KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
Nya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Efektivasi Metrformin pada Pasien
Sirosis Hepatis dengan Diabetes Mellitus dengan tepat waktu.
Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang Efektivasi
Metrformin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Diabetes Mellitus dan merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. M. Julwan Pribadi, Sp.PD-KGEH sebagai
pembimbing telah memberikan saran, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan referat ini. Semoga
karya ini dapat bermanfaat untuk para pembaca.
Penulis
BAB 1
2
PENDAHULUAN
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di
bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada
kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.1
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati
yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul - nodul regenerasi sel hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal. Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah intrahepatik dan
pada kasus lebih lanjut menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap.2
Berdasarkan data dari WHO tahun 2004 sirosis menempati urutan kedelapan belas
penyebab kematian dengan jumlah kematian 800.000 kasus dengan prevalensi 1,3%. Di Amerika
Serikat pada tahun 2007, sirosis hepatis menyebabkan 29.165 kematian dengan angka kematian
9,7 per 100.000 orang.3 Sedangkan di Eropa sirosis hepatis masih merupakan beban kesehatan
utama. Sekitar 0,1% dari populasi Eropa menderita dari sirosis. Tingkat kejadian sekitar 14-26
per 100.000 penduduk dan sekitar 170.000 orang meninggal akibat komplikasi sirosis per tahun.4
Pravelensi sirosis hepatis di Indonesia belum diketahui secara pasti, hanya berdasarkan
pada penelitian-penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pemerintah. Angka kematian
akibat sirosis hati masih tergolong tinggi di Indonesia. Berdasarkan profil kesehatan DIY tahun
2008, sirosis hati masuk dalam sepuluh besar penyebab kematian tertinggi di provinsi DIY
dengan prevalensi 1,87% pada urutan kesembilan.5
Hati memegang peranan penting dalam metabolisme glukosa dimana hati dapat
menyimpan glikogen dan memproduksi glukosa melalui glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Pada keadaan fisiologis, hepatosit merupakan tempat utama metabolisme glukosa hati, namun
metabolism insulin dilakukan oleh sel hati non parenkimal yaitu sel Kupffer, sel endotelial
sinusoidal dan hepatic stellate cells (HSC) yang berkontribusi terhadap degradasi insulin dan
terlibat dalam modulasi metabolisme glukosa hepatosit selama proses inflamasi via pengeluaran
sitokin. Insulin merupakan mediator utama pada hemostasis glukosa dan setiap perubahan
aksinya akan menyebabkan gangguan metabolisme glukosa.6
Pada penyakit hati kronis, seperti Sirosis hepatis dilaporkan terjadi gangguan sensitifitas
insulin yang diikuti dengan perubahan metabolisme glukosa seperti tingginya prevalensi
3
resistensi insulin dan intoleransi glukosa. Hampir semua pasien sirosis hepatis mengalami
resistensi insulin,dimana 60-80% adalah intoleransi glukosa, dan kira-kira 20% berkembang
menjadi Diabetes Melitus.
Hubungan antara penyakit hati kronis dengan gangguan metabolisme glukosa telah
diketahui dengan nama hepatogenous diabetes. Gangguan metabolisme glukosa menjadi lebih
buruk sejalan dengan progresi hepatitis kronis menjadi SH. Patogenesa terjadinya DM yang
terjadi pada pasien SH (hepatogenous diabetes) sangat kompleks dan belum sepenuhnya
dimengerti, tetapi diduga berkaitan dengan terjadinya resistensi insulin yang ditandai dengan
hiperglikemia dan hiperinsulinemia.6
Dalam penatalaksanaan sirosis hapatis dengan diabetes mellitus dapat dengan berbagai
cara. Beberapa penelitian telah mengevaluasi terapi yang efektif untuk pada pasien sirosis
hepatis dengan diabetes mellitus dan dampak dari pengobatan DM pada perjalanan klinis
penyakit hati. Pengobatan pasien sirosis hati dengan diabetes mellitus memiliki karakteristik
tertentu (1) sekitar setengah pasien memiliki kekurangan gizi; (2) ketika DM klinis didiagnosis,
pasien telah maju penyakit hati; (3) sebagian besar obat hipoglikemik oral dimetabolisme di hati;
(4) pasien sering memiliki hipoglikemia. 6
Metformin, merupakan obat hipoglikemik oral yang umum diresepkan, memiliki efek
perlindungan terhadap perkembangan kanker dan kematian kanker pada pasien diabetes tipe 2.
penggunaan metformin dikaitkan dengan penurunan risiko karsinoma hepatoseluler (HCC) pada
perkembangan pasien diabetes dengan penyakit hati kronis. Metformin juga terkait dengan
penurunan kejadian HCC dan kematian terkait hati pada pasien dengan diabetes tipe 2 dengan
sirosis hepatis.7
Oleh karena itu muncul pertanyaan klinis yang diformulasikan pada pembahasan ini
Bagaimana Efektivasi Metrformin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Diabetes Mellitus?
