Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PERDARAHAN SALURAN CERNA


BAGIAN ATAS

Pembimbing:
dr. Tyas Ambarini

Disusun oleh :
dr. Via Arsita Dewi

INTERNSIP PERIODE NOVEMBER 2017


RS TK. II DUSTIRA, CIMAHI
1

No. ID dan Nama Peserta : dr. Via Arsita Dewi


No. ID dan Nama Wahana : RS Tk. II Dustira
Topik : Kasus Dewasa
Tanggal (kasus) : 12/04/2018 Presenter : dr. Via Arsita Dewi
Nama Pasien : Ny. ER, 75 tahun No. RM : 528664
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Tyas Ambarini
Tempat Presentasi : RS Tk. II Dustira
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik √  Manajemen   Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa √  Lansia  Bumil


Deskripsi : Ny. ER 75 tahun dengan Melena
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan manajemen Melena
Bahan bahasan :  Tinjauan  Riset  Kasus   Audit
Pustaka √
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan  E-mail  Pos
diskusi 
Data pasien Nama : Ny. ER 75 tahun No. RM : 528664
Nama klinik : RS Tk. II Dustira Telp : - Terdaftar sejak :12/04/2018
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Pasien datang dengan keluhan BAB hitam. BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS. BAB
hitam sebanyak 1x/hari seperti oli. Mual (+), muntah (+) 2x/hari berisi sisa makanan.
Riwayat muntah berwarna kehitaman (+), ± 1 bulan SMRS. Keluhan juga disertai dengan
nyeri ulu hati disertai perut terasa melilit yang hilang timbul sejak ± 2 bulan SMRS. Pasien
juga mengeluhkan penurunan napsu makan, dan badan terasa lemas sejak ± 2 bulan SMRS.
Keluhan dirasakan membaik jika diberikan obat lambung. Penurunan berat badan tidak
diketahui pasien. BAK tidak ada keluhan
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien sering mengonsumsi obat-obatan antinyeri untuk mengobati sakit kepalanya yang
dibeli secara bebas diwarung.
3. Riwayat kesehatan/penyakit :
Riwayat DM Tipe 2 (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Sakit Jantung (-)
Riwayat Alergi (-)
4. Riwayat keluarga :
Riwayat keluarga tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat keganasan dalam
keluarga tidak diketahui
5. Riwayat pekerjaan :
Saat ini pasien tidak bekerja
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama anaknya. Pasien menggunakan asuransi Askes non TNI.
PEMERIKSAAN FISIK :
 KU : Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4M6V5
 Vital sign
BP : 110/60 mmHg
HR : 72 x/menit, regular
RR : 18 x/menit
T : 36,2°C
SpO2 : 98% tanpa O2
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah
 Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5+2 cmH2O
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi : P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
 Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Lien / Hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”

2
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Satuan

Haemoglobin 6,8 11.0 - 16.0 gr/dL


Eritrosit 2.3 4.0 - 5.5 ribu/uL
Leukosit 7,1 4.0 - 10.0 juta/uL
Hematokrit 20,2 36.0 - 48.0 ribu/uL
Trombosit 191 150 – 450 %
MCH 87.4 75.0 – 100.0 Fl
MCHC 29.4 25.0 – 32.0 Pq
MCV 33.7 32.0 – 36.0 g/dL
RDW 14.4 10.0 – 16.0 %
Basofil 0.4 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 0.3 0 – 4.0 %
Neutrofil segmen 66.8 50.0 – 80.0 %
Limfosit 27.7 25.0 – 50.0 %
Monosit 4.8 4.0 – 8.0 %
Gol Darah O/ Rh (+)

 DIAGNOSA KERJA
Anemia ec. Melena ec. Susp. Gastritis Erosiva Berdarah

 PENATALAKSANAAN
Dari DPJP dr. Yudith, Sp.PD :
- Cek Feses
- Rencana Endoskopi
- Tranfusi PRC sampai HB>8
- Puasakan pasien lalu pasang NGT jika ada perdarahan bilas lambung
- IVFD NaCl 20 gtt/menit
- Omeprazole 2 x 1 amp IV
- Sucralfat syrup 3x1C PO

3
 PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
Daftar Pustaka : Terlampir
Hasil pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis Perdarahan Saluran Cerna
2. Penanganan pasien Perdarahan Saluran Cerna
3. Manajemen pengelolaan pasien Perdarahan Saluran Cerna

SOAP

Subjektif

 KU : Pasien datang dengan keluhan BAB hitam.


