Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti
rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya
terasa berputar atau badan yang berputar. Keluhan yang paling sering dijumpai
dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV). 1

Vertigo perifer didefinisikan sebagai sensasi berputar dengan provokasi


perubahan posisi disertai mual, muntah dan gangguan keseimbangan. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV), sedangkan Meniere disease selain pusing
berputar, juga disertai adanya tinitus, dan kehilangan pendengaran. Dizziness dan
vertigo menempati urutan ketiga tersering. Vertigo mengenai semua golongan
umur, insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada pasien
usia lebih dari 40 tahun, dizziness dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia
lebih dari 65 tahun. Prevalensi vertigo tergantung faktor usia. Kelainan vestibuler
perifer yang sering adalah BPPV, vestibular neuritis, Menieres disease dan
vestibulopati. Insidensi vertigo perifer di malaysia berkisar 38-64,7%.2
Cukup banyak penyebab vertigo, baik vertigo tipe perifer maupun tipe
sentral. Kelainan anatomi dan atau fisiologi vertigo terletak pada alat
keseimbangan tubuh, penyebabnya dapat meliputi degenerasi, vaskuler, tumor,
infeksi, inflamasi, kongenital, dan trauma.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yaitu memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai
pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik. Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).1
Vertigo tidak selalu sama dengan dizziness. Dizziness adalah
sebuah istilah non spesifik yang dapat dikategorikan ke dalan empat
subtipe tergantung gejala yang digambarkan oleh pasien.1
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan
vestibuler yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing
berputar diikuti mual muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh
perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi tanpa adanya
keterlibatan lesi di susunan saraf pusat.2

2.2 Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh


Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan
mendeteksi akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin
terdiri dari tiga kanal semisirkular, yakni kanal anterior, kanal posterior,
dan kanal horizontal. Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe
dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut
ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, suatu masa gelatin yang
memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, dan melekat pada sel
rambut.1,3
Labirin terdiri dari dua struktur otolit, yaitu utrikulus dan sakulus
yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi.
Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar
utrikulus kira-kira dibidang kanalis semisirkularis horizontal. Makulus
sakulus terletak di dinding medial sakulus dan terutama terketak di
bidang vertikal. Pada setiap macula terdapat sel rambut yang

2
mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula
pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang
menyebabkan BPPV.1,3

Gambar 1. Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh
perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya
tertanam di sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel
rambut di saluran setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak.
Batu-batu kecil yang terlepas (kupulolitiasis) didalam telinga bagian
dalam menyebabkan BPPV. Batu-batu tersebut merupakan kristal-
kristal kalsium karbonat yang normalnya terikat pada kupula. Kupula
menutupi makula, yang adalah struktur padat dalam dinding dari dua
kantong kantong (utrikulus dan sakulus) yang membentuk vestibulum.
Ketika batu-batu terlepas, mereka akan mengapung dalam kanal
semisirkular dari telinga dalam. Faktanya, dari pemeriksaan-
pemeriksaan mikroskopik telinga bagian dalam pasien yang menderita
BPPV memperlihatkan batu-batu tersebut.3,5
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui
secara pasti. Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa
penyebab seperti trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan
dapat terjadi tanpa didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin
dapat juga disebabkan oleh perubahan protein dan matriks gelatin dari

3
membrane otolith yang berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia
dapat juga sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya.3,4
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui
organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini
memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo
bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang
menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.
Vertigo juga bisa berhubungan dengan kelainan penglihatan atau
perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.3,4,5
Penyebab umum dari vertigo:
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
Alkohol
Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
TIA (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri
basiler
4. Kelainan di telinga
Endapan Ca pada salah satu kanalis semisirkularis di telinga
bagian dalam
Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
Peradangan saraf vestibuler
Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
Sklerosis multiple
Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin,
persarafannya atau keduanya
Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibularis.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam
lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali

4
lipat lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat
tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo.

2.4 Klasifikasi
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90%
dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal
ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh
ke kanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang
berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri
ataupun berbaring .

b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama
kali diperkenalkan oleh dengan karakteristik vertigo posisional yang
diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah nistagmus horizontal
yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase cepat kearah
telinga di posisi bawah) atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat
kearah telinga di posisi atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu
sisi dalam posisi telentang. Nistagmus geotropik terjadi karena adanya
otokonia yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen
posterior kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus
menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau karena
adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis horizontal
(kanalolitiasis apogeotropik).

Klasifikasi vertigo lain:4,5,6

5
1. Vertigo Fisiologis
Vertigo fisiologis adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh
stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan
somatosensorik berfungsi baik. Yang termasuk dalam kelompok ini
antara lain motion sickness, space sickness, height vertigo.

