tersebut dapat menyebabkan keadaan yang berlarut-
larut.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak dibawah
usia 3 tahun mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar
mengalami kejadian diare 1 kali setiap tahunnya. Dari data-data tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa sekitar 500 juta anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun akan
mengalami diare sebanyak 1 kali setiap tahunnya. Diperkirakan terdapat 100 juta
kasus diare akut setiap tahunnya di Amerika Serikat. Kasus-kasus tersebut
merupakan 5% dari keseluruhan kunjungan ke praktek pribadi dan 10% dari pasien-
pasien yang dirawat inap. 1,2
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Penyebab kematian bayi
(usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia
(23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan),
terbanyak adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%). Penderita diare pada balita
yang terbanyak adalah kelompok umur 6 11 bulan yaitu sebesar 21,65% lalu
kelompok umur 12-17 bulan sebesar 14,43%, kelompok umur 24-29 bulan sebesar
12,37%, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur 54 59 bulan yaitu
2,06%.1,2
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1)
makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak
langsung tangan dengan penderita atau baran-barang yang telah tercemar tinja

1
penderita, atau tidak langsung melalui lalat. Di dalam bahasa Inggris maka terdapat 4
F di dalam cara penularan diare ini yaitu food (makanan), feces (tinja), finger (jari
tangan), and fly (lalat). 1,3,4
Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan
transmisi enteropatogen, diantaranya adalah 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2)
tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK, 4) higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, 5) cara penyimpanan dan
penyediaan makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan bayi yang tidak baik
(terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi
makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu (host)
yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya
adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau
imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan peningkatan motilitas usus. 1,3,4,5
Berdasarkan data-data yang diperoleh maka komplikasi yang seringkali terjadi
akibat diare adalah kehilangan cairan dari tubuh atau yang disebut dengan dehidrasi.
Selain dehidrasi maka komplikasi lain yang dapat menyertai diare adalah muntah.
Jika kemampuan untuk minum untuk mengkompensasi kehilangan cairan akibat
diare dan muntah terganggu maka dehidrasi akan terjadi. Kematian yang terjadi
akibat diare pada anak-anak terutama disebabkan karena kehilangan cairan dari
tubuh dalam jumlah yang besar. 4,5
Berdasakan prevalensi angka kesakitan dan kematian bayi dan anak tertinggi di
Indonesia adalah diare, maka penulis tertarik untuk membahas kasus diare pada
anak-anak.

2
BAB II
STATUS PASIEN

II.1. Identitas Pasien

Data Pasien Ayah Ibu


Nama By. S Tn. M Ny. S
Umur 9 bulan 27 tahun 25 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Pekauman Kulon
Agama Islam Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa
Pendidikan - D3 SMA
Pekerjaan - Karyawan Swasta Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - Rp 4.000.000-/ -
bulan
Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung
Asuransi BPJS PBI
No. RM 798534
Tanggal masuk 14 Januari 2016
RS

II.2. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien pada tanggal 18 Januari 2016 di
Bangsal Anak Wijaya Kusuma Atas RSU Kardinah pukul 12.20 WIB
Keluhan utama: BAB cair sejak 1 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Demam dan muntah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh Ibunya ke IGD RSU Kardinah Tegal dengan
keluhan BAB cair sejak 1 hari SMRS, BAB cair dengan frekuensi BAB 10x dalam
sehari, konsistensi encer, warna coklat, terdapat ampas, tidak terdapat darah,lendir (-
) dan berbau busuk seperti telur busuk, sekali BAB banyaknya kurang lebih 1/4 gelas
aqua. Kata ibu pasien anak terlihat rewel. Pasien juga sempat muntah 1 kali muntah
3
berisi air, tidak ada warna kemerahan (darah), tidak ada warna kehijauan , semenjak
muntah-muntah dan BAB cair ini anak terlihat lemas serta makin rewel dan
keinginan untuk minum bertambah, makin banyak dan sering minum. Pasien juga
demam sejak 8 jam SMRS, demam dirasakan naik turun, hanya diukur dengan
rabaan tangan dan belum diberikan obat. Kejang disangkal. BAK lancar.
Batuk dan pilek disangkal. Sebelum keluhan ini pasien tidak memakan
makan jenis baru atau susu merk baru, makanan yang dimakan sebelum sakit adalah
susu formula. Riwayat alergi terhadap makanan atau minuman di sangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah dirawat di RS sebelumnya
Tidak ada riwayat operasi
Tidak ada riwayat trauma
Tidak ada riwayat alergi, obat, dingin dan debu
Tidak ada riwayat asma
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat alergi
dan asma di keluarga disangkal.
Riwayat Lingkungan Rumah
Kepemilikan : Rumah nenek pasien.
Keadaan Rumah :
Pasien tinggal bersama dengan ibu, ayah, nenek dan kakek. Rumah berada di
kawasan yang padat penduduknya dengan luas 8 x 15 meter. Tempat tinggal
pasien memiliki 2 kamar tidur yang berjendela, 1 ruang tamu. Cahaya matahari
dapat masuk melalui jendela dan genting kaca. Kamar mandi ada 1 dan terdapat
di dalam rumah. Penerangan dengan listrik. Air minum berasal dari PAM. Jarak
septic tank kurang lebih 10 meter dari sumber air. Air limbah rumah tangga
disalurkan melalui selokan di depan rumah. Selokan dibersihkan 1 kali dalam
sebulan dan aliran air di dalamnya lancar.
Kesan : Keadaan rumah cukup baik, dengan ventilasi dan sirkulasi yang
cukup baik, keadaan lingkungan baik.

4
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta. Sedangkan ibu pasien adalah
seorang ibu rumah tangga. Penghasilan ayah pasien Rp 4.000.000,00 / bulan.
Ayah pasien menanggung biaya 1 orang anak dan 1 orang istri.
Kesan: riwayat sosial ekonomi cukup
Riwayat Kehamilan dan Prenatal
Ibu memeriksakan kehamilannya secara teratur di bidan dan posyandu
sebulan sekali. Mendapatkan suntikan TT 1x. Tidak pernah menderita penyakit
selama kehamilan, riwayat perdarahan selama kehamilan disangkal, riwayat trauma
selama kehamilan disangkal, riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu
disangkal, riwayat demam selama kehamilan disangkal
Kesan: Riwayat pemeliharaan prenatal baik
Riwayat Kelahiran
Tempat kelahiran : Kamar Bersalin
Penolong persalinan : Bidan
Cara persalinan : Pervaginam
Masa gestasi : 38 minggu. G1P0A0
Keadaan bayi
Berat badan lahir : 3000 gram
Panjang badan lahir : 49
Lingkar kepala : lupa
Keadaan lahir : langsung menangis, warna
merah, tidak pucat dan tidak biru, aktif
Nilai APGAR : ibu tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Air ketuban : ibu tidak tau
Kesan: Neonatus aterm, lahir pervaginam, bayi dalam keadaan bugar
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Bidan dan anak dalam keadaan
sehat.
Kesan: Riwayat pemeliharaan postnatal baik.

5
Corak Reproduksi Ibu
Ibu P1A0, anak pertama (pasien) berusia 9 bulan lahir pervaginam
Riwayat Keluarga Berencana
Ibu pasien mengaku saat ini tidak menggunakan KB.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Pertumbuhan:
Berat badan lahir 3000 gram. Panjang badan 49 cm
Berat badan sekarang 8 kg. Tinggi badan 65 cm.
Perkembangan:
Psikomotor
Senyum : Ibu lupa
Miring : 3 bulan
Tengkurap dan berbalik sendiri : 5 bulan
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Gangguan perkembangan :-
Kesan : Saat ini anak berusia 9 bulan. Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan anak baik sesuai umur.
Riwayat Makan dan Minum Anak
Ibu mengaku memberikan ASI sejak lahir sampai sekarang.
Usia 9 bulan anak diberikan susu formula
Kesan: Kualitas dan kuantitas makanan baik
Riwayat Imunisasi
VAKSIN DASAR (umur) ULANGAN
(umur)
BCG 0 bulan - - - - -
DPT/ DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
POLIO 0/2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
CAMPAK - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur

6
Silsilah Keluarga

Kesan : tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan seperti


pasien.

