Anda di halaman 1dari 33

TIM BANTUAN MEDIS 110

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA Makassar, 16 Juli
2019

LAPORAN KASUS MAGANG


DIARE TANDA DEHIDRASI ec.

OLEH:
1. Asyifah Andari Syarif
2. Indah Khaerunnisa Hakim
3. Fadhilah
4. Rahmi Utami

PEMBIMBING:
1. dr.Rahmawati S, S.Ked
(NRA. TBM-110.520.XV.02)
2. Muh. Yastrib Semme, S.Ked
(NRA.TBM-110.)
3. Wialda Dwi Rodyah , S.Ked
(NRA.TBM-110.612.XVII.04)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


ANGGOTA II
TIM BANTUAN MEDIS 110 FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

LEMBAR PENGESAHAN

Yang tersebut namanya di bawah ini :


1. Asyifah Andari Syarif
2. Indah Khaerunnisa Hakim
3. Fadhilah
4. Rahmi Utami
Benar telah menyelesaikan laporan kasus magang dengan judul
“Diare “ dan telah mendiskusikannya dengan pembimbing kami.

Makassar, 10 Juli 2019

Mengetahui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2 Pembimbing 3

dr.Rahmawati S, Muh. Yastrib Semme, Wialda Dwi Rodyah


S.Ked S.Ked S.ked
TBM- TBM-110. TBM-
110.520.XV.02 110.612.XVII04

Departemen Pendidikan dan Pelatihan


Tim Bantuan Medis 110
Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Koordinator,
Feby Wahyuni Syam, S.Ked
TBM-110.609.XVII.01
LEMBAR PERSETUJUAN

Yang tersebut namanya di bawah ini :


1. Asyifah Andari Syarif
2. Indah Khaerunnisa Hakim
3. Fadhilah
4. Rahmi Utami
Benar telah mempresentasikan laporan kasus magang dengan judul
“Diare “ pada :

Hari / tanggal : 16 Juli 2019


Pukul :
Tempat : Fakultas Kedokteran UMI
Jumlah Audience :

Mengetahui,

Dept. Diklat, Narasumber,

Feby Wahyuni Syam, S.Ked dr., S.Ked


NRA : TBM-110.609.XVII.01 NRA : TBM-110.
BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
• MR No. :-
• Nama : An. S
• Umur : 3 tahun
• Jenis kelamin : Perempuan
• Agama : islam
• Alamat : Jl. Serigala

II. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny. F
Umur 28 thn 24 thn
Pekerjaan Wiraswasta Ibu rumah tangga
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1
Hubungan dengan orang tua : anak kandung

III. Anamnesa

Keluhan Utama :
Mencret

Keluhan tambahan : Muntah dan demam

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke UGD RSUD Bhayangkara dengan
keluhan mencret sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Mencret kurang lebih
10 kali/hari. Mencret cair menyemprot, ada ampas dan berwarna kuning.
Mencretnya ada sedikit bercampur dengan lendir tetapi darah disangkal. Bau
tinjanya seperti biasa tidak berbau asam maupun berbau busuk.
± 10 jam sebelum masuk rumah sakit pasien muntah sebanyak ± 1x berisi
makanan yang dimakan sebanyak ± setengah gelas aqua. Muntahannya tidak
menyemprot. Selain itu juga pasien ada demam yang timbul tiba-tiba dan terus
menerus. Demamnya tidak terlalu tinggi, tidak menggigil dan tidak sampai
membuat pasien kejang. Buang air kecil masih ada waktu terakhir pasien mencret.
Orang tua pasien belum mengobati keluhan – keluhannya ini tetapi langsung
membawa ke RS.

Riwayat Penyakit Dahulu ; Disangkal

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteri - Peny. Jantung -
Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -
Demam berdarah - Kejang - Peny. Darah -
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Asma -

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang sakit seperti ini. Selain itu keluarga pasien tidak
ada yang memiliki riwayat penyakit alergi, asma, TB paru, hipertensi dan DM.

Riwayat Kehamilan :
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya kebidan, namun tidak setiap bulan.
Sakit selama hamil (-), demam (-), kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-),
BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing manis (-), dan darah tinggi (-).

Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : spontan
Tempat lahir : rumah bersalin
Ditolong oleh : bidan
Masa gestasi : cukup bulan
Berat lahir : 3100 gram
Panjang lahir : 49 cm
Lahir normal, langsung nangis, sianosis (-), kejang (-)

Kelainan bawaan :
(-)

Riwayat imunisasi :
Ibu pasien mengaku rutin membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal.
Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan 18 bulan
BCG √
DPT √ √ √
Polio √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √ √

Riwayat Pemberian ASI :


 ASI sejak lahir sampai 10 bulan
Frekuensi 4-6 kali perhari

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal 21 maret 2019
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tidak sesak, tidak gelisah,lesu
 Kesadaran : kompos mentis
 Frekwensi Nadi : 108 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 30 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 38 °C
 Data Antropoemetri
√ Berat Badan : 15 kg
√ Tinggi Badan : 96 cm
 Kepala
• Kepala : bulat, normocephli
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Tidak terlalu cekung, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+, air mata (+)
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak hiperemis
• Tonsil : T1 – T1, tenang : tenang, tidak hiperemis
• Faring : tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sama
• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
• Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki -/-, Wheezing -/-
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) kesan meningkat : 5x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali lambat
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)

Kulit : ikterik (-), petechie (-)


Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 21 Maret 2019
JENIS PEMERIKSAAN HASIL
 Urine lengkap
warna Kuning
kerjeniahan Agak keruh
pH 7.0
berat jenis 1010
albumin Negatif
Glukosa Negatif
Keton Negatif
Urobilinogen 0.2
Bilirubin Negatif
Darah samar Negatif
Lekosit esterase Positif 1 (+)
Nitrit Negatif
Eritosit 0-2
Lekosit 5-10
Silinder Negatif
Epitel Gepeng (-)
Kristal Negatif
Bakteri Positif 1(+)
Lain-lain Negatif
 Feses lengkap
Warna Kuning
Konsistensi Cair
Bau Khas
Campuran Tidak ditemukan
Lekosit 0-5
Eritrosit 0-2
Bakteri Pos (++)
Parasit Negatif
Telur cacing Negatif
Jamur Negatif
Amylum Pos (++)
Lemak Positif
Serat Positif serat
tumbuhan
Ph 5.0
Reduksi Negatif

V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya dengan keluhan mencret sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Mencret kurang lebih 10 kali/hari. Mencret cair menyemprot, ada
ampas dan berwarna kuning. Mencretnya ada sedikit bercampur dengan lendir tetapi
darah disangkal. Bau tinjanya seperti biasa tidak berbau asam maupun berbau busuk. ±
10 jam sebelum masuk rumah sakit pasien muntah sebanyak ± 1x berisi makanan yang
dimakan sebanyak ± setengah gelas aqua. Muntahannya tidak menyemprot. Selain itu
juga pasien ada demam yang timbul tiba-tiba dan terus menerus. Demamnya tidak terlalu
tinggi, tidak menggigil dan tidak sampai membuat pasien kejang. Buang air kecil masih
ada waktu terakhir pasien mencret. Orang tua pasien belum mengobati keluhan –
keluhannya ini.
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit sedang, tidak sesak, tidak gelisah,lesu
 Kesadaran : kompos mentis
 Frekwensi Nadi : 108 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 30 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 38 °C
 Data Antropoemetri
√ Berat Badan : 13 kg
√ Tinggi Badan : 94 cm
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Tidak terlalu cekung, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+, air mata (+)
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 5x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali lambat
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
PEMERIKSAAN LAB :
Feses lengkap : warna kuning,cair, bakteri positif (++), amylum pos (++), lemak (+),
positif serat tumbuhan.

VI. Diagnosa Kerja


Diare akut e.c bakteri dengan dehidrasi ringan-sedang
VII. Diagnosa Banding
Diare akut e.c virus

VIII. Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : biasa
• IVFD : Ringer laktat 12 tetes/menit
• MM : - paracetamol 10 mg/kgBB/kali
- ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari
- Zinc 20 mg per hari (PO)
- Probiotik 3 x 1 sachet (PO)
Edukasi kepada orang tua
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur tinja

X. PROGNOSIS
 Ad Vitam :ad bonam
 Ad Fungsionam :ad bonam
 Ad Sanationam :ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya,
lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980), diare adalah
buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun
tidak.1

Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per
hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lender dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.1

B. Cara Penularan dan Faktor Resiko


Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barabg – barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field ).