 RPS : BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS. BAB hitam sebanyak 1x/hari
seperti oli. Mual (+), muntah (+) 2x/hari berisi sisa makanan. Riwayat muntah
berwarna kehitaman (+), ± 1 bulan SMRS. Keluhan juga disertai dengan nyeri
ulu hati disertai perut terasa melilit yang hilang timbul sejak ± 2 bulan SMRS.
Pasien juga mengeluhkan penurunan napsu makan, dan badan terasa lemas sejak
± 2 bulan SMRS. Keluhan dirasakan membaik jika diberikan obat lambung.
Penurunan berat badan tidak diketahui pasien. BAK tidak ada keluhan.
 RPD : Riw. HT (-), DM (-), Jantung (-)
 RPO : Pasien sering membeli obat antinyeri untuk sakit kepala di warung.
 RPK : Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat keganasan dalam
keluarga tidak diketahui

Objektif

 KU : Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4M6V5
 Vital sign
BP : 110/60 mmHg
HR : 72 x/menit, regular
RR : 18 x/menit
T : 36,2°C
SpO2 : 98% tanpa O2
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah

4
 Leher : Pembesaran KGB (-), JVP 5+2 cmH2O
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi : P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus
defisit(-)
 Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (+), Lien / Hepar tidak
teraba
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), edema (-/-), sianosis (-/-), CRT <2”/<2”

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Satuan

Haemoglobin 6,8 11.0 - 16.0 gr/dL


Eritrosit 2.3 4.0 - 5.5 ribu/uL
Leukosit 7,1 4.0 - 10.0 juta/uL
Hematokrit 20,2 36.0 - 48.0 ribu/uL
Trombosit 191 150 – 450 %
MCH 87.4 75.0 – 100.0 Fl
MCHC 29.4 25.0 – 32.0 Pq
MCV 33.7 32.0 – 36.0 g/dL
RDW 14.4 10.0 – 16.0 %
Basofil 0.4 0.0 – 1.0 %
Eosinofil 0.3 0 – 4.0 %
Neutrofil segmen 66.8 50.0 – 80.0 %
Limfosit 27.7 25.0 – 50.0 %
Monosit 4.8 4.0 – 8.0 %

5
Gol Darah O/ Rh (+)

Assesment

- Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,


diagnosis pasien saat ini adalah Anemia ec. Melena ec. Susp. Gastritis
Erosiva Berdarah

Plan

a. Terapi

Dari DPJP dr. Yudith, Sp.PD :


- Cek Feses
- Rencana Endoskopi
- Tranfusi PRC sampai HB>8
- Puasakan pasien lalu pasang NGT jika ada perdarahan bilas lambung
- IVFD NaCl 20 gtt/menit
- Omeprazole 2 x 1 amp IV
- Sucralfat syrup 3x1C PO

b. Pendidikan
Memberikan penjelasan kepada pengantar pasien bahwa pasien menderita
kurang darah yang disebabkan karena perdarahan dari saluran cernanya dan
pasien membutuhkan perawatan di rumah sakit.

c. Konsultasi
Memberikan edukasi kepada pengantar pasien untuk mendampingi pasien
selama dirawat di rumah sakit. Melaporkan bila ada perdarahan tiba-tiba atau
penurunan kesadaran tiba-tiba.

