PENDAHULUAN
Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai
dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). 1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik. Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).1
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah
sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan empat
subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing
berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh
perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya
keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.2
2
mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula
pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang
menyebabkan BPPV.1,3
3
membrane otolith yang berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia
dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya.3,4
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo
bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau
perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.3,4,5
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
Alkohol
Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
TIA (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri
basiler
4. Kelainan di telinga
Endapan Ca pada salah satu kanalis semisirkularis di telinga
bagian dalam
Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
Peradangan saraf vestibuler
Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
Sklerosis multiple
Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibularis.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam
lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali
4
lipat lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat
tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo.
2.4 Klasifikasi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90%
dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal
ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh
ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang
berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri
ataupun berbaring .
5
1. Vertigo Fisiologis
Vertigo fisiologis adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh
stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan
somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain motion sickness, space sickness, height vertigo.
2. Vertigo Patologis
a. Vertigo sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak
atau pada serebelum. Biasanya disertai dengan adanya gejala lain
yang khas, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas,
gangguan fungsi motorik, rasa lemah.4
b. Vertigo perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau
pada nervus vestibulocochlear (N. VIII). Berdasarkan lamanya
serangan, dibagi menjadi:6
Episode vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna.
Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Paling sering
penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga
diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan telinga atau oleh
neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala
menghilang secara spontan.
Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala khas, yaitu
ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.
Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang paling
sering. Ditandai dengan vertigo, nausea, muntah, timbul
mendadak. Gejala ini dapat berlangsung selama beberapa hari
sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu
pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai nistagmus.
6
c. Medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah,
gula darah yang rendah, atau gangguan metabolik akibat obat-
obatan atau akibat infeksi sistemik.
2.5 Patofisiologi
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu:2,3,4,5,6
a. Teori Kupulolitiasis
b. Teori Kanalitiasis
a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
dimana ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium
karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari makula
7
utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi sensitif
akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya
seperti benda berat diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring.
Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala
penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-
Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior
ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian
timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten
sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam
posisi tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang, partikel ini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis semi
sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi
ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga
terjadilah nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan rotasi saat
kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan
layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan
terangkat seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi.
Jatuhnya kerikil tersebut seolah-olah yang memicu organ saraf
menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini
dapat menerangkan keterlambatan sementara nistagmus, karena partikel
butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala,
otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan
vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari
gejala pusing.
8
2.6. Manifestasi Klinis3,4,5
Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar
jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit
dari tempat tidur, mencapai sesuatu yang tinggi, menggerakkan kepala ke
belakang atau membungkuk. Biasanya vertigo akan berlangsung 10-20
detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa
cemas. Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan
vertigo.
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara
aksial tanpa ekstensi pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
bebrapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
Pasien dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal, tidak ada
nistagmus spontan dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.
2.7. Diagnosa2,5,6,7,8
2.7.1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah
berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur,
melihat ke atas maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo juga dapat
disertai dengan keluhan mual. Pada banyak kasus BPPV dapat mereda
sendiri namun berulang di kemudian hari. Dalam anamnesa selain
menanyakan tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor-
faktor yang merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi
keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma kepala,
migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya maupun
riwayat gangguan saraf pusat.
9
Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat di diagnosa
ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo yang disebabkan
oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika dilakukan
pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-
Hallpike Test. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-
Hallpike, dan tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang
memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike
negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.
a. Dix-Hallpike Test
Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes Dix-
Hallpike biasanya menunjukkan dua karakteristik penting. Pertama,
terdapat periode laten antara akhir dari masa percobaan dan saat terjadi
serangan dari nistagmus. Periode laten tersebut terjadi selama 5 sampai
20 detik, tetapi dapat juga terjadi hingga 1 menit dalam kasus yang
jarang terjadi. Kedua, hal yang memperberat vertigo dan nistagmusnya
sendiri meningkat, dan hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60
detik dari waktu serangan nistagmus. Sebelum melakukan pemeriksaan,
pemeriksa harus memberitahu pasien tentang gerakan-gerakan yang
akan dilakukan dan mengingatkan pasien bahwa pasien akan merasakan
serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja disertai dengan
rasa mual, yang akan hilang dalam 60 detik. Karena pasien akan
diposisikan dalam posisi supinasi dengan kepala dibawah badan, pasien
harus diberitahu agar saat berada dalam posisi supinasi, kepala pasien
akan menggantung dengan bantuan meja percobaan hingga 20 derajat.