2. Vertigo Patologis
a. Vertigo sentral, diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak
atau pada serebelum. Biasanya disertai dengan adanya gejala lain
yang khas, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas,
gangguan fungsi motorik, rasa lemah.4
b. Vertigo perifer, disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau
pada nervus vestibulocochlear (N. VIII). Berdasarkan lamanya
serangan, dibagi menjadi:6
Episode vertigo yang berlangsung beberapa detik.
Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna.
Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Paling sering
penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga
diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan telinga atau oleh
neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala
menghilang secara spontan.
Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam.
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati
berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala khas, yaitu
ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo, dan tinitus.
Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu.
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang paling
sering. Ditandai dengan vertigo, nausea, muntah, timbul
mendadak. Gejala ini dapat berlangsung selama beberapa hari
sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu
pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin
dijumpai nistagmus.

6
c. Medical vertigo, dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah,
gula darah yang rendah, atau gangguan metabolik akibat obat-
obatan atau akibat infeksi sistemik.

Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi:5


Sakit kepala
Gejala neurologis
Tanda neurologis

2.5 Patofisiologi
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu:2,3,4,5,6
a. Teori Kupulolitiasis
b. Teori Kanalitiasis

a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
dimana ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium
karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari makula

7
utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior menjadi sensitif
akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Sama halnya
seperti benda berat diletakkan pada puncak tiang, bobot ekstra itu akan
menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring.
Begitu halnya digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala
penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-
Hallpike). Kanalis semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior
ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian
timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa laten
sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala dalam
posisi tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi yang sesuai
dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang, partikel ini berotasi ke atas di sepanjang lengkung kanalis semi
sirkularis. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi
ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), sehingga
terjadilah nistagmus dan pusing. Saat terjadi pembalikan rotasi saat
kepala ditegakkan kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul
pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan
layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil akan
terangkat seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya gravitasi.
Jatuhnya kerikil tersebut seolah-olah yang memicu organ saraf
menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori kupulolitiasis, teori ini
dapat menerangkan keterlambatan sementara nistagmus, karena partikel
butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala,
otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan
vertigo serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari
gejala pusing.

8
2.6. Manifestasi Klinis3,4,5
Pasien BPPV akan mengeluh jika kepala berubah pada suatu keadaan
tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar
jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit
dari tempat tidur, mencapai sesuatu yang tinggi, menggerakkan kepala ke
belakang atau membungkuk. Biasanya vertigo akan berlangsung 10-20
detik. Kadang-kadang disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa
cemas. Penderita biasanya dapat mengenali keadaan ini dan berusaha
menghindarinya dengan tidak melakukan gerakan yang dapat menimbulkan
vertigo.
Vertigo tidak akan terjadi jika kepala tegak lurus atau berputar secara
aksial tanpa ekstensi pada hampir sebagian besar pasien, vertigo akan
berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari atau
bebrapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun.
Pasien dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal, tidak ada
nistagmus spontan dan pemeriksaan neurologis dalam batas normal.

2.7. Diagnosa2,5,6,7,8
2.7.1. Anamnesis
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20
detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang memicu adalah
berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral, bangun dari tempat tidur,
melihat ke atas maupun ke belakang, dan membungkuk. Vertigo juga dapat
disertai dengan keluhan mual. Pada banyak kasus BPPV dapat mereda
sendiri namun berulang di kemudian hari. Dalam anamnesa selain
menanyakan tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor-
faktor yang merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi
keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma kepala,
migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya maupun
riwayat gangguan saraf pusat.

2.1.7.2. Pemeriksaan Fisik

9
Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior dapat di diagnosa
ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari vertigo yang disebabkan
oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi dan ketika dilakukan
pemeriksaan fisik ditemukan nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-
Hallpike Test. Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-
Hallpike, dan tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang
memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike
negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.
a. Dix-Hallpike Test
Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes Dix-
Hallpike biasanya menunjukkan dua karakteristik penting. Pertama,
terdapat periode laten antara akhir dari masa percobaan dan saat terjadi
serangan dari nistagmus. Periode laten tersebut terjadi selama 5 sampai
20 detik, tetapi dapat juga terjadi hingga 1 menit dalam kasus yang
jarang terjadi. Kedua, hal yang memperberat vertigo dan nistagmusnya
sendiri meningkat, dan hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60
detik dari waktu serangan nistagmus. Sebelum melakukan pemeriksaan,
pemeriksa harus memberitahu pasien tentang gerakan-gerakan yang
akan dilakukan dan mengingatkan pasien bahwa pasien akan merasakan
serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja disertai dengan
rasa mual, yang akan hilang dalam 60 detik. Karena pasien akan
diposisikan dalam posisi supinasi dengan kepala dibawah badan, pasien
harus diberitahu agar saat berada dalam posisi supinasi, kepala pasien
akan menggantung dengan bantuan meja percobaan hingga 20 derajat.
Pemeriksa sebaiknya meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat
menjaga kepala pasien dan memandu pasien mendapatkan pemeriksaan
yang aman dan terjamin tanpa pemeriksa kehilangan keseimbangan
dirinya sendiri.