6
Follow Up

13-04-18 14-04-18 15-04-18 16-04-18

S Lemas badan (+), Lemas badan (+), mual Lemas badan (+), mual Lemas badan (+), mual
mual (+), muntah (-), (+), muntah (-), BAB (+), muntah (-), BAB (+), muntah (-), BAB
BAB hitam (+), NGT hitam (+), Post hitam (+), Post transfusi hitam (+)
berisi cairan cokelat, transfusi 3 kolf PRC 4 kolf PRC
Post transfusi 2 kolf
PRC

O Kesadaran: CM Kesadaran: CM Kesadaran: CM Kesadaran: CM

TD: 100/60, HR: 86 TD: 110/60, HR: 84 TD: 110/70, HR: 88 TD: 120/70, HR: 84

RR: 20, T: 36,7 RR: 20, T: 37,3 RR: 20, T: 37,8 RR: 20, T: 36,5

Mata: Mata: Mata: Mata:

Konjungtiva anemis Konjungtiva anemis Konjungtiva anemis Konjungtiva anemis


+/+ +/+ +/+ +/+

Thorax: Thorax: Thorax: Thorax:

Cor: BJ 1-2 reguler Cor: BJ 1-2 reguler Cor: BJ 1-2 reguler Cor: BJ 1-2 reguler

Pulmo: Vbs +/+ Pulmo: Vbs +/+ Pulmo: Vbs +/+ Pulmo: Vbs +/+

Abdomen: Abdomen: Abdomen: Abdomen:

NT Epigastrium (+) NT Epigastrium (+) NT Epigastrium (+) NT Epigastrium (+)

Estremitas: Estremitas: Estremitas: Estremitas:

Akral hangat +/+ Akral hangat +/+ Akral hangat +/+ Akral hangat +/+

CRT < 2 detik +/+ CRT < 2 detik +/+ CRT < 2 detik +/+ CRT < 2 detik +/+

Lab: Lab:

Hb 6,7 Hb 6,5

E 8,3 L 8,0 Ht 19,3 T E 2,4 L 13,0 Ht 19,1 T


144 140

Feses : Hitam

7
A Anemia ec. Melena Anemia ec. Melena ec. Anemia ec. Melena Anemia ec. Melena ec.
ec. Susp. Gastritis Susp. Gastritis Erosiva ec. Susp. Gastritis Susp. Gastritis Erosiva
Erosiva Berdarah Berdarah Erosiva Berdarah Berdarah dd/ perdarahan
saluran cerna bagian
bawah

P - Transfusi - Transfusi - Transfusi - Transfusi PRC i


sampai Hb > 8 sampai Hb > 8 tunda kolf -> cek ulang
Hb
- Esomeprazole - Esomeprazole 2 - Aff NGT
2 x 1 amp IV x 1 amp IV - Rujuk RSHS
- Diit lunak besok, setelah
- Sucralfat 3 x 1 - Sucralfat 3 x 1 endoskopi
C PO C PO - Rencana rujuk
RSHS - Esomeprazole 2 x
- Esomeprazole 1 amp IV
2 x 1 amp IV - Sucralfat 3 x 1 C
- Sucralfat 3 x 1 PO
C PO - Kalnex 3 x 1 amp
- Kalnex 3 x 1 IV
amp IV - Ca Gluconas 1
- Ca Gluconas 1 amp IV
amp IV - Vit K 3 x 1 amp
IV

Lab post transfusi

Hb 5,0

E 1,9 L 14,9 Ht 15,3 T


158

8
Endoskopi pada tanggal 17 April 2018

• Esofagus

Mukosa licin,vaskularisasi pucat. Nampak sisa makanan yang masih tertahan


dilumen esofagus.

• Gaster

Distensibilitas gaster baik. Nampak massa pada, diameter sekitar 6 x 6 x 8


cm pada fundus gaster, mudah berdarah. Tampak beberapa erosi pada antrum
gaster.