II.3. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan di Bangsal Anak Wijaya Kusuma Atas RSU Kardinah Tegal
tanggal 18 Januari 2016, pukul 12.30 WIB.
Kesan Umum : TSS/ CM
Tampak sakit ringan, Tampak lemas,
tampak haus
Tanda Vital
Nadi : 130 x/menit, reguler, isi cukup
Laju Nafas : 24x/menit, reguler
Suhu : 37,2 C (aksila)
Data Antropometri
Berat badan sekarang : 8 kg
Tinggi Badan: 65 cm
Status Internus
Kepala : Mesocephali, LK : 45 cm
Rambut : Rambut warna hitam, penyebaran merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edem palpebra

7
(-/-), mata cekung (+/+), air mata ada.
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-), napas cuping hidung
(-/-)
Telinga : Bentuk dan ukuran normal, discharge (-/-),
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), stomatitis (-)
Lidah : normoglosia, lidah kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1 hiperemis (-), detritus (-),
granulasi (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-)
Thorax : Dinding thorax normothorax dan simetris
Pulmo:
Inspeksi :Pergerakan dinding thorax kiri-kanan simetris,
retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vocal fremitus sulit dinilai
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler(+/+),
Ronkhi(-/-),Wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicula
sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, murmur(-)
gallop(-)
Abdomen
Inspeksi : tampak cembung, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal, gerak peristaltik
meningkat
Palpasi : supel, turgor kulit kembali lambat, nyeri
tekan epigastrium (-) organomegali (-)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

8
Genitalia : jenis kelamin perempuan, tidak ada kelainan
Anorektal : pemeriksaan tidak dilakukan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral -/- -/-
Sianosis
CRT <3 <3
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi

II.4. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Darah (23/09/2015 pukul 01.48 WIB)
Hematologi Hasil Rujukan
Hemoglobin 11,1 g/dL 10,7-14,7 g/dL
Leukosit 11.400 4.500-13.500
Hematokrit 33,4% 33-41 %
Trombosit 352.000 /ul 150.000 521.000 /ul
Eritrosit 4,9 106/ul 3,7-5,7 106/ul
RDW 13,6 % 11,5 14,5
MCV 68,9 U 73 - 101 U
MCH 22,9 pcg 22 - 34 pcg
MCHC 33,2 g/dL 26-34 g/dL
Diff Netrofil 54,1 50- 70
Limfosit 34,7 25 40
Monosit 11,3 28
Eosinofil 2 24
Basofil 0,2 01
Laju Endap Darah
LED 1 jam 8 mm/jam 0 - 20
LED 2 jam 15 mm/jam 0 35
CRP Negatif Negatif

9
II.5. Pemeriksaan Khusus
Data antropometri:
Anak perempuan usia : 9 bulan
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 65 cm

Pemeriksaan Status Gizi


Pertumbuhan fisik anak perempuan menurut persentil CDC:
BB/U= 8/8,6 x100% = 93,2 % (Berat badan menurut umur normal)
TB/U = 65/70 x 100% = 92,8 % (Tinggi badan menurut umur normal)
BB/TB = 8/7 x 100% = 114 % (Gizi baik)

Kesan: Gizi Baik

10
Pemeriksaan Lingkar kepala
Menurut kurva Nellhause
Lingkar kepala anak : 45 cm Mesocephali

Kesan : Mesosephali

II.6. Masalah
- Bab cair > 3 kali / Diare
- Muntah
- Demam

II.7. Diagnosa Banding


Diare akut dengan dehidrasi sedang
Berdasarkan etiologi
- Faktor Infeksi (enteral, parenteral)
- Faktor malabsorbsi/Konstitusi (lactose intolerance)
- Faktor makanan (keracunan, alergi makanan)
- Faktor psikologis (rasa takut dan cemas)

11
Bentuk Diare
- Watery (infeksi, makanan (alergi, keracunan)
- Bloody (disentri, amoeba)
Berdasarkan lama diare
- Diare akut
- Diare persisten
- Diare kronik
1. Status Gizi
- Gizi Baik
- Gizi Kurang
- Gizi Cukup

II.8. Diagnosa Kerja


1. Diare akut dengan dehidrasi sedang
2. Gizi Baik

II.9. Penatalaksanaan
Bangsal Anak
Medikamentosa
IVFD Kn3A 10 tpm
Inj. Ondancentron 4 mg, 3 x 1/4 mg
Sanmol drop 3 x 0,7 ml
Cefacef 20 mg 2 x 1 Pulv
Zircumkid 2 x cih
Non-medikamentosa
Tirah baring
Edukasi :
o Menjelaskan mengenai penyakit pasien saat ini, serta rencana
manajemen yang akan diberikan.
o Beri ASI lebih sering dan banyak.
o Upaya pencegahan penyebab diare, seperti memperbaiki penyiapan
makanan pendamping ASI, misal botol susu sebaiknya direbus dan
dicuci setiap sehabis minum, penggunaan air bersih, membiasakan

12
mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir setelah BAB dan
sebelum makan, serta penggunaan jamban yang bersih dan higenis.
Membersihkan payudara sebelum dan sesudah memberi ASI pada
anak.
o Upaya perbaikan daya tahan tubuh pasien, misalnya ASI dan PASI
tetap diberikan. Susu formula jangan diencerkan.
Observasi tanda tanda vital
Memberikan asupan gizi yang sesuai
Kebutuhan Protein : 2gr/kgBB/hari = 16 gr/hari
Kebutuhan Kalori : 800 kkal
Kebutuhan Cairan (BB: 8 kg)
100 x 8 = 800 cc
Demam = 10% x 800 = 80 cc
Dehidrasi sedang (5-10%) = 5% x 800 = 40 cc
Total kebutuhan cairan : 800 cc + 80 cc + 40 cc = 920 cc/ 40/ 10 tts/menit
Diet
BEE pada anak perempuan
= 8 x 100 kkal = 800 kkal
Demam (38.6oC)
= 20% x 824 kkal = 164.8 = 165 kkal
Faktor Aktivitas (dirawat di RS ditambahkan 25% dari BEE)
= 25% x 824 kkal = 206 kkal
Faktor pertumbuhan
= 12% x 824 kkal = 98.88 = 100 kkal

Asi dan susu formula Total Kalori: 1125 kkal/hari


Protein : 16 gram/hari

II.10. Prognosa
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Ad bonam

13
II.11. Saran
Pemeriksaan :
Darah Rutin Ulang
Feses Rutin
Elektrolit

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)
dengan /tanpa darah dan/atau lendir. 1
- Diare akut : diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat.1
- Diare kronik : diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut. 1

III.2. Epidemiologi
Diare merupakan penyakit yang umum terjadi pada hampir semua kelompok
usia dan merupakan penyakit kedua tersering setelah influenza (common cold).
Penyakit diare juga merupakan suatu masalah yang kerap kali terjadi di dalam
kesehatan masyarakat dan di dalam bagian pelayanan kegawatdaruratan, terutama
untuk anak-anak dibawah usia lima tahun. Diperkirakan terdapat 100 juta kasus diare
akut setiap tahunnya di Amerika Serikat. Kasus-kasus tersebut merupakan 5% dari
keseluruhan kunjungan ke praktek pribadi dan 10% dari pasien-pasien yang dirawat
inap. 1,2
Walaupun telah banyak hasil yang diperoleh dibidang penanggulangan diare,
namun hingga kini diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada
bayi dan balita di negara berkembang. Episode diare setiap tahun di Indonesia masih
berkisar sekitar 60 juta dengan kematiannya sebanyak 200.000-250.000. Menurut
survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan di Indonesia pada tahun 1986 angka
kematian karena diare merupakan 12% diantara seluruh angka kematian kasar yang
besarnya 7/1000 penduduk. Angka ini merupakan angka yang tertinggi diantara
semua penyebab kematian. Sekitar 15% penyebab kematian bayi dan 26% kematian
anak balita disebabkan oleh diare. 1,2