Cara melakukan pemeriksaan Dix- Hallpike:

10
1. Pertama, jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan,
dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah
beberapa detik.
2. Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat pemeriksa, sehingga
ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30 40 derajat,
pasien diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang
muncul.
3. Kepala diputar melihat ke kanan 45 derajat (kalau kanalis semi
sirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan
kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang
berada di kanalis semi sirkularis posterior.
4. Tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien direbahkan
secara cepat sampai kepala tergantung pada ujung meja pemeriksaan.
5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut
dipertahankan selama 40 detik. Penilaian respon pada monitor
dilakukan selama kira-kira 1 menit atau sampai respon menghilang.
6. Komponen cepat nistagmus seharusnya up-bet (ke arah dahi) dan
ipsilateral.
7. Setelah pemeriksaan ini dilakukan, dapat langsung dilanjutkan
dengan Canalith Reposithoning Treatment (CRT). Bila tidak
ditemukan respon abnormal, pasien dapat didudukkan kembali
secara perlahan. Nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan
dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
8. Berikutnya pemeriksaan diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri
45 derajat dan seterusnya.

11
Gambar 3. Dix-Hallpike Test

b. Tes kalori
Tes kalori diajukan oleh Dix dan Hallpike. Pada pemeriksaan ini
dipakai air dingin dan air panas. Suhu air dingin adalah 30C sedangkan
suhu air panas adalah 44C. Volume air yang dimasukkan kedalam
telinga salah satunya terlebih dahulu sebanyak 250 ml air dingin, dalam
40 detik. Kemudian pemeriksa memperhatikan saat nistagmus muncul
dan berapa lama kejadian nistagmus tersebut. Dilakukan hal yang sama
pada telinga yang lain. Setelah menggunakan air dingin, kemudian kita
melakukan hal yang sama pada kedua telinga menggunakan air panas.
Pada tiap-tiap selesai salah satu pemeriksaan, pasien diistirahatkan
selama 5 menit untuk menghilangkan rasa pusingnya.

c. Tes Supine Roll


Tes ini diperuntukkan jika pasien memiliki riwayat yang sesuai
dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk memeriksa ada
atau tidaknya BPPV kanal lateral atau bisa kita sebut juga BPPV kanal
horizontal. Pasien yang memiliki riwayat BPPV tetapi bukan termasuk
kriteria BPPV kanal posterior harus dicurigai sebagai BPPV kanal

12
lateral. Pemeriksa harus menginformasikan pada pasien bahwa pada
pemeriksaan ini, pasien akan mengalami pusing berat selama beberapa
saat. Saat melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi atau
berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan
rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan pemeriksa
mengamati mata pasien untuk melihat ada tidaknya nistagmus. Setelah
nistagmus mereda, kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi
supinasi. Kemudiaan dimiringkan kembali 90 derajat ke sisi yang
berlawanan dan mata pasien diamati untuk memeriksa ada tidaknya
nistagmus.

2.7.3. Pemeriksaan Neurologis


Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada :
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan,
mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan
pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa
penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan
bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler
hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang
menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler
badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.

b. Tandem gait.
Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler,
perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler
penderita akan cenderung jatuh.

13
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama
satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan
menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua
lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan
yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase
lambat ke arah lesi.

d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany).


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini
dilakukan berulangulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.

14
e. Uji Babinsky-Weil
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan
menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan
dengan arah berbentuk bintang.

2.8. Pemeriksaan Penunjang5,6,8


Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain
sesuai indikasi.
Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik).
Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG),
Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP).
Pencitraan CT-scan, arteriografi, magnetic resonance imaging(MRI).

