Disusun oleh :
dr. Via Arsita Dewi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
2
Trombosit 345 150 – 450 ribu/uL
MCV 81,6 75,0 – 100,0 fl
MCH 26,3 25,0 – 32,0 Pq
MCHC 32,2 32,0 – 36,0 gr/dl
RDW 13,5 10,0 – 16,0 %
Basofil 0,5 0,0 – 1,0 %
Eosinofil 1,4 1,0 – 4,0 %
Neutrofil Segmen 76,0 50,0 – 80,0 %
Limfosit 11,0 25,0 – 50,0 %
Monosit 8,1 4,0 – 8,0 %
DIAGNOSA
- Asma Bronkial Eksaserbasi Akut Serangan Sedang
PLANNING
1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
2. Evaluasi ulang
3. Melaksanakan manajemen terapi
PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
- O2 3 L Nasal Kanul
- Nebu Combivent ke-1 → Evaluasi 10 menit setelah Nebu
RR : 32 x/menit
Wheezing (+/+)
- Nebu Combivent ke-2 → Evaluasi 10 menit setelah Nebu → Pasien dirawatkan
RR : 32 x/menit
Wheezing (+/+)
2. Lapor dr. Wayan, SpP → Advice:
- IVFD RL + Aminophilin 1 amp drip 18 tpm
- MP 62,5 mg IV / 12 jam
- Ceftixozime 1 gr IV / 12 jam
- Nebu Combivent / 8 jam
- Ambroxol 3 x 1 cth PO
PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
3
Daftar Pustaka : Terlampir
Hasil pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis Asma Eksaserbasi Akut
2. Penanganan pasien Asma Eksaserbasi Akut
3. Manajemen pengelolaan pasien Asma Eksaserbasi Akut
SOAP
Subjektif
Objektif
4
C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi : P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-), Ekspirasi
memanjang (+)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus
defisit(-)
Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Lien / Hepar tidak
teraba
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Assesment
5
Plan
a. Terapi
Terapi di IGD
- O2 3 L Nasal Kanul
- Nebu Combivent ke-1 → Evaluasi 10 menit setelah Nebu
RR : 32 x/menit
Wheezing (+/+)
- Nebu Combivent ke-2 → Evaluasi 10 menit setelah Nebu → Pasien dirawatkan
RR : 32 x/menit
Wheezing (+/+)
Lapor dr. Wayan, SpP → Advice:
- IVFD RL + Aminophilin 1 amp drip 18 tpm
- MP 62,5 mg IV / 12 jam
- Ceftixozime 1 gr IV / 12 jam
- Nebu Combivent / 8 jam
- Ambroxol 3 x 1 cth PO
b. Pendidikan
Memberikan penjelasan kepada pengantar pasien bahwa pasien menderita
serangan asma yang saat ini kemungkinan kambuh kembali dan membutuhkan
perawatan dirumah sakit.
c. Konsultasi
Memberikan edukasi kepada pengantar pasien untuk mendampingi pasien
selama dirawat di rumah sakit. Melaporkan bila ada retraksi dada, sesak nafas,
kesadaran terganggu.
Follow Up
S: Pasien mengatakan masih terasa sesak, S: Sesak sudah lebih berkurang, batuk masih
namun sudah membaik, batuk masih ada. ada.
O: O:
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran: CM GCS 15 Kesadaran: CM GCS 15
Tanda Vital Tanda Vital
BP : 120/80 mmHg BP : 120/80 mmHg
HR : 76 x/menit HR : 82 x/menit
RR : 24 x/menit RR : 22 x/menit
T : 36,6°C T : 36,6°C
6
SpO2 : 98% SpO2 : 98%
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera
Sklera ikterik (-/-) ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping
hidung (-) hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-) Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)
Tenggorokan: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Tenggorokan: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1,
Uvula ditengah Uvula ditengah
Leher : Pembesaran KGB (-) Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : Thoraks :
Inspeksi: Simetris, Retraksi (-) Inspeksi: Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : Palpasi :
P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga
melebar (-) melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial
LMCS LMCS
Perkusi: Perkusi:
P/ Sonor diseluruh lapang paru P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dbn C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi: Auskultasi:
P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-) Ronkhi (-/-)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-),
Gallop (-), Pulsus defisit(-) Gallop (-), Pulsus defisit(-)
Abdomen : Abdomen :
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-) Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Auskultasi: Bising usus (+) normal Auskultasi: Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan
epigastrium (-), Lien / Hepar tidak teraba epigastrium (-), Lien / Hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani diseluruh lapang Perkusi : Timpani diseluruh lapang
abdomen abdomen
Ekstremitas : Ekstremitas :
Akral hangat(+/+),edema(-/-), sianosis (-/-), Akral hangat(+/+),edema(-/-), sianosis (-/-),
CRT <2”/<2” CRT <2”/<2”
7
28 Desember 2018 27 Desember 2018
S: Sesak sudah jauh berkurang, batuk masih S: Sesak sudah tidak ada, batuk masih ada.
