PENDAHULUAN
1
Hasil terapi yang belum memuaskan juga turut berperan dalam
peningkatan angka insiden sirosis hepatis, Sementara pada fase lanjut pengobatan
yang dapat dilakukan sangat terbatas pada pengobatan konservatif, oleh karena itu
tenaga medis harus mempelajari lebih lanjut tentang gejala dan tanda dan langkah
yang harus dilakukan apabila mendapati pasien dengan penyakit-penyakit yang
dapat berlanjut menjadi sirosis sepetri penyakit infeksi virus hati kronis, dan
penyakit-penyakit lain. Tingginya angka kematian akibat sirosis hepatis mungkin
disebabkan oleh komplikasi dari penyakit terutama gejala gejala akibat kegagalan
fungsi hari dan hipertensi portal. Pemahaman yang adekuat tentang penyakit
sirosis hepatis diperlukan dalam rangka meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan dalam mendiagnosis sehingga komplikasi dari sirosis hepatis dapat
ditekan dan kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. 2,3,11
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
vena porta dan arteri hepatika terbagi menjadi cabang ke lobus dekstra dan sinistra
serta ductus hepaticus (empedu) dekstra dan sinistra, kemudian kedua duktus ini
akan bersatu untuk membentuk ductus hepaticus communis.1,12
2.1.2 Fungs Hati
Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Fungsi utama hati
adalah dalam pembentukan dan ekskresi empedu, Hati mengekskresikan empedu
sebanyak satu liter perhari kedalam usus, hati juga memilik fungsi sebagai
pengatur keseimbangan organ secara keseluruhan, dengan mengatur
keseimbangan cairan, volume darah dan menyari berbagai macam substansi dalam
tubuh selain itu hati juga memiliki fungsi detoksifikasi, penimbunan mineral dan
vitamin serta fungsis fagositosis.1
a. Fungsi hati sebagai organ keseluruhan
Mengatur keseimbangan cairan serta elektrolit, semua cairan dan garam
akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraselular lainnya.
Bersifat sebagai spons yang ikut mengatur volume darah, misalnya pada
dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
Sebagai saringan dari berbagai macam substansi yang telah diserap oleh
usus dan akan dialirkan ke organ melalui sistem portal.
b. Fungsi sel hati
Sekresi empedu Empedu berperan daam membantu pencernaan dan
absorpsi lemak, ekskresi metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol,
bilitubin dan logam berat. Saluran empedu mengangkut empedu
sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke
dalam usus halus sesuai kebutuhan. Hati menyekresi 500 hingga 1000 ml
empedu kuning setiap hati. Unsur utama empedu adalah air (97%),
elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol, garam
anorganik dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi).
Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak Monosakarida dari usus halus
akan diubah menjadi glikogen dan akan disimpan dalam hati, proses ini
disebut glikogenesis. Glukosa ini dimetabolisme dalam jaringan dan
digunakan untuk menghasilkan panas dan energi, sisanya diubah menjadi
glikogen dan disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mampu
4
mensintesis glukosa dari protein dan lemak (glukoneogenesis). Protein
plasma (kecuali gamma globulin) disintesis oleh hati. Protein-protein
tersebut antara lain albumin (diperlukan untuk tekanan osmotik koloid),
protrombin, fibrinogen dan faktor pembekuan lainnya. Amonia juga
diubah menjadi urea di dalam hati. Hati ini memegang peranan utama
dalam sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai
kolesterol atau asam kolat.
Detoksifikasi
Hati merupakan salah satu organ pada tubuh manusia yang berfungsi
mendetoksifikasi toksin baik endogen maupun eksogen. Fungsi
detoksifikasi dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi,
hidrolisis atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya dan mengubahnya
menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. Hati memiliki peranan atas
biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi tidak berbahaya yang kemudian
diekskresi oleh ginjal.
Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K akan disimpan
dalam hati, dan juga vitamin B12, tembaga dan besi.Sel Kupffer pada hati
juga sebagai sel endotel berfungsi sebagai alat fagositosis terhadap bakteri
dan elemen korpuskuler atau makromolekul dan bahan berbahaya lainnya
dari darah portal.
2.2 Definisi
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul yang regeneratif.
Gambaran morfologi dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular hepatik dan
intrahepatik antara vena porta dan arteri hepatika serta vena hepatika.3,4
Penurunan fungsi hati yang permanen ditandai dengan adanya perubahan
secara histopatologi, yakni terdapat kerusakan pada sel-sel hati. Hal inilah
yangdapat merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati
sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati
beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati. Dampaknya adalah akan
5
terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (nodul-nodul regeneratif)
dalam jaringan parut.3,4
2.3 Epidemiologi
Penyakit sirosis hepatis merupakan penyebab kematian keempat belas di
dunia, dengan prevalensi kasus sebesar 1,3% dan jumlah kematian sebanyak 1,03
juta per tahunnya. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia 45-59
tahun.5,6,7,8 Tingkat mortalitas di seluruh dunia dilaporkan meningkat menjadi
45,6% dari tahun 1990 sampai tahun 2013.13 Lebih dari 40% pasien sirosis tidak
memiliki gejala. Di Amerika, insiden sirosis hepatis diperkirakan terjadi pada 360
per 100.000 penduduk, dimana pada tahun 2007 didapatkan 29.165 kematian
penduduk yang diakibatkan oleh sirosis hepatis dengan 48,1% diantaranya akibat
alkohol.2 Sirosis merupakan faktor utama terjadinya karsinoma hepatoselular,
dengan insiden meningkat tiga kali lipat dari tahun 1975 sampai 2005.3
Prevalensi sirosis hepatis di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1,7%.
