Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

HIPOGLIKEMI PADA DM TYPE 2

Pembimbing:
dr. Nonny Eykendorp

Disusun oleh :
dr. Via Arsita Dewi

INTERNSIP PERIODE NOVEMBER 2017


RS TK. II DUSTIRA, CIMAHI
1

No. ID dan Nama Peserta : dr. Via Arsita Dewi


No. ID dan Nama Wahana : RS Tk. II Dustira
Topik : Kasus Dewasa
Tanggal (kasus) : 20/01/2018 Presenter : dr. Via Arsita Dewi
Nama Pasien : Ny. U, 57 tahun No. RM : 514238
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Nonny Eykendorp
Tempat Presentasi : RS Tk. II Dustira
Obyektif Presentasi :
Keilmuan  Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik √ Manajemen  Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa √ Lansia Bumil


Deskripsi : Ny. U 57 tahun dengan Hipoglikemi pada DM Tipe 2
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan manajemen Hipoglikemi
Bahan bahasan : Tinjauan Riset Kasus  Audit
Pustaka √
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
diskusi 
Data pasien Nama : Ny. U. 57 tahun No. RM : 514238
Nama klinik : RS Tk. II Dustira Telp : - Terdaftar sejak :20/01/2018
Pukul 07:50 WIB
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan penurunan kesadaran mendadak sejak 2
jam SMRS (pukul 05:50 WIB). Keluhan penurunan kesadaran didahului dengan lemas
badan sejak 4 jam SMRS (03:50 WIB). 1 minggu SMRS (13/01/2018) pasien tidak nafsu
makan. Muntah (-).
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengonsumsi obat anti diabteik dan obat anti hipertensi, namun keluarga pasien
tidak tahu apa namanya.
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Riwayat DM Tipe 2 (+)
Riwayat Hipertensi (+)
Riwayat Sakit Jantung (-)
Riwayat Alergi (-)
4. Riwayat keluarga :
Riwayat keluarga tidak diketahui
5. Riwayat pekerjaan :
Saat ini pasien tidak bekerja
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama keponakannya. Pasien menggunakan asuransi Jamkesmas.
PEMERIKSAAN FISIK :
 KU : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Somnolen, GCS 12 E3M5V4
 Vital sign
BP : 130/90 mmHg
HR : 80 x/menit, regular, terisi penuh, kuat angkat
RR : 21 x/menit
T : 36,4°C
SpO2 : 98% tanpa O2
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi : P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
 Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Lien / Hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”,
Motorik 3 3
3 3

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
GDS Cito → 29 mg/dl

 DIAGNOSA SEMENTARA
- Hipoglikemia pada DM Tipe 2

2
 PLANNING
1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
2. Evaluasi ulang
3. Melaksanakan manajemen terapi

 PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
1. O2 2 L Nasal Kanul
2. D40% 2 Flacon → evaluasi ulang 15 menit

 EVALUASI ULANG
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 E4M6V5
Motorik 5 5
5 5

Pemeriksaan Laboratorium 1 Jam Post D40%


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Satuan
Hb 11,9 11,0 – 16,0 g/dl
Eritrosit 4,5 4,0 – 5,5 juta/uL
Leukosit 10,1 4,0 – 10,0 ribu/uL
Hematokrit 36,9 36,0 – 48,0 %
Trombosit 582 150 – 450 ribu/uL
MCV 81,6 75,0 – 100,0 fl
MCH 26,3 25,0 – 32,0 Pq
MCHC 32,2 32,0 – 36,0 gr/dl
RDW 13,5 10,0 – 16,0 %
Basofil 0,5 0,0 – 1,0 %
Eosinofil 0,4 1,0 – 4,0 %
Neutrofil Segmen 83,0 50,0 – 80,0 %
Limfosit 11,0 25,0 – 50,0 %
Monosit 5,1 4,0 – 8,0 %
GDS 126 < 200 mg/dl

 DIAGNOSIS
- Post Hipoglikemi pada DM Tipe 2

 PENATALAKSANAAN
- Lapor dr. Muad, Sp.PD → Advice:
- IVFD D10 18 tpm
- Ranitidin 2 x 1 amp IV

