Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Hati merupakan organ intestinal terbesar pada tubuh manusia yang


menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan memiliki banyak
fungsi kompleks yang berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi hati tersebut
meliputi fungsi penyaringan dan penyimpanan darah, fungsi metabolisme
karbohidrat, protein, lemak, hormon dan zat kimia asing, pembentukan empedu,
penyimpanan vitamin dan besi dan pembentukan faktor koagulasi. Penyakit hati
dapat disebabkan oleh infeksi, toksin, genetik dan metabolik.1,2

Sirosis Hepatis merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang


panjang dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan
parenkim hati.2,3,4 Sirosis Hepatis merupakan tahap akhir dari proses difus fibrosis
hati yang progresif yang ditandai dengan pembentukan nodul regeneratif.
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian ketiga di dunia pada
penderita berusia 45-49 tahun, dengan prevalensi kasus sebesar 1,3% dan jumlah
kematian sebanyak 1,03 juta per tahunnya.5,6,7

Di Asia Tenggara, penyebab utama sirosis hepatis adalah hepatitis B dan


hepatitis C. Prevalensi sirosis hepatis di Indonesia pada tahun 2007 sebesar
1,7%.8,9 Di Indonesia, sebagian besar penyebab sirosis hepatis masih
berhubungan dengan infeksi hepatitis. Hasil penelitian menyebutkan bahwa 45%
sirosis hepatis Indonesia di Indonesia disebabkan oleh virus hepatitis B dan 27%
oleh karena virus hepatitis C.3,10

Pengetahuan tentang sirosis dan cara penegakan diagnosis sirosis sangat


penting untuk diketahui oleh seluruh tenaga medis di Indonesia. Hal ini
dikarenakan angka insiden sirosis hepatis berkaitan dengan kemampuan
penegakkan diagnosis sirosis hepatis, yang terkadang sulit karena pasien biasanya
baru merasakan gejala pada saat penyakit sudah memasuki fase lanjut
(dekompensata). Stadium awal sirosis sering tanpa gejala dan sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.

1
Hasil terapi yang belum memuaskan juga turut berperan dalam
peningkatan angka insiden sirosis hepatis, Sementara pada fase lanjut pengobatan
yang dapat dilakukan sangat terbatas pada pengobatan konservatif, oleh karena itu
tenaga medis harus mempelajari lebih lanjut tentang gejala dan tanda dan langkah
yang harus dilakukan apabila mendapati pasien dengan penyakit-penyakit yang
dapat berlanjut menjadi sirosis sepetri penyakit infeksi virus hati kronis, dan
penyakit-penyakit lain. Tingginya angka kematian akibat sirosis hepatis mungkin
disebabkan oleh komplikasi dari penyakit terutama gejala gejala akibat kegagalan
fungsi hari dan hipertensi portal. Pemahaman yang adekuat tentang penyakit
sirosis hepatis diperlukan dalam rangka meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan dalam mendiagnosis sehingga komplikasi dari sirosis hepatis dapat
ditekan dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. 2,3,11

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fungsi Hati


2.1.1 Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh manusia dengan berat 1.200-
1.800 gram pada orang dewasa dan menempati hampir seluruh bagian atas kanan
rongga abdomen. Batas atas hati sejajar dengan interkostal kelima sampai pada
lengkung iga dan batas bawah hati menyerong keatas dari iga IX kanan ke iga VII
kiri. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah
kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk
cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus. Hati
memiliki dua lobus utama, yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan merupakan bagian
terbesar, kira-kira 3/5 hati, lobus kiri 3/10 hati dan sisanya 1/10 hati ditempati
oleh lobus caudatus dan lobus quadrates. Satu unit histologik adalah lobulus,
terdiri dari sel hati bentuk poligonal, inti vesikuler, nukleoli menonjol dan
sitoplasma bergranul dan tersusun berupa barisan secara radier dari vena
sentralis.1,12
Seacara mikroskopis, hati manusia memiliki maksimal 50.000-100.000
lobulus dimana setiap lobulusnya berbentuk heksagonal yang terdiri dari sel hati
berbentuk kubus yang terusun mengelilingi vena sentral . Di antara lembaran sel
hati terdapat kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena
porta dan vena hepatika yang dibatasi oleh sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan
sistem retikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing
lain dalam tubuh. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel
Kupffer, sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan
melawan invasi bakteri dan agen toksik.1,12
Hati memperoleh darah dari vena porta dan arteri hepatika. Darah ini
dialirkan dari hati ke duodenum melalui saluran empedu intra dan ekstrahepatik.
Vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu berkumpul dalam daerah yang
dinamai porta hepatis. Vena porta membawa darah vena dari usus dan limpa
sedangkan arteri hepatika mendarahi hati dengan darah arterial. Di dalam porta,

3
vena porta dan arteri hepatika terbagi menjadi cabang ke lobus dekstra dan sinistra
serta ductus hepaticus (empedu) dekstra dan sinistra, kemudian kedua duktus ini
akan bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis.1,12
2.1.2 Fungs Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah dalam pembentukan dan ekskresi empedu, Hati mengekskresikan empedu
sebanyak satu liter perhari kedalam usus, hati juga memilik fungsi sebagai
pengatur keseimbangan organ secara keseluruhan, dengan mengatur
keseimbangan cairan, volume darah dan menyari berbagai macam substansi dalam
tubuh selain itu hati juga memiliki fungsi detoksifikasi, penimbunan mineral dan
vitamin serta fungsis fagositosis.1
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhan
 Mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit, semua cairan dan garam
akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraselular lainnya.
 Bersifat sebagai spons yang ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
 Sebagai saringan dari berbagai macam substansi yang telah diserap oleh
usus dan akan dialirkan ke organ melalui sistem portal.
b. Fungsi sel hati
 Sekresi empedu Empedu berperan daam membantu pencernaan dan
absorpsi lemak, ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol,
bilitubin dan logam berat. Saluran empedu mengangkut empedu
sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke
dalam usus halus sesuai kebutuhan. Hati menyekresi 500 hingga 1000 ml
empedu kuning setiap hati. Unsur utama empedu adalah air (97%),
elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol, garam
anorganik dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi).
 Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak Monosakarida dari usus halus
akan diubah menjadi glikogen dan akan disimpan dalam hati, proses ini
disebut glikogenesis. Glukosa ini dimetabolisme dalam jaringan dan
digunakan untuk menghasilkan panas dan energi, sisanya diubah menjadi
glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mampu