ada. O:
O: Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan Kesadaran: CM GCS 15
Kesadaran: CM GCS 15 Tanda Vital
Tanda Vital BP : 120/80 mmHg
BP : 110/80 mmHg HR : 84 x/menit
HR : 82 x/menit RR : 20 x/menit
RR : 20 x/menit T : 36,6°C
T : 36,6°C SpO2 : 98%
SpO2 : 98% Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)
Sklera ikterik (-/-) Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping
Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
hidung (-) Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-) Tenggorokan: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1,
Tenggorokan: Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah
Uvula ditengah Leher : Pembesaran KGB (-)
Leher : Pembesaran KGB (-) Thoraks :
Thoraks : Inspeksi: Simetris, Retraksi (-)
Inspeksi: Simetris, Retraksi (-) Palpasi :
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga
P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
melebar (-) C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
LMCS Perkusi:
Perkusi: P/ Sonor diseluruh lapang paru
P/ Sonor diseluruh lapang paru C/ Batas jantung-paru dbn
C/ Batas jantung-paru dbn Auskultasi:
Auskultasi: P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-),
P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Ronkhi (-/-) C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-),
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
Gallop (-), Pulsus defisit(-) Abdomen :
Abdomen : Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal
Auskultasi: Bising usus (+) normal Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Lien / Hepar tidak teraba
epigastrium (-), Lien / Hepar tidak teraba Perkusi : Timpani diseluruh lapang
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
abdomen Ekstremitas :
Ekstremitas : Akral hangat(+/+),edema(-/-), sianosis (-/-),
Akral hangat(+/+),edema(-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”
CRT <2”/<2”
8
A : Asma Bronkiale A : Asma Bronkiale
P: P:
1. IVFD RL 18 tpm 1. IVFD RL 18 tpm (stop)
2. MP 62,5 mg IV / 12 jam 2. MP 62,5 mg IV / 12 jam (stop)
3. Ceftixozime 1 gr IV / 12 jam 3. Ceftixozime 1 gr IV / 12 jam (stop)
4. Ambroxol 3 x 1 cth PO 4. Ambroxol 3 x 1 cth PO (stop)
5. BLPL
6. Salbutamol 3 x 2 mg PO
7. Retaphyl syrup 1 x ½ cth PO
8. Metilprednisolon 3 x 8 mg PO
9. Vectrin 2 x 1 caps PO
9
10
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIAL
A. Definisi
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel
dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang
termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan
suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan
bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari
saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat
berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2
B. Epidemiologi
Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,
terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini
adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada
wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala
di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini
jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan
diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada
tahun 2025.4
Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in
Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia
prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan
prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat
ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5
Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita
asma adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan
perempuan lebih banyak dari pada laki – laki (52,86%). 6
C. Faktor Resiko
Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Atopi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan
faktor pencetus.
b. Hiperreaktivitas bronkus
Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun
iritan.
c. Jenis Kelamin
Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada
usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia
dewasa.
d. Ras
e. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko
asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran
pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun
mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas
dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status
kesehatan.
D. Faktor Pencetus
Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah
sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang
pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita
asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat
11
kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila
penderita terpajan oleh alergen tertentu.
Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh
reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor
pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :
1. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah
b. Alergen luar rumah
2. Faktor Lain
a. Alergen makanan
b. Alergen obat – obat tertentu
c. Bahan yang mengiritasi
d. Ekspresi emosi berlebih
e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif
f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan
E. Klasifikasi
Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain
gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari,
pemberian obat inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang
digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi
pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan
berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji
faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang
sangat penting dalam penatalaksanaannya.7
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat
serangan (akut)7 :
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)
Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat
(Tabel.1)
12
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada
orang dewasa7
13
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat
menyebabkan kematian.
F. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh
hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama
sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang
menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat
mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran
14
mikrovaskular, edema dan hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada
asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik,
antigen dan berbagai sel inflamasi, interaksi antara sel dan mediator yang
membentuk proses inflamasi kronik.8
Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan
saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk
terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon
bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan
spesifik dan non-spesifik.8
pemicu
Hiperreaktivitas
15
Gambar 1. Patogenesis Asma9
G. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa
batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang
16
berkaitan dengan cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma,
riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat
obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi
pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang
diserta ronki kering, mengi.11
Pemeriksaan Laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral
Cursshman, kristal Charcot Leyden).11
Pemeriksaan Penunjang
o Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk
mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran
napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan
peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan
atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah
pemberian bronkodilator.
o Uji Provokasi Bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis
asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal
sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji
provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara
objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga
asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji
provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan
alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin.
o Foto Toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan
penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal
jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks,
17
pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.