Pemeriksa sebaiknya meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat
menjaga kepala pasien dan memandu pasien mendapatkan pemeriksaan
yang aman dan terjamin tanpa pemeriksa kehilangan keseimbangan
dirinya sendiri.
10
1. Pertama, jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah
beberapa detik.
2. Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat pemeriksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30 40 derajat,
pasien diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang
muncul.
3. Kepala diputar melihat ke kanan 45 derajat (kalau kanalis semi
sirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan
kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di kanalis semi sirkularis posterior.
4. Tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien direbahkan
secara cepat sampai kepala tergantung pada ujung meja pemeriksaan.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 40 detik. Penilaian respon pada monitor
dilakukan selama kira-kira 1 menit atau sampai respon menghilang.
6. Komponen cepat nistagmus seharusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
7. Setelah pemeriksaan ini dilakukan, dapat langsung dilanjutkan
dengan Canalith Reposithoning Treatment (CRT). Bila tidak
ditemukan respon abnormal, pasien dapat didudukkan kembali
secara perlahan. Nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
8. Berikutnya pemeriksaan diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
45 derajat dan seterusnya.
11
Gambar 3. Dix-Hallpike Test
b. Tes kalori
Tes kalori diajukan oleh Dix dan Hallpike. Pada pemeriksaan ini
dipakai air dingin dan air panas. Suhu air dingin adalah 30C sedangkan
suhu air panas adalah 44C. Volume air yang dimasukkan kedalam
telinga salah satunya terlebih dahulu sebanyak 250 ml air dingin, dalam
40 detik. Kemudian pemeriksa memperhatikan saat nistagmus muncul
dan berapa lama kejadian nistagmus tersebut. Dilakukan hal yang sama
pada telinga yang lain. Setelah menggunakan air dingin, kemudian kita
melakukan hal yang sama pada kedua telinga menggunakan air panas.
Pada tiap-tiap selesai salah satu pemeriksaan, pasien diistirahatkan
selama 5 menit untuk menghilangkan rasa pusingnya.
12
lateral. Pemeriksa harus menginformasikan pada pasien bahwa pada
pemeriksaan ini, pasien akan mengalami pusing berat selama beberapa
saat. Saat melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi atau
berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan
rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan pemeriksa
mengamati mata pasien untuk melihat ada tidaknya nistagmus. Setelah
nistagmus mereda, kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Kemudiaan dimiringkan kembali 90 derajat ke sisi yang
berlawanan dan mata pasien diamati untuk memeriksa ada tidaknya
nistagmus.
b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.
13
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.
14
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.
15
2.9. Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk BPPV didasari dengan kemampuan membuat
gerakan sendiri ataupun prosedur-prosedur dalam mereposisikan kanalis,
dengan tujuan mengembalikan partikel-partikel yang bergerak kembali ke
posisi semula yaitu pada makula utrikulus. Berikut akan dijelaskan
pergerakan-pergerakan yang dapat dilakukan, dan ditujukan untuk
berbagai jenis BPPV. Keberhasilan dari tatalaksana sendiri bergantung
pada pemilihan pergerakan yang tepat dalam mengatasi BPPV. Beberapa
penderita dapat merasakan gejala-gejala seperti pusing, mual, berkeringat,
dan muntah saat melakukan pergerakan untuk terapi. Dalam kasus seperti
ini, obat-obat penekan vestibulum dapat digunakan sebagai tambahan yang
tidak hanya meringankan vertigo yang muncul akibat gerakan yang akan
dilakukan tetapi juga mengatur gejala-gejala yang terjadi hingga prosedur
dapat dilakukan kembali. Obat-obat golongan terapi tersebut meliputi
meclizin, dimenhidrinase, clonazepam dan diazepam. Dosis dapat berbeda
tergantung intensitas dari gejala yang timbul.
Terdapat beberapa manuver untuk reposisi BPPV, yaitu:4,6,8
a. Manuver Epley
Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh
ke sisi yang sakit. Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala
digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya,
kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi
berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik.
Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu pada
pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.
b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolotoasis kanalis
posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita didudukkan
dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita dimiringkan 45 derajat
berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke
posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi
16
ini dipertahankan selama 1 sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa berhenti saat posisi
duduk.
c. Manuver Lempert
Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis
horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai
dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi
yang sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh
ke posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala penderita telah
menghadap ke bawah dan badan dibalikkan lagi ke arah ventral
dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan tubuh
berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita
kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15
detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.
e. Brandt-Daroff Exercises
The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan
dirumah, sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik,
bahkan setelah melakukan manuver Epley ataupun Semont. Latihan-
latihan ini diindikasian satu minggu sebelum melakukan terapi
manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi diri pasien terhadap
manuver. Latihan ini juga membantu pasien menerapkan berbagai
posisi sehingga dapat lebih terbiasa.
17
2.10. Komplikasi7,8,9
Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal
vertikal, partikel-partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi hingga
sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari kasus. Pada kasus ini,
nistgamus yang bertorsional menjadi horizontal dan geotropik.
Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan
merasakan beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual, muntah
dan nistagmus.
2.11. Prognosis
Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien
sembuh dalam jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah
6 bulan dari serangan. Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat dengan
mudah ditangani, tetapi harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi
bahkan jika terapi manuvernya berhasil, jadi terapi lainnya mungkin
dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa 15% terjadi kekambuhan
pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi pada 40 bulan
setelah terapi.9,10,11
Kekambuhan dari BPPV adalah masalah yang umum terjadi.
Menieres disease, CNS disease, migraine headaches,dan post-traumatic
BPPV merupakan faktor risiko yang lebih memungkinkan untuk terjadinya
kekambuhan.9,10,11
18
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu Belah Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Dirawat yang ke :I
Agama : Islam Tanggal dirawat : 7-1-2017
B. ANAMNESIS
I. Keluhan Utama:
Pusing berputar sejak 2 hari yang lalu
19
IV. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
V. Riwayat Pribadi dan Sosial
- Jarang olahraga
- Pola makan tidak teratur
- Akhir-akhir ini sering tidur larut malam dan susah tidur
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis kooperatif
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 70 kg
Tanda Vital
- Tekanan darah : 100/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 x/menit, reguler.
- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 37 oC
Kelenjar Getah Bening
- Leher : tidak ada pembesaran
- Aksila : tidak ada pembesaran
- Inguinal : tidak ada pembesaran
Kepala
Mata : Seklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, reflex pupil+/+
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut : mukosa bibir kering(-), sianosis(-), lidah tremor (-), faring
hiperemis(-)
Telinga: sekret(-)
20
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga(-)
Palpasi : Fokal fremitus +/+, gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicularissinistra.
Perkusi :
Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
Batas jantung kiri :SIC V 1 jari lateral linea midclavicula
sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, gallop (-), Murmur(-).
Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus positif, normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Timpani.
Korpus Vertebra
inspeksi : tidak tampak kelainan
palpasi : tidak teraba kelainan
21
B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:
Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+
N. IV (N. Trochlearis)
Kanan Kiri
Normal Normal
Gerakan mata ke bawah
Normal Normal
Sikap bulbus
Diplopia Tidak ada Tidak ada
22
N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Normal Normal
Divisi Maksila
Normal Normal
Refleks masseter
Tidak dinilai Tidak dinilai
Sensibilitas
Divisi Mandibula
Tidak dinilai Tidak dinilai
Sensibilitas
N. VI (N. Abduscen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada
23
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal
Hiperakusis Tidak ada Tidak ada
N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 Normal Normal
belakang
Refleks muntah/Gag Normal Normal
reflek
N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal
Uvula Normal Normal
Menelan Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi 86 x/menit 86 x/menit
N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke Normal Normal
kanan
Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal
24
N. XII (N. Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di Normal Normal
dalam
Kedudukan lidah Normal Normal
dijulurkan
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada
F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Normal
25
Sensibilitas nyeri Normal
Sensibilitas termis Normal
Sensibilitas kortikal Tidak dinilai
Stereognosis Tidak dinilai
Pengenalan 2 titik Normal
Pengenalan rabaan Normal
G. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea Normal Normal
Berbangkis Normal Normal
Laring Tidak dinilai Tidak dinilai
Masseter Tidak dinilai Tidak dinilai
Dinding perut
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Tengah Normal Normal
Biseps +2 +2
Triseps +2 +2
APR +2 +2
KPR +2 +2
Bulbokavernosus Tidak dinilai Tidak diniilai
Kremaster Tidak dinilai
Sfingter Tidak dinilai
3. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal
4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Normal Reflek glabella Tidak ada
Fungsi intelek Normal Reflek snout Tidak ada
26
Reaksi emosi Normal Reflek menghisap Tidak ada
Reflek memegang Tidak ada
Refleks palmomental Tidak ada
D. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Diagnosis Topik : Vestibularis perifer
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis sekunder : -
E. PEMECAHAN MASALAH
Terapi
Medikamentosa
- IVFD RL 20 tpm
- Betahistine 6 mg tab 3 x 1
Non Medikamentosa
- Mengurangi stress
- Latihan untuk membuka mata, melirik keatas, kebawah, kesamping
kiri-kanan
- Latihan menggerakan kepala kekiri dan kekanan, kemudian miring
kanan-kiri
- Latihan duduk, berdiri dan kemudian berjalan.