15
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WHO maka anak-anak dibawah
usia 3 tahun mengalami 2-8 episode diare setiap tahunnya. Anak yang lebih besar
mengalami kejadian diare 1 kali setiap tahunnya. Dari data-data tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa sekitar 500 juta anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun akan
mengalami diare sebanyak 1 kali setiap tahunnya. Di negara maju seperti di Amerika
Serikat maka hanya <10% dari kasus-kasus diare tersebut yang dibawa ke tenaga
medis untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena
pengobatan/perawatan di rumah yang efektif. 1,3
Berbeda dengan negara maju, maka di negara yang berkembang yang tidak
memiliki sumber pengetahuan yang mencukupi untuk perawatan di rumah, maka
angka kematiannya sangat tinggi. Sekitar 2 juta anak di seluruh dunia diperkirakan
meninggal setiap tahunnya akibat penyakit diare akut ini, dan hal ini merupakan
penyebab kematian kedua tersering setelah, infeksi saluran pernafasan.
Cara penularan diare pada umumnya adalah secara oro-fecal melalui 1) makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi oleh enteropatogen, 2) kontak langsung tangan
dengan penderita atau baran-barang yang telah tercemar tinja penderita, atau tidak
langsung melalui lalat. Di dalam bahasa Inggris maka terdapat 4 F di dalam cara
penularan diare ini yaitu food (makanan), feces (tinja), finger (jari tangan), and fly
(lalat). 1,3
Faktor risiko terjadinya diare adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan
transmisi enteropatogen, diantaranya adalah 1) tidak cukup tersedianya air bersih, 2)
tercemarnya air oleh tinja, 3) tidak ada/kurangnya sarana MCK, 4) higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan yang buruk, 5) cara penyimpanan dan
penyediaan makan yang tidak higienis, dan 6) cara penyapihan bayi yang tidak baik
(terlalu cepat disapih, terlalu cepat diberi susu botol, dan terlalu cepat diberi
makanan padat). Selain itu terdapat pula beberapa faktor risiko pada pejamu (host)
yang dapat meningkatkan kerentanan pejamu terhadap enteropatogen diantaranya
adalah malnutrisi dan bayi berat badan lahir rendah (BBLR), imunodefisiensi atau
imunodepresi, rendahnya kadar asam lambung, dan peningkatan motilitas usus. 1,3

16
III.3. Etiologi
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini:
1) Infeksi : virus, bakteri, dan parasit.
a) Golongan virus : Rotavirus, Adenovirus, Virus Norwalk, Astrovirus,
Calicivirus, Coronavirus, Minirotavirus.
b) Golongan bakteri : Shigella spp., Salmonella spp., Escherecia coli,
Vibrio cholera, Vibrio parahaemoliticus, Aeromonas hidrophilia,
Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium difficile,
Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Yersinia
enterocolitica.
c) Golongan parasit, protozoa : Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Balantidium coli ; cacing perut : Ascariasis, Trichuris truchiura,
Strongiloides stercoralis ; jamur : Candida spp. 4,5,6
2) Malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida
rantai panjang, atau protein seperti beta-laktoglobulin. 4,5,6
3) Makanan : makanan basi, makanan beracun. Diare karena keracunan
makanan terjadi akibat dua hal yaitu makanan mengandung zat kimia
beracun atau makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan
toksin, antara lain Clostridium perfringens, Staphylococcus. 4,5,6
4) Alergi terhadap makanan : terutama disebabkan oleh Cows milk protein
sensitive enteropathy (CMPSE), dan juga dapat disebabkan oleh makanan
lainnya. 4,5,6
5) Imunodefisiensi. Diare akibat imunodefisiensi ini sering terjadi pada
penderita AIDS. 4,5,6
6) Psikologis : rasa takut dan cemas.
Dari berbagai macam penyebab diare akut tersebut diatas, maka yang
paling sering menjadi penyebab diare akut apa anak-anak adalah infeksi
virus. Rotavirus dan adenovirus merupakan penyebab tersering diare akut
pada anak dibawah usia 2 tahun. Astrovirus dan calicivirus biasanya
menginfeksi anak-anak yang berusia dibawah tahun.
Berikut ini akan dibahas beberapa enteropatogen/penyebab diare akut
spesifik yang dianggap merupakan penyebab diare yang utama : 4,5,6

17
1. Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel
mukosa usus, infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan
jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush
border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah
terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan
juga akan terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari makanan
terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase akibat
kerusakan epitel mukosa usus tadi. 4,5,6
2. Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan
juga merupakan penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi
dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5 golongan E.coli yang dapat
menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia coli),
EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive
Eschericia coli), EAEC (Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC
(Enterohemorrhagic Escherichia coli). 4,5,6
a. ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di
negara berkembang. Transmisinya melalui makanan (makanan
sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang telah
terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1)
faktor kolonisasi, yang menyebabkan ETEC dapat melekat
pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin.
Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu
toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan
toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT
menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim
adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan
meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui
enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi
cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan
perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi
diare. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau

18
kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan rambut
getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif).
Diare biasanya berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi
dapat juga lebih lama (menetap, persisten). 5,6
b. EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah
dan panas pada bayi dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam
usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa
usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus.
Melekatnya bakteri ini pada mukosa usus karena adanya
plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan
membentuk toksin yang melekat erat pada mukosa usus
sehingga timbul diare pada bayi dan sering menimbulkan
prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum
ASI. 5,6
c. EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula
menyebabkan letusan kecil (KLB) diare karena keracunan
makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis
bakteri ini menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa
usus halus, berkembang biak di dalam kolonosit (sel epitel
kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja
penderita, sering ditemukan eritrosit dan leukosit. 5,6
d. EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu
melekat dengan kuat pada mukosa usus halus dan
menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini
mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair
sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea). 4,5,6
e. EHEC. EHEC dapat menyebabkan kolitis hemoragik.
Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak
kurang matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik,
kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair disertai
darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat
menyebabkan edem dan perdarahan usus besar. 4,5,6

19
3. Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai
dari asimptomatik sampai dengan disentri hebat disertai dengan
demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan tinja yang
berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang
manusia di daerah tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori,
sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi di daerah sub tropis.
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena
kemampuannya mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus.
Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan leksotoksin yang
bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang
adalah bagian terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari
bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan kerusakan sel epitel
mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih,
masuk ke dalam lumen usus danakhirnya keluar bersama tinja. 5,6,7
4. Salmonella spp.
Di dunia terdapat lebih dari 2000 spesies, namun hanya 6-10 jenis
saja yang menyebabkan diare. Di dalam klinik, golongan
Salmonella yang menyebabkan diare dikenal dengan nama
Nontyphoidal Salmonellosis, yang paling sering menimbulkan
diare pada anak adalah S. Paratyphi A, B dan C. Binatang
merupaka reservoir utama, oleh karena itu infeksi Salmonella spp.
ini biasanya disebabkan oleh makanan yang berasal dari binatang,
seperti daging, telur, susu, dan makanan-makanan daging dalam
kaleng. Diare yang disebabkan Salmonella spp, biasanya disertai
dengan rasa mual, kram perut, dan panas. 5,6,7
Patogenesis Salmonella spp. ini seperti halnya denan Shigella
dapat melakukan invasi ke dalam mukosa usus halus sehingga juga
dapat dijumpai adanya lendir dan darah pada tinja. Akan tetapi
Salmonellosis ini tidak menyebabkan ulkus seperti pada Shigella.
5,6,7