• Duodenum

Bulbus dan pars descenden nampak darah segar kemungkinan perdarahan dari
massa di fundus gaster. Tak didapatkan adanya ulkus.

• Informasi Tambahan

Dilakukan biopsi multiple pada massa.

• Kesimpulan

Massa padat fundus gaster suspek Ca fundus gaster.

• Saran

Konsul bedah.

9
10
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN


Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yaitu saluran mulai dari
mulut sampai anus, dan organ – organ aksesoris seperti gigi, lidah, kelenjar saliva,
hati, kandung empedu, dan pancreas1. Fungsi utama system ini adalah untuk
menyediakan makanan, air, dan elektrolit bagi tubuh dari nutrient yang dicerna
sehingga siap diabsorpsi. Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan
meliputi proses – proses berikut 1:
a) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
b) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan oleh gigi.
c) Peristaltik adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
d) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.
e) Absorpsi adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen
saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik.
f) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat – zat sisa yang tidak
tercerna.

1. Mulut (oris)
Rongga mulut dibatasi oleh beberapa bagian, yaitu sebelah atas oleh tulang
rahang dan langit-langit (palatum), sebelah kiri dan kanan oleh otot-otot pipi,
serta sebelah bawah oleh rahang bawah1.
a. Gigi (dentis)
Pada manusia, gigi berperan dalam proses mastikasi (pengunyahan)
dan sebagai alat pencernaan mekanis. Di sini, gigi membantu memecah
makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Hal ini akan membantu
enzim-enzim pencernaan agar dapat mencerna makanan lebih efisien dan
cepat.
b. Lidah (lingua)
Lidah berfungsi untuk membantu mengunyah makanan yakni dalam
hal membolak-balikkan makanan dalam rongga mulut, membantu dalam
menelan makanan, sebagai indera pengecap, dan membantu dalam berbicara.
b. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan saliva. Saliva mengandung enzim ptyalin
atau amylase dan ion natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium. Fungsi saliva
adalah :
1) Melarutkan makanan secara kimia,
2) Melembabkan dan melumasi makanan
3) Mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan maltose
4) Zat antibakteri dan antibodi
2. Esofagus
Esofagus merupakan saluran sempit berbentuk pipa yang menghubungkan faring
dengan lambung (gaster). Yang panjang kira – kira 25 cm, diameter 2,5 cm. pH
cairannya 5 – 6 2. Berfungsi menggerakkan makanan dari faring ke lambung melalui
gerak peristalsis. Pada esofagus terdapat kelenjar-kelenjar pada dinding esofagus licin.
Keadaan ini akan mempermudah bolus makan bergerak melalui esofagus menuju ke
lambung. Bergeraknya bolus dari mulut ke lambung disebabkan adanya gerak peristaltik
pada otot esofagus. Gerak peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi otot secara
bergantian pada lapisan otot yang tersusun secara me- manjang dan melingkar1.
3. Gaster
Gaster merupakan bagian dari traktus gastrointestinal yang terletak antara
esofagus dan deudenum. Gaster terdiri atas kardia, fundus, korpus dan pilorus. Korpus
merupakan zona sempit selebar 2-3 cm, tempat muara esofagus kedalam gaster,
dengan lubang muaranya disebut ostium kardiakum. Fundus adalah daerah mirip
kubah yang menonjol ke kiri di atas muara esofagus. Korpus merupakan daerah pusat
yang luas. Pilorus merupakan bagian distal yang menyempit, berakhir pada orifisium
gastrodeudenal2,3.