15
2.9. Tatalaksana
Penatalaksanaan untuk BPPV didasari dengan kemampuan membuat
gerakan sendiri ataupun prosedur-prosedur dalam mereposisikan kanalis,
dengan tujuan mengembalikan partikel-partikel yang bergerak kembali ke
posisi semula yaitu pada makula utrikulus. Berikut akan dijelaskan
pergerakan-pergerakan yang dapat dilakukan, dan ditujukan untuk
berbagai jenis BPPV. Keberhasilan dari tatalaksana sendiri bergantung
pada pemilihan pergerakan yang tepat dalam mengatasi BPPV. Beberapa
penderita dapat merasakan gejala-gejala seperti pusing, mual, berkeringat,
dan muntah saat melakukan pergerakan untuk terapi. Dalam kasus seperti
ini, obat-obat penekan vestibulum dapat digunakan sebagai tambahan yang
tidak hanya meringankan vertigo yang muncul akibat gerakan yang akan
dilakukan tetapi juga mengatur gejala-gejala yang terjadi hingga prosedur
dapat dilakukan kembali. Obat-obat golongan terapi tersebut meliputi
meclizin, dimenhidrinase, clonazepam dan diazepam. Dosis dapat berbeda
tergantung intensitas dari gejala yang timbul.
Terdapat beberapa manuver untuk reposisi BPPV, yaitu:4,6,8
a. Manuver Epley
Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada kanal
vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala menoleh
ke sisi yang sakit. Kemudian penderita ditidurkan dengan posisi kepala
digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2 menit. Berikutnya,
kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi
berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan 30-60 detik.
Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu pada
pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari kupulolotoasis kanalis
posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita didudukkan
dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita dimiringkan 45 derajat
berlawanan arah dengan bagian yang sakit dan secara cepat bergerak ke
posisi berbaring. Nistagmus dan vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi

16
ini dipertahankan selama 1 sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke
posisi berbaring di sisi yang berlawanan tanpa berhenti saat posisi
duduk.

c. Manuver Lempert
Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis
horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat, dimulai
dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan dari sisi
yang sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian membalikkan tubuh
ke posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala penderita telah
menghadap ke bawah dan badan dibalikkan lagi ke arah ventral
dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90 derajat, dan tubuh
berada pada posisi lateral dekubitus. Secara bertahap, tubuh penderita
kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap langkah dilakukan selama 15
detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon
terhadap gravitasi.

d. Forced Prolonged Position


Manuver ini digunakan untuk terapi BPPV kanalis horizontal.
Perlakuannya adalah mepertahankan tekanan dari posisi lateral
dekubitus pada telinga yang sakit selama 12 jam.

e. Brandt-Daroff Exercises
The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan
dirumah, sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap simptomatik,
bahkan setelah melakukan manuver Epley ataupun Semont. Latihan-
latihan ini diindikasian satu minggu sebelum melakukan terapi
manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi diri pasien terhadap
manuver. Latihan ini juga membantu pasien menerapkan berbagai
posisi sehingga dapat lebih terbiasa.

17
2.10. Komplikasi7,8,9
Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi kanal
vertikal, partikel-partikel yang berpindah tempat dapat bermigrasi hingga
sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari kasus. Pada kasus ini,
nistgamus yang bertorsional menjadi horizontal dan geotropik.

Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita akan
merasakan beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual, muntah
dan nistagmus.

2.11. Prognosis
Pasien perlu untuk diedukasi tentang BPPV. Satu dari tiga pasien
sembuh dalam jangka waktu 3 minggu, tetapi kebanyakan sembuh setelah
6 bulan dari serangan. Pasien harus diberitahu bahwa BPPV dapat dengan
mudah ditangani, tetapi harus diingatkan bahwa kekambuhan sering terjadi
bahkan jika terapi manuvernya berhasil, jadi terapi lainnya mungkin
dibutuhkan. Beberapa studi menunjukkan bahwa 15% terjadi kekambuhan
pada tahun pertama, kemudian 50% kekambuhan terjadi pada 40 bulan
setelah terapi.9,10,11
Kekambuhan dari BPPV adalah masalah yang umum terjadi.
Menieres disease, CNS disease, migraine headaches,dan post-traumatic
BPPV merupakan faktor risiko yang lebih memungkinkan untuk terjadinya
kekambuhan.9,10,11

18
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Z Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Batu Belah Umur : 34 Tahun
Pekerjaan : Wiraswasta Dirawat yang ke :I
Agama : Islam Tanggal dirawat : 7-1-2017