BAB 2
4
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Hepar
Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut
di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal.
Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi
menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus
kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus
kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadratus.
Hati memiliki fungsi
Bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk. Untuk tempat
penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang lar =ut dalam lemak
(vitamin A,D,E, dan K), glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari
tubuh (contohnya : pestisida DDT). Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi
hormon dan detoksifikasi toksin dan obat. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit,
dan leukosit yang sudah tua atau rusak. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu
yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.
A.
Hepatitis C kronis
Hepatitis C adalah akibat infeksi virus yang menyebabkan peradangan, atau
pembengkakan, dan kerusakan hati. Virus hepatitis C menyebar melalui kontak
dengan darah yang terinfeksi, seperti dari kecelakaan jarum suntik, penggunaan
narkoba suntikan, atau menerima transfusi darah sebelum tahun 1992. Pada
umum, hepatitis C dapat ditularkan melalui kontak seksual dengan orang yang
terinfeksi atau pada saat melahirkan dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya.
Hepatitis C sering menjadi kronis, dengan persisten penyakit jangka panjang dari
infeksi virus. Hepatitis C kronis menyebabkan kerusakan pada hati yang, selama
bertahun-tahun, dapat menyebabkan sirosis.
Alkohol.
Alkoholisme adalah penyebab paling umum kedua sirosis di Amerika
Serikat. Kebanyakan orang yang mengonsumsi alkohol tidak menderita kerusakan
hati. Namun, penggunaan alkohol berat selama beberapa tahun membuat
seseorang lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit hati yang berhubungan
6
dengan alkohol. Jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk merusak hati bervariasi
dari orang ke orang. Penelitian menunjukkan bahwa minum dua atau lebih sedikit
minuman sehari untuk wanita dan tiga atau lebih sedikit minuman per hari untuk
laki-laki mungkin tidak melukai hati. Minum lebih dari jumlah tersebut
menyebabkan penumpukan lemak dan peradangan pada hati, yang lebih dari 10
sampai 12 tahun dapat menyebabkan sirosis alkoholik. Gambaran klinis sirosis
alkoholik bervariasi. Gejala dapat menyerupai hepatitis alkoholik yaitu
perdarahan gastrointestinal, ensefalopati hepatik, atau hipertensi portal [mis,
tekanan darah tinggi dalam sistem vena porta yang disebabkan oleh terhalangnya
aliran darah melalui hati]. Prognosis tergantung pada pantang dari alkohol dan
tingkat komplikasi, konsumsi Ethanol sudah dikembangkan menciptakan spesifik
dan severs kelainan gizi.
Autoimmune hepatitis
Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh menyerang hati
dan menyebabkan peradangan, kerusakan, dan akhirnya jaringan parut dan sirosis.
Dalam bentuk hepatitis, sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel hati dan
menyebabkan peradangan, kerusakan, dan akhirnya sirosis. Biasanya, sistem
kekebalan tubuh melindungi orang dari infeksi dengan mengidentifikasi dan
menghancurkan bakteri, virus, dan zat-zat asing berbahaya lainnya. Pada penyakit
autoimun, sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel tubuh sendiri dan organ.
Para peneliti percaya genetika, atau gen yang diwariskan, mungkin membuat
beberapa orang lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit autoimun.
Setidaknya 70 % dari mereka dengan hepatitis autoimun adalah perempuan.4
Ketika saluran yang membawa empedu dari hati diblokir, empedu punggung dan
jaringan kerusakan hati. Pada bayi, saluran empedu diblokir yang paling sering
disebabkan oleh atresia bilier, penyakit di mana saluran empedu tidak ada atau
terluka. Pada orang dewasa, penyebab paling umum adalah primary biliary
cirrhosis, penyakit di mana saluran menjadi meradang, diblokir, dan bekas luka.
Sekunder sirosis bilier dapat terjadi setelah operasi kandung empedu jika saluran
secara tidak sengaja diikat atau cedera.
C.
Manifestasi Klinis
Banyak orang dengan sirosis tidak memiliki gejala pada tahap awal penyakit.