20
5. Vibrio cholera.
Vibrio cholera mempunyai sifat yaitu tidak menyebabkan
kerusakan mukosa usus dan mengeluarkan toksin yang
menyebabkan diare. Vibrio cholera masuk ke dalam lumen usus
melalui lambung dan peranan asam lambung akan menentukan
seseorang apakah rentan terhadap diare atau tidak. Pada orang yang
kadar asam lambungnya normal maka untuk dapat menimbulkan
diare dibutuhkan jumlah kuman yang masuk sebesar 106, akan
tetapi jika asam lambungnya kurang (pH menjadi lebih tinggi)
maka jumlah 104 sudah dapat menimbulkan diare. Setelah kuman
tersebut masuk ke dalam usus maka ia akan mengeluarkan toksin.
Toksin yang dihasilkan oleh kuman kolera ini yaitu enterotoksin
dan terdapat 2 jenis yaitu komponen A dan komponen B.
Komponen B ini akan menempel pada reseptor yang ada di dinding
sel mukosa usus yang disebut Gmi. Kemudian komponen A yang
terlihat bersama dengan komponen B akan melakukan penetrasi ke
dalam sel dan memisahkan diri dari Komponen B. Selanjutnya di
dalam sel komponen ini akan merangsang sensitifitas enzim adenil
siklase dengan hasil selanjutnya akan meningkatkan akumulasi
cAMP yang akan merangsang sekresi cairan isotonis dan klorida
sehingga timbulah diare berair (Watery diarrhea). 5,6,7
6. Entamoeba histolytica
Entamoeba histolytica tersebar di seluruh dunia. Insidensinya
rendah dan sering terjadi overdiagnosis sehingga pengobatannya
juga sering berlebihan (misalnya penggunaan enterovioform).
Insidensi pembawa kista pada anak (carrier) sekitar 5% saja tetapi
sebagian besar (90%) asimptomatik dan hanya sebagian kecil
(10%) saja yang menjadi sakit. Diare biasanya berlendir disertai
darah, terkenal dengan nama disentri amoeba. Gejalanya yang
mencolok adalah tenesmusnya. Penularan biasanya melalui
makanan atau air (minuman) yang tercemar oleh parasit

21
Entamoeba histolytica, terkenal menyebabkan ulkus yang
menggaung, dan dapat menyebabkan abses hati.
III.4. Patogenesis
Virus. Virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus, selain itu juga dapat
disebabkan oleh adenovirus, enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirus, dan
sebagainya. Virus masuk ke dalam traktus digestivus bersama makanan dan/atau
minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus. Setelah itu virus masuk ke
dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian apikal vili usus halus.
Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel dari bagian kripta yang
belum matang, berbentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel epitel ini tidak
dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat lebih lanjut akan
terjadi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek sehingga kemampuannya
untuk menyerap dan mencerna makananpun akan berkurang. Pada saat inilah
biasanya diare mulai timbul. Setelah itu sel retikulum akan melebar, dan kemudian
akan terjadi infiltrasi sel limfoid dari lamina propria, untuk mengatasi infeksi sampai
terjadi penyembuhan.
Bakteri. Patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis besarnya
adalah sebagai berikut. Bakteri masuk ke dalam traktus digestivus, kemudian
berkembang biak di dalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini kemudian
mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga terjadi peningkatan
aktivitas enzim adenili siklase (bila toksin bersifat tidak tahan panas, disebut labile
toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat tahan panas atau disebut
stable toxin = ST). Sebagai akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim ini akan terjadi
peningkatan cAMP atau cGMP, yang mempunyai kemampuan merangsang sekresi
klorida, natrium, dan air dari dalam sel ke lumen usus (sekresi cairan yang isotonis)
serta menghambat absorpsi natrium, klorida, dan air dari lumen usus ke dalam sel.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam lumen usus
(hiperosmoler). Kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk mengeluarkan
cairan yang berlebihan di dalam lumen usus tersebut, sehingga cairan dapat dialirkan
dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan normal, kolon
seorang anak dapat menyerap sebanyak hingga 4400 ml cairan sehari, karena itu
produksi atau sekresi cairan sebanyak 400 ml sehari belum menyebabkan diare. Bila
kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan melebihi kapasitas

22
penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera sekresi cairan dari usus halus
ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih sehari. Oleh karena itu diare pada
kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan yang disebut sebagai diare profus. 5,6,7
Secara umum golongan bakteri yang menghasilkan cAMP akan menyebabkan
diare yang lebih hebat dibandingkan dengan golongan bakteri lain yang
menghasilkan cGMP. Golongan kuman yang mengandung LT dan merangsang
pembentukan cAMP, diantaranya adalah V. Cholera, ETEC, Shigella spp., dan
Aeromonas spp. Sedangkan yang mengandung ST dan merangsang pembentukan
cGMP adalah ETEC, Campylobacter sp., Yersinia sp., dan Staphylococcus sp. 5,6,7
Menurut mekanisme terjadinya diare, maka diare dapat dibagi menjadi 3 bagian
besar yaitu :
1) Diare sekretorik
2) Diare invasif/dysentriform diarrhae
3) Diare osmotik 9,10,11

Diare Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil
siklase. Enzim ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi
cAMP intrasel akan menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara
positif ileh air, natrium, kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga
terjadi diare dan muntah-muntah sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan
dehidrasi. 9,10,11
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan
oleh mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella,
Campylobacter. Toksin yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil
siklase, selanjutnya enzim tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare
sekretorik pada anak paling sering disebabkan oleh kolera. 9,10,11
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan
panas badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi. 9,10,11

23
Diare Invasif
Diare invasif adalah diare yang terjadi akibat invasi mikroorganisme dalam
mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan pada mukosa usus. Diare invasif ini
disebabkan oleh Rotavirus, bakteri (Shigella, Salmonella, Campylobacter, EIEC,
Yersinia), parasit (amoeba). Diare invasif yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba
menyebabkan tinja berlendir dan sering disebut sebgai dysentriform diarrhea.
Di dalam usus pada shigella, setelah kuman melewati barier asam lambung, kuman
masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak sambil mengeluarkan enterotoksin.
Toksin ini akan merangsang enzim adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi
cAMP sehingga terjadi diare sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan
peristaltik usus sampai di usus besar/kolon. Di kolon, kuman ini bisa keluar bersama
tinja atau melakukan invasi ke dalam mukosa kolon sehingga terjadi kerusakan
mukosa berupa mikro-mikro ulkus yang disertai dengan serbukan sel-sel radang
PMN dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah. 9,10,11
Gejala dysentriform diarrhea adalah 1) tinja berlendir dan berdarah biasanya
b.a.b sering tapi sedikit-sedikit dengan peningkatan panas badan, tenesmus ani, nyeri
abdomen, dan kadang-kadang prolapsus ani, 2) bila disebabkan oleh amoeba,
seringkali menjadi kronis dan meninggalkan jaringan parut pada kolon/rektum,
disebut amoeboma. 9,10,11
Mekanisme diare oleh rotavirus berbeda dengan bakteri yang invasif dimana
diare oleh rotavirus tidak berdarah. Setelah rotavirus masuk ke dalam traktus
digestivus bersama makanan/minuman tentunya harus mengatasi barier asam
lambung, kemudian berkembang biak dan masuk ke dalam bagian apikal vili usus
halus. Kemudian sel-sel bagian apikal tersebut akan diganti dengan sel dari bagian
kripta yang belum matang/imatur berbentuk kuboid atau gepeng. Karna imatur, sel-
sel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan sehingga terjadi
gangguan absorpsi dan terjadi diare. Kemudian vili usus memendek dan kemampuan
absorpsi akan bertambah terganggu lagi dan diare akan bertambah hebat. Selain itu
sel-sel yang imatur tersebut tidak dapat menghasilkan enzim disakaridase. Bila
daerah usus halus yang terkena cukup luas, maka akan terjadi defisiensi enzim
disakaridase tersebut sehingga akan terjadilah diare osmotik. 9,10,11

24
Gejala diare yang disebabkan oleh rotavirus adalah 1) paling sering pada
anak usia dibawah 2 tahun dengan tinja cair, 2) seringkali disertai dengan
peningkatan panas badan dan batuk pilek, 3) muntah.