3
- Ondansentron 3 x 1 amp IV
- OAD Tunda
- Cek GDS, Elektrolit, Ureum, dan Kreatinin

 PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
Daftar Pustaka : Terlampir
Hasil pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis Hipoglikemia pada DM Tipe 2
2. Penanganan pasien Hipoglikemia pada DM Tipe 2
3. Manajemen pengelolaan pasien Hipoglikemia pada DM Tipe 2

SOAP

Subjektif

 KU : Pasien datang diantar keluarganya dengan keluhan penurunan


kesadaran mendadak sejak 2 jam SMRS.
 RPS : Keluhan penurunan kesadaran didahului dengan lemas badan sejak 4
jam SMRS. 1 minggu SMRS pasien tidak nafsu makan. Muntah (-)
 RPD : Riwayat DM Tipe 2 (+), Riwayat Hipertensi (+).
 RPO : Pasien mengonsumsi obat anti diabteik dan obat anti hipertensi, namun
keluarga pasien tidak tahu apa namanya.
 RPK : Riwayat keluarga tidak diketahui.

Objektif

 KU : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 E4M6V5
 Vital sign
BP : 130/90 mmHg
HR : 80 x/menit, regular, terisi penuh, kuat angkat
RR : 21 x/menit
T : 36,4°C
SpO2 : 98% tanpa O2
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)

4
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi : P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus
defisit(-)
 Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Lien / Hepar tidak
teraba
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”,
Motorik 5 5
5 5

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Satuan


Hb 11,9 11,0 – 16,0 g/dl
Eritrosit 4,5 4,0 – 5,5 juta/uL
Leukosit 10,1 4,0 – 10,0 ribu/uL
Hematokrit 36,9 36,0 – 48,0 %
Trombosit 582 150 – 450 ribu/uL
MCV 81,6 75,0 – 100,0 fl
MCH 26,3 25,0 – 32,0 Pq
MCHC 32,2 32,0 – 36,0 gr/dl
RDW 13,5 10,0 – 16,0 %
Basofil 0,5 0,0 – 1,0 %
Eosinofil 0,4 1,0 – 4,0 %
Neutrofil Segmen 83,0 50,0 – 80,0 %
Limfosit 11,0 25,0 – 50,0 %
Monosit 5,1 4,0 – 8,0 %
GDS 126 < 200 mg/dl

5
Assesment

- Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


diagnosis pasien saat masuk IGD adalah Hipoglikemia Pada DM Tipe 2

Plan

a. Terapi
Advice dr. Muad, Sp.PD:
- IVFD D10 18 tpm
- Ranitidin 2 x 1 amp IV
- Ondansentron 3 x 1 amp IV
- OAD Tunda
- Cek GDS, Elektrolit, Ureum, dan Kreatinin

b. Pendidikan
Memberikan penjelasan kepada pengantar pasien bahwa pasien menderita
penurunan gula darah, sebagai komplikasi dari penyakit gula yang sudah diderita
pasieni dan pasien membutuhkan perawatan dirumah sakit.

c. Konsultasi
Memberikan edukasi kepada pengantar pasien untuk mendampingi pasien
selama dirawat di rumah sakit. Melaporkan bila ada penurunan kesadaran tiba-
tiba.

Follow Up

21 Januari 2018 22 Januari 2018 23 Januari 2018

S: Pasien mengatakan masih S: Pasien mengatakan masih S: Pasien mengatakan sudah


terasa lemas, namun sudah sedikit lemas, namun sudah lebih baik.
lebih baik. jauh lebih baik. O:
O: O: Keadaan Umum :
Keadaan Umum : Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Tampak sakit ringan Tampak sakit ringan Kesadaran: CM GCS 15
Kesadaran: CM GCS 15 Kesadaran: CM GCS 15 Tanda Vital
Tanda Vital Tanda Vital BP : 140/80 mmHg
BP : 130/90 mmHg BP : 140/90 mmHg HR : 72 x/menit
HR : 76 x/menit HR : 80 x/menit RR : 18 x/menit
RR : 20 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,5°C
T : 36,6°C T : 36,4°C SpO2 : 99%
SpO2 : 99% SpO2 : 99% Mata : Konjungtiva
Mata : Konjungtiva Mata : Konjungtiva anemis (-/-),