Namun, seperti jaringan parut menggantikan sel-sel sehat, fungsi hati mulai gagal dan
seseorang mungkin mengalami satu atau lebih dari gejala berikut: kelelahan, atau merasa
lelah, kelemahan, gatal, kehilangan selera makan, penurunan berat badan, mual, kembung
perut dari ascites-penumpukan cairan di perut, edema, penumpukan cairan di kaki,
pergelangan kaki, jaundice (suatu kondisi yang menyebabkan kulit dan putih mata
menjadi kuning).4,16
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular adalah
ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma spidernevi,
ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal
adalah splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral
lainnya. Asites dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi
portal.
a) Manifestasi kegagalan hepatoselular10
10
di atas nilai normal yaitu 6-12 cmH2O. Pembebanan berlebihan pada system portal ini
merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotic juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrointestinal
dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh darah portal ke dalam pembuluh darah
dengan tekanan yang lebih rendah. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis
dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran
ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Sirkulasi
kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi
ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput medusa). Sistem vena
rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan
dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid interna.
D.
b) Hepatitis alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu
alkohol kronis. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk
akhir metabolism alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel
hati (dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler
dan juga terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular
flamen intermediet), reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi,
inflamasi porta, dan fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal).
c) Sirosis Alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita fibrosa
terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi serta
melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan
timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang membuat kolapsnya
pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang
melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan asites. Hati mengalami
transformasi dari hati yang berlemak (fatty liver) dan membesar menjadi hati yang
tidak berlemak (non fatty), mengecil dan berwarna cokelat. Sirosis Laennec
ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian
lobulus, membagi parenkim menjadi nodul - nodul halus. Nodul ini dapat
membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai upaya hati mengganti sel yang
rusak. Pada stadium akhir sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak
memiliki parenkim normal yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan
gagal hati. Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati
primer (hepatoselular).
12
Sirosis pasca nekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati, sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi
dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi
dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan
banyak nodul.
c. Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pasca hepatik. Statis
empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan selsel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras,
bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan
utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan sekunder
(obstruksi duktus empedu di ulu hati).
E.
Komplikasi
a. Varises Esofagus
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat
pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava
menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada
sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian.
Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang berupa darah
merah) dan melena (warna feces/kotoran yang hitam). Manifestasi perdarahan yang
paling sering terjadi pada pasien sirosis hati ialah melena dan penyebab terjadinya
perdarahan yang paling sering ialah ruptur varises esofagus.17
b. Peritonitis bacterial spontan
Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga abdomen
yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen juga mengandung
sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik.
Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk
melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi dari cairan asites oleh satu
13
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intraabdominal. Biasanya pasien tanpa
gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
c. Sindrom hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang mengakibatkan
penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi
ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan
organik ginjal.9,18
d. Hiponatremia
Hiponatremia adalah umum pada sirosis. Hal ini sebagian besar terjadi pada stadium
lanjut dari penyakit dan berhubungan dengan komplikasi dan kematian meningkat.
Baik hipovolemik atau, lebih umum, hiponatremia hipervolemi dapat dilihat pada
sirosis. Gangguan ginjal natrium penanganan karena hipoperfusi ginjal dan
meningkatkan sekresi arginin-vasopresin sekunder untuk mengurangi volemia efektif
karena vasodilatasi arteri perifer merupakan mekanisme utama yang menuju ke
dilutional hiponatremia dalam pengaturan ini.18 Pasien dengan sirosis biasanya
berkembang perlahan-lahan maju hiponatremia. Dalam konteks klinis yang berbeda,
hal ini terkait dengan manifestasi neurologis karena meningkatnya kadar air otak, di
mana intensitas sering diperbesar oleh hiperamonemia bersamaan menyebabkan
ensefalopati. Hiponatremia berat yang membutuhkan infus saline hipertonik langka di
sirosis. Pengelolaan hiponatremia tanpa gejala atau gejala ringan terutama bergantung
pada identifikasi dan pengobatan faktor pencetus. Namun, resolusi berkelanjutan
hiponatremia seringkali sulit untuk dicapai. V2 blokade reseptor oleh Vaptans tentu
efektif, namun keamanan jangka panjang mereka, terutama bila dikaitkan dengan
diuretik diberikan untuk mengontrol ascites, belum ditetapkan belum. Seperti dalam
kondisi lain, koreksi yang cepat dari hiponatremia lama dapat menyebabkan
kerusakan otak ireversibel. Pengaturan transplantasi hati merupakan kondisi yang
berisiko tinggi untuk terjadinya komplikasi tersebut.19
e. Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja bakteri
dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada
14
sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah satu zat yang
bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak.9
f. Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati merupakan
salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala yang ditemui
adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis, demam, perut
terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema
ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena.9
g. Asites
Asites berkaitan dengan ketahanan hidup jangka panjang yang rendah (5 year survival
rate 30% - 40%), peningkatan risiko infeksi dan gagal ginjal sehingga semua pasien
dengan asites sebaiknya dievaluasi untuk transplantasi. Sekitar 50% pasien dengan
sirosis hati akan mengalami asites dalam waktu 10 tahun dan meninggal dalam 2
tahun.4,20
F.