Diare Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan
osmotik pada lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam
lumen usus, sehingga terjadi diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya
diare osmotik ini disebabkan oleh malabsorpsi karbohidrat.11,12,13
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun
transpor aktif dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu
menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa.
Bila terjadi defisiensi enzim ini maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi
sehingga menimbulkan osmotic load dan terjadi diare. 11,12,13
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan
difermentasikan di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen.
Adanya gas ini terlihat pada perut penderita yang kembung (abdominal distention),
pH tinja asam, dan pada pemeriksaan dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat
bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan terbentuk sempurna setelah bayi berusia
3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan tambahan yang mengandung
karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan, karena dapat
menimbulkan diare osmotik. 11,12,13
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi
biasanya tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis
umum seperti panas, 3) pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4)
distensi abdomen, 5) pH tinja asam dan klninitest positif. Bentuk yang paling sering
dari diare osmotik ini adalah intoleransi laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang
dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar
25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi laktosa. 11,12,13
Tabel 1. Organisme Penyebab Diare dan Gejala yang Sering Timbul
Gejala Rotavirus Shigella Salmonela ETEC EIEC Kolera
Masa tunas 12-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas ++ ++ ++ - ++ -
Mual & Sering Jarang Sering - - Sering
muntah

25
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus + tenesmus Kram
Nyeri kepala - + + - - -

Sifat tinja
Volume Sedang sedikit sedikit banyak sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari sering sering Sering Terus-
menerus
Konsistensi cair lembek Lembek cair lembek Cair
Lendir - sering Kadang- - + -
kadang
Darah
Bau - + busuk + - Amis
Warna Kuning- Merah- kehijauan Tak Merah- Spt cucian
hijau hijau berwarna hijau beras
Leukosit - + + - + -

Tabel 2. Organisme Yang Menyebabkan Keracunan Makanan


Riwayat Makanan Organisme
Susu Campylobacter and Salmonella species
Telur Salmonella species
Daging C perfringens, Aeromonas, Campylobacter, and Salmonella
species
Daging Sapi Enterohemorrhagic E coli
Poutry Campylobacter species
Babi C perfringens, Y enterocolitica
Seafood Astrovirus, Aeromonas, Plesiomonas, and Vibrio species
Oysters Calicivirus, Plesiomonas and Vibrio species
Sayuran Aeromonas species, C perfringens

III.5. Patofisiologi
Penyerapan cairan di usus halus. Dalam keadaan normal, usus halus
mampu menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter
sehari. Penyerapan air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan
osmotik di lumen usus dan didalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi
natrium. Penyerapan natrium ke dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu 1)
berpasangan dengan ion klorida, atau bahan non-elektrolit seperti glukosa, asam
amino, peptida, dll, 2) pertukaran dengan ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang
intraseluler (tight junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang
dapat diserap. 10,12,13
Setelah masuk ke dalam enterosit , natrium ini akan dikeluarkan melalui
enzim Na-K-ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam ruang intraseluler
dan selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di dalam ileum dan kolon,
cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat. 10,12,13

26
Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari proses
absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida di dalam sel
kripta dan pada waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan dari sel kripta
dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi klorida di dalam sel kripta dapat pula
ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger (berupa cyclic nucleotide,
misalnya cAMP, cGMP, yang dapat menyebabkan peninggian permeabilitas sel
kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke lumen usus. 10,12,13
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan
penyerapannya sampai 4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan
dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml maka usus besar
tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja
dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan
penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat
penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus,
disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa setiap
perubahan mekanisme normal absorpsi dan sekresi di dalam usus halus maupun usus
besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolitm, dan
akhirnya dehidrasi. 3,4,10,12
Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare
osmotik, peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA. Penjelasan
mengenai mekanisme dari hal-hal tersebut semuanya telah dijelaskan pada uraian
diatas pada referat ini. 3,4,10,12
Sebagai akibat dari diare akut tersebut diatas maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut :
1) Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa
2) Gangguan sirkulasi darah
3) Hipoglikemia
4) Gangguan gizi. 3,4,10,12
Dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
Sebagai akibat diare adalah tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit yang
dikenal dengan nama dehidrasi. Dehidrasi ini terjadi karena 1) hilangnya cairan
melalui tinja atau muntah (concomitant water losses) selama diare/muntah
berlangsung. CWL ini banyaknya bervariasi tergantung dari berat ringannya

27
penyakit. Diperkirakan jumlahnya sekitar 25-30 ml/kgBB/24 jam, 2) kehilangan
cairan melalui pernafasan, keringat, dan urin (insensible water losses), 3) besarnya
jumlah kehilangan cairan (previous water losses). 3,4,10,12
Kehilangan cairan yang normal (normal water losses) adalah banyaknya
kehilangan cairan/elektrolit melalui pernafasan, keringat, urin, tergantung dari umur.
Makin muda anak makin banyak kehilangan cairan dan makin bertambah umur
makin berkurang Selain itu NWL juga dipengaruhi oleh suhu tubuh, makin tinggi
suhu tubuh maka akan bertambah kehilangan cairannya. Setiap kenaikan suhu 1C
diatas normal (37C) akan menambah hilangnya cairan sebanyak 10 ml. 3,4,10,12
Gejala dan tanda dari dehidrasi tersebut diatas adalah rasa haus, menurunnya
turgor kulit, mukosa mulut kering, mata cekung, air mata tidak ada, ubun-ubun besar
yang cekung pada bayi, oliguria yang dapat berlanjut menjadi anuria, hipotensi,
takikardia, dan menurunnya kesadaran. 3,4,10,12
Gangguan keseimbangan elektrolit. Tonisitas dari plasma sebagian besar
ditentukan oleh natrium. Dehidrasi dapat dibagi menjadi 3 menurut tonisitas plasma
yaitu : 3,4,10,12
1) Dehidrasi isotonik/isonatremik bila kadar Na plasma 130-150 mEq/L. Dalam
praktek di klinik dehidrasi inilah yang terbanyak.
2) Dehidrasi hipotonik, bila Na plasma < 130 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila Na plasma > 150 mEq/L.
Selain perubahan kadar Na plasma juga kalium dapat mengalami perubahan
karena kalium banyak keluar pada tinja. Pada diare biasa sebesar 26 mEq/L dan pada
kolera 96 mEq/L sehingga dapat terjadi hipokalemia, namun penurunan kalium pada
plasma ini biasanya akan diganti dengan kalium yang terdapat pada cairan
intraseluler, dengan tentunya kadar kalium intraseluler akan menurun. Secara
singkatnya maka gangguan elektrolit yang sering terjadi pada keadaan diare adalah
hiponatremia (Na < 130mEq/L), hipernatremia (Na >150mEq/L), dan hipokalemia
(K < 3 mEq/L) 3,4,10,12
Gangguan asam basa. Akibat kehilangan cairan yang banyak pada diare
tersebut diatas maka akan terjadi hemokonsentrasi/hipoksia. Akibat hipoksia maka
jaringan akan terjadi metabolisme secara anaerobik yang akan menghasilkan produk
asam laktat yang selanjutnya akan menyebabkan keadaan asidosis

28
respiratorik/metabolik. Tanda-tanda asidosis tersebut dapat terlihat berupa
pernafasan cepat dan dalam. 3,4,10,12
Akibat lain dari keadaan diare adalah keluarnya bikarbonat melalui tinja,
akibatnya pH darah akan menurun bila badan tidak mengadakan koreksi dengan
jalan mengeluarkan CO2 melalui paru-paru. Sebagai akibat diare yang hebat dan
tubuh tidak sanggup mengadakan kompensasi lagi, maka terjadilah asidosis
metabolik, dan mungkin akan diperberat lagi bila terjadi ketosis, oliguria atau anuria
dan penimbunan asam laktat karena terjadinya hipoksia pada jaringan tubuh. 3,4,10,12
Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat kehilangan cairan tubuh lebih dari 10% berat badan (dehidrasi
berat) akan terjadi gangguan sirkulasi dan dapat terjadi syok. Hal ini disebabkan
cairan ekstraseluler banyak berkurang (hipovolemik) sehingga perfusi darah ke
jaringan berkurang, dengan akibat hipoksia yang akan menambah beratnya asidosis
metabolik, penurunan kesadaran, dan dapat menimbulkan kematian bila tidak segera
ditangani dengan baik. 3,4,10,12
Hipoglikemia
Hipoglikemia biasanya dapat terjadi pada anak yang menderita diare dan
lebih sering lagi bila sebelumnya menderita gangguan gizi (KEP). Sebab yang pasti
belum diketahui tapi kemungkinanya adalah 1) gangguan proses glikogenolisis, 2)
gangguan penyimpanan glikogen pada hati, 3) gangguan absorpsi dan digesti
karbohidrat terutama pada KEP di mana terjadi atropi jonjor usus. Akibat dari
hipoglikemia ini cairan ekstraseluler akan menjadi hipotonik dengan kompensasi air
akan masuk ke dalam cairan intraseluler sehingga terjadi edema sel-sel otak yang
dapat memberikan gejala penurunan kesadaran, kejang-kejang. 3,4,10,12
Gangguan gizi
Gangguan gizi biasanya terjadi akibat diare dimana pemberian makanan
selama sakit dihentikan. Selain itu akibat infeksi usus terjadi gangguan absorpsi
terutama laktosa karena terjadinya defisiensi enzim laktase, akibatnya pemberian
susu dengan laktosa tinggi akan menambah beratnya diare. Pada anak yang
sebelumnya sudah menderita KEP akan memperberat keadaan KEP nya, yang dalam
fase selanjutnya akan memperberat pula diarenya. 3,4,10,12