4
mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Protein
plasma (kecuali gamma globulin) disintesis oleh hati. Protein-protein
tersebut antara lain albumin (diperlukan untuk tekanan osmotik koloid),
protrombin, fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya. Amonia juga
diubah menjadi urea di dalam hati. Hati ini memegang peranan utama
dalam sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai
kolesterol atau asam kolat.
 Detoksifikasi
Hati merupakan salah satu organ pada tubuh manusia yang berfungsi
mendetoksifikasi toksin baik endogen maupun eksogen. Fungsi
detoksifikasi dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi,
hidrolisis atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya dan mengubahnya
menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Hati memiliki peranan atas
biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi tidak berbahaya yang kemudian
diekskresi oleh ginjal.
 Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K akan disimpan
dalam hati, dan juga vitamin B12, tembaga dan besi.Sel Kupffer pada hati
juga sebagai sel endotel berfungsi sebagai alat fagositosis terhadap bakteri
dan elemen korpuskuler atau makromolekul dan bahan berbahaya lainnya
dari darah portal.
2.2 Definisi
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul yang regeneratif.
Gambaran morfologi dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular hepatik dan
intrahepatik antara vena porta dan arteri hepatika serta vena hepatika.3,4
Penurunan fungsi hati yang permanen ditandai dengan adanya perubahan
secara histopatologi, yakni terdapat kerusakan pada sel-sel hati. Hal inilah
yangdapat merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati
sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati
beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Dampaknya adalah akan

5
terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (nodul-nodul regeneratif)
dalam jaringan parut.3,4
2.3 Epidemiologi
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian keempat belas di
dunia, dengan prevalensi kasus sebesar 1,3% dan jumlah kematian sebanyak 1,03
juta per tahunnya. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia 45-59
tahun.5,6,7,8 Tingkat mortalitas di seluruh dunia dilaporkan meningkat menjadi
45,6% dari tahun 1990 sampai tahun 2013.13 Lebih dari 40% pasien sirosis tidak
memiliki gejala. Di Amerika, insiden sirosis hepatis diperkirakan terjadi pada 360
per 100.000 penduduk, dimana pada tahun 2007 didapatkan 29.165 kematian
penduduk yang diakibatkan oleh sirosis hepatis dengan 48,1% diantaranya akibat
alkohol.2 Sirosis merupakan faktor utama terjadinya karsinoma hepatoselular,
dengan insiden meningkat tiga kali lipat dari tahun 1975 sampai 2005.3
Prevalensi sirosis hepatis di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1,7%.
Secara umum, diperkirakan angka insiden sirosis hepatis pada seluruh rumah sakit
di Indonesia berkisar antara 0,6-14,5%.8,9 Menurut laporan rumah sakit umum
pemerintah Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh
penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita
adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun.14
Penyebab utama terjadinya sirosis hepatis di negara-negara maju adalah
infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan juga perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH). Infeksi virus hepatitis B
dilaporkan menjadi penyebab tersering pada daerah sub-Sahara Afrika dan
sebagian besar wilayah Asia. Prevalensi sirosis hepatis sendiri sulit untuk dinilai
dan diperkirakan lebih besar dari yang dilaporkan karena pada stadium awal
penyakit ini umumnya asimptomatis sehingga penyakit ini sulit untuk
didiagnosis.7,15,16

6
2.4 Etiologi
Penyebab sirosis hepatis bermacam-macam, terkadang sirosis hepatis
disebabkan oleh lebih dari satu pencetus. Di negara Amerika, alkoholisme kronik
merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis. Di Asia Tenggara, sirosis
hepatis lebih banyak disebabkan oleh virus hepatitis B dan hepatits C
Tabel 2.1 Etiologi Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronis3
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Virus hepatitis (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi α1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti

7
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis

2.5 Patogenesis
Mekanisme terjadinya sirosis hepatis antara lain, kematian sel-sel
hepatosit, regenerasi dan fibrosis progresif. Kegagalan sel hepar (hepatosit) pada
sirosis merupakan hasil yang didapat dari proses patologis yang diawali pada
tingkat molekuler. Hepar dibentuk oleh sel parenkim (hepatosit) dan sel lainnya
yang disebut kelompok sel non-parenkimal, terdiri dari liver sinusoidal
endothelial cells (LSECs), sel Kupffer dan hepatic stellate cells (HSCs). Sel
Kupffer merupakan makrofag terspesialisasi yang berlokasi di dinding sinusoid
hepar, apabila teraktivasi oleh infeksi virus, alkohol, diet tinggi lemak atau
deposisi besi akan menghancurkan hepatosit dengan cara memproduksi mediator
inflamasi dan bertindak sebagai Antigen-Presenting Cells (APCs) selama infeksi
viral berlangsung. Peran LSECs dalam menimbulkan kegagalan sel hepar adalah
melalui pengaktifan HSCs. Akibat adanya infeksi, LSECs akan menyekresikan
sitokin IL-33 yang nantinya akan mengaktifkan HSCs dan menginduksi adanya
fibrosis. Proses tersebut akan menyebabkan terjadinya defenestrasi dan
kapilarisasi LSECs, yang secara akumulatif akan menyebabkan disfungsi
hepatosit atau disebut kegagalan sel hepar.11
Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah gagalnya sel hepar untuk
membuang bilirubin dari darah dan menyebabkan adanya manifestasi klinis
berupa ikterus. Akibat selanjutnya dari kegagalan sel hepar adalah menurunnya
kemampuan sel hepar mengubah estrogen dan derivatnya, sehingga menyebabkan
hiperestrogenisme. Adapun gejala kegagalan sel hepar yang disebabkan oleh
gangguan hiperestrogenisme adalah eritema palmaris, kerontokan rambut pada
tubuh, spider naevi dan ginekomastia. Pada pasien ditemukan keluhan yang terkait
dengan kegagalan fungsi hepar, yaitu kuning pada kedua mata dan kulit seluruh
tubuh, perut yang membesar dan bengkak pada kaki kanan dan kiri, pembesaran
payudara kanan dan kiri dan keluar darah dari hidung.3,17

8
Penyebab kedua dari timbulnya manifestasi klinis pada sirosis hati adalah
hipertensi porta. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Secara anatomi, sistem porta terdiri dari semua vena yang mengangkut darah dari
vena gastrika, vena mesenterika inferior (mengangkut darah dari kolon desenden
dan rektum), vena mesenterika superior (mengangkut darah dari usus halus, kolon
asenden dan caput pankreas) dan vena lienalis. Manifestasi klinis yang ditemui
pada pasien sesuai dengan vena yang terlibat dalam patogenesisnya.3
Ikterus ↓ Metabolisme Kerusakan Hepar Perubahan - Eritema Palmar
bilirubin Metabolisme - Angioma
Steroid - Ginecomasti

Varises ↓ Sintesis ↓ VolumDarah


Hipertensi Esofagu Albumin
↓ Inaktifasi Aldosteron
Portal s
&ADH
Splenomegali
↓Tekanan ↑ Aldosteron & ADH
Onkotik

↑ Tekanan ↑ Na & Retensi


Hidrostatai Cairan
k

Asites

Edema

Gambar 2.1 Patogenesis Sirosis Hepatis2

Dewasa ini, patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir,


memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata
mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan
proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus (misal virus hepatitis, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan
menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis

9
kan berjalan terus di dalam sel stelata dan jaringan hati yang normal akan diganti
oleh jaringan ikat.3,10,11