B. ANAMNESIS
I. Keluhan Utama:
Pusing berputar sejak 2 hari yang lalu

II. Riwayat Penyakit Sekarang:


- Pasien mengeluh pusing berputar sejak 2 hari yang lalu. Awalnya
pasien merasakan pusing saat bangun tidur dan tiba-tiba merasa
dirinya berputar-putar dan ruangan disekelilingnya ikut terasa
berputar kurang lebih 20 detik.
- Keluhan bertambah berat saat pasien berubah posisi tubuh, duduk
ataupun berdiri, saat serangan terjadi pasien tidak dapat berjalan
ataupun beraktivitas, saat berbaring keluhan dirasakan berkurang.
- Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah saat terjadi serangan
pusing. Muntah > 10 kali sejak 2 jam SMRS
- Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri kepala, telinga berdenging,
gangguan pendengaran, pilek, batuk, pandangan kabur, rasa lemas,
pingsan dan demam.
- BAB dan BAK tidak ada keluhan
- Riwayat kepala terbentur dan trauma disangkal.
III. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini
- Riwayat hipertensi(-), DM(-), Stroke(-)

19
IV. Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama
V. Riwayat Pribadi dan Sosial
- Jarang olahraga
- Pola makan tidak teratur
- Akhir-akhir ini sering tidur larut malam dan susah tidur

C. PEMERIKSAAN FISIK
I. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis kooperatif
Tinggi badan : 168 cm
Berat badan : 70 kg

Tanda Vital
- Tekanan darah : 100/60 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 x/menit, reguler.
- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 37 oC
Kelenjar Getah Bening
- Leher : tidak ada pembesaran
- Aksila : tidak ada pembesaran
- Inguinal : tidak ada pembesaran

Kepala
Mata : Seklera ikterik -/-, konjungtiva anemis -/-, reflex pupil+/+
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-)
Mulut : mukosa bibir kering(-), sianosis(-), lidah tremor (-), faring
hiperemis(-)
Telinga: sekret(-)

20
Thoraks
a. Paru-paru
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, retraksi sela iga(-)
Palpasi : Fokal fremitus +/+, gerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba di linea midclavicularissinistra.
Perkusi :
Batas jantung kanan: SIC IV linea parasternalis dekstra.
Batas jantung kiri :SIC V 1 jari lateral linea midclavicula
sinistra.
Auskultasi : Bunyi jantung I & II reguler, gallop (-), Murmur(-).

Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus positif, normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Timpani.

Korpus Vertebra
inspeksi : tidak tampak kelainan
palpasi : tidak teraba kelainan

II. Status Neurologis


GCS :E4V5M6
A. Tanda Rangsang Selaput Otak:
Kaku Kuduk : Negatif
Brudzinski I : Negatif
Brudzinski II : Negatif
Kernig Sign : Negatif

21
B. Tanda Peningkatan Tekanan intrakranial:
Pupil : Isokor
Refleks cahaya : +/+

C. Pemeriksaan Nervus Kranialis:


N.I (N. Olfactorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subyektif Normal Normal
Obyektif dengan bahan Normal Normal

N.II (N. Optikus)


Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dinilai Tidak dinilai

N.III (N. Okulomotorius)


Kanan Kiri
Bola mata Normal Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Nistagmus Positif Positif
Ekso/Endophtalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
Bentuk Normal Normal
Refleks cahaya Positif Positif

Refleks akomodasi Normal Normal

Refleks konvergensi Normal Normal

N. IV (N. Trochlearis)

Kanan Kiri
Normal Normal
Gerakan mata ke bawah
Normal Normal
Sikap bulbus
Diplopia Tidak ada Tidak ada

22
N. V (N. Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik :
Membuka mulut Normal Normal
Menggerakkan rahang Normal Normal

Menggigit Normal Normal

Mengunyah Normal Normal


Sensorik :
Divisi Optalmika
Refleks kornea Normal Normal

Sensibilitas Tidak dinilai Tiidak dinilai

Divisi Maksila
Normal Normal
Refleks masseter
Tidak dinilai Tidak dinilai
Sensibilitas
Divisi Mandibula
Tidak dinilai Tidak dinilai
Sensibilitas

N. VI (N. Abduscen)
Kanan Kiri
Gerakan mata lateral Normal Normal
Sikap bulbus Normal Normal
Diplopia Tidak ada Tidak ada

N. VII (N. Facialis)


Kanan Kiri
Raut wajah Normal Normal
Sekresi air mata Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Menggerakkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Mencibir/bersiul Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal

23
Sensasi lidah 2/3 depan Normal Normal
Hiperakusis Tidak ada Tidak ada

N. VIII (N. Vestibulocochlearis)


Kanan Kiri
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Renne test Tidak dinilai Tidak dinilai
Scwabach test Tidak dinilai Tidak dinilai
Webber test : Tidak dinilai Tidak dinilai
Memanjang