Gambar 1. Anatomi Gaster 5

11
Di dalam lambung terdapat kelenjar yang menghasilkan enzim pencernaan seperti asam
khlorida (HCl), enzim pepsin dan enzim renin. Enzim ptialin dalam air ludah tidak dapat
bekerja di dalam lambung karena terlalu asam (pH sekitar 1,5 - 3). Makanan berada di
lambung kira-kira 3 sampai 4 jam atau sampai 7 jam untuk bahan makanan yang
mengandung banyak lemak. Makanan yang sudah hancur sedikit demi sedikit masuk ke usus
halus.
Getah lambung mengandung:
a. Asam klorida (HCl). Berfungsi sebagai desinfektan,mengasamkan makanan
dan mengubah pepsinogen menjadi pepsin.
b. Rennin, merupakan enzim yang berfungsi mengendapkan kasein (protein susu)
dari air susu.
c. Pepsin berfungsi mengubah protein menjadi polipeptida..
d. Lipase, berfungsi untuk mencerna lemak.

4. Usus halus (Intestinum tenue)


Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar pencernaan dan
penyerapan yang panjangnya sekitar 6 m berdiameter sekitar 2,5 cm. sedangkan pHnya
6,3 – 7,6 cm3.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Duodenum panjangnya
sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan
jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum
dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium
(penggantung)3. Jejunum mulai pada junctura denojejunalis dan ileum berakhir pada
junctura ileocaecalis. Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding
posterior abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri
sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke
bawah dan ke kenan dari kiri vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca
kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri
vena mesenterica superior antara kedua lapisan peritoneum yang memgbentuk
messenterium2,3.

12
Gambar 2. Anatomi Intestinum Tenue 4

Kelenjar – kelenjar usus menghasilkan enzim – enzim pencernaan, yaitu :


a. Peptidase, berfungsi mengubah peptide menjadi asam amino
b. Sukrase, berfungsi mengubah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.
c. Maltase, berfungsi mengubah maltose menjadi glukosa
d. Laktase, berfungsi mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa

5. Usus Besar (Intestinum Crassum)


Usus besar adalah saluran yang berhubung dengan bagian usus halus (ileum)
sampai ke anus. Yang panjangnya sekitar 1,5 m dan diameternya kurang lebih 6,3 cm.
pH nya 7,5 – 8,0. Usus besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 2,3:
a. Caecum. Merupakan pembatas antara ileum dengan kolon.
b. Kolon. Pada kolon terjadi gerakan mencampur isi kolon dengan gerakan
mendorong. Pada kolon ada tiga bagian yaitu :
1) Kolon asendens; yang merentang dari coecum sampai ke tepi bawah hati
disebelah kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
2) Kolon transversum ; merentang menyilang abdomen ke bawah hati dan
lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar ke bawah pada
fleksura spienik.
3) Kolon desendens; merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi
kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum.

13
c. Rectum : merupakan tempat penampungan sementara feses sebelum dibuang
melalui anus. Yang panjangnya 12 – 13 cm.

Gambar 2. Anatomi Intestinum Crassum5

Fungsi dari usus besar adalah1 :


a. Mengabsorbsi 80 % sampai 90 % air dan elektrolit dari kimus yang tersisa
dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semipadat.
b. Memproduksi mucus
c. Mengeksresikan zat sisa dalam bentuk feses.
6. Anus
Anus merupakan lubang pada ujung saluran pencernaan. Pada anus terdapat dua
macam otot, yaitu:
a. Sfingter anus internus
b. Sfingter anus eksterus

II. PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS (SCBA)


II.1. DEFINISI

14
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) adalah kehilangan darah
didalam lumen saluran cerna yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum treitz,
mulai dari esofagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum.
Mekanisme kehilangan darah dapat berupa perdarahan tersamar intermiten sampai
dengan perdarahan masif yang disertai syok. Perdarahan yang tersamar (occult
bleeding) hanya dapat dideteksi adanya darah samar pada feses atau adanya anemia
defisiensi besi, sehingga sering tidak tampak secara jelas5,6.

II.2. Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan salah satu kasus kegawatan di
bidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan di bidang
kesehatan dan perekonomian dunia. Insidens perdarahan SCBA bervariasi mulai dari
48-160 kasus per 100.000 populasi,insidens tertinggi pada laki-laki dan lanjut usia..
Peningkatan insidensi di sebagian negara berhubungan dengan penggunaan aspirin
dan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Di Amerika Serikat angka kejadiannya
berkisar antara 50-150 per 100.000 penduduk per tahun. Angka kematiannya
bervariasi antara 4-14% tergantung pada kondisi pasien dan penanganan yang tepat7.