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Sirosis hepatis sering disebut sebagai silent disease, dengan sebagian
besar pasien tidak menunjukkan gejala apapun sampai proses dekompensasi
terjadi. Maka dari itu perlu dilakukan anamnesis yang akurat tentang faktor-faktor
risiko yang mempengaruhi pasien sirosis hepatis. Kuantitas dan durasi konsumsi
alkohol merupakan faktor penting dalam diagnosis awal sirosis. Selain itu, riwayat
transmisi virus hepatitis B dan hepatitis C (misal kelahiran di daerah endemis,
hubungan seksual berisiko, penggunaan obat intranasal atau intravena, tindik
badan atau tato, kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya), sejarah
transfusi dan riwayat penyakit autoimun terdahulu serta riwayat penyakit hati atau
autoimun di keluarga.3
Berdasarkan anamnesis biasanya pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan dengan keluhan berupa: merasa badan cepat lelah, nafsu makan
berkurang mudah kenyang, badan mengurus, rasa tidak enak di epigastrium,
kembung, mual, sakit perut kanan atas, sklera mata tampak kekuningan,
kelemahan otot buang air kecil berwarna gelap seperti teh, gatal-gatal, serta jika
keadaan berlanjut akan terdapat riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas
seperti muntah dan buang air besar berisikan darah hingga penurunan kesadaran.
Selain itu juga terdapat riwayat perut membesar (asites) dan bengkak pada tungkai
bawah.3

2.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada pasien dengan sirosis hepatis biasanya
menunjukkan gejala kegagalan fungsi hati serta terdapat tanda-tanda hipertensi
porta dimana diantaranya sebagai berikut.2,3,17,18
a. Tanda-tanda kegagalan fungsi hati
Tanda-tanda kegagalan fungsi hati meliputi adanya gambaran
spider naevi yang berupa lesi vaskular yang dikelilingi beberapa venavena
kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas.

10
Mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan
dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, terkadang bisa juga ditemukan
pada orang sehat namun dengan ukuran lesi kecil. Eritema palmaris,
warna merah saga pada tenar dan hipotenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga
tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis
rematoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi jinak jaringan
kelenjar mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
lebih feminim. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga diduga fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Fetor
hepatikum, yakni merupakan bau napas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto
sistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat.
Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. Adanya kecenderungan untuk
lebih mudah mengalami perdarahan maupun anemia. Hal ini dikarenakan
menurunnya produksi faktor pembekuan darah yang dihasilkan di hati
sehingga memudahkan untuk terjadinya perdarahan yang berujung pada
berkurangnya darah.

11
Gambar 2.2 Pemeriksaan Fisik pada pasien dengan sirosis Hepatis 2

b. Tanda-tanda adanya hipertensi porta pada pasien dengan sirosis hepatis


adalah ditemukannya hepatomegali, splenomegali, varises esofagus, asites,
caput medusa. Hepatomegali biasanya pada sirosis hepatis akan teraba
keras dan bernodul. Splenomegali yang diakibat shunting darah ke dalam
vena lienalis pada hipertensi porta. Varises vena esofagus, disebabkan oleh
suatu anastomosis aliran darah dari vena porta menuju vena esofagus
akibat dari tingginya tekanan alirah darah yang melalui sinusoid hati
sehingga berakibat pada pembesaran pembuluh vena di esofagus. Apabila
tidak segera ditangani maka terdapat kecenderungan untuk pecah dan
terjadi perdarahan yang masif berupa hematemesis maupun melena.
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang membantu diagnosis sirosis hepatis maupun
komplikasinya meliputi pemeriksaan laboratorium, radiologi dan
histopatologi.2,3,18,20
a. Pemeriksaan laboratorium
 Urin

12
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urin
akan berkurang (kurang dari 4 mEq/l) menunjukkan kemungkinan
telah terjadi sindrom hepatorenal.
 Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin,
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau
kehitaman.
 Darah
Biasanya dijumpai anemia normokromik normositer yang ringan,
kadang-kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan
asam folat dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana
penderita pernah mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi anemia hipokromik. Pada pasien dapat juga dijumpai
leukopenia bersamaan dengan adanya trombositopenia.
 Tes faal hepar
Enzim aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT)
atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak
terlalu tinggi. AST lebih meningkat dari pada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengeliminasi diagnosis sirosis. Alkali
fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal. Konsentrasi
yang tinggi biasanya bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer. Konsentrasi gamma-glutamil
transpeptidase (GGT) tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena
alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik
juga dapat menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Konsentrasi
bilirubin bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tetapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin yang sintesisnya terjadi

13
di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan
sirosis. Konsentrasi globulin meningkat pada sirosis yang terjadi
sekunder akibat dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke
jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Waktu protrombin mencerminkan derajat atau tingkatan disfungsi
sintesis hati sehingga pada sirosis hepatis akan terlihat memanjang.
Kadar serum natrium menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
 Serologis
Pemeriksaan serologis yang dimaksud dapat meliputi pemeriksaan
HBsAg maupun anti HCV untuk mencari tahu apakah virus hepatitis
merupakan faktor predisposisi terhadap terjadinya sirosis hepatis.
b. Pemeriksaan Radiologi
 Foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks bertujuan untuk mencari tahu apakah terdapat
komplikasi seperti edema paru.
 Barium meal
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta.
 Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) yang dikombinasikan dengan color flow Doppler
adalah alat pencitraan paling berguna bagi pasien sirosis. Pemeriksaan
USG dapat melihat karateristik dari morfologi sirosis termasuk batas dari
nodul-nodul, strukturnya dan tanda-tanda hipertensi porta.
 Tomografi komputerisasi (CT scan) dan magnetic resonance imaging
(MRI) sangat terbatas penggunaannya karena biayanya yang relatif mahal.
c. Biopsi Hati
Biopsi hati sebenarnya tidak diperlukan, bahkan kontraindikasi bila diagnosis
sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan temuan klinis dan pencitraan. Biopsi
hanya diindikasikan bila penyebab sirosis tidak dapat ditentukan atau stadium
penyakitnya belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan

14
sebelumnya dan untuk mencari tahu apakah terdapat tanda-tanda keganasan
pada sel hati tersebut.
Tabel 2.2 Ringkasan Penegakan Diagnosis Sirosis Hepatis15
Pemeriksaan Hasil yang didapat
1. Anamnesis Lesu, BB turun, anoreksia-dispepsia,
nyeri perut, ikterus (BAK coklat dan
mata kuning), perdarahan gusi, perut
membuncit, libido menurun, konsumsi
alkohol, riwayat kesehatan yang lalu
(sakit kuning, dll), riwayat muntah
darah dan feses kehitaman
2. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum dan nutrisi
Tanda gagal fungsi hati
Tanda hipertensi portal
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Tepi Anemia, leukopenia, trombositopenia,
Kimia Darah PPT Bilirubin, transaminase (hasil
bervariasi), alkali fosfatase, albumin-
globulin, elektroforesis protein serum,
Serologi elektrolit (K, Na, dll) bila ada asites
HBsAg dan anti HCV, αFP
4. Endoskopi Saluran Cerna Atas Varises, Gastropati
5. USG/CT scan Ukuran hari, kondisi vena porta,
splenomegaly, ascites, dll
6. Laparoskopi Gambaran makroskopik visualisasi
langsung hepar
7. Biopsi Hati Dilakukan bila koagulasi
memungkinkan dan diagnosis masih
belum pasti
8. Foto Thoraks Untuk mencari tahu komplikasi dari
sirosis hepatis seperti edema paru dan
sebagainya