29
III.6. Manifestasi Klinis Dan Pemeriksaan Penunjang
Dari hasil pemeriksaan fisik pada penderita diare maka dapat ditemukan
beberapa hal, antara lain adalah sebagai berikut ini :
1) Dehidrasi. Tanda-tanda dehidrasi yaitu letargi, penurunan kesadaran, ubun-ubun
besar yang mencekung, membran mukosa yang mengering, mata cekung, turgor
kulit yang menurun, dan terlambatnya capillary refill perlu dijadikan suatu hal
yang patut dicurigai kearah dehidrasi.3,4,5
2) Gagal untuk tumbuh dan malnutrisi. Penurunan massa otot dan lemak atau
terjadinya edema periferal dapat dijadiakan petunjuk bahwa terjadi malabsorpsi
dari karbohidrat, lemak dan/atau protein. Organisme tersering yang dapat
menyebabkan malabsorpsi lemak dan diare yang intermiten adalah Giardia sp.
3,4,5

3) Nyeri perut. Nyeri perut yang nonspesifik dan nonfokal disertai dengan kram
perut merupakan hal yang biasa terjadi pada beberapa organisme. Nyeri biasanya
tidak bertambah bila dilakukan palpasi pada perut. Apabila terjadi nyeri perut
yang fokal maka nyeri akan bertambah dengan palpasi, bila terjadi rebound
tenderness, maka kita harus curiga terjadinya komplikasi atau curiga terhadap
suatu diagnosis yang noninfeksius. 3,4,5
4) Borborygmi. Merupakan tanda peningkatan aktivitas peristaltik usus yang
menyebabkan auskultasi dan/atau palpasi yang meningkat dari aktivitas saluran
pencernaan. 3,4,5
5) Eritema perianal. Defekasi yang sering dapat menyebabkan kerusakan pada kulit
perianal, terutama pada anak-anak yang kecil. Malabsorpsi karbohidrat yang
sekunder seringkali merupakan hasil dari feses yang asam. Malabsoprsi asam
empedu sekunder dapat menyebabkan dermatitis disekitar perianal yang sangat
hebat yang seringkali ditandari sebagai suatu luka bakar. 3,4,5
Pemeriksaan Laboratorium
Feses yang pH nya 5.5 atau kurang dari itu atau menunjukan adanya substansi
yang mereduksi maka menandakan adanya intoleransi karbohidrat, yang
biasanya disebabkan secara sekunder oleh penyakit virus. 3,4,5
Infeksi yang enteroinvasif terhadap usus besar menyebabkan leukosit terutama
netrofil akan tampak di dalam tinja. Tidak adanya lekosit pada tinja tidak
menghilangkan kemungkinan adanya organisme enteroinvasif. Meskipun

30
demikian, adanya leukosit di dalam tinja dapat mengeliminasikan kemungkinan
penyebab enterotoksigenik E.coli, Vibrio sp., dan virus. 3,4,5
Lakukan pemeriksaan setiap eksudat yang ditemukan di dalam tinja untuk
mencari leukosit. Keberadaan eksudat merupakan suatu hal yang sangat tinggi
nilainya untuk memikirkan adanya colitis (80% merupakan nilai prediksi yang
positif). Colitis merupakan suatu yang infeksius, alergi, atau bagian dari penyakit
inflamasi pada saluran pencernaan. 3,4,5
Berbagai medium kultur tersedia untuk dapat mengisolasi bakteri. Suatu tingkat
kecurigaan terhadap suatu penyebab perlu diketahui terlebih dahulu untuk
menentukan media mana yang memungkinkan untuk penyebab diare tersebut
tumbuh. 3,4,5
Selalu lakukan kultur dari tinja untuk organisme-organisme Salmonella, Shigella,
dan Campylobacter serta Yersinia enterocolotica, terutama pada tampilan gejala
klinis yang menandakan adanya colitis atau jika ditemukan adanya leukosit pada
tinja. 3,4,5
Diare yang berdarah dengan riwayat pernah memakan daging-dagingan maka
perlu dicurigai kemungkinan etiologi enterohemoragik E.coli. Jika E.coli
ditemukan di dalam tinja, maka perlu ditentukan apakah E.coli tersebut termasuk
ke dalam tipe O157:H7 atau bukan. Tipe E.coli tersebut merupakan tipe yang
sering ditemukan sebagai penyebab dari HUS (hemolytic uremic syndrome). 3,4,5
Adanya riwayat pernah memakan makanan laut (seafood) atau pernah berpergian
keluar negeri maka perlu dilakukan skrining tambahan untuk mencari spesies
Vibrio dan Plesiomonas. 3,4,5
Antigen rotavirus dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan enzim immunoassay
dan pemeriksaan aglutinasi latex dari tinja. Kejadian false-negatif sekitar 50%,
dan false-positif pun seringkali muncul, terutama jika terdapat darah di dalam
tinja. 3,4,5
Antigen Adenovirus (serotipe 40 dan 41) dapat dideteksi dengan cara enzim
immunoassay.4,5,6
Pemeriksaan tinja untuk mencari jenis parasit penyebab diare. Lakukanlah
pemeriksaan tinja setiap 3 hari sekali atau setiap 2 hari sekali. 4,5,6
Hitung jenis leukosit biasanya tidak meningkat pada diare yang disebabkan oleh
virus dan toksin. Leukositosis seringkali terjadi tetapi tidak secara konstan pada
31
diare yang disebabkan oleh enteroinvasif bakteri. Organisme shigella
menyebabkan leukositosis dengan tanda bandemia (netrofilia) dengan variasi
pada total hitung jenis sel darahnya. 4,5,6
Pada suatu waktu, maka protein-losing enteropathy dapat diketemukan pada
pasien dengan inflamasi yang luas di dalam saluran pencernaan akibat infeksi
oleh bakteri yang enteroinvasif (seperti Salmonella spp., enteroinvasif E.coli).
Dalam keadaan ini dapat ditemukan keadaan kadar serum albumin yang rendah
dan kadar alfa1-antitripsin fekal yang tinggi. 4,5,6

III.7. Penatalaksanaan
Pengobatan adalah suatu proses yang menggambarkan suatu proses normal
atau fisiologi, dimana diperlukan pengetahuan, keahlian sekaligus berbagai
pertimbangan profesional dalam setiap tahan sebelum membuat suatu keputusan
(Dewi Sekar, 2009). 13,14,15
Adapun tujuan dari penalataksanaan diare terutama pada balita adalah:
Mencegah dehidrasi.
Mengobati dehidrasi.
Mencegah ganngguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan
sesudah diare.
Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.
a. Prinsip dari penatalaksanaan diare
Prinsip dari tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE, yang
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dengan rekomendasi
WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan
diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara
untuk mengobati diare untuk itu Kementrian Kesehatan telah menyusun Lima
Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE) yaitu: 13,14,15
1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolaritas rendah
Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri atas Natrium klorida
(NaCl), Kalium Klorida (KCl), sitrat dan glukosa. Oralit osmolaritas
rendah telah direkomedasikan oleh WHO dan UNICEF (United Nations
International Children's Emergency Fund). 13,14,15