II.3. Etiologi
Lebih dari 60% perdarahan SCBA disebabkan oleh perdarahan ulkus peptikum,
perdarahan varises esofagus hanya sekitar 6%. Etiologi lain adalah malformasi
arteriovenosa, Mallory-Weiss tear , gastritis, dan duodenitis. Di Indonesia, sekitar 70%
penyebab SCBA adalah ruptur varises esofagus. Namun, dengan perbaikan manajemen
penyakit hepar kronik dan peningkatan populasi lanjut usia, proporsi perdarahan ulkus
peptikum diperkirakan bertambah7. Penyebab perdarahan SCBA antara lain: 380 pasien
(33,4%) ruptur varisesesofagus, 225 pasien (26,9%) perdarahan ulkuspeptikum, dan
219 pasien (26,2%) gastritis erosif sedangkan di negara Eropa dan Amerika adalah
perdarahan non variceal karena ulkus peptikum (60%).Penyebab lain yang jarang
meliputi, Malory Weiss tears, duodenitis erosive, ulkus dielafoy (salah satu tipe
malformasi vaskuler), neoplasma, aorto enteric fistula, GAVE (gastric antral vascular
ectasia) dan gastropathy prolapse6

II.4. Faktor risiko

15
Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis
perdarahan SCBA, antara lain 5,6 :
1. Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia
>60 tahun, karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi
penyakit komorbid yang menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi.
2. Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA
berjenis kelamin laki-laki. Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas
menggunakan pendekatan epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik
menjelaskan hubungan perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.
3. Riwayat Gastritis
Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada
kelompok ini diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya
gangguan dalam mekanisme pertahanan mukosa dan proses penyembuhan. Gastritits
dapat disebabkan beberapa faktor :
- Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Peningkatan risiko komplikasi ulkus, terutama terjadi pada orang
tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu
yang mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu
lama 35% hasil endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi
atau petechiae, dan 5%-30% menunjukkan adanya ulkus. Jenis-jenis
OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen, naproxen,
indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak 8.

16
Tabel 1. NSAID Penyebab Perdarahan Saluran Cerna 7
- Penggunaan obat-obat antiplatelet
Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat
menyebabkan faktor perdarahan naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis
subterapi 10 mg per hari masih dapat menghambat
siklooksigenase.Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus
duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut dan lambung.
Obat antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi
oleh pasien dengan komplikasi saluran cerna.
- Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko
terjadinya ulkus duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok
menghambat proses penyembuhan ulkus, memicu kekambuhan, dan
meningkatkan risiko komplikasi.
- Alkohol
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan
mukosa lambung dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai
dengan perdarahan pada mukosa10.
- Infeksi bakteri Helicobacter pylori
Helicobacter pylori (H. Pylori) merupakan bakteri gram negatif
berbentuk spiral yang hidup dibagian dalam lapisan mukosa yang melapisi
17
dinding lambung. H. pylori menempel pada epitel lambung,
memproduksi enzim dan toksinyang membuat mukosa mudah rusak.
H. pylori juga mempengaruhi kadar gastrin dan produksi asam
11
lambung .