Secara umum, diperkirakan angka insiden sirosis hepatis pada seluruh rumah sakit
di Indonesia berkisar antara 0,6-14,5%.8,9 Menurut laporan rumah sakit umum
pemerintah Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh
penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita
adalah 2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun.14
Penyebab utama terjadinya sirosis hepatis di negara-negara maju adalah
infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan juga perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH). Infeksi virus hepatitis B
dilaporkan menjadi penyebab tersering pada daerah sub-Sahara Afrika dan
sebagian besar wilayah Asia. Prevalensi sirosis hepatis sendiri sulit untuk dinilai
dan diperkirakan lebih besar dari yang dilaporkan karena pada stadium awal
penyakit ini umumnya asimptomatis sehingga penyakit ini sulit untuk
didiagnosis.7,15,16
6
2.4 Etiologi
Penyebab sirosis hepatis bermacam-macam, terkadang sirosis hepatis
disebabkan oleh lebih dari satu pencetus. Di negara Amerika, alkoholisme kronik
merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis. Di Asia Tenggara, sirosis
hepatis lebih banyak disebabkan oleh virus hepatitis B dan hepatits C
Tabel 2.1 Etiologi Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronis3
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Virus hepatitis (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi α1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab Lain atau Tidak Terbukti
7
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
2.5 Patogenesis
Mekanisme terjadinya sirosis hepatis antara lain, kematian sel-sel
hepatosit, regenerasi dan fibrosis progresif. Kegagalan sel hepar (hepatosit) pada
sirosis merupakan hasil yang didapat dari proses patologis yang diawali pada
tingkat molekuler. Hepar dibentuk oleh sel parenkim (hepatosit) dan sel lainnya
yang disebut kelompok sel non-parenkimal, terdiri dari liver sinusoidal
endothelial cells (LSECs), sel Kupffer dan hepatic stellate cells (HSCs). Sel
Kupffer merupakan makrofag terspesialisasi yang berlokasi di dinding sinusoid
hepar, apabila teraktivasi oleh infeksi virus, alkohol, diet tinggi lemak atau
deposisi besi akan menghancurkan hepatosit dengan cara memproduksi mediator
inflamasi dan bertindak sebagai Antigen-Presenting Cells (APCs) selama infeksi
viral berlangsung. Peran LSECs dalam menimbulkan kegagalan sel hepar adalah
melalui pengaktifan HSCs. Akibat adanya infeksi, LSECs akan menyekresikan
sitokin IL-33 yang nantinya akan mengaktifkan HSCs dan menginduksi adanya
fibrosis. Proses tersebut akan menyebabkan terjadinya defenestrasi dan
kapilarisasi LSECs, yang secara akumulatif akan menyebabkan disfungsi
hepatosit atau disebut kegagalan sel hepar.11
Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah gagalnya sel hepar untuk
membuang bilirubin dari darah dan menyebabkan adanya manifestasi klinis
berupa ikterus. Akibat selanjutnya dari kegagalan sel hepar adalah menurunnya
kemampuan sel hepar mengubah estrogen dan derivatnya, sehingga menyebabkan
hiperestrogenisme. Adapun gejala kegagalan sel hepar yang disebabkan oleh
gangguan hiperestrogenisme adalah eritema palmaris, kerontokan rambut pada
tubuh, spider naevi dan ginekomastia. Pada pasien ditemukan keluhan yang terkait
dengan kegagalan fungsi hepar, yaitu kuning pada kedua mata dan kulit seluruh
tubuh, perut yang membesar dan bengkak pada kaki kanan dan kiri, pembesaran
payudara kanan dan kiri dan keluar darah dari hidung.3,17
8
Penyebab kedua dari timbulnya manifestasi klinis pada sirosis hati adalah
hipertensi porta. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Secara anatomi, sistem porta terdiri dari semua vena yang mengangkut darah dari
vena gastrika, vena mesenterika inferior (mengangkut darah dari kolon desenden
dan rektum), vena mesenterika superior (mengangkut darah dari usus halus, kolon
asenden dan caput pankreas) dan vena lienalis. Manifestasi klinis yang ditemui
pada pasien sesuai dengan vena yang terlibat dalam patogenesisnya.3
Ikterus ↓ Metabolisme Kerusakan Hepar Perubahan - Eritema Palmar
bilirubin Metabolisme - Angioma
Steroid - Ginecomasti
Asites
Edema
9
kan berjalan terus di dalam sel stelata dan jaringan hati yang normal akan diganti
oleh jaringan ikat.3,10,11
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Sirosis hepatis sering disebut sebagai silent disease, dengan sebagian
besar pasien tidak menunjukkan gejala apapun sampai proses dekompensasi
terjadi. Maka dari itu perlu dilakukan anamnesis yang akurat tentang faktor-faktor
risiko yang mempengaruhi pasien sirosis hepatis. Kuantitas dan durasi konsumsi
alkohol merupakan faktor penting dalam diagnosis awal sirosis. Selain itu, riwayat
transmisi virus hepatitis B dan hepatitis C (misal kelahiran di daerah endemis,
hubungan seksual berisiko, penggunaan obat intranasal atau intravena, tindik
badan atau tato, kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya), sejarah
transfusi dan riwayat penyakit autoimun terdahulu serta riwayat penyakit hati atau
autoimun di keluarga.3
Berdasarkan anamnesis biasanya pasien datang ke tempat pelayanan
kesehatan dengan keluhan berupa: merasa badan cepat lelah, nafsu makan
berkurang mudah kenyang, badan mengurus, rasa tidak enak di epigastrium,
kembung, mual, sakit perut kanan atas, sklera mata tampak kekuningan,
kelemahan otot buang air kecil berwarna gelap seperti teh, gatal-gatal, serta jika
keadaan berlanjut akan terdapat riwayat perdarahan saluran cerna bagian atas
seperti muntah dan buang air besar berisikan darah hingga penurunan kesadaran.