15
2.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan sirosis dapat dibagi berdasarkan klasifikasi
fungsionalnya, yaitu pada sirosis kompensata dan sirosis dekompesata. Prinsip
penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi fungsional tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
2.7.1 Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Prinsip penatalaksanaan pasien sirosis kompensata adalah mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
antara lain alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dihentikan penggunaannya.
Jika penyakit hepatitis B diketahui sebagai etiologi maka dua golongan obat,
yaitu interferon (IFN) alfa dan analog nukleosida merupakan terapi utama.
Golongan analog nukleosida, meliputi lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin,
tenofovir dan emtricitabin.5 Apabila etiologi sirosis hepatis diketahui oleh karena
hepatitis C kronik, maka kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar.17 Menurut WHO, terdapat tujuh agen antivirus (lamivudin, adefovir,
entecavir, telbivudin, tenofovir, emtricitabin dan PEG-IFN) yang saat ini diakui
dalam pengobatan hepatitis B kronik dan telah terbukti dapat menurunkan
progresivitas sirosis hepatis serta menurunkan insiden karsinoma hepar.
Pemberian analog nukleosida yang tergolong high barrier to drug resistance,
seperti tenofovir dan entecavir, direkomendasikan oleh WHO sebagai terapi
utama hepatitis B kronik. Lamivudin, adefovir dan telbivudin saat ini sudah tidak
direkomendasikan sebagai terapi utama hepatitis B kronik karena memiliki
ketahanan yang rendah terhadap resistensi obat atau sering disebut sebagai
golongan low barrier to drug resistance.5
Pemilihan golongan obat hepatitis B kronik, IFN-alfa atau analog
nukleosida, didasarkan atas beberapa pertimbangan. IFN-alfa mengharuskan
administrasi obat secara intravena dan harga sangat mahal serta efek samping
obat yang dihasilkan lebih sering terjadi. Namun, IFN-alfa diketahui dapat
mencapai kadar HbeAg dan HbsAg (-) dan tidak menyebabkan resistensi obat.
Keuntungan analog nukleosida dari IFN-alfa adalah administrasi obat dapat per
oral satu kali sehari. Selain itu, analog nuleosida juga memiliki efek samping
obat yang lebih ringan. Adapun dosis tenofovir yang dapat diberikan pada

16
penderita hepatitis B kronik adalah 1 x 300 mg/hari sedangkan dosis pegylated
IFN-alfa adalah 1 x 180 µg/minggu.5 Pada pengobatan fibrosis hati maka
pengobatan antifibrosis pada saat ini lebih mengarah kepada inflamasi dan tidak
terhadap fibrosis. Namun di masa mendatang sel stelata dapat dipergunakan
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.
Pengobatan untuk mengurangi aktivitas sel stelata bisa merupakan salah satu
pilihan. Interferon memiliki aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiinflamasi serta
mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai
anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai
antifibrosis.2
2.7.2 Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
Penatalaksanaan pada sirosis dekompensata dapat meliputi upaya
konservatif untuk meredakan gejala yang dialami pasien serta pengaturan pola
makan dan pengobatan yang dapat diberikan. Pada gejala asites maka tirah baring
serta diet rendah garam yakni dengan konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari dapat diberikan di awal. Diet rendah garam dikombinasikan dengan
obat-obatan diuretik dimana awalnya dapat diberikan pemberian spironolakton
dengan dosis 100-200 mg sehari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari bila
terdapat edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat maka dapat
dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160
mg/hari. Namun apabila asites sangat besar maka dapat dilakukan tindakan
parasentesis. Pengeluaran asites dapat dilakukan hingga 4-6 liter dan untuk
mencegah hipovolemik dengan pemberian albumin.17
Jika terdapat komplikasi berupa ensefalopati hepatik (EH), maka
laktulosa merupakan lini pertama. Sifatnya yang laksatif menyebabkan penurunan
sintesis dan uptake amonia dengan menurunkan pH kolon dan juga mengurangi
uptake glutamin. Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora
normal yang digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora
normal usus akan menekan bakteri lain yang menghasilkan urease. Proses ini

17
menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hidrogen pada amonia
sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium
(NH4). Adanya ionisasi ini menarik amonia dari darah menuju lumen.10,11
Sedangkan pemberian pemberian antibiotik ditujukan untuk menurunkan
produksi amonia dengan menekan pertumbuhan bakteri yang bertanggung jawab
menghasilkan amonia. Antibiotik yang diberikan saat ini adalah rifaximin. Untuk
diet protein dapat dikurangi hingga 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.17
Penanganan varises esofagus sebelum terjadi perdarahan maupun sesudah
perdarahan dapat diberikan obat β-blocker. Waktu perdarahan akut dapat
diberikan preparat somatostatin atau oktreotid kemudian diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.17
Pada komplikasi peritonitis bakterial spontan (PBS) dapat diberikan
antibiotik, seperti sefotaksim intravena, amoksisilin atau aminoglikosida.
Pengobatan PBS biasanya menggunakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi III, seperti sefotaksim secara parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima hari.
Pengobatan selanjutnya berdasarkan pada hasil kultur dan tes sensitivitas
antibiotik terhadap cairan asites.17
2.8 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis menjadi tinggi akibat
komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis hepatis diperbaiki dengan
pencegahan dan penanganan komplikasi tersebut. Adapun beberapa komplikasi
dari sirosis hepatis, meliputi20,21,22,23
1. Edema dan asites
Ketika sirosis hati menjadi semakin parah, ginjal langsung bekerja
menahan garam dan air di dalam tubuh. Kelebihan garam dan air awalnya
berakumulasi dalam jaringan bawah kulit pergelangan kaki dan kaki
karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. Edema seringkali memburuk pada akhir
hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam
sebagai suatu akibat dari kehilangan efek daya berat ketika berbaring.