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antra lain


: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana keberihan ( MCK ), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal- hal tersebut, beberapa factor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk terjangkit diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambu ng, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan factor genetic.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insideen
tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja
manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan
enteropatogen merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi
atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden
penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi aktif.
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa hari atau
minggu, tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang
infeksius. Orang dengan infeksi asimtomatik berparan penting dalam
peyebaran banyak enteropaogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya
infeksi, tidak menjaga kebersihan, dan berpindah – pindah dari satu tempat ke
tempat lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
sub tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim
dingin. Di daerah tropik ( termasuk Indonesia ), diare yang disebabkan oleh
rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatn sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.
4. Epidemi dan pandemic
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyababkan epidemic dan
pandemic yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan vibrio
cholera 0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke Negara – Negara di Afrika,
Amerika latin, Asia, Timur Tengah, dan di beberapa daerah di amerika Utara
dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika tengah
dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio cholera
0139 yang menyababkan pandemic di Asia dan lebih dari 1 negara mengalami
wabah.
C. Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus,
bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non
inflammatory dan inflammatory.
GOLONGAN BAKTERI GOLONGAN VIRUS GOLONGAN PARASIT
Aeromonas Astrovirus Balantidiom coli
Bacillus cereus Calcivirus (Norovirus, Sapovirus) Blastocystis homonis
Canpilobacter jejuni Enteric adenovirus Crytosporidium parvum
Clostridium perfringens Corona virus Entamoeba histolytica
Clostridium defficile Rotavirus Giardia lamblia
Eschercia coli Norwalk virus Isospora belli
Plesiomonas shigeloides Herpes simplek virus Strongyloides stercoralis
Salmonella Cytomegalovirus Trichuris trichiura
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Tabel 2. Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia <5 tahun

Tabel 3. Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur7
Diasamping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada anak
antara lain:
Kesulitan makanan Neoplasma
 Neuroblastoma
 Phaeochromocytoma
 Sindroma Zollinger Ellison
Defek anatomis Lain-lain:
 Malrotasi  Infeksi non gastrointestinal
 Penyakit Hirchsprung  Alergi susu sapi
 Short Bowel Syndrome  Penyakit Crohn
 Atrofi mikrovilli  Defisiensi imun
 Stricture  Colitis ulserosa
 Ganguan motilitas usus
 Pellagra
Malabsorbsi Keracunan makanan
 Defesiensi disakaridase  logam berat
 Malabsorbsi glukosa dan  Mushrooms
galaktosa
 Cystic fibrosis
 Cholestosis
 Penyakit celiac
Endokrinopati
 Thyrotoksikosis
 Penyakit Addison
 Sindroma Androgenital
Tabel 4. Penyebab diare nonifeksi pada anak
D. Patofisiologi

Ada 2 prinsip meaknisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan


osmotik. Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik
lebih sering ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme
tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.1,8
1. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen
usus dengan cairan ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan
bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni
dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara
lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat
permeable, air akan mengalir kea rah jejunum, sehingga akan banyak
terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen,
dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar
Na normal. Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya
akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap
seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare. Bahan-bahan seperti
karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah
berlabihan akan memberikan dampak yang sama.1
2. Diare Sekretorik
Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus yang terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini
menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare
sekretorik ditemukan diare yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat
rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7

Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda


osmotik dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena
Natrium ( Na+) dan kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja,
osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam
tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L
pada tinja diare, maka perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare
osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda
osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare
mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotiknua kuran
dari 20 mOsm/L.6
Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6
Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia, garam empedu bentuk dihidroxy, serta asam lemak rantai
panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl-.1
3. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas.
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, teatpi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan
diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi,
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas
mungkin merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam
empedu, dan berbagai peyakit lain.1
4. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mucus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah
putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini
berhubungan dengan tipe diare laina seprti diare osmotik dan sekretorik.1,9
E. Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala


lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic.
Gejala gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan munth. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.1
Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala klinis :
Masa Tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual, muntah Sering Jarang Sering + - Sering
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus, kramp Tenesmus,kolik - Tenesmus, kramp Kramp
Nyeri kepala - + + - - -
lamanya sakit 5-7 hari >7hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - + Kadang - + -
Bau Langu - Busuk - - Amis khas
Warna Kuning hijau Merah-hijau Kehijauan Tak berwarna Merah-hijau Seperti air cucuian beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anorexia Kejang+ Sepsis + Meteorismus Infeksi sistemik+ -