Selain itu juga terdapat riwayat perut membesar (asites) dan bengkak pada tungkai
bawah.3
10
Mekanisme terjadinya belum diketahui secara pasti, diduga berkaitan
dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa
ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, terkadang bisa juga ditemukan
pada orang sehat namun dengan ukuran lesi kecil. Eritema palmaris,
warna merah saga pada tenar dan hipotenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga
tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis
rematoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi.
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi jinak jaringan
kelenjar mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan
aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
lebih feminim. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti
sehingga diduga fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil.
Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Fetor
hepatikum, yakni merupakan bau napas yang khas pada pasien sirosis
disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto
sistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat
bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat.
Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. Adanya kecenderungan untuk
lebih mudah mengalami perdarahan maupun anemia. Hal ini dikarenakan
menurunnya produksi faktor pembekuan darah yang dihasilkan di hati
sehingga memudahkan untuk terjadinya perdarahan yang berujung pada
berkurangnya darah.
11
Gambar 2.2 Pemeriksaan Fisik pada pasien dengan sirosis Hepatis 2
12
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urin
akan berkurang (kurang dari 4 mEq/l) menunjukkan kemungkinan
telah terjadi sindrom hepatorenal.
Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin,
yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau
kehitaman.
Darah
Biasanya dijumpai anemia normokromik normositer yang ringan,
kadang-kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan
asam folat dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana
penderita pernah mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru
akan terjadi anemia hipokromik. Pada pasien dapat juga dijumpai
leukopenia bersamaan dengan adanya trombositopenia.
Tes faal hepar
Enzim aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil
oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT)
atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tidak
terlalu tinggi. AST lebih meningkat dari pada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengeliminasi diagnosis sirosis. Alkali
fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal. Konsentrasi
yang tinggi biasanya bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis
primer dan sirosis bilier primer. Konsentrasi gamma-glutamil
transpeptidase (GGT) tinggi pada penyakit hati alkohol kronik, karena
alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik
juga dapat menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Konsentrasi
bilirubin bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tetapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin yang sintesisnya terjadi
13
di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan
sirosis. Konsentrasi globulin meningkat pada sirosis yang terjadi
sekunder akibat dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke
jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Waktu protrombin mencerminkan derajat atau tingkatan disfungsi
sintesis hati sehingga pada sirosis hepatis akan terlihat memanjang.
Kadar serum natrium menurun terutama pada sirosis dengan asites,
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.
Serologis
Pemeriksaan serologis yang dimaksud dapat meliputi pemeriksaan
HBsAg maupun anti HCV untuk mencari tahu apakah virus hepatitis
merupakan faktor predisposisi terhadap terjadinya sirosis hepatis.
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks bertujuan untuk mencari tahu apakah terdapat
komplikasi seperti edema paru.
Barium meal
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta.
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) yang dikombinasikan dengan color flow Doppler
adalah alat pencitraan paling berguna bagi pasien sirosis. Pemeriksaan
USG dapat melihat karateristik dari morfologi sirosis termasuk batas dari
nodul-nodul, strukturnya dan tanda-tanda hipertensi porta.
Tomografi komputerisasi (CT scan) dan magnetic resonance imaging
(MRI) sangat terbatas penggunaannya karena biayanya yang relatif mahal.
c. Biopsi Hati
Biopsi hati sebenarnya tidak diperlukan, bahkan kontraindikasi bila diagnosis
sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan temuan klinis dan pencitraan. Biopsi
hanya diindikasikan bila penyebab sirosis tidak dapat ditentukan atau stadium
penyakitnya belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan
14
sebelumnya dan untuk mencari tahu apakah terdapat tanda-tanda keganasan
pada sel hati tersebut.