18
Penumpukan cairan ini juga dapat pula berakumulasi dalam rongga perut
sehingga menjadi asites.
2. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Pada sirosis, cairan yang mengumpul di dalam perut tidak mampu untuk
melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak
bakteribakteri menemukan jalan mereka dari usus ke dalam asites. Oleh
karenanya, infeksi di dalam perut dan asites, dirujuk sebagai PBS. PBS
merupakan suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa gejala
yang muncul adalah demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare serta memburuknya asites.
3. Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
Sebagai suatu akibat dari peningkatan aliran darah dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, pembuluh vena pada esofagus yang lebih
bawah dan lambung bagian atas mengembang menyebabkan terjadinya
varises esofagus dan gaster. Semakin tinggi tekanan portal maka akan
semakin besar varises yang terbentuk dan memiliki kemungkinan lebih
seorang pasien mendapat perdarahan dari pecahnya varises esofagus atau
lambung. Perdarahan juga mungkin terjadi dari varises yang terbentuk
dimana saja di dalam usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
jarang terjadi. Untuk penyebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang
di rawat inap karena perdarahan aktif akibat varises esophagus mempunyai
suatu risiko yang tinggi menjadi PBS.
4. Ensefalopati hepatik
Protein yang bersumber dari makanan ketika memasuki saluran
pencernaan selain diabsorpsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh juga akan
dimetabolisme oleh bakteri flora usus normal. Metabolisme tersebut akan
menghasilkan zat sisa yakni ammonia yang kemudian akan ikut
terabsorpsi menuju aliran vena porta menuju hati untuk didetoksifikasi.
Namun, oleh karena fungsi hati pada sirosis menurun, amonia akan
terakumulasi dalam darah. Meningkatnya permeabilitas sawar darah otak
untuk amonia menyebabkan toksisitas amonia terhadap astrosit yang

19
berujung pada fungsi otak terganggu, dan dikenal dengan istilah
ensefalopati hepatik.
5. Sindrom hepatorenal
Pada pasien dengan sirosis hepatis yang memburuk dapat menimbulkan
sekumpulan gejala khas yang dikenal dengan sindrom hepatorenal.
Sindrom ini merupakan suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari
ginjal telah berkurang. Hal ini menekankan pada defek fungsi ginjal
dengan tanpa kerusakan struktural pada ginjal. Akibat yang ditimbulkan
meliputi kegagalan yang progresif dalam membersihkan darah serta
menghasilkan produksi urin yang memadai meskipun beberapa fungsi
penting lain dari ginjal, seperti retensi garam masih dapat dipertahankan.
2.9 Prognosis
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain
yang menyertai. Klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP) juga untuk menilai
prognosis pasien sirosis hepatis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati serta INR.
Klasifikasi ini terdiri dari CTP A, B dan C. Kategori CTP A apabila mendapatkan
skor 5-6, CTP B bila mendapatkan skor 7-9 dan CTP C dengan skor 10-15. Pasien
yang termasuk dalam kategori CTP A masih berada dalam fase kompensata
sedangkan kategori CTP B dan C sudah dalam fase dekompensata. Klasifikasi
CTP berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama
satu tahun untuk pasien dengan kategori CTP A, B dan C berturut-turut yakni
100%, 80% dan 45%.3,4,6,15
Tabel 2.3 Klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP) Pasien Sirosis hepatis
dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati3,4
Derajat Kerusakan 1 2 3
Bilirubun (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites nihil minimal Sedang-berat
Ensefalopati nihil Minimal (I-II) Berat/koma (III-
(D\drajat) IV)

20
PT <4 4-6 >6
INR <1,8 1,8-2,3 >2,3

Pada umumnya mortalitas hanya terjadi setelah pasien mengalami fase


dekompensata. Untuk sirosis kompensata saja, angka kelangsungan hidup selama
10 tahun diperkirakan sekitar 90%, namun angka kejadian terjadinya fase
dekompensata dalam 10 tahun tersebut meningkat hingga 50%. Selain itu, angka
kejadian karsinoma hepatoselular dilaporkan konstan 3% per tahun dan
berkorelasi dengan prognosis yang buruk pada setiap stadium karsinoma
hepatoselular.6
Tabel 2.4 Prognosis Sirosis Hati Berdasarkan Kondisi Klinis6
Stadium Kompensasi Mortalitas 1 Tahun
Stadium 1 Terkompensasi, tanpa varises esophagus 1%
Stadium 2 Kompensasi dengan varises 3-4%
Stadium 3 Dekompensasi dengan asites 20%
Stadium 4 Dekompensasi dengan perdarahan gastrointestinal 57%
Stadium 5 Infeksi dan gagal ginjal 67%

21
BAB III
LAPORAN KASUS

Laki-laki, 49 tahun datang ke Rumah Sakit Sanglah pada tanggal 01


Agustus 2018 dengan keluhan utama muntah darah.
Pasien datang dengan keluhan muntah darah. Keluhan muntah darah dan
semenjak 2 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Muntah darah dikatakan
berwarna gelap berbentuk gumpalan gelap yang disertai bercak-bercak
kemerahan. Muntah darah dikatakan sebanyak 3 kali dengan volume sekali
muntahan sekitar 1 gelas. Muntah darah terjadi begitu saja tanpa dipicu dengan
makan atau kegiatan lain. Muntah darah tidak membaik dengan pemberian
minyak-minyak tradisional. Pasien muntah darah memburuk saat pasien berada
dalam kendaraan menuju ke rumah sakit. Muntahan pertama terjadi saat pasien
beristirahat dirumah kemudian muntahan kedua terjadi ketika pasien dibawa ke
rumah sakit. Pasien mengatakan muntah darah ini merupakan muntah darah
pertama yang terjadi selama ini.
Pasien dikeluhkan mengalami BAB Hitam. Bab hitam sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Bab hitam dikatan sebanyak 3 kali sehari. Bab hitam
dikatakan berjumlah 5 sendok makan dengan konsistensi lembek bergumpal-
gumpal hitam. bab hitam terjadi terus menerus sejak awal dimulai dan belum
pernah membaik maupun memburuk. pasien dikatakan mengalami BAB hitam
disertai dengan feses normal. Bab hitam diketahui saat pasien akan mengganti
pampers. Pasien tidak merasakan gejala lain saat mengeluarkan Bab Hitam. bab
hitam terjadi begitu saja saat pasien defekasi.
Pasien mengeluhkan perut membesar yang dirasakan sejak 10 hari
sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien mengatakan perut membesar pada
seluruh area perut secara bersamaan tanpa ada bagian membesar yang dominan.
Pasien merasakan perut membesar secara perlahan tanpa mengukur jumlah
pembesaran, namun dikatakan perut membesar seperti wanita hamil. Perut
membesar terasa tegang seperti berisi cairan didalamnya. Perut pasien sempat
mengecil saat diberikan obat-obatan dari rumah sakit sebelumnya, namun
dikatakan perut membesar kembali seiring berjalannya waktu. Pasien mengatakan