6
anemis (-/-), anemis (-/-), Sklera ikterik (-
Sklera ikterik Sklera ikterik (- /-)
(-/-) /-) Hidung : Discharge (-/-),
Hidung : Discharge (-/-), Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping
Nafas cuping Nafas cuping hidung (-)
hidung (-) hidung (-) Mulut : Sianosis (-),
Mulut : Sianosis (-), Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)
Deformitas (-) Deformitas (-) Tenggorokan: Hiperemis (-),
Tenggorokan: Hiperemis (-), Tenggorokan: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1,
Tonsil T1-T1, Tonsil T1-T1, Uvula ditengah
Uvula Uvula ditengah Leher : Pembesaran KGB
ditengah Leher : Pembesaran KGB (-)
Leher : Pembesaran KGB (-) Thoraks :
(-) Thoraks : Inspeksi: Simetris,
Thoraks : Inspeksi: Simetris, Retraksi (-)
Inspeksi: Simetris, Retraksi (-) Palpasi :
Retraksi (-) Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan =
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-) C/ Ictus cordis di ICS V 2
kiri, Sela iga melebar (-) C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS Perkusi:
jari medial LMCS Perkusi: P/ Sonor diseluruh lapang
Perkusi: P/ Sonor diseluruh lapang paru
P/ Sonor diseluruh lapang paru C/ Batas jantung-paru dbn
paru C/ Batas jantung-paru dbn Auskultasi:
C/ Batas jantung-paru dbn Auskultasi: P/ Vesikuler +/+,
Auskultasi: P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-
P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/- )
Wheezing (-/-), Ronkhi (- ) C/ S1-2 normal, Reguler,
/-) C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-),
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
Murmur(-), Gallop (-), Pulsus defisit(-) Abdomen :
Pulsus defisit(-) Abdomen : Inspeksi : Kesan simetris,
Abdomen : Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Inspeksi : Kesan distensi (-) Auskultasi: Bising usus
simetris, distensi (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal
Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi : Datar, Supel,
(+) normal Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Lien / Hepar tidak
Nyeri tekan epigastrium (+), Lien / Hepar tidak teraba
(+), Lien / Hepar tidak teraba Perkusi : Timpani
teraba Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen Ekstremitas :
diseluruh lapang abdomen Ekstremitas : Akral hangat(+/+),edema(-/-),
Ekstremitas : Akral hangat(+/+),edema(-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”
Akral hangat(+/+),edema(-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”

7
sianosis (-/-), CRT <2”/<2” A:
Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Lab - Post Hipoglikemi pada
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Hasil DM Tipe 2
- Hipertensi Sekunder
Natrium 137 GDP 209 Grade 1
Kalium 4,5 GD2PP 307 P:
1. IVFD NaCl 0,9% 18
Klorida 98
tpm (stop)
GDS 179 A: 2. Ranitidin 2 x 1 amp IV
- Post Hipoglikemi pada (stop)
Ureum 19 DM Tipe 2
3. Ondansentron 3 x 1
Kreatinin 1,1 - Hipertensi Sekunder
Grade 1 amp IV (stop)
P: 4. Metformin 3 x 500 mg
A : Post Hipoglikemi pada 1. IVFD NaCl 0,9% 18 PO
DM Tipe 2 tpm 5. Adalat Oros 0 – 0 – 30
P: 2. Ranitidin 2 x 1 amp IV mg PO
1. IVFD D10 18 tpm 3. Ondansentron 3 x 1 6. BLPL
2. Ranitidin 2 x 1 amp amp IV
IV
4. Metformin 3 x 500 mg
3. Ondansentron 3 x 1
amp IV PO
4. OAD Tunda 5. Adalat Oros 0 – 0 – 30
5. Cek GDP dan GD2PP mg PO