Tabel 2.2 Ringkasan Penegakan Diagnosis Sirosis Hepatis15
Pemeriksaan Hasil yang didapat
1. Anamnesis Lesu, BB turun, anoreksia-dispepsia,
nyeri perut, ikterus (BAK coklat dan
mata kuning), perdarahan gusi, perut
membuncit, libido menurun, konsumsi
alkohol, riwayat kesehatan yang lalu
(sakit kuning, dll), riwayat muntah
darah dan feses kehitaman
2. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum dan nutrisi
Tanda gagal fungsi hati
Tanda hipertensi portal
3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Tepi Anemia, leukopenia, trombositopenia,
Kimia Darah PPT Bilirubin, transaminase (hasil
bervariasi), alkali fosfatase, albumin-
globulin, elektroforesis protein serum,
Serologi elektrolit (K, Na, dll) bila ada asites
HBsAg dan anti HCV, αFP
4. Endoskopi Saluran Cerna Atas Varises, Gastropati
5. USG/CT scan Ukuran hari, kondisi vena porta,
splenomegaly, ascites, dll
6. Laparoskopi Gambaran makroskopik visualisasi
langsung hepar
7. Biopsi Hati Dilakukan bila koagulasi
memungkinkan dan diagnosis masih
belum pasti
8. Foto Thoraks Untuk mencari tahu komplikasi dari
sirosis hepatis seperti edema paru dan
sebagainya
15
2.7 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan sirosis dapat dibagi berdasarkan klasifikasi
fungsionalnya, yaitu pada sirosis kompensata dan sirosis dekompesata. Prinsip
penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi fungsional tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut.
2.7.1 Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Prinsip penatalaksanaan pasien sirosis kompensata adalah mengurangi
progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
antara lain alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dihentikan penggunaannya.
Jika penyakit hepatitis B diketahui sebagai etiologi maka dua golongan obat,
yaitu interferon (IFN) alfa dan analog nukleosida merupakan terapi utama.
Golongan analog nukleosida, meliputi lamivudin, adefovir, entecavir, telbivudin,
tenofovir dan emtricitabin.5 Apabila etiologi sirosis hepatis diketahui oleh karena
hepatitis C kronik, maka kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi
standar.17 Menurut WHO, terdapat tujuh agen antivirus (lamivudin, adefovir,
entecavir, telbivudin, tenofovir, emtricitabin dan PEG-IFN) yang saat ini diakui
dalam pengobatan hepatitis B kronik dan telah terbukti dapat menurunkan
progresivitas sirosis hepatis serta menurunkan insiden karsinoma hepar.
Pemberian analog nukleosida yang tergolong high barrier to drug resistance,
seperti tenofovir dan entecavir, direkomendasikan oleh WHO sebagai terapi
utama hepatitis B kronik. Lamivudin, adefovir dan telbivudin saat ini sudah tidak
direkomendasikan sebagai terapi utama hepatitis B kronik karena memiliki
ketahanan yang rendah terhadap resistensi obat atau sering disebut sebagai
golongan low barrier to drug resistance.5
Pemilihan golongan obat hepatitis B kronik, IFN-alfa atau analog
nukleosida, didasarkan atas beberapa pertimbangan. IFN-alfa mengharuskan
administrasi obat secara intravena dan harga sangat mahal serta efek samping
obat yang dihasilkan lebih sering terjadi. Namun, IFN-alfa diketahui dapat
mencapai kadar HbeAg dan HbsAg (-) dan tidak menyebabkan resistensi obat.
Keuntungan analog nukleosida dari IFN-alfa adalah administrasi obat dapat per
oral satu kali sehari. Selain itu, analog nuleosida juga memiliki efek samping
obat yang lebih ringan. Adapun dosis tenofovir yang dapat diberikan pada
16
penderita hepatitis B kronik adalah 1 x 300 mg/hari sedangkan dosis pegylated
IFN-alfa adalah 1 x 180 µg/minggu.5 Pada pengobatan fibrosis hati maka
pengobatan antifibrosis pada saat ini lebih mengarah kepada inflamasi dan tidak
terhadap fibrosis. Namun di masa mendatang sel stelata dapat dipergunakan
sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama.