22
perut membesar semakin hari semakin besar secara perlahan dan bertambah
tegang dan berat.
Pasien mengeluhkan nyeri perut. Nyeri perut dirasakan sejak 10 hari yang
lalu. Lokasi nyeri perut dikatakan berada pada perut atas namun nyeri juga di
rasakan pada seluruh permukaaan perut. Nyeri dikatakan pasien hilang timbul.
Nyeri dirasakan dengan tingkat sedang hingga membuat pasien tidak beraktivitas
normal. Nyeri dikatakan bertambah apabila pasien bangun dari tempat tidur dan
membaik apabila pasien berbaring dan diberikan minyak oles yang hangat. Nyeri
dikatakan muncul semenjak perut pasien membesar.
Pasien mengeluhkan kaki bengkak. Bengkak dirasakan pada kedua tungkai
dan kaki kanan dan kiri. Bengkak pada kaki dirasakan oleh pasien sekitar 4 hari
sebelum masuk rumah sakit, bengkak dikatakan tidak diukur oleh pasien.
Bengkak dirasakan seperti kaki bertambah berat. Bengkak pada kaki tidak
membaik dengan berbaring dan mengangkat kaki lebih tinggi. Bengkak sempat
mengecil ketika diberikan obat di rumah sakit sebelumnya. Bengkak sedikit
memburuk saat pasien banyak berdiri. Pasien mengatakan kaki pasien terasa berat
ketika digerakkan. Bengkak dikatakan bertambah berat sepanjang hari. Nyeri dan
kemerahan pada tungkai disangkal. Riwayat asam urat disangkal. Riwayat trauma
pada tungkai disangkal
Pasien mengeluhkan mata kuning sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Mata kuning dirasakan pada kedua mata secara bersamaan. Mata kuning
disampaikan berwarna putih kekuningan. Keluhan kuning belum pernah membaik
sebelumnya. Keluhan kuning dirasakan semakin berat semakin hari. Kuning
diawali pada area mata kemudian kuning juga dirasakan pada kulit tubuh.
Pasien mengeluhkan rasa lemas. Lemas dirasakan pasien pada seluruh
tubuh. Rasa lemas dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Lemas dirasakan membuat pasien tidak dapat beraktivitas normal. Lemas
dirasakan sepanjang hari. Keluhan lemas memberat ketika pasien beraktivitas
sedikit saja. Keluhan lemas membaik apabila pasien beristirahat. Lemas
mengakibatkan pasien banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. lemas
berawal saat pasien bekerja di sawah sehingga pasien tidak mampu melanjutkan
pekerjaan pasien.

23
Pasien mengeluhkan buang air kecil berwarna kecoklatan. Keluhan
kencing kecoklatan seperti warna the pekat. Keluhan dirasakan semenjak 4 hari
sebelum pemeriksaan. Buang air kecil dikatakan dalam jumlah normal rata-rata 3-
4 kali perhari dengan volume kurang lebih sekitar ½ gelas tiap kali kencing.
Kencing dikatakan belum pernah membaik. kencing terjadi tidak disertai nyeri
maupun kejadian pesca trauma. Kencing merah disangkal, Rasa nyeri saat buang
air kecil disangkal oleh pasien.
Pasien pernah terdeteksi memiliki penyakit Hepatitis B sejak 7 tahun yang
lalu saat akan mendonorkan darahnya. HbsAg pasien dikatakan positif (+). Pasien
tidak pernah berobat lebih lanjut untuk penyakit Hepatitis B setelah mengatahui
hasil pemeriksaan. Pasien mengatakn mengalami penurunan berat badan semenjak
sakit, namun jumlah penurunan tidak dihitung. Pasien mengatakan BAB dalam
batas normal, berwarna kuning kecoklatan dengan konsistensi lembek, dan
frekuensi 1-2 kali dalam 1 hari. Bab Dempul disangkal oleh pasien. Konstipasi
disangkal. Kencing kecoklatan yang lebih coklat dari the juga disangkal oleh
pasien. Perut kembung seperti terisi udara disangkal. Nyeri pada area perut yang
bersifat hebat disangkal. Nyeri yang hebat dan menjalar ke area lain seperti
punggung disangkal.
Ayah pasien pernah didiagnosis dengan sirosis hepatis karena hepatitis B
kronis. Adik laki-laki pasien juga diketahui memiliki riwayat penyakit yang sama.
Pasien mengaku tidak memiliki kebiasaan minum alkohol. Riwayat pemakaian
jarum suntik bergantian disangkal oleh pasien. Riwayat pemakaian tato disangkal
oleh pasien. Riwayat mendapat darah donor disangkal oleh pasien Riwayat
berhubungan badan dengan multipartner juga disangkal oleh pasien. Riwayat
penggunaan alat cukur bergantian dengan ayah pasien
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 74 x/menit reguler isi cukup,
frekuensi napas 18 x/menit reguler, dengan temperature axilla badan 36,5 0C.
Berat badan 55 kg, tinggi badan 168 cm, Body Mass Index (BMI) 19,49 kg/m 2
dan Berat Badan Ideal (BBI) 61,2 kg.
Pada area kepala ditemukan warna kulit kekuningan, pada mata ditemukan
konjungtiva anememis, dan terdapat sklera ikterik pada kedua bola mata pasien.

24
Pada lidah bersih tidak terdapat bercak keputihan, tidak terdapat gusi berdarah,
dan pada palatum durum tidak ditemukan ikterik. Pada axila tidak terjadi
kejarangan pada rambut rambut axila dalam batas normal.
Pada pemeriksaan thorax, pemeriksaan pertama yaitu inspeksi tidak
ditemukan adanya pembesaran payudara, tidak ditemukan adanya spider navy.
Pemeriksaan palpasi pada dada pasien dalam batas normal. Pada palpasi tidak
teraba kelenjar mamae yang membesar. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan
kelainan. Pada perkusi batas atas hepar didapatkan pada ICS 5 MCL Dextra. Pada
pemeriksaan auskultasi tidak didapatkan suara nafas tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen, pada inspeksi didapatkan distensi perut
simetris, terdapat pelebaran vena kolateral, terdapat striae pada sisi lateral perut
bawah kanan dan kiri, pada perut pasien tidak terdapat caput medusa. Pada
auskultasi ditemui bising usus normal dengan frekuensi 10x permenit. Pada
pemeriksaan perkusi ditemukan ascites yang didapat dengan cara pemeriksaan
shifting dullness. Pemeriksaan liver span sulit dievaluasi dikarenakan perut pasien
yang membesar. Pada pemeriksaan palpasi, pada palpasi ringan didapatkan nyeri
tekan pada area perut atas terutama pada epigastrium. Pada pemeriksaan palpasi
dalam permukaan hepar dan lien sulit untuk dievaluasi. Pada pemeriksaan
genitalia tidak terdapat pembesaran skrotum, dan pada rambut pubis ditemukan
dalam batas normal, tidak terjadi kejarangan.