8
9

TINJAUAN PUSTAKA

HIPOGLIKEMIA
A. Definisi
Hipoglikemia adalah keadaan kadar gula darah di bawah nilai normal ( <
45 – 50 mg / dL). Hipoglikemia perlu dicegah pada pasien diabetes yang
mendapatkan terapi pengendalian kadar glukosa darah karena dapat menyebabkan
kematian apabila kadar gula darah tidak segera ditingkatkan.1 Hipoglikemia
merupakan faktor penyulit dalam pengendalian kadar gula darah penderita
diabetes melitus.2 Dalam konteks terapi diabetes, diagnosis hipoglikemia
ditegakkan bila kadar glukosa plasma ≤ 63 mg% (3.5 mmol/L). Bauduceau, dkk
mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana kadar gula darah di bawah
60 mg/dl disertai adanya gejala klinis pada penderita.9
Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia juga dilakukan dengan
bantuan Whipple’s Triad yang meliputi : keluhan yang berhubungan dengan
hipoglikemia, kadar glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi setelah
perbaikan kadar gula darah.7 Hipoglikemia akut diklasifikasikan menjadi ringan,
sedang, dan berat menurut gejala klinis yang dialami oleh pasien.6
Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut
Ringan Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan
aktivitas sehari-hari yang nyata
Sedang Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan aktivitas
sehari-hari yang nyata
Berat Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi
sendiri karena adanya gangguan kognitif
1. Membutuhkan pihak ketiga tetapi tidak membutuhkan
terapi parenteral
2. Membutuhkan terapi parenteral (glukagon intramuskuler
atau intravena)
3. Disertai kejang atau koma
Tabel 1. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia Akut
American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia
mengklasifikasikan kejadian hipoglikemia menjadi 5 kategori sebagai berikut:11
Severe hypoglycemia Kejadian hipoglikemia yang
membutuhkan bantuan dari orang
lain
Documented symptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl
disertai gejala klinis hipoglikemia
Asymptomatic hypoglycemia Kadar gula darah plasma ≤ 70 mg/dl
tanpa disertai gejala klinis
hipoglikemia
Probable symptomatic hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia tanpa
disertai pengukuran kadar gula
darah plasma
Relative hypoglycemia Gejala klinis hipoglikemia dengan
pengukuran kadar gula darah plasma
≥ 70 mg/dl dan terjadi penurunan
kadar gula darah
Tabel 2. Klasifikasi kejadian hipoglikemia

B. Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda dari hipoglikemia merupakan akibat dari aktivasi sistem
saraf otonom dan neuroglikopenia. Pada pasien dengan usia lajut dan pasien yang
mengalami hipoglikemia berulang, respon sistem saraf otonom dapat berkurang
sehingga pasien yang mengalami hipoglikemia tidak menyadari kalau kadar gula
darahnya rendah (hypoglycemia unawareness). Kejadian ini dapat memperberat
akibat dari hipoglikemia karena penderita terlambat untuk mengkonsumsi glukosa
untuk meningkatkan kadar gula darahnya.9

Kadar Gula Darah Gejala Neurogenik Gejala Neuroglikopenik


79,2 mg/dl Gemetar, goyah, gelisah Iritabilita, kebingungan

10
70,2 mg/dl Gugup, berdebar-debar Sulit berpikir, sulit berbicara
59,4 mg/dl Berkeringat Ataksia, paresthesia
50,4 mg/dl Mulut kering, rasa kelaparan Sakit kepala, stupor
39,6 mg/dl Pucat,midriasis Kejang, koma, kematian
Gejala dan tanda yang muncul pada keadaan hipoglikemia17
Tabel 3. Gejala dan tanda pada hipoglikemia

Keterangan Gambar:

 Garis putus-putus : Batas atas dan bawah


dan kadar gula darah plasma.
 Garis merah utuh: Nilai tengah dari gula
darah plasma 90 mg/dl
 80-90 mg/dl: sekresi insulin menurun
 70 mg/dl: peningkatan sekresi glucagon,
peningkatan sekresi epinephrine
 <50 mg/dl: Gejala, penurunan kognitif,
perilaku menyimpang, kejang, koma (
kegagalan fungsi otak)
 < 20 mg/dl: kematian saraf (kematian
otak)

Gambar 1. Kadar gula plasma menimbulkan gejala

C. Penatalaksanaan
Stadium Permulaan (sadar)8
 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula
murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan
makanan yang mengandung karbohidrat.
 Hentikan obat hipoglikemik sementara,
 Pantau glukosa darah sewaktu