Anamnesis
Riwayat medis dan riwayat keluarga. Mengambil riwayat medis dan keluarga
adalah salah satu hal pertama penyedia perawatan kesehatan mungkin lakukan untuk
membantu mendiagnosa sirosis. Dan menanyakan riwayat penggunaan alcohol.
Sebuah perawatan kesehatan mungkin mengkonfirmasi diagnosis dengan riwayat
medis dan keluarga, pemeriksaan fisik, tes darah, biopsi hati.
b)
Pemeriksaan Fisik
15
Pemeriksaan laboratorium
1) Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine berkurang
(urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome
hepatorenal.
2) Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus, ekskresi
pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam
usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja
berwarna cokelat atau kehitaman.
3) Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang kadang
dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin
B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
4) Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi pe nderita
yang suda h disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik,
sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16
gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5 - 5,9 gr per
hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5 - 5,0 g/dL. Jumlah albumin dan
globulin yang masing - masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis
protein serum. Perbandinga n normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.
Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka
untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.
16
d)
Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah: pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP).
e)
Ultrasonografi (USG)12
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di hati,
termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit.
Pemeriksaan dengan menggunakan ultrasonografi (USG) sudah secara rutin
digunakan pada kasus sirosis karena pemeriksaanya noninvasif dan mudah
digunakan. Penelitian dari Khan (2010) menyimpulkan bahwa gambaran nodulus
pada USG hati adalah metode diagnostik yang cukup akurat dalam mendiagnosa
pasien sirosis. Gambaran USG yang dinilai meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada gambaran USG sirosis hati dapat
ditemukan ekoparenkim hati yang kasar dan hiperkoik, permukaan hati sangat
ireguler karena fibrosis. Ukuran kedua lobus hati mengecil. Terlihat tanda sekunder
berupa asites, splenomegali dan adanya pelebaran vena lienalis dan vena porta.
f)
Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol - benjol berbentuk nodul yang besar atau kecil
dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali didapatkan
pembesaran limpa.
g)
Biopsi Hati
Biopsi hati adalah prosedur yang melibatkan mengambil sepotong jaringan hati
untuk pemeriksaan dengan mikroskop untuk tanda-tanda kerusakan atau penyakit.
Penyedia perawatan kesehatan mungkin meminta pasien untuk berhenti minum obat
tertentu sementara sebelum biopsi hati. Penyedia perawatan kesehatan mungkin
meminta pasien untuk berpuasa selama 8 jam sebelum prosedur. Selama prosedur,
pasien berbaring di atas meja, tangan kanan beristirahat di atas kepala. Penyedia
layanan kesehatan berlaku bius lokal ke daerah di mana ia akan memasukkan jarum
biopsi. Jika diperlukan, penyedia layanan kesehatan juga akan memberikan obat
penenang dan obat nyeri. Penyedia layanan kesehatan menggunakan jarum untuk
17
sinusoid, jaringan retikulin (sinusoidportal), dan membrane basal. Pada semua sirosis
terdapat peningkatan pertumbuhan semua jenis kologen tersebut. Pembentukan jaringan
kologen dirangsang oleh nekrosis hepatoseluluer dan asidosis laktat merupakan faktor
perangsang. Dalam hal mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari
kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan
jaringan ikat yang luas disertai pembentukan jaringan ikat yang luas disertai
pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati, yang masih baik. Jadi fibrosis
pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis
secara imunologis dimulai dengan kejadian hepatitis viral akut yang menimbulkan
peradangan sel hati, nekrosis / nekrosis bridging dengan melalui hepatitis kronik agresif
diikuti timbulnya sirosis hati.
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga Perkembangan sirosis
dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun sels yang mengandung virus ini
merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung terus
menerus sampai terjadi kerusakan hati.