25
Pada pemeriksaan ekstremitas, pada lengan astas tidak ditemukan adanya
spider talengiectasis pada lengan atas, pada telapak tangan tidak ditemukan
eritema palmaris, pada tungkai terdapat pitting edema pada kedua tungkai pasien.
Pada keempat ekstremitas terbaba hangat. Pada kuku-kuku jadi pasien tidak
ditemukan kuku-kuku muchrche, kuku sendok.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan kadar leukosit
tinggi dengan dominan sel neutrofil dengan nilai neutrophil absolut 14,06 x 103/ul
(2,5-7,5), dan basofilia dengan nilai basophil absolut 0,20 x 103/ul (0,00-0,10).
Hemoglobin ditemukan rendah pada pasien dengan nilai HGB didapatkan 6,05
g/dl (13,5-17,5), dengan nilai HCT 20,25%. Nilai MCH dan MCV dalam batas
normal.
Pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan nilai AST/SGOT 146,6
U/L (11,00-33,00) dan nilai ALP/SGPT didapat 76,60 U/L (11,00-50,00). Gamma
GT didapatkan tinggi dengan nilai sebesar 632 U/L (11,00-49,00). Nilai Albumin
didapatkan rendah yaitu 3,2 g/dl (3,40-4,80) dan nilai globulin rendah yaitu 3,1
(3,2-3,0), selain itu juga didapat peningkatan kadar bilirubin darah dengan
bilirubin total 1,27 mg/dl (0,30-1,30) dengan dominasi bilirubin direk yaitu
didapat 0,97 mg/dl (0,00-0,30). Pemeriksaan faal hemostasis didapatkan nilai PPT
memanjang dengan hasil 15,4 detik (10,8-14,4), dan nilai INR tinggi dengan nilai
1,29 (0,9-1,1). Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan molecular, didapatkan
hasil HBV DNA dengan hasil virus terdeteksi (9,73 x 103).
Pemeriksaan Imaging juga telah dilakukan pada pasien dengan
pemeriksaan Ultrasonography. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil
Hepar membesar dengan permukaan irreguler, disertai dengan pelebaran vena
porta, ditemukan pula echo cairan bebas pada cavum abdomen dan cavum pelvis
dengan kesan Chirosis liver disease dan ascites. Pada dilakukan pemeriksaan
endoscopy (Esophago gastro duodenoscopy) didapatkan hasil varises esophagus,
dan varises pada fundus gaster dan terdapat snake like app pada fundus dan corpus
dengan kesimpulan pemeriksaan endoskopi berupa varises esophagus grade II dan
GHP berat.
Pasien didiagnosis dengan Sirosis Hepatis CTP B susp degenerasi maligna
ec hepatitis B kronis, varises esophagus grade II, GHP berat, ascites grade II

26
dengan Hematemesis Melena e.c. GHP dan Anemia Sedang Normokromik
Normositer ec Perdarahan Akut.
Terapi pasien pertama-tama pasien di rawat inap (MRS) di RSUP Sanglah
dan dipuasakan, kemudian dilakukan Gastric Lavage (memantau perdarahan),
kemudian diberikan cairan IVFD NaCl 0,9% : D5% : Aminolaban (1:1:1) 20 tpm,
Octreotide drip 250 mcq/jam i.v hingga pendarahan berhenti, Ceftriaxon 2 g @
24 jam i.v, Tenofovir 300 mg @ 24 jam p.o, Lactulosa 15 cc tiap 8 jam p.o,
lansoprazole 30 mg tiap 8 jam i.v, sucralfat 15 cc tiap 8 jam p.o, Antasida 15 cc
tiap 8 jam p.o.,lavament tiap hari, Transfusi PRC hingga Hb> 8 mg/dL. Pasien
dilakukan monitoring terhadap tanda vital, keluhan, balance cairan, darah lengkap
dan surveillance hepatoma, dan tanda –tanda perdarahan massif. Pada pasien juga
perlu dilakukan Scan Abdomen.

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
arsitektur hepar. Sirosis hati merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis.
Pada kasus ini kemungkinan penyebab sirosis hepatis pasien adalah
perkembangan dari Hepatitis B. Hasil pemeriksaan imunoserologi dan molekular
pada tahun 2011 dinyatakan HbsAg positif pada pasien. Berdasarkan teori yang
telah dibahas di tinjauan pustaka, penyebab dari sirosis hepatis beraneka ragam,
namun mayoritas penderita sirosis hepatis memiliki riwayat penyakit hati kronis
yang disebabkan oleh virus hepatitis. Hal ini sesuai dengan teori bahwa salah satu
etiologi pada pasien ini adalah karena infeksi virus Hepatitis B. Hasil penelitian di
Indonesia, penyebab terbanyak sirosis hepatis adalah virus hepatitis B sebesar 40-
50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-
20% sisanya tidak diketahui penyebabnya. Pada pasien ini sesuai dengan data
epidemiologi di negara berkembang dan di negara Indonesia dimana penyebab
hepatitis kronis terbanyak adalah infeksi virus hepatitis B.

Gejala yang ditemukan pada pasien ini berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan mengarah pada sirosis hepatis, yaitu keluhan BAB
berwarna hitam, muntah darah segar dan kehitaman, penyebab utama dari muntah
bab hitam pada pasien sirosis dikarenakan perdarahan saluran cerna atas yang
dibatasi oleh Ligamentum Treitz. akibat dari pecahnya varises esophagus
dikarenakan hipertensi Portal yang dikarenakan kombinasi dari proses (1)
meningkatnya tahanan aliran darah intrahepatic dikarenakan fibrosis dan
regenerasi nodul pada sirosis, (2) meningkatnya aliran darah dari limpa akibat dari
vasodilatasi pembuluh limpha. BAK berwarna seperti the dikarenakan
peningkatan kadar bilirubin direk pada darah yang dikeluarkan melalui urin. Mata
dan badan berwarna kuning diakibatkan akumulasi bilirubin dalam darah akibat
dari kondisi abnormal tubuh pada kondisi ini diakibatkan oleh kerusakan sel hati
dikarenakan bilirubin tidak dapat dieskresikan ke saluran gastrointestinal.

28
Perut membesar (Asites) merupakan akumulasi cairan di kavum
peritoneum yang umumnya diakibatkan oleh hipertensi portal. Abnormalitas yang
terjadi juga diakibatkan adanya factor vasodilator seperti NO, sehinga
ketidakstabilan hemodynamic ini diakibatkan oleh karena aktivasi RAAS yang
mengakibatkan retensi sodium yan menyebabkan akumulasi dari cairan dan
ekspansi cairan ke ekstraselullar yan mengakibatkan asites dan edema perifer
(pitting edema pada kedua tungkai bawah,) retensi sodium jua merupakan
konsekuensi dari respon hemeostatis terhadap underfilling sirkulasi akibat
vasodilatasi dari veskular limpa. Karena retensi cairan yan terus menerus terjadi
dan terjadinya perpindahan cairan dari intravascular kompartemen ke cavitas
peritoneum menakibatkan pengisian vaskular gaal dan proses ini terus berlanjut.
Hypoalbuminemia akibat penurunan produksi albumin pada sirosis hepatis
mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma sehinga berkontribusi
perpindahan cairan dari intrasellular menuju kavitas peritoneum.

Berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap pada pasien ini, sesuai


dengan hasil pemeriksaan sirosis hepatis. Pada pasien mengalami kelainan
hematologi dan gangguan hemeostasis, anemia (hemoglobin 6.05 g/dl) yang
terjadi pada pasien akibat dari perdarahan akut dari rupture varises esofaus akibat
dari hipertensi porta. Hal yang demikian ditemukan pada pasien dengan hasil lab,
didapatkan. Pada hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan bilirubin total,
bilirubin direk tinggi, SGOT, SGPT, gamma GT, dan yang meningkat namun
tidak begitu tinggi. Peningkatan nilai AST/SGOT 146,6 U/L (11,00-33,00) dan
nilai ALP/SGPT didapat 76,60 U/L (11,00-50,00). Gamma GT didapatkan tinggi
dengan nilai sebesar 632 U/L (11,00-49,00). kadar Albumin didapatkan rendah
yaitu 3,2 g/dl (3,40-4,80) sesuai dengan perburukan sirosis. Pada pemeriksaan faal
hemostasis ditemukan adanya pemanjangan waktu protrombin hasil 15,4 detik
(10,8-14,4), dan nilai INR tinggi dengan nilai 1,29 (0,9-1,1) yang menunjukkan
adanya disfungsi dari hati mensintesis faktor pembekuan.

29
Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan adanya gambaran sirosis
hepatis, ditemukan Hepar membesar dengan permukaan irreguler, disertai dengan
pelebaran vena porta, ditemukan pula echo cairan bebas pada cavum abdomen dan
cavum pelvis dengan kesimpulan hepar kesan Chirosis liver disease dan ascites.
Pada pasien juga telah dilakukan pemeriksaan endoscopy didapatkan hasil
terdapat varises esophagus, dan varises pada fundus gaster.

Diagnosis sirosis hepatis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


klinis, laboratotrium biokimiawi/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain seperti
USG. Pada pasien ini anamnesis ditemukan keluhan perut membesar, nyeri ulu
hati, mual, lemas, bengkak pada kedua kaki, muntah darah, BAB berwarna hitam,
BAK seperti teh, mata dan kulit yang menguning. Selain itu pada anamnesis
riwayat dahulu pasien mengatakan terdiagnosis hepatitis B sejak 7 tahun yang
lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pitting edema pada kedua tungkai, dan
asites grade II, pada pemeriksaan USG dengan Hepar membesar dengan
permukaan irreguler, disertai dengan pelebaran vena porta, Pada pemeriksaan
imunoserologi dan molekuler diketahui bahwa pasien memiliki hepatitis B, yang
kemungkinan besar merupakan penyebab dari sirosis hepatis.

Pada penanganan awal perdarahan saluran cerna, dilakukan resusitasi


terutama untuk stabilisasi hemodinamik. Pada resusitasi dapat digunakan IVFD
NaCl 0,9% : D5% : Aminolaban 1:1:1 20 tpm. Terapi pada pasien dengan sirosis
hepatis dilakukan untuk mengurangi progresi penyakit dan penanganan
komplikasi. Pasien ditirah baringkan. Bilamana tidak ada koma hepatic seperti
pada pasien ini dapat diberikan protein 1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000
kkal/hari. pemberian lansoprazole untuk membantu menghentikan perdarahan
dengan menurunkan tingkat keasaman lambung. Selain itu, gastric lavage dapat
dilakukan untuk mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses
hemostatik. Gastric lavage juga diperlukan untuk persiapan pemeriksaan EGD.
Lavament dan laktulosa digunakan untuk menurunkan sintesis dan uptake
ammonia dengan menurunkan pH kolon dan juga mengurangi uptake glutamin
yang bertujuan mencegah komplikasi lebih lanjut dari Ensefalopati Hepatikum.

30
Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang
digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus
akan menekan bakteri lain yang menghasilkan urease.

Prognosis pada pasien sirosis hepatis bervariasi dan dipengaruhi oleh


sejumlah faktor seperti etiologi, beratnya komplikasi dan penyakit penyerta.
Metode yang umum dipakai pada pasien sirosis hepatis adalah sistem klarifikasi
Child-Turcotte-Pugh (CTP). Sistem klasifikasi CTP dapat dilihat pada tabel 3.1
Tabel 3.2 Sistem klasifikasi Child Turcotte Pugh

Derajat Kerusakan 1 2 3 Pasien


Bilirubun (mg/dl) <2 2-3 >3 1
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8 2
Asites nihil minimal Sedang-berat 3
Ensefalopati nihil Minimal (I-II) Berat/koma (III- 1
(D\drajat) IV)
PT <4 4-6 >6 1
INR <1,8 1,8-2,3 >2,3
Total 8

Skor CTP didapat dengan menambahkan skor pada setiap parameter.


Kelas CTP: A = 5-6 poin, B = 7-9 poin, C = 10-15 poin. Sistem klasifikasi CTP
dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut,
dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien kriteria CTP A
adalah 100%, CTP B adalah 80%, dan CTP C adalah 45%. Pasien ini memperoleh
total poin CTP sebesar 8 poin, sehingga dapat digolongkan sebagai sirosis CTP B
dengan angka kelangsungan hidup selama setahun sebesar 80%.

31
BAB V
SIMPULAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi
arsitektur hepar. Sirosis hati merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronis.
Pada kasus ini kemungkinan penyebab sirosis hepatis pasien adalah
perkembangan dari Hepatitis B. Hasil pemeriksaan imunoserologi dan molekular
pada bulan 2011 dinyatakan HBsAg.

Pada pasien laki-laki berusia 49 tahun datang ke UGD RSUP Sanglah


dengan keluhan BAB berwarna hitam, muntah darah segar dan kehitaman disertai
dengan BAK berwarna seperti teh, lemas badan, perut membesar. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan mata dan kulit kuning, konjungtiva pucat, perut
membesar dan terdapat pitting edema pada kedua tungkai bawah. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan DL, Kimia darah, Faal
homeostasis, dan pemeriksaan serologis dengan hasil kelainan hematologi dan
gangguan homeostasia, anemia akibat dari dan perdarahan akut yang berkaitan
dengan hipertensi porta. Ditemukan pada DL hemoglobin 6.05 g/dl. Pada hasil
pemeriksaan kimia klinik didapatkan bilirubin total, bilirubin direk tinggi, SGOT,
SGPT, gamma GT, dan yang tinggi namun kadar albumin dan globulin yang
rendah. Pada pemeriksaan faal hemostasis ditemukan adanya pemanjangan waktu
protrombin yang menunjukkan adanya disfungsi dari hati mensintesis faktor
pembekuan. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang pada pasien ini sesuai dengan sirosis hepatis dekompensata
dikarenakan penyakit hepatitis b kronis.

Prognosis yang didapat pada pasien ini dihitung dengan menggunakan


CTP dan dapat dihitung dengan skor CTP B. terapi yang diberikan pada pasien
sesuai dengan teori untuk menangani penyakit dan komplikasi yang diakibatkan
oleh kondisi iniz

32

Anda mungkin juga menyukai