11
 Pertahankan GD diatas 100 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)
 Cari Penyebab
Stadium Lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipoglikemia)8
 IVFD Dekstrosa 10% 20 tpm
 Inj. Dekstrosa 40% 2 flacon (50ml)
 Cek GDS :
GDS <50mg/dl → + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
GDS <100mg/dl → + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
 Periksa GDS setiap 15 menit setelah pemberian Dekstrosa 40%
Bila GDS <50mg/dL → + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
Bila GDS <100 mg/dL → + bolus Dekstrosa 40% 25 mL IV
Bila GDS 100-200 mg/dL → tanpa bolus Dekstrosa 40%
Bila GDS > 200 mg/dL → pertimbangkan menurunkan kecepatan drip
Dekstrosa 10%
 Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDS
setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDS >200 mg/dL →
pertimbangkan mengganti infs dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%.
 Bila GDS >100mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut masing-masing
selang 4 jam, pemeriksaan GDS dapat diperpanjang sesuai kebutuhan efek
samping obat penyebab hipoglikemia diperkirakan sudah habis dan pasien
sudah dapat makan seperti biasa
 Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis
insulin, seperti glukagon 0.5-1mg IV/IM atau kortison,adrenal.

C. Komplikasi
Kerusakan otak, koma, kematian8

D. Prognosis
Hipoglikemia meningkatkan angka mortalitas pada pasien dalam kondisi
kritis. Pada 22% pasien mengalami episode hipoglikemia lebih dari 1 kali. Angka
mortalitas meningkat sesuai dengan parahnya derajat hipoglikemia.8

12
DIABETES MELITUS
A. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes
melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya.8

B. Klasifikasi
Klasifikasi DM menurut etiologinya adalah :7,8
DM Tipe 1 Dekstruksi sel beta yang menyebabkan defisiensi insulin
absolut
 Autoimun
 Idiopatik
DM Tipe 2  Dominan resistensi urin disertai defisiensi insulin relatif
 Dominan defek sekresi insulin disertasi resistensi insulin
DM Tipe Lain  Defek genetik fungsi sel beta
 Defek genetik kerja insulin
 Penyakit eksokrin pankreas
 Endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
DM Gestasional
Tabel 5. Klasifikasi DM menurut etiologi

C. Gejala Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti :7,8
a. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak diketahui penyebabnya
b. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita

13
D. Diagnosis
Terdapat beberapa kriteria dalam mendiagnosis penyakit diabetes
mellitus :7,8
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
*Glukosa plasma sewaktu adalah hasil pemeriksaan sesaat gula darah
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau
2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
*Glukosa plasma puasa adalah hasil pemeriksaan gula darah pada saat
pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Atau
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) > 200
mg/dL ( 11,1 mmol/L)
*TTGO yang digunakan berdasarkan standart WHO menggunakan beban
glukosa 75 gr glukosa yang dilarutkan ke dalam air.
Tabel 6. Cara mendiagnosa Diabetes Mellitus

Cara pelaksanaan TTGO :8


 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani
seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa
 Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa), atau 1,75 gr/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
 Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

14
Gambar 2. Algoritma Diagnosis Diabetes Melitus

E. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan dalam jangka pendek adalah menghilangkan
keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target
pengendalian glukosa darah. Tujuan jangka panjang adalah mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit seperti mikroangiopati, makrangiopati, dan
neuropati sehingga dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas. Terdapat
4 pilar penatalaksanaan DM : 8
1. Edukasi
Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi akibat perilaku pola hidup yang
kurang sehat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi kepada penderita,
keluarga, dan masyarakat. Edukasi yang dilakukan adalah promosi hidup
sehat. Edukasi ini perlu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi yang diberikan meliputi
pemahaman tentang :

15
 Materi edukasi awal
- Perjalanan penyakit DM.
- Makna dari perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara
berkelanjutan.
- Penyulit DM dan risikonya.
- Intervensi farmakologis dan non-farnakologis.
- Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain.
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah.
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit dan
hipoglikemia.
- Latihan jasmani yang teratur.
- Perawatan kaki.
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
 Materi edukasi tingkat lanjut
- Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
- Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
- Rencana untuk kegiatan khusus.
- Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM.
- Pemeliharaan/perawatan kaki.
2. Terapi gizi medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian penatalaksanaan
diabetes secara total dengan melibatkan seluruh anggota tim (dokter, ahli gizi,
petugas kesehatan lain serta pasien dan keluarganya). Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal
makan, jenis, dan jumlah makanan.
3. Latihan jasmani
Kegiatan aktivitas sehari-hari dan latihan jasmani harus dilakukan
secara teratur yaitu sekitar 3-4 kali dalam seminggu selama ± 30 menit dengan
tujuan untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan, dan memperbaiki