H. Diagnosis Banding
Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang
mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun.
Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala
18
dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan
menurunkan kemampuan jasmani.
Emfisema paru
Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk
dan mengi jarang menyertainya.
Gagal jantung kiri
Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul
pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-
tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang
atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal
jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai
darah (haemoptoe).
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13
Tujuan penatalaksanaan asma13:
Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
Mencegah eksaserbasi akut
Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
Menghindari efek samping obat
Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel
Mencegah kematian karena asma
19
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan.13
Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-
medikamentosa dan pengobatan medikamentosa :
Pengobatan non-medikamentosa
Penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pengendali emosi
Pemakaian oksigen
Pengobatan medikamentosa
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13
Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol
asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol :
Kortikosteroid inhalasi
Kortikosteroid sistemik
Sodium kromoglikat
Nedokromil sodium
Metilsantin
Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi
Agonis beta-2 kerja lama, oral
Leukotrien modifiers
Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)
Lain-lain
Glukokortikosteroid inhalasi
Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.
Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan
hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat
20
serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi
pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).
Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13
Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat 200-500 ug 500-1000 ug >1000 ug
Budesonid 200-400 ug 400-800 ug >800 ug
Flunisolid 500-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Flutikason 100-250 ug 250-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-1000 ug 1000-2000 ug >2000 ug
Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi
Obat
Beklometason dipropionat 100-400 ug 400-800 ug >800 ug
Budesonid 100-200 ug 200-400 ug >400 ug
Flunisolid 500-750 ug 1000-1250 ug >1250 ug
Flutikason 100-200 ug 200-500 ug >500 ug
Triamsinolon asetonid 400-800 ug 800-1200 ug >1200 ug
Glukokortikosteroid sistemik
Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks
terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada
steroid oral jangka panjang.
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma
persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan
apakah obat ini bermanfaat atau tidak.
Metilsantin
Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner
seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan
21
sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama
efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.
Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol
dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti
lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan
pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan
memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.
Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213
Onset Durasi (Lama kerja)
Singkat Lama
Cepat Fenoterol Formoterol
Prokaterol
Salbutamol/ Albuterol
Terbutalin
Pirbuterol
Lambat Salmeterol
Leukotriene modifiers
Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya
melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan
menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain
bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini
adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat
ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien
sisteinil).
Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
22
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah
13
:
Agonis beta2 kerja singkat
Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega
bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil
belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator
lain).
Antikolinergik
Aminofillin
Adrenalin
Agonis beta-2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja
(onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi
otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan
permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast.
Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai
praterapi pada exercise-induced asthma
Metilsantin
Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah
dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.
Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek
penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan
bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu
juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk
dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.
Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut
atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila
dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).
23
Cara pemberian pengobatan
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral
dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian
pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13:
lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas
efek sistemik minimal atau dihindarkan
beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak
terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu
kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada
oral.
Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13
Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.
Berat Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif
Asma pengontrol lain
harian
Asma Tidak perlu -------- -------
Intermiten
Asma Glukokortikoste Teofilin lepas lambat ------
Persisten roid inhalasi Kromolin
Ringan (200-400 ug Leukotriene modifiers
BD/hari atau
ekivalennya)
Asma Kombinasi Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 Ditambah
Persisten inhalasi ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis
Sedang glukokortikoster Teofilin lepas lambat ,atau beta-2
oid Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 kerja lama
(400-800 ug ug BD atau ekivalennya) ditambah oral, atau
BD/hari atau agonis beta-2 kerja lama oral, atau Ditambah
ekivalennya) Glukokortikosteroid inhalasi dosis teofilin
dan tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) lepas
agonis beta-2 atau lambat
24
kerja lama Glukokortikosteroid inhalasi (400-800
ug BD atau ekivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma Kombinasi Prednisolon/ metilprednisolon oral
Persisten inhalasi selang sehari 10 mg
Berat glukokortikoster ditambah agonis beta-2 kerja lama oral,
oid (> 800 ug ditambah teofilin lepas lambat
BD atau
ekivalennya)
dan agonis beta-
2 kerja lama,
ditambah 1 di
bawah ini:
teofilin lepas
lambat
leukotriene
modifiers
glukokortikost
eroid oral
J. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
2. Atelektasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Emfisema
K. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko
yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum
25
angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih
banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan
mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang
tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami
serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14
Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya
2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus
menerus angka kematiannya 9%.14
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.
2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya
: Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall
4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur
Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72
5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!. Jakarta.
2009 May 4th. Available from:
http://indonesianasthmacouncil.org/index.php?option=com_content&task=view
&id=13&Itemid=5
6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru
: Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006.
7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.
8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma.
Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.
9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.
10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin
G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2002.
11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.
27
12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran
Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.
13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. 2003. h 73-5
14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit
Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.
28