27
F. PROGNOSIS
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien belum pernah mengalami hal yang sama seperti ini. Riwayat hipertensi
disangkal. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai riwayat yang
sama, hipertensi, dan diabetes disangkal. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
neurologis didapatkan pasien mengalami kesulitan berjalan sendiri karena
merasakan pusing, nistagmus horizontal (+) dan tes romberg (+).
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga dalam, atau saraf vestibular). Vertigo yang berasal
dari kelainan di sentral akan mengalami keluhan yang bertahap dan berlangsung
dalam hitungan hari sampai minggu, keluhan pusing yang dirasakan tidak
tergantung terhadap perubahan posisi dan gerakan kepala, serangan bersifat
ringan, tanpa atau disertai nistagmus, jika mengalami nistagmus biasanya bersifat
28
arah vertical, dan terdapat gejala gangguan pada batang otak seperti: diplopia,
disartria, disfagia, disfonia, gangguan serebelum berupa gangguan koordinasi,
kesulitan melakukan gerakan yang butuh keterampilan, gangguan kortek serbral
berupa gejala iritatif, defisit sensorik dan motorik. Pada anamnesis pasien
mengalami keluhan dengan onset mendadak, dan berlangsung beberapa detik
sampai beberapa menit, keluhan pusing bergantung terhadap perubahan posisi dan
gerakan kepala, serangan bersifat berat, pada pemeriksaan neurologi didapatkan
nistagmus horizontal (+), tidak disertai dengan gangguan batang otak, serebelum,
dan kortek serebral. Jadi kemungkinan terdapatnya lesi pada sentral dapat
disingkirkan.
Vertigo dapat disebabkan adanya trauma kepala, namun pada pasien ini dari
anamnesis adanya riwayat trauma kepala disangkal, selain itu vertigo juga bisa
disebabkan adanya infeksi pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya bunyi
berdenging pada telinga, terdapatnya riwayat keluar cairan berbau dari telinga,
terdapat riwayat rasa penuh pada telinga. Namun pada pasien ini tidak ditemukan
adanya riwayat keluar cairan berbau dari telinga, dan tidak adanya riwayat terasa
penuh dalam telinga. vertigo juga diduga merupakan kelainan yang bersifat
idiopatik, dengan tidak ditemukannya riwayat trauma kepala, tidak terdapat
kelaianan pada telinga. Berdasarkan anamnesis pasien mengaku keluhan
29
bertambah berat saat berubah posisi tubuh, jadi kemungkinan etiologi dari vertigo
yang diderita pasien adalah akibat Benign Position Paroximal Vertigo.
30
BAB V
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
9. Libonati, GA. 2012. Benign Paroxysmal Positional Vertigo and Positional
Vertigo Variants.
10. Bunjamin, FP., Darmawan B., Suryajaya A., Tjoa, R. 2013. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo.
11. Johnson J dan Lalwani AK. 2007. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In:
Lalwani AK. Curret Diagnosis and treatment in Otolaryngology-Head &
Neck Surgery. New York: Mc Graw Hill Companies.
33