Tabel 2. Etiologi Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas6

II.5. Patofisiologi 5,7


Secara fisiologis lumen gaster memiliki pH yang asam, kondisi ini
berkontribusi dalam proses pencernaan tetapi juga berpotensi merusak mukosa
gaster. Beberapa mekanisme telah terlibat untuk melindungi mukosa gaster.
Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis
yang mencegah partikel makanan besar menempel secara langsung pada lapisan
epitel. Lapisan mukosa juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada
permukaan epitel yang melindungi mukosa dari paparan langsung asam
lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai hasil sekresi ion bikarbonat sel-
sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster selain mengantarkan
oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang
berdifusi ke lamina propia.
Pada perdarahan saluran cerna, terdapat beberapa faktor penyebabnya,
antara lain gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi

18
mekanisme-mekanisme protektif tersebut. Pada orang yang sudah lanjut usia
pembentukan musin berkurang sehingga rentan terkena gastritis dan perdarahan
saluran cerna. Gastritis dapat terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori yang
predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam lambung dengan
konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan
sekresi lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi
alkohol yang berlebih.
Pemakaian OAINS dan obat antiplatelet dapat mempengaruhi proteksi sel
(sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau mengurangi
sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.
Alkohol merangsang sekresi asam dan isi minuman berakohol selain
alkohol juga merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan perlukaan
mukosa saluran cerna.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan
salah satu penyakit komorbid pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko
perdarahan SCBA. Pada pasien DM terjadi perubahan mikrovaskuler salah
satunya adalah penurunan prostasiklin yang berfungsi mempertahankan mukosa
lambung sehingga mudah terjadi perdarahan.

II.6. Gejala klinik perdarahan SCBA


Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya 7,8 :
- Hematemesis (muntah darah segar dan atau disertai hematin/ hitam).
Disertai dengan melena adalah pengeluaran faeses atau tinja yang
berwarna hitam seperti ter yang disebabkan oleh adanya perdarahan
saluran makan bagian atas Perdarahan yang masif, terutama yang
berasal dari duodenum, kadang tidak terpapar asam lambung dan
keluar peranum dalam bentuk darah segar (hematochezia) atau merah
hati (maroon stool).
- Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume
intravaskular akan mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil,
dengan tanda-tanda sebagai berikut :
1. Hipotensi ( <90/60 mmHg dan nadi >100 x/menit). Tekanan
diastolik turun > 10 mmHg atau sistolik turun > 20 mmHg
19
2. Frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/menit.
3. Akral dingin.
4. Kesadaran menurun.
5. Anuria atau oliguria (produksi urine < 30ml/ jam).

II.7. Diagnosis 5,6


Perdarahan SCBA Diagnosis perdarahan SCBA dibuat berdasarkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, inspeksi dengan pemasangan nasogastric tube
(NGT), pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan endoskopi, radionuclide
scanning, radiografi barium kontras.
II.7.1 Anamnesis
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya
perdarahan, perkiraan darah yang keluar, riwayat perdarahan sebelumnya,
riwayat perdarahan dalam keluarga, ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh
lain, penggunaan obatobatan terutama anti inflamasi non steroid, penggunaan
obat antiplatelet, kebiasaan minum alkohol, kemungkinan adanya penyakit hati
kronik, diabetes mellitus, demam tifoid, gagal ginjal, hipertensi dan riwayat
transfusi sebelumnya.
II.7.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tekanan darah dapat memperkirakan seberapa banyak
pasien kehilangan darah. Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik
turun >10 mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah.
II.7.3 Inspeksi dengan nasogastric tube (NGT)
Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian
awal kasus. Aspirat warna merah terang, pasien memerlukan pemeriksaan
endoskopi segera baik untuk evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan
aspirat berwarna seperti kopi, maka diperlukan rawat inap dan pemeriksaan
endoskopi dalam 24 jam pertama. Meskipun demikian aspirat normal tidak
dapat menyingkirkan perdarahan SCBA. Studi melaporkan 15% kasus
perdarahan SCBA pemeriksaan NGT normal tetapi terdapat lesi dengan risiko
tinggi perdarahan (terlihat/ tidak terlihat pembuluh darah dengan perdarahan)
pada endoskopi.
II.7.4 Pemeriksaan laboratorium