Tabel 5. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


F. Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,


frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah.
Bila disertai muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang,
jarang atau tidak kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang
diberikan selama diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu
selama anak diare: member oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke
rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.1

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh,
frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya
perlu dicari tanda-tanda tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak,
mata: cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut
dan lidah kering atau basah.1
Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat
ditentukan dengan cara: objektif yaitu dengan membandingkan berat badan
sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan
MMWR.1
Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan sedang, Dehidrasi berat, kehilangan
dehidrasi, kehilangan kehilangan BB 3%-9% BB>9%
BB<3%
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, idak sadar
irritable
Denyut jantung Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi, (kasus
berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel.6 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Skor Dehidrasi WHO
1 2 3
Keadaan umum Baik Lesu / haus Gelisah, lemas, ngantuk
Mata Tidak cekung Agak cekung Sangat cekung
Mulut Biasa Kering Sangat kering
Pernapasan <30x / menit 30-40x / menit >40x / menit
Turgor Baik Kurang Jelek
Nadi < 120x / menit 120-140x / menit >140x / menit
Penilaian :
<6 : Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang
>13 : Dehidrasi berat
Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:3
 dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L

 dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L

 dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

Gejala Hipotonik Isotonik Hipertonik


Rasa haus - + +
Berat badan Menurun sekali Menurun Menurun
Turgor kulit Menurun sekali Menurun Tidak jelas
Kulit/ selaput lender Basah Kering Kering sekali
Gejala SSP Apatis Koma Irritable, apatis, hiperfleksi
Sirkulasi Jelek sekali Jelek Relatif masih baik
Nadi Sangat lemah Cepat dan lemah Cepat, dan keras
Tekanan darah Sangat rendah Rendah Rendah
Banyaknya kasus 20-30% 70% 10-20%
Tabel 8. Gejala dehidrasi menurut tonisitas
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah
lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:1

 darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

 urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika

 tinja:

a. Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita


dengan diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja
yang watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh
enteroksin virus, prontozoa, atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran
gastrointestinal. Tinja yanga mengandung darah atau mucus bias
disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin bakteri
enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus
seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi
dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.

Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau


tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu
banyak berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan
dengan adnya warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi
oleh bakteri anaerob pada keadaan bacterial overgrowth. Warna merah
akibat adanya darah dalam tinja atau obat yang dapat menyebabkan
warna merah dalam tinja seperti rifampisin. Konsistensi tinja dapat cair,
lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya gas dalam tinja
kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan berkilat
menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri.
Tinja yang sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri
anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus
dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja. Asam
dalam tinja tersebut adalah asam lemak rantai pendek yang dihasilkan
karena fermentasi laktosa yang tidak diserap di usus halus sehingga
masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri komensial. Bila
pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.8

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat
rusaknya mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim
lactase. Enzim laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, yangs elanjutnya diserap di
mukosa usus halus, Salah satu cara menentukan malabsorbsi laktosa
adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi dengan pemeriksaan pH tinja.
Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip melihat perubahan reaksi
warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan tablet clinitest.
Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang mengubah cupri
sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam).
Sepuluh tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam
gelas tabung, kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka
perubahan warna yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru
berarti negative, kuning tua berarti positif kuat (++++=2%), antara
kuning dan biru terdapat variasi warna hijau kekuningan (+=1/2%), (+
+=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya lemak dalam tinja lebih
dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.8

b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi.
Pemeriksaan leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang
berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes eosin atau Nacl lalu dilihat
dengan mikroskop cahaya:5

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan


sudan III yang mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar
dapat diwarnai secara mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari
butiran lemak dengan warna kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3
kriteria:8

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan


memakai batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan
delam tetesan NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan
Yodium. Pengambilan tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak
mengapung tetapi menutupi sediaan sehingga tidak terdapat gelembung
udara. Periksalah dahulu sediaan tak berwarna (NaCL fisiologis), karena
telur cacing dan bentuk trofozoid dan protozoa akan lebih mudah dilihat.
Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan perwanaan yodium.
Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu 40x untuk
menentukan spesiesnya.