32
Tabel. 3 Kandungan Oralit Osmolaritas Rendah
Oralit Osmolaritas Rendah
WHO/UNICEF 2004
NaCl 2,6 g
Na Citrate 2,9 g
KCL 1,5 g
Glucose 13,5 g
Na+ 75 mEq/L
K+ 20 mEq/L
Citrate 10 mmol/L
Cl- 65mEq/L
Glucose 75 mmol/L
Osmolaritas 245mmol/L

a) Manfaat Oralit
Berikan oralit segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengobati
dehidrasi sebagai pengganti cairan dan elekrolit yang terbuang saat diare.
Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit osmolaritas
rendah. Berdasarkan penelitian dengan Oralit osmolaritas rendah diberikan
kepada penderita diare akan: 13,14,15
Mengurangi volume tinja hingga 25%
Mengurangi mual muntah hingga 30%
Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai
33%. 13,14,15
b) Membuat dan Memberikan Oralit
Cara membuat larutan Oralit:
Cuci tangan dengan air dan sabun
Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak (200cc)
Masukkan satu bungkus Oralit 200cc
Aduk sampai larut benar
Berikan larutan Oralit kepada balita. 13,14,15
Cara memberikan larutan Oralit
Berikan dengan sendok atau gelas
Berikan sedikit-sedikit sampai habis atau hingga anak tidak kelihatan
haus

33
Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan
sabar sesendok setiap 2 atau 3 menit.
Walau diare berlanjut, Oralit tetap diteruskan.
e. Bila larutan Oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan Oralit
berikutnya.
2. Zinc selama 10 hari berturut-turut
Cara Pemberian Obat Zinc
Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat Zinc selama
10 hari berturut-turut.
Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut
kira-kira 30 detik, segera berikan ke anak).
Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc,
ulangi pemberian dengan cara potong lebih kecil dilarutkan beberapa kali
hingga 1 dosis penuh.
Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
3. Teruskan ASI dan Makanan
Memberikan makanan kepada balita selama diare (usia 6 bulan ke atas) akan
membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Anak yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang
sesuai umur akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan
meningkatkan risiko terkena diare kembali. Oleh karena itu perlu
diperhatikan: 15,16,17
Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui
bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa
penyembuhan (Bayi 0-24 bulan atau lebih). 13,14,15
Dukung ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayi berupa 0-6
bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula
berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui esklusif. Dengan
menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan
kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki
antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi. 15,16,17
Anak usia 6 bulan keatas, tingkatkan pemberian makan: makanan
34
pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6-24 bulan dan sejak
balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga secara
bertahap. 15,16,17
Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. 15,16,17
4. Pemberikan makan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat
a. Bayi berusia 0-6 bulan
Saat usia ini, bayi hanya diberikan ASI saja sesuai keinginan anak,
paling sedikit 8 kali sehari: pagi, siang maupun maupun malam hari.
Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI. 15,16,17
Jika ibu memberikan susu formula atau makanan lain:
Bangkitnya rasa percaya diri ibu untuk hanya memberikan ASI saja,
jelaskan keuntungan ASI dan dengan member ASI saja memncukupi
kebutuhan bayi sedang diare. 15,16,17
Susui bayi lebih sering, lebih lama: pagi, siang maupun malam.
Secara bertahap mengurangi pemberian susu formula atau makanan
lain. 15,16,17
b. Bayi berusia 6-24 bulan
Teruskan pemberian ASI
Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang
teksturnya lembut seperti bubur, susu, pisang.
Secara bertahap sesuai pertambahan umur berikan bubur tim lumat
ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe.
Setiap hari berikan makanan sebagai berikut:
Usia 6 bulan: 2 x 6 sdm peres
Usia 7 bulan: 2-3 x 7 sdm peres
Usia 8 bulan: 3 x8 sdm peres
15,16,17

c. Balita umur 9 sampai 12 bulan


Teruskan pemberian ASI.
Berikan MP ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim, bubur nasi.
Tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/wortel/sapi/kacang hijau.

35
Setiap hari berikan makanan sebagai berikut: o
Usia 9 bulan: 3 x 9 sdm peres.
o Usia 10 bulan: 3 x 10 sdm peres. o
Usia 11 bulan: 3 x 11 sdm peres.
Berikan selingan 2 kali sehari diantara waktu pemberian makan sesuai
umur sangat penting saat sakit maupun sehat.
d. Balita umur 12 sampai 24 bulan
Teruskan pemberian ASI.
Berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan kemampuan
anak.
Berikan 3 kali sehari sebanyak 1/3 porsi makan orang dewasa terdiri
dari nasi, lauk pauk, sayur, buah.
Berikan makanan selingan kaya gizi 2x sehari diantara waktu makan.
Sejak umur 12 bulan, anak sudah bisa makan makanan keluarga.
15,16,17

e. Balita umur 2 tahun atau lebih


Berikan makanan keluarga 3 kali sehari sebanyak 1/3 porsi
makan orang dewasa.
Berikan makanan selingan kaya gizi 2xsehari diantara waktu makan.
15,16,17

5. Anjuran Makan untuk Diare Persisten


a. Jika anak masih mendapat ASI: Berikan lebih sering dan lebih lama, pagi,
siang dan malam.
b. Jika anak mendapat susu selain ASI
Kurangi pemberian susu tersebut dan tingkatkan pemberian ASI
Gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi di tambah tempe,
Jangan diberikan susu kental manis.
Untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan sesuai dengan
kelompok umur. 15,16,17
6. Antibiotik secara selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali atas indikasi misalnya pada diare
berdarah dan kolera, pemberian antibiotik yang tidak tepat akan

36
memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu flora usus. Selain
itu pemberian antibiotik yang tidak tepat akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik dan menambah resistensi kuman. 15,16,17
7. Nasihat pada orang tua/pengasuh
Nasihat diberikan kepada orang tua/ pengasuh bagaimana memberikan
pengobatan diare di rumah, pemberian makan dan segera kembali ke petugas
kesehatanan /puskesmas bila terdapat tanda bahaya yang berupa demam, tinja
berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus dan diare
makin sering. 15,16,17
Tabel 4. Penilaian derajat dehidrasi dan rencana terapi Depkes RI 2011
A B C
Penilaian
Bila Terdapat 2 Tanda Atau Lebih
1 Lihat Keadaan Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai
. atau
Umum tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan
kering
Rasa Haus Minum biasa, Haus ingin Malas
tidak haus minum banyak minum/tidak
bisa
minum
2 Periksa Turgor Kembali cepat Kembali Kembali sangat
. Kulit lambat
lambat
3 Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi Dehidrasi berat
. dehidrasi
ringan/sedang
4 Rencana Rencana terapi Rencana terapi Rencana terapi
. Pengobatan A B C

3. Penentuan rencana terapi


Rencana pengobatan diare dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan derajat
dehidrasi yang dialami penderita.
a. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
yaitu diare yang jika terjadi dan melibatkan dua atau lebih tanda
berikut yaitu: Keadaan umum baik, sadar, mata tidak cekung, minum
biasa,tidak haus dan cubitan kulit perut/turgor kembali segera.
b. Rencana Terapi B, jika penderita mengalami dehidrasi ringan

37
sedang yaitu diare yang terjadi dan melibatkan dua atau lebih tanda di
bawah ini yaitu: Gelisah dan rewel, mata cekung, ingin minum terus,
ada rasa haus dan cubitan kulit perut/turgor kembali lambat. 15,16,17
c. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat
yaitu diare yang terjadi dan melibatkan dua atau lebih tanda di bawah
ini yaitu: Lesu dan lunglai/tidak sadar, mata cekung, malas .
minum dan cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 detik.
(Panduan Sosialisasi Tatalaksanan Diare pada Balita Kemenkes RI
2011). 15,16,17

Tabel 5. Rencana Terapi A


Rencana Terapi A
Untuk Terapi Diare Tanpa Dehidrasi Menerangkan 5
Langkah Terapi Diare Di Rumah
1. Beri Cairan Lebih Banyak Dari Biasanya
a. Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI ekslusif, beri ORALIT atau air matang sebagai
tambahan
b. Anak yang tidak mendapat ASI ekslusif, beri susu yang biasa diminum
dan ORALIT atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air
tajin, air matang dsb)
Beri ORALIT sampai diare berhenti.
c. Bila muntah tunggu 30 menit dan lanjutkan sedikit demi sedikit
Umur <1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
Umur >1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak
d. Anak harus diberi 6 bungkus ORALIT (200ml) di rumah bila:
Telah diobati dengan rencana terapi B atau C
Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika direnya memburuk
e. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan ORALIT
2 Beri Obat Zinc
Beri ZINC 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti.
Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam satu sendok air
matang atau ASI