H.
Hemokromatis
19
pemberian D
Dihentikan
pemakaian
preparat
yang
mengandung
besi/
terapi
kelas
Gambar 2.2 Roadmap for preventing and treating complications in early cirrhosis7
I.
Diabetes Mellitus13
Diabetes mellitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan terjadinya
hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin dan atau kerja insulin,
sehingga terjadi abormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Secara klinik
Diabetes mellitus adalah sindroma yang merupakan gabungan kumpulan gejala-gejala
21
klinik yang meliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu hiperglikemi puasa dan post
prandial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler mikroangiopati, serta hampir semua organ
tubuh akan terkena dampaknya.
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan apabila ada keluhan khas DM
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain
badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria,
dan pruritus vulvae pada wanita. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai
patokan diagnosis DM. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
Tabel 2.1 Kriteria penegakan diagnosis
Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan
diagnosis DM. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan
paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL)
pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (>126 mg/dL), atau dari
hasil uji toleransi glukosa oral didapatkan kadar glukosa darah paska pembebanan >200
mg/dL.
J.
Pada keadaan terjadinya kerusakan pada hati, maka terjadi gangguan pada
hemostasis metabolisme glukosa oleh karena terjadinya resistensi insulin dan gangguan
sensitivitas sel pankreas. Resistensi insulin terjadi pada jaringan otot, hati dan lemak.
Sementara itu, etiologi dari penyakit hati sangat penting terhadap insidensi diabetes, non
alkoholic fatty liver disease (NAFLD), alkohol, virus hepatitis C, dan hemokromatosis
sering dihubungkan dengan diabetes.
Intoleransi glukosa dan DM terjadi pada lebih dari 40% dan 17% pasien hepatitis
C kronik. Mekanisme bagaimana HCV menyebabkan terjadinya resistensi insulin masih
belum jelas diketahui. Telah diketahui bahwa HCV menginduksi resistensi tanpa
memandang index massa tubuh dan stadium fibrosis dan pada percobaan pada binatang
didapatkan bahwa protein core HCV dan TNF dapat menginduksi resistensi insulin,
steatosis, dan DM.
reseptor). Pada SH, sensitifitas dan respon insulin terhadap reseptor di otot dan hati
menurun. Akibatnya terjadi gangguan pemasukan glukosa di reseptor.
Hiperinsulinemia yang terjadi bukanlah disebabkan karena hipersekresi pankreas
tetapi karena menurunnya klirens insulin hepatik.22 Pada penyakit hati kronis seperti
juga pada kondisi inflamasi lainnya sitokin proinflamasi seperti tumour necrosis factoralpha (TNF-), interleukin (IL)-6, IL-1 yang berasal dari sirkulasi sistemik dan produksi
lokal, akan mengganggu kerja insulin serta merangsang terjadinya resistensi insulin.
K.
dan
pengelolaan
DM
dititik
beratkan
pada
pilar
penatalaksanaan DM, yaitu: edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani dan intervensi
farmakologis
a. Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi aktif dari pasien dan keluarga pasien. Upaya edukasi
dilakukan secara komphrehensif dan berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk
memiliki perilaku sehat.
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien penyandang diabetes
untuk mengerti perjalanan alami penyakitnya dan pengelolaannya, mengenali
masalah kesehatan komplikasi yang mungkin timbul secara dini/ saat masih
reversible, ketaatan perilaku pemantauan dan pengelolaan penyakit secara mandiri,
dan perubahan perilaku/kebiasaan kesehatan yang diperlukan.
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan
kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas
fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak.8
b. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang,
sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan
keteraturan jadwal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan
25
yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%20%, Natrium kurang dari 3g, dan diet cukup serat sekitar 25g/hari.
c. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih
30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobic seperti berjalan santai,
jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin.
d. Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan pasien,
pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologis terdiri dari obat oral
dan bentuk suntikan.1 Obat yang saat ini ada antara lain:
a)
Tiazolidindion
Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Tiazolidindion
dikontraindikasikan
pada
gagal
jantung
karena
tipe-2 mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena berbagai macam kanker
terutama kanker hati, pankreas, endometrium, kolorektal, payudara, dan
kantong kemih. Banyak studi menunjukkan penurunan insidens keganasan
pada pasien yang menggunakan Metformin.leading
BAB 3
PEMBAHASAN
A. Metode
a. Formulasi Pertanyaan Ilmiah
Pertanyaan klinis yang diformulasikan pada pembahasan kasus berbasis bukti ini
ialah Bagaimana Efektivasi Metrformin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan
Diabetes Mellitus?