G. Tata laksana

Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian zinc, antibiotik dan edukasi pada orang tua. Tujuan
pengobatan:8
 Mencegah dehidrasi

 Mengatasi dehidrasi yang telah ada

 Antibiotik selektif

 Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan


setelah diare
 Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan
memberikan suplemen zinc

 Edukasi

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:10

1. Pengobatan Diare tanpa dehidrasi


TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah
tangga untuk mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayr-
sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh
keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau
untuk anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5 tahun dalah 100-200 ml, 5-12
tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml setiap BAB.
Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok setiap 1-2 menit. Anak yang lebih besar dapat minum langsung
dengan gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu
selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan – lahan misalnya 1 sendok
setia 2-3 menit. Pemberian cairan dilanjutka sampai diare berhenti. Selain
cairan rumah tangga ASI dan makanan yang biasa tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering ( lebih kurang 6 kali sehari )
serta rendah serat.
2. Pengobatan Diare dehidrasi Ringan-sedang
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di
sarana kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit.
Jumlah oralit yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB.
Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan
per oral, oralit dapat diberikan nelalui nsogasterik deng an volume yang
sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita
dievaluasi, apakah membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan
membaikdan dehidrasi teratasi pengobatan dapat dilanjutkan di rumah
dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara seperti pada
pengobatan diare tanpa dehidrasi.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP ( Terap Rehidrasi Parenteral )
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit
sampai cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit
selama pemberian cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apbila anak dapat
minum dengan baik biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam
(untuk anak yang lebih besar ). Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan
Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk
<1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB, dilanjutkan 5 jam berikutnya 70
cc/kgBB. Di atas 1 tahun ½ jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 2 ½ jam
berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV
dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar,
lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yaitu : pengobatan diare
dengan dehidrasi ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi
4. Seng ( Zinc )
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam
tubuh yang penting antara lain untuk sinreis DNA. Sejak tahun 2004, WHO
dan UNICEF telah merekomendasikan penggunaan seng pada anak dengan
diare dengan dosis 20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi<6 bulan
dengan dosis 10 mg per hari selama 10-14 hari
5. Pemberian makanan selama dan setelah diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
setelah sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien
sebanyak anak mampu menerima. Meneruskan pemberian makanan aan
mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan
menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya
status gizi dapat dicegah atau paling tidak dikurangi. Bayi yang minum ASI
harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak
mium ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.
Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan
lunak atau padat, makanan ini harus diteruskan. Diberikan dalam porsi kecil
atau sering ( 6 kali ataulebih ).
6. Terapi Medikamentosa
a. Antibiotika
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare
akut oleh karen sebagian besra diare infeksi adalah rotavirus yang
sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.
Antibiotika pilihan pada diare antara lain erythromycin 12,5 mg/kgBB 4x
sehari selama 3 hari, ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3hari.
Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
b. Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai
keuntungan praktis dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare akut
pad anak, beberapa dianteranya:
 Adsorben, Contoh : kaolin, attapulgite. Obat-oat ini dipromosikan
untuk mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain
yang menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan
melindungi mukosa usus.
 Antimotilitas, Contoh : loperamide hydrochloride. Obat ini dapat
mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak
mengurangi volume tinja pada anak.
7. Probiotik dan Prebiotik
a. Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya
keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Mekanisme efek
probiotik melalui perubahan lingkungan mikro lumen usus ( pH , O2 ),
produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus,kompetisi
nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi
toksin/ reeptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui
penyediaan nutrien dan imunomodulator. Contohnya : Lacto B.
b. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme, tetapi bahan makanan
umumnya komplks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yng menguntungkan kesehatan.
Oligosakarida di ASI merupakan prototipe prebiotik karena dapat
merangsang lactobacilli dan Bifidobacteria di colon bayi yang minum
ASI