Pengobatan untuk mengurangi aktivitas sel stelata bisa merupakan salah satu
pilihan. Interferon memiliki aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiinflamasi serta
mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai
anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai
antifibrosis.2
2.7.2 Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata
Penatalaksanaan pada sirosis dekompensata dapat meliputi upaya
konservatif untuk meredakan gejala yang dialami pasien serta pengaturan pola
makan dan pengobatan yang dapat diberikan. Pada gejala asites maka tirah baring
serta diet rendah garam yakni dengan konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90
mmol/hari dapat diberikan di awal. Diet rendah garam dikombinasikan dengan
obat-obatan diuretik dimana awalnya dapat diberikan pemberian spironolakton
dengan dosis 100-200 mg sehari. Respon diuretik dapat dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari bila
terdapat edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat maka dapat
dikombinasikan dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160
mg/hari. Namun apabila asites sangat besar maka dapat dilakukan tindakan
parasentesis. Pengeluaran asites dapat dilakukan hingga 4-6 liter dan untuk
mencegah hipovolemik dengan pemberian albumin.17
Jika terdapat komplikasi berupa ensefalopati hepatik (EH), maka
laktulosa merupakan lini pertama. Sifatnya yang laksatif menyebabkan penurunan
sintesis dan uptake amonia dengan menurunkan pH kolon dan juga mengurangi
uptake glutamin. Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora
normal yang digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora
normal usus akan menekan bakteri lain yang menghasilkan urease. Proses ini
17
menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hidrogen pada amonia
sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium
(NH4). Adanya ionisasi ini menarik amonia dari darah menuju lumen.10,11
Sedangkan pemberian pemberian antibiotik ditujukan untuk menurunkan
produksi amonia dengan menekan pertumbuhan bakteri yang bertanggung jawab
menghasilkan amonia. Antibiotik yang diberikan saat ini adalah rifaximin. Untuk
diet protein dapat dikurangi hingga 0,5 gr/kg berat badan per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.17
Penanganan varises esofagus sebelum terjadi perdarahan maupun sesudah
perdarahan dapat diberikan obat β-blocker. Waktu perdarahan akut dapat
diberikan preparat somatostatin atau oktreotid kemudian diteruskan dengan
tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.17
Pada komplikasi peritonitis bakterial spontan (PBS) dapat diberikan
antibiotik, seperti sefotaksim intravena, amoksisilin atau aminoglikosida.
Pengobatan PBS biasanya menggunakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi III, seperti sefotaksim secara parenteral (2 x 2 gr/hari) selama lima hari.
Pengobatan selanjutnya berdasarkan pada hasil kultur dan tes sensitivitas
antibiotik terhadap cairan asites.17
2.8 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis menjadi tinggi akibat
komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis hepatis diperbaiki dengan
pencegahan dan penanganan komplikasi tersebut. Adapun beberapa komplikasi
dari sirosis hepatis, meliputi20,21,22,23
1. Edema dan asites
Ketika sirosis hati menjadi semakin parah, ginjal langsung bekerja
menahan garam dan air di dalam tubuh. Kelebihan garam dan air awalnya
berakumulasi dalam jaringan bawah kulit pergelangan kaki dan kaki
karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema. Edema seringkali memburuk pada akhir
hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam
sebagai suatu akibat dari kehilangan efek daya berat ketika berbaring.
18
Penumpukan cairan ini juga dapat pula berakumulasi dalam rongga perut
sehingga menjadi asites.
2. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Pada sirosis, cairan yang mengumpul di dalam perut tidak mampu untuk
melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak
bakteribakteri menemukan jalan mereka dari usus ke dalam asites. Oleh
karenanya, infeksi di dalam perut dan asites, dirujuk sebagai PBS. PBS
merupakan suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa gejala
yang muncul adalah demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare serta memburuknya asites.
3. Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
Sebagai suatu akibat dari peningkatan aliran darah dan peningkatan
tekanan yang diakibatkannya, pembuluh vena pada esofagus yang lebih
bawah dan lambung bagian atas mengembang menyebabkan terjadinya
varises esofagus dan gaster. Semakin tinggi tekanan portal maka akan
semakin besar varises yang terbentuk dan memiliki kemungkinan lebih
seorang pasien mendapat perdarahan dari pecahnya varises esofagus atau
lambung. Perdarahan juga mungkin terjadi dari varises yang terbentuk
dimana saja di dalam usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
jarang terjadi. Untuk penyebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang
di rawat inap karena perdarahan aktif akibat varises esophagus mempunyai
suatu risiko yang tinggi menjadi PBS.
4. Ensefalopati hepatik
Protein yang bersumber dari makanan ketika memasuki saluran
pencernaan selain diabsorpsi untuk memenuhi kebutuhan tubuh juga akan
dimetabolisme oleh bakteri flora usus normal. Metabolisme tersebut akan
menghasilkan zat sisa yakni ammonia yang kemudian akan ikut
terabsorpsi menuju aliran vena porta menuju hati untuk didetoksifikasi.
Namun, oleh karena fungsi hati pada sirosis menurun, amonia akan
terakumulasi dalam darah. Meningkatnya permeabilitas sawar darah otak
untuk amonia menyebabkan toksisitas amonia terhadap astrosit yang
19
berujung pada fungsi otak terganggu, dan dikenal dengan istilah
ensefalopati hepatik.
5. Sindrom hepatorenal
Pada pasien dengan sirosis hepatis yang memburuk dapat menimbulkan
sekumpulan gejala khas yang dikenal dengan sindrom hepatorenal.
Sindrom ini merupakan suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari
ginjal telah berkurang. Hal ini menekankan pada defek fungsi ginjal
dengan tanpa kerusakan struktural pada ginjal. Akibat yang ditimbulkan
meliputi kegagalan yang progresif dalam membersihkan darah serta
menghasilkan produksi urin yang memadai meskipun beberapa fungsi
penting lain dari ginjal, seperti retensi garam masih dapat dipertahankan.