b. Pencarian Bukti iImiah
Dalam menjawab pertayaan tersebut, di lakukan pencarian melalui PubMed. Pada
Pubmed penulis menggunakan tiga kata kunci, sebagai berikut metformin AND
cirrhosis liver AND diabetic mellitus. Berdasarkan strategi pencarian ini ,
ditemukan 16 artikel. Pada pencarian ini, dilakukan seleksi artikel yang tersedia
naskah lengkap, dan didapatkan 13 artikel dengan naskah lengkap. Dari tiga belas
artikel, hanya dua artikel yang focus menjawab pertanyaan penelitian sehingga 1
artikel tersebut yang masuk dalam telaah kritis (critical appraisal). Artikel tersebut
berjudul Continuation of metformin use after a diagnosis of cirrhosis significantly
improved survival of patients with diabetes.
29
Intervesion
Metformin
30
Comperasion
Non Metformin
Outcome
Tingkat
kelangsungan
diabetes
hidup
YA
YA
YA
Ya, sebagian
32
BAB 4
Kesimpulan
Metformin merupakan salah satu penatalaksanaan pada pasien sirosis hepatis dengan
diabetes mellitus, Penggunaan metformin di duga dapat meningkat kualitas kelangsungan hidup
pasien pada pasien sirosis hepatis dengan diabetes mellitus menjadi lebih baik.
Dalam tinjauan teoeri yang penulis lakukan juga terdapat hal yang menguatkan bahwa
metformin merupakan salah satu penatalaksanaan pasien dengan sirosis hepatis dengan diabetes
mellitus.
Dalam hal ini penulis akan meyakinkan melalui pertanyaan klinis yang diformulasikan
pada pembahasan kasus berbasis bukti ini ialah Bagaimana Efektivasi Metrformin pada Pasien
Sirosis Hepatis dengan Diabetes Mellitus?
Hasil studi menunjukkan bahwa metformin dapat meningkatkan kualitas kelangsungan
hidup pasien sirosis hati dengan diabetes mellitus sebesar 0,43 kali lipat, dibandingkan pasien
yang tidak mengkonsumsi metformin.
DAFTAR PUSTAKA
33
12. Hutahaean, Rahmat. Ramli Hadji Ali. Elvie Loho. 2013. Hubungan Gambaran USG
Pada Penderita Sirosis Hati dengan Fibrosis Skor di Bagian Radiologi RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2013 Desember 2013. Manado: Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
13. Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan alat Kesehatan.
14. Sugondo S. 2006.. Farmakoterapi pada pengendalian glikemia diabetes mellitus tipe
2. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; hlm.1882-5.
15. Mari A. 2010. Metformin more than gold standard in the treatment of type 2
diabetes mellitus. Diabetologia Croatica ; 39-3
16. ) Rmi Coudroy. 2015. Is skin mottling a predictor of high mortality in non selected
patients with cirrhosis admitted to intensive care unit?. France: Journal Hepatology
17. Saragih, Garry G; Bradley J. Waleleng; Harlinda Haroen. 2016. Gambaran
gangguan hemostasis pada penderita sirosis hati yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou periode Agustyus 2013 Agustus 2015. Manado : Fakultas Kedokteraan
Universitas Sam ratulangi.
18. Poluan, Pamela M; Ventje Kawengian; Cerelia Sugeng. 2015. HUBUNGAN
DERAJAT KEPARAHAN SIROSIS HATI DAN NILAI LAJU GLOMERULUS PADA
SIROSIS HATI. Manado : Fakultas Kedokteraan Universitas Sam ratulangi.
19. Bernardi, Mauro; Carmen Serena Ricci and Luca Santi. 2015. Hyponatremia in
Patients with Cirrhosis of the Liver. Journal of Clinical Medicine ISSN 2077-0383
www.mdpi.com/journal/jcm
20. Hytiroglou, Prodromos et al. 2012. Beyond Cirrhosis A Proposal From the
International Liver Pathology Study Group. USA: American Society for Clinical
Pathology
21. Plauth, Mathias. 2006. A Guide for Patients with Liver Diseases including Guidelines
for Nutrition. Germany: S.-D. Mller-Nothmann Ditassistent/Diabetesberater DDG
Viktoriastr
35
22. Kummen, Martin, et all. 2013. Liver abnormalities in bowel diseases. Norwegia: Best
Practice & Research Clinical Gastroenterology.
36