16
sensitivitas insulin yang akan berfungsi memperbaiki kendali glukosa
darahnya. Latihan jasmani yang dapat dilakukan dapat bersifat aerobik (jalan
kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang). Untuk penderita yang relatif
sehat, intensitas latihan jasmani dapat ditingkatkan, sementara untuk penderita
dengan komplikasi, intensitas dapat dikurangi.
4. Intervensi farmakologi
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan injeksi : 8
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:
 Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):
Sulfonilurea, Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama
untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, diberikan 15-30
menit sebelum makan (meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas). Glinid penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini
diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi
secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
 Peningkat sensitivitas terhadap insulin. Tiazolidindion Tiazolidindion
(pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak.Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Namun, obat ini sudah
ditarik dari peredaran karena efek sampingnya yang dapat
memperberat edema/retensi cairan serta mengganggu fungsi hepar
 Penghambat glukoneogenesis (metformin)
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.

17
Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular,
sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.
 Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek
samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
 DPP-IV inhibitor
diberikan saat/sebelum makan (merupakan enzim dipeptidyl peptidase
yang merupakan bentuk Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) yang tidak
aktif. GLP-1 merupakan hormon yang dapat merangsang pelepasan
insulin dan penghambat sekresi glukagon sehingga pada penderita DM
pembentukan DPP-IV ini harus dihambat).
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:8
 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respons kadar glukosa darah,dapat diberikan sampai dosis
optimal
 Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan
 Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
 Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
 Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
 Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
 DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum
makan.
b. Injeksi8
 Insulin
Insulin baru dapat diberikan dalam beberapa keadaan yaitu penurunan
berat badan yang cepat, hiperglikemia berat dengan ketosis,
18
ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar nonketotik,
hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO
dosis optimal, DM gestasional yang tidak terkendali, gangguan fungsi
ginjal atau hati yang berat, dan kontraindikasi atau alergi terhadap
OHO.Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis,
yakni: Insulin kerja cepat (rapid acting insulin), Insulin kerja pendek
(short acting insulin), Insulin kerja menengah (intermediate acting
insulin), Insulin kerja panjang (long acting insulin).
 Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Pemberian OHO maupun insulin diberikan bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani. Pemberian ini selalu dimulai
dengan dosis rendah yang kemudian dapat dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bila sasaran glukosa darah
belum tercapai dapat dilakukan kombinasi terapi OHO dengan 2
macam atau 3 macam obat dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin.
c.. Algoritma pengelolaan DM Tipe 2 tanpa disertai dekompensata8

Gambar 2. Algoritma pengelolaan DM

19
F. Komplikasi Diabetes Melitus
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi komplikasi akut dan
menahun7,8
a. Komplikasi akut
1. Ketoasidosis diabetik (KAD)
Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL),
disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+)
kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi
peningkatan anion gap
2. Hiperosmolar non ketotik (HNK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-
1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis, osmolaritas plasma
sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-), anion gap
normal atau sedikit meningkat.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya; Hipoglikemia ditandai dengan
menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/Dl. Bila terdapat penurunan
kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia.
b. Komplikasi Kronik7,8
1. Makroangiopati
Pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer
sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan
gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala.
Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul, pembuluh darah otak.
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik, Nefropati diabetic
3. Neuropati
Neuropati diabetikum merupakan kelainan yang heterogen, sehingga
ditemukan berbagai ragam klasifikasi. Secara umum, bergantung pada