2.9 Prognosis
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah
faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain
yang menyertai. Klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP) juga untuk menilai
prognosis pasien sirosis hepatis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati serta INR.
Klasifikasi ini terdiri dari CTP A, B dan C. Kategori CTP A apabila mendapatkan
skor 5-6, CTP B bila mendapatkan skor 7-9 dan CTP C dengan skor 10-15. Pasien
yang termasuk dalam kategori CTP A masih berada dalam fase kompensata
sedangkan kategori CTP B dan C sudah dalam fase dekompensata. Klasifikasi
CTP berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama
satu tahun untuk pasien dengan kategori CTP A, B dan C berturut-turut yakni
100%, 80% dan 45%.3,4,6,15
Tabel 2.3 Klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP) Pasien Sirosis hepatis
dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati3,4
Derajat Kerusakan 1 2 3
Bilirubun (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites nihil minimal Sedang-berat
Ensefalopati nihil Minimal (I-II) Berat/koma (III-
(D\drajat) IV)
20
PT <4 4-6 >6
INR <1,8 1,8-2,3 >2,3
21
BAB III
LAPORAN KASUS
22
perut membesar semakin hari semakin besar secara perlahan dan bertambah
tegang dan berat.
Pasien mengeluhkan nyeri perut. Nyeri perut dirasakan sejak 10 hari yang
lalu. Lokasi nyeri perut dikatakan berada pada perut atas namun nyeri juga di
rasakan pada seluruh permukaaan perut. Nyeri dikatakan pasien hilang timbul.
Nyeri dirasakan dengan tingkat sedang hingga membuat pasien tidak beraktivitas
normal. Nyeri dikatakan bertambah apabila pasien bangun dari tempat tidur dan
membaik apabila pasien berbaring dan diberikan minyak oles yang hangat. Nyeri
dikatakan muncul semenjak perut pasien membesar.
Pasien mengeluhkan kaki bengkak. Bengkak dirasakan pada kedua tungkai
dan kaki kanan dan kiri. Bengkak pada kaki dirasakan oleh pasien sekitar 4 hari
sebelum masuk rumah sakit, bengkak dikatakan tidak diukur oleh pasien.
Bengkak dirasakan seperti kaki bertambah berat. Bengkak pada kaki tidak
membaik dengan berbaring dan mengangkat kaki lebih tinggi. Bengkak sempat
mengecil ketika diberikan obat di rumah sakit sebelumnya. Bengkak sedikit
memburuk saat pasien banyak berdiri. Pasien mengatakan kaki pasien terasa berat
ketika digerakkan. Bengkak dikatakan bertambah berat sepanjang hari. Nyeri dan
kemerahan pada tungkai disangkal. Riwayat asam urat disangkal. Riwayat trauma
pada tungkai disangkal
Pasien mengeluhkan mata kuning sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Mata kuning dirasakan pada kedua mata secara bersamaan. Mata kuning
disampaikan berwarna putih kekuningan. Keluhan kuning belum pernah membaik
sebelumnya. Keluhan kuning dirasakan semakin berat semakin hari. Kuning
diawali pada area mata kemudian kuning juga dirasakan pada kulit tubuh.
Pasien mengeluhkan rasa lemas. Lemas dirasakan pasien pada seluruh
tubuh. Rasa lemas dirasakan sejak kurang lebih 1 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Lemas dirasakan membuat pasien tidak dapat beraktivitas normal. Lemas
dirasakan sepanjang hari. Keluhan lemas memberat ketika pasien beraktivitas
sedikit saja. Keluhan lemas membaik apabila pasien beristirahat. Lemas
mengakibatkan pasien banyak menghabiskan waktu di tempat tidur. lemas
berawal saat pasien bekerja di sawah sehingga pasien tidak mampu melanjutkan
pekerjaan pasien.
23
Pasien mengeluhkan buang air kecil berwarna kecoklatan. Keluhan
kencing kecoklatan seperti warna the pekat. Keluhan dirasakan semenjak 4 hari
sebelum pemeriksaan. Buang air kecil dikatakan dalam jumlah normal rata-rata 3-
4 kali perhari dengan volume kurang lebih sekitar ½ gelas tiap kali kencing.
Kencing dikatakan belum pernah membaik. kencing terjadi tidak disertai nyeri
maupun kejadian pesca trauma. Kencing merah disangkal, Rasa nyeri saat buang
air kecil disangkal oleh pasien.
Pasien pernah terdeteksi memiliki penyakit Hepatitis B sejak 7 tahun yang
lalu saat akan mendonorkan darahnya. HbsAg pasien dikatakan positif (+). Pasien
tidak pernah berobat lebih lanjut untuk penyakit Hepatitis B setelah mengatahui
hasil pemeriksaan. Pasien mengatakn mengalami penurunan berat badan semenjak
sakit, namun jumlah penurunan tidak dihitung. Pasien mengatakan BAB dalam
batas normal, berwarna kuning kecoklatan dengan konsistensi lembek, dan
frekuensi 1-2 kali dalam 1 hari. Bab Dempul disangkal oleh pasien. Konstipasi
disangkal. Kencing kecoklatan yang lebih coklat dari the juga disangkal oleh
pasien. Perut kembung seperti terisi udara disangkal. Nyeri pada area perut yang
bersifat hebat disangkal. Nyeri yang hebat dan menjalar ke area lain seperti
punggung disangkal.