38
a. Umur < 6bulan diberi 10mg (1/2 tablet) perhari
b Umur > 6bulan diberi 20 mg (1tablet) perhari

3 Beri Anak Makanan Untuk Mencegah Kurang Gizi


a. Beri makanan sesuai umur anak dengan menu yang sama waktu anak sehat
b. Tambahkan 1 - 2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan
c. Beri makanan kaya kalsium seperti buah segar, pisang, air kelapa
muda Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil
setiap hari (setiap 3 - 4 jam)
Setelah diare berhenti beri makanan yang sama dan makanan tambahan
selama 2 minggu 15,16,17
4 Beri Antibiotik Selektif
Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah dan kolera
5 Nasihat Ibu/Pengasuh
Untuk membewa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
a. Berak cair lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Makan dan minum sangat sedikit
e. Timbul demam
f. Berak berdarah
g. Tidak membaik dalam 3 hari 15,16,17
Tabel 4. Rencana Terapi B

39
b. Bila anak menginginkan lebih banyak ORALIT, berikan
c. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi <6 bulan, tunda pemberian makanan selama 3 jam kecuali ASI
dan ORALIT
d. Beri obat ZINC selama 10 hari berturut turut 15,16,17
Amati Anak Dengan Seksama Dan Bantu Ibu Memberikan Oralit
a. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
b. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
c. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian ORALIT dan berikann
anak air masak atau ASI
d. Beri ORALIT sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang 15,16,17
Setelah 3 - 4 Jam, Nilai Kembali Anak Menggunakan Bagan Penilaian,
Kemudian Pilih Rencana Terapi A,B Atau C Untuk Melanjutkan Terapi
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A.
a. Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan
tidur
b. Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B
c. Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah

40
d. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
Bila Ibu Harus Pulang Sebelum Selesai Rencana Terapi B
a. Tunjukkan jumlah ORALIT yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di
rumah
b. Berikan ORALIT 6 bungkus untuk persediaan di rumah
c. Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah15,16,17

Tabel 5. Rencana Terapi C

41
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis Diare Akut dengan dehidrasi sedang dan status gizi baik.
Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

1. Diare Akut
Masalah Interpretasi
Anamnesis + Pemeriksaan Fisik
Anamnesis Dari frekuensi dan lamanya diare,
Pasien datang diantar oleh Ibunya ke IGD RSU pasien dapat dikatakan terkena diare
Kardinah Tegal dengan keluhan : akut, dikarenakan kejadiannya yang
BAB cair sejak 1 hari SMRS, BAB cair (+) baru 1 hari.
10x/hari, konsistensi encer, warna coklat, Menurut literatur, klasifikasi akut
terdapat ampas, darah (-) lendir (-), berbau terjadi kurang dari 14 hari,
busuk sedangkan kronis terjadi lebih dari
Terlihat lemas 14 hari.
Rewel dan keinginan untuk minum bertambah, Pasien terlihat lemas, rewel, dan rasa
makin banyak dan sering minum. ingin minum bertambah
demam (+) menandakan adanya dehidrasi
mual dan muntah dengan frekuensi 1 kali sedang.
dalam sehari, muntah berisi air Suhu meningkat kemungkinan
Pemeriksaan Fisik adanya infeksi atau adanya reaksi
Kesan Umum : TSS/ CM peradangan dalam tubuh.
Tampak lemas dan rewel Pada pemeriksaan status Internusa
Tanda Vital didapatkan keadaan mata cekung,
Nadi : 130 x/menit, reguler, isi bibir kering, turgor kulit melambat
cukup mendukung diagnosis dehidrasi
Laju Nafas : 24x/menit, reguler sedang.
Suhu : 37,8 C (aksila)

Status Internus :
Mata : Cekung
Mulut : bibir sedikit kering
Abdomen : tampak cembung, turgor kulit kembali
lambat, nyeri tekan (+) epigastrium

42
Extremitas : CRT <3s

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab didapatkan monosit Monosit meningkat kemungkinan
meningkat adanya infeksi yang dikarenakan
CRP negatif bakteri

2. Status Gizi Baik


Masalah Interpretasi
Anamnesis
Ibu mengaku memberikan ASI o Pada pasien ini kualitas dan
sejak lahir sampai sekarang. kuantitas makan pasien baik

Pemeriksaan Fisik
Pertumbuhan fisik anak Pada pemeriksaan fisik status gizi
perempuan menurut persentil CDC: didapatkan berat badan menurut umur
normal, tinggi normal berdasarkan tinggi
BB/U= 8/8,6 x100% = 93,2 % badan per umur, dan gizi baik
(Berat badan menurut umur berdasarkan berat badan per tinggi
normal) badan, maka pasien ini masuk dalam
TB/U = 65/70 x 100% = 92,8 % kategori gizi baik.
(Tinggi badan menurut umur
normal)
BB/TB = 8/7 x 100% = 114 %
(Gizi baik)

Diagnosis : Diare akut et cause suspect Salmonella


Dikatakan suspect dikarenakan tidak dilakukan pemeriksaan bakteriologi

43
BAB V
KESIMPULAN

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi


lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair)
dengan /tanpa darah dan/atau lendir.
Penyebab diare akut adalah sebagai berikut ini: infeksi : virus, bakteri, dan
parasite, malabsorpsi : karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak terutama trigliserida
rantai panjang, atau protein seperti beta-laktoglobulin, makanan : makanan basi,
makanan beracun, alergi terhadap makanan, imunodefisiensi. Diare akibat
imunodefisiensi ini sering terjadi pada penderita AIDS, dan psikologis : rasa takut
dan cemas.
Gejala yang sering timbul adalah dehidrasi, gagal untuk tumbuh dan
malnutrisi, nyeri perut, borborygmi, dan eritema perianal
Menentukan diagnosis menggunakan pemeriksaan penunjang, seperti cek
darah rutin, darah lengkap, feses dan mikrobiologi.
Prinsip pengobatan dari diare adalah dengan 1) rehidrasi menggunakan oralit
osmolaritas rendah , 2) Zinc selama 10 hari berturut-turut, 3) Teruskan ASI dan
Makanan, 4) Pemberikan makan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat,
5) Anjuran Makan untuk Diare Persisten, 6) Antibiotik secara selektif, dan 7)
Nasihat pada orang tua/pengasuh.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan


masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003
hal 29

2. Agtini M.D, 2007, Situasi Diare Indonesia, Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI, Jakarta

3. Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric


Diagnosis Little Brown and Company 1990;20 23.

4. Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of Acute in


Children Postgraad Doct Asia 1984 : Dec : 268 274

5. Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam:Rudolp


AM,Hofman JIE,Ed Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20 USA 1994 : prstice Hall
international,inc hal 1034-36

6. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak


diagnosa dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 :
Salemba Medika hal 73-103

7. Barnes GL,Uren E, stevens KB dan Bishop RS Etiologi of acute


Gastroenteritis in Hospitalized Children in Melbourne, Australia,from April
1980 to March 1993 Journal of clinical microbiology, Jan 1998,p,133-138

8. Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta 2002

9. Lung E. Acute diarrheal Diseases dalam Current diagnosis abd treatment in


gastroenterology.Ed.Friedman S ; edisi ke 2 New Tork 2003 :McGraw
Hill,hal 131-49

10. Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna.
dalam Sari pediatric Vol 2,No. 4 maret 2001

11. Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen diare pada bayi
dan anak. Dikutip dari URL : http://www.pediatrik.com/

12. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana


diare akut dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2003

13. Ditjen PPM dan PLP, 1999, Tatalaksana Kasus Diare Departemen Kesehatan
RI hal 24-25

14. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam
kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003

45
15. Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu
penyakit anak diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1
Jakarta 2002 Selemba Medika hal 93-103

16. Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan


ilmu Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
1994

17. Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes


RI 1999 ; 31

46

Anda mungkin juga menyukai