20
2 hal, pertama menurut perjalanan penyakit (lama menderita DM) dan
kedua, menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi. Menurut
perjalanan penyakitnya, dibagi menjadi:
- Neuropati fungsional/subklinis, yaitu gejala yang muncul
sebagai akibat perubahan biokimiawi. Pada fase ini belum ada
kelainan patologik sehingga masih reversibel.
-
Neuropati struktural/klinis, yaitu gejala timbul sebagai akibat
kerusakan struktural serabut saraf. Pada fase ini masih ada
komponen yang reversible
-
Kematian neuron/tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan
kepadatan serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini
sudah irreversible. Kerusakan serabut saraf pada umumnya
dimulai dari distal menuju ke proksimal, sedangkan proses
perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena itu lesi
distal paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris
distal.
Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi:
-
Neuropati Difus
a. Polineuropati sensori-motor simetris distal
b. Neuropati otonom: Neuropati sudomotor, Neuropati
otonom kardiovaskular, Neuropati gastrointestinal,
Neuropati genitourinaria
c. Neuropati lower limb motor simetris proksimal
(amiotropi)
- Neuropati Fokal
a. Neuropati cranial
b. Radikulopati/pleksopati
c. Entrapment neuropathy
Berdasarkan anatomi serabut saraf perifer dibagi atas 3 sistem yaitu
sistim motorik, sensorik dan sistem otonom. Manifestasi klinis
bergantung dari jenis serabut saraf yang mengalami lesi. Manifestasi

21
klinis bervariasi, mulai kesemutan; kebas; tebal; mati rasa; rasa
terbakar; seperti ditusuk; disobek;ditikam.
Strategi pengelolaan pasien DM dengan keluhan neuropati diabetic
dibagi ke dalam 3 bagian. Strategi pertama adalah diagnosis ND sedini
mungkin, diikuti strategi kedua dengan kendali glikemik dan
perawatan kaki, dan strategi ketiga pengendalian keluhan
neuropati/nyeri neuropati diabetik.

HIPERTENSI
A. Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah (TD) sama atau melebihi
140 mmHg sistolik dan/atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang yang
tidak sedang minum obat antihipertensi. Klasifikasi tekanan darah dari A
Statement by the American Society of Hypertension and the International Society
of Hypertension 2013.9

Gambar 3. Klasifikasi Hipertensi

B. Diagnosis
Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan
pemeriksaan yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang
akan diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dari Canadian Hypertension
Education Program. The Canadian Recommendation for The Management of
Hypertension 2014.9

22
Gambar 4. Alur Diagnostik Hipertensi

C. Penatalaksanaan Hipertensi Pada Diabetes


Indikasi pengobatan bila TD sistolik >130 mmHg dan /atau TD diastolik
>80 mmHg. Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80
mmHg bila disertai proteinuria ≥ 1gram / 24 jam : < 125/75 mmHg.9
Penatalaksanaan Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup antara lain:
menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok
dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam.9
Penatalaksanaan farmakologis: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
memilih obat anti-hipertensi (OAH): Pengaruh OAH terhadap profil lipid,
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa, Pengaruh OAH terhadap resistensi
insulin, Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung. Obat anti hipertensi
yang dapat dipergunakan: penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II,
penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah, diuretik dosis rendah, penghambat
reseptor alfa, antagonis kalsium.8
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau
tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya
hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi
farmakologis. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan
23
diastolik >90 mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung.
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan
monoterapi.9

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Cryer PE. Hypoglycemia. In: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS,
Hauser SL, Loscalzo J (eds.) Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th
ed. New York: Mc Graw Hill; 2011: 1325 – 9
2. Cryer PE, Davis SN, Shamoon H. Hypoglycemia in diabetes. Diabetes Care
2003; 26: 1902 – 12
3. Cryer PE. Hypoglycemia: Patophysiology, Diagnosis, and Teatment. New
York. Oxford University Press; 1997: 153 – 7
4. Cryer PE. The Barrier of hypoglycemia in diabetes. Diabetes 2008; 57: 3169 –
75
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Nasional Riset
Kesehatan Dasar 2007. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2008: 155 - 57
6. Soeatmadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik. In: Buku Ajar Penyakit Dalam
Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2008: 1900 – 6
7. Alwi I. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan Di Bidang Ilmu Penyakit
Dalam. 2015. Jakarta: Interna Publishing.
8. Rudianto A. KONSENSUS Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2011. Jakarta: PB PERKENI.
9. Soenarta AA. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit Kardiovaskular.
2015. Jakarta: PERKI

25

Anda mungkin juga menyukai