20
Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai
kadar hemoglobin, fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang
berhubungan dengan status haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin
dan hematokrit dilakukan secara serial (setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan
antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk memantau lajunya proses
perdarahan.
II.7.5 Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis,
dengan akurasi diagnosis > 90%.12 Waktu yang paling tepat untuk
pemeriksaan endoskopi tergantung pada derajat berat dan sumber perdarahan.
Dalam 24 jam pertama pemeriksaan endoskopi merupakan
pemeriksaan yang dianjurkan. Pasien dengan perdarahan yang terus
berlangsung,yang gagal dihentikan dengan terapi suportif membutuhkan
pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk diagnosis dan terapi.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan.
Pada beberapa keadaan dimana pemeriksaan endoskopi tidak dapat
dilakukan, untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat
dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi.
Untuk pasien yang tidak mungkin dilakukan endoskopi dapat
dilakukan pemeriksaan dengan angiografi atau skintigrafi. Hasil pemeriksaan
endoskopi untuk pasien-pasien perdaahan non varises mempunyai nilai
prognostik. Dengan menganalisis semua data yang ada dapat ditentukan
strategi penanganan yang lebih adekwat. Dari berbagai pemeriksaan diatas
harus dilakukan pemilahan pasien apakah berada pada kelompok risiko tinggi
atau bukan.

21
Tabel 3. Skoring Pasien Perdarahan Saluran Cerna dengan Mortalitas Tinggi9
Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko
perdarahan ulang dan mortalitasnya
II.7.6. Arteriografi selektif
Arteriografi selektif melalui arteri mesenterika superior, arteri
mesenterika inferior dan cabangnya dapat digunakan untuk diagnosis,
sekaligus dapat untuk terapeutik. Pemeriksaan ini membutuhkan laju
perdarahan minimal 0,5-1,0 mililiter permenit.
II.7.8. Radiografi barium kontras
Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit
untuk menentukan sumber perdarahan, juga adanya zat kontras akan
mempersulit pemeriksaan endoskopi maupun arteriografi.

II.8. Tatalaksana9,10
Tujuan utama pengelolaan perdarahan SCBA adalah stabilisasi hemodinamik,
menghentikan perdarahan, mencegah perdarahan ulang dan menurunkan mortalitas.
II.8.1 Resusitasi

22
Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam
keadaan renjatan, maka proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau
koloid) harus segera dimulai tanpa menunggu data pendukung
lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan transfuse
darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan
kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan
ringan sampai sedang tanpa gangguan hemodinamik. Pada keadaan
syok dan perlu monitoring pemberian cairan, diperlukan akses sentral.
Target resusitasi adalah hemodinamik stabil, produksi urin cukup
(>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb tercapai
(8-10 gr%).
II.8.2. Terapi obat PPI (Proton Pump inhibitor)
Merupakan pilihan utama dalam pengobatan perdarahan SCBA,
beberapa studi melaporkan efektifitas PPI dalam menghentikan
perdarahan karena ulkus peptikum dan mencegah perdarahan
berulang. PPI memiliki dua mekanisme kerja yaitu menghambat H+
/K+ATPase dan enzim karbonik anhidrase mukosa lambung manusia.
Hambatan pada H + /K+ATPase menyebabkan sekresi asam lambung
dihambat dan pH lambung meningkat.Hambatan pada pada enzim
karbonik anhidrase terjadi perbaikan vaskuler, peningkatan
mikrosirkulasi lambung, dan meningkatkan aliran darah mukosa
lambung.
PPI yang tersedia di Indonesia antara lain omeprazol,
lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. PPI
intravena mampu mensupresi asam lebih kuat dan lama tanpa
mempunyai efek samping toleransi. Studi Randomized Controlled
Trial (RCT) menunjukkan PPI efektif jika diberikan dengan dosis
tinggi intravena selama 72 jam setelah terapi endoskopi pada
perdarahan pada ulkus dengan stigmata endoskopi risiko tinggi
misalnya, lesi tampak pembuluh darah dengan atau tanpa perdarahan
akut.

23

Anda mungkin juga menyukai