Penyebab Antibiotik pilihan Alternatif


Kolera Tetracycline 12,5 mg/kgBB Erythromycin 12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Shigella Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20 mg/kg BB
2x sehari selama 3 hari 4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole 10 mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari (10 hari pada
kasus berat)
Giadiasis Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

H. Komplikasi1,3
1. Gangguan elektrolit

 Hipernatremia, Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L


memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar
natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi
intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5%
dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8jam. Bila
normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi
dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan
gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien
dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.1

 Hiponatremia, Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau
cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai
hiponatremia ( Na<130 mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak
dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit
aman dan efekstif untuk terapi dari hamper semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan
koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer laktat atau normal saline.
Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam,
sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh
melebihi 2 mEq/L/jam.1

 Hiperkalemia, disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan


dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan
dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.1

 Hipokalemia, dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi


dilakukan menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan
peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan
secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam.
Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K
terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan
kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare
dan sesudah diare berhenti1

2. Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada
umunya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke
dalam sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam
yang timbul akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun
setelah mendapat hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti
kejang demam. Pengobatan: kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada
infeksi.3

3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat
yang diberi larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan
intravena dan atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.3

4. Asidosis metabolic

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa


cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian
oralit yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki
asidosis.

5. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil
sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan
dengan cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung
banyak K.3

6. Kejang3

Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila


penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut
disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena,
kesadaran akan cepat pulih kembali.

 kejang demam
 Hipernatremia dan hiponatremia
 penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya
dengan diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.
7. Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula
selama diare dapat menyebabkan:3
 Volume tinja bertambah
 berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
 dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak
8. Malabsorbsi glukosa
Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi,
atau penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan,
berikan cairan intravena3
9. Muntah
Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan
infeksi sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan
oral terlalu cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1
sendok makan tiap 2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena
sering menyebabkan penurunan kesadaran.3
I. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada
cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:

a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan


dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan


campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel
usus. Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi
berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8%
kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.1,3

d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi


alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan,
manifestasi diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang
diberikan sebelum usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval
4-6 minggu. 1,8,16,17,18

J. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar (90%)
kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari, sebagian kecil
(5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian kecil (5%( akan
menjadi diare persisten.8

DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/index html. [diunduh
tanggal 10 Juli 2007]
3. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007:1-24
4. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The Journal of
Infectious disease 200: S188-94, 2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Masalah Rehidrasi Oral dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:44-53
6. Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams
7. Gaurino et al. European Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and
Nutrition/European Society for Paediatric Infectious disease Evidenced Based
Guidelines for Management of Acute Gastroenteritis in Children in Europe.
Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition 46: S81-184.2008.
8. Firmansyah A dkk. Modul pelatihan Tata laksana diare pada anak. Jakarta: Badan
Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005.
9. Berkes et al. Intestinal Epithelial responses to enteric pathogens: effect on the
tight junction barrier, ion transport and inflammation. Dalam
http:www.glut.bmj.com.[diunuduh tanggal 10 Juli 2011].
10. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.2009.
11. UNICEF. Oral Rehydration Salt (ORS) A New Reduced Osmolality Formulation.
Http:www// rehydrate/ors/oral rehydration salt.htm.2002. [diunduh tanggal 16 Juli
2011].
12. Suandi IKG. Manajemen nutrisi pada gastroenteritis dalam Kapita Selekta
Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:84-100.
13. Aggarwal et al. Role of Zinc Administration in Prevention of Childhood Diarrhea
and respiratory illness. A merk analisis. Pediatric 2007 ;119:1120.
14. Isolaun E. Probiotics : A role in the treatment of intestinal infection and
inflammation. Gut.2002,50 (Supple III):III:54-1159
15. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam
Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:100-111
16. Comitte Infection Disease. Prevention of Rotavirus Diseases: Upadated
Guidelines for use of Rotavirus Vaccine. Pediatrics 123,1412,2009.
17. Boom et al. Effectiveness of Pentavalent Rotavirus Vaccine in a large Urban
population in The United States. Pediatrics:125e,e199,2010.
18. Purniti dkk. Imunisasi penyakit Enteral dalam Kapita Selekta Gastroenterologi
Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007:122-31

Anda mungkin juga menyukai