Ayah pasien pernah didiagnosis dengan sirosis hepatis karena hepatitis B
kronis. Adik laki-laki pasien juga diketahui memiliki riwayat penyakit yang sama.
Pasien mengaku tidak memiliki kebiasaan minum alkohol. Riwayat pemakaian
jarum suntik bergantian disangkal oleh pasien. Riwayat pemakaian tato disangkal
oleh pasien. Riwayat mendapat darah donor disangkal oleh pasien Riwayat
berhubungan badan dengan multipartner juga disangkal oleh pasien. Riwayat
penggunaan alat cukur bergantian dengan ayah pasien
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran
kompos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 74 x/menit reguler isi cukup,
frekuensi napas 18 x/menit reguler, dengan temperature axilla badan 36,5 0C.
Berat badan 55 kg, tinggi badan 168 cm, Body Mass Index (BMI) 19,49 kg/m 2
dan Berat Badan Ideal (BBI) 61,2 kg.
Pada area kepala ditemukan warna kulit kekuningan, pada mata ditemukan
konjungtiva anememis, dan terdapat sklera ikterik pada kedua bola mata pasien.
24
Pada lidah bersih tidak terdapat bercak keputihan, tidak terdapat gusi berdarah,
dan pada palatum durum tidak ditemukan ikterik. Pada axila tidak terjadi
kejarangan pada rambut rambut axila dalam batas normal.
Pada pemeriksaan thorax, pemeriksaan pertama yaitu inspeksi tidak
ditemukan adanya pembesaran payudara, tidak ditemukan adanya spider navy.
Pemeriksaan palpasi pada dada pasien dalam batas normal. Pada palpasi tidak
teraba kelenjar mamae yang membesar. Pemeriksaan perkusi tidak didapatkan
kelainan. Pada perkusi batas atas hepar didapatkan pada ICS 5 MCL Dextra. Pada
pemeriksaan auskultasi tidak didapatkan suara nafas tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen, pada inspeksi didapatkan distensi perut
simetris, terdapat pelebaran vena kolateral, terdapat striae pada sisi lateral perut
bawah kanan dan kiri, pada perut pasien tidak terdapat caput medusa. Pada
auskultasi ditemui bising usus normal dengan frekuensi 10x permenit. Pada
pemeriksaan perkusi ditemukan ascites yang didapat dengan cara pemeriksaan
shifting dullness. Pemeriksaan liver span sulit dievaluasi dikarenakan perut pasien
yang membesar. Pada pemeriksaan palpasi, pada palpasi ringan didapatkan nyeri
tekan pada area perut atas terutama pada epigastrium. Pada pemeriksaan palpasi
dalam permukaan hepar dan lien sulit untuk dievaluasi. Pada pemeriksaan
genitalia tidak terdapat pembesaran skrotum, dan pada rambut pubis ditemukan
dalam batas normal, tidak terjadi kejarangan.
25
Pada pemeriksaan ekstremitas, pada lengan astas tidak ditemukan adanya
spider talengiectasis pada lengan atas, pada telapak tangan tidak ditemukan
eritema palmaris, pada tungkai terdapat pitting edema pada kedua tungkai pasien.
Pada keempat ekstremitas terbaba hangat. Pada kuku-kuku jadi pasien tidak
ditemukan kuku-kuku muchrche, kuku sendok.
Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan kadar leukosit
tinggi dengan dominan sel neutrofil dengan nilai neutrophil absolut 14,06 x 103/ul
(2,5-7,5), dan basofilia dengan nilai basophil absolut 0,20 x 103/ul (0,00-0,10).
Hemoglobin ditemukan rendah pada pasien dengan nilai HGB didapatkan 6,05
g/dl (13,5-17,5), dengan nilai HCT 20,25%. Nilai MCH dan MCV dalam batas
normal.
Pemeriksaan kimia darah didapatkan peningkatan nilai AST/SGOT 146,6
U/L (11,00-33,00) dan nilai ALP/SGPT didapat 76,60 U/L (11,00-50,00). Gamma
GT didapatkan tinggi dengan nilai sebesar 632 U/L (11,00-49,00). Nilai Albumin
didapatkan rendah yaitu 3,2 g/dl (3,40-4,80) dan nilai globulin rendah yaitu 3,1
(3,2-3,0), selain itu juga didapat peningkatan kadar bilirubin darah dengan
bilirubin total 1,27 mg/dl (0,30-1,30) dengan dominasi bilirubin direk yaitu
didapat 0,97 mg/dl (0,00-0,30). Pemeriksaan faal hemostasis didapatkan nilai PPT
memanjang dengan hasil 15,4 detik (10,8-14,4), dan nilai INR tinggi dengan nilai
1,29 (0,9-1,1). Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan molecular, didapatkan
hasil HBV DNA dengan hasil virus terdeteksi (9,73 x 103).
Pemeriksaan Imaging juga telah dilakukan pada pasien dengan
pemeriksaan Ultrasonography. Pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil
Hepar membesar dengan permukaan irreguler, disertai dengan pelebaran vena
porta, ditemukan pula echo cairan bebas pada cavum abdomen dan cavum pelvis
dengan kesan Chirosis liver disease dan ascites. Pada dilakukan pemeriksaan
endoscopy (Esophago gastro duodenoscopy) didapatkan hasil varises esophagus,
dan varises pada fundus gaster dan terdapat snake like app pada fundus dan corpus
dengan kesimpulan pemeriksaan endoskopi berupa varises esophagus grade II dan
GHP berat.
Pasien didiagnosis dengan Sirosis Hepatis CTP B susp degenerasi maligna
ec hepatitis B kronis, varises esophagus grade II, GHP berat, ascites grade II
26
dengan Hematemesis Melena e.c. GHP dan Anemia Sedang Normokromik
Normositer ec Perdarahan Akut.
Terapi pasien pertama-tama pasien di rawat inap (MRS) di RSUP Sanglah
dan dipuasakan, kemudian dilakukan Gastric Lavage (memantau perdarahan),
kemudian diberikan cairan IVFD NaCl 0,9% : D5% : Aminolaban (1:1:1) 20 tpm,
Octreotide drip 250 mcq/jam i.v hingga pendarahan berhenti, Ceftriaxon 2 g @
24 jam i.v, Tenofovir 300 mg @ 24 jam p.o, Lactulosa 15 cc tiap 8 jam p.o,
lansoprazole 30 mg tiap 8 jam i.v, sucralfat 15 cc tiap 8 jam p.o, Antasida 15 cc
tiap 8 jam p.o.,lavament tiap hari, Transfusi PRC hingga Hb> 8 mg/dL. Pasien
dilakukan monitoring terhadap tanda vital, keluhan, balance cairan, darah lengkap
dan surveillance hepatoma, dan tanda –tanda perdarahan massif. Pada pasien juga
perlu dilakukan Scan Abdomen.
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Gejala yang ditemukan pada pasien ini berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik didapatkan mengarah pada sirosis hepatis, yaitu keluhan BAB
berwarna hitam, muntah darah segar dan kehitaman, penyebab utama dari muntah
bab hitam pada pasien sirosis dikarenakan perdarahan saluran cerna atas yang
dibatasi oleh Ligamentum Treitz. akibat dari pecahnya varises esophagus
dikarenakan hipertensi Portal yang dikarenakan kombinasi dari proses (1)
meningkatnya tahanan aliran darah intrahepatic dikarenakan fibrosis dan
regenerasi nodul pada sirosis, (2) meningkatnya aliran darah dari limpa akibat dari
vasodilatasi pembuluh limpha. BAK berwarna seperti the dikarenakan
peningkatan kadar bilirubin direk pada darah yang dikeluarkan melalui urin. Mata
dan badan berwarna kuning diakibatkan akumulasi bilirubin dalam darah akibat
dari kondisi abnormal tubuh pada kondisi ini diakibatkan oleh kerusakan sel hati
dikarenakan bilirubin tidak dapat dieskresikan ke saluran gastrointestinal.
28
Perut membesar (Asites) merupakan akumulasi cairan di kavum
peritoneum yang umumnya diakibatkan oleh hipertensi portal. Abnormalitas yang
terjadi juga diakibatkan adanya factor vasodilator seperti NO, sehinga
ketidakstabilan hemodynamic ini diakibatkan oleh karena aktivasi RAAS yang
mengakibatkan retensi sodium yan menyebabkan akumulasi dari cairan dan
ekspansi cairan ke ekstraselullar yan mengakibatkan asites dan edema perifer
(pitting edema pada kedua tungkai bawah,) retensi sodium jua merupakan
konsekuensi dari respon hemeostatis terhadap underfilling sirkulasi akibat
vasodilatasi dari veskular limpa. Karena retensi cairan yan terus menerus terjadi
dan terjadinya perpindahan cairan dari intravascular kompartemen ke cavitas
peritoneum menakibatkan pengisian vaskular gaal dan proses ini terus berlanjut.
Hypoalbuminemia akibat penurunan produksi albumin pada sirosis hepatis
mengakibatkan penurunan tekanan onkotik plasma sehinga berkontribusi
perpindahan cairan dari intrasellular menuju kavitas peritoneum.
29
Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan adanya gambaran sirosis
hepatis, ditemukan Hepar membesar dengan permukaan irreguler, disertai dengan
pelebaran vena porta, ditemukan pula echo cairan bebas pada cavum abdomen dan
cavum pelvis dengan kesimpulan hepar kesan Chirosis liver disease dan ascites.
Pada pasien juga telah dilakukan pemeriksaan endoscopy didapatkan hasil
terdapat varises esophagus, dan varises pada fundus gaster.
30
Selain itu, laktulosa diubah menjadi monosakarida oleh flora normal yang
digunakan sebagai sumber makanan sehingga pertumbuhan flora normal usus
akan menekan bakteri lain yang menghasilkan urease.
31
BAB V
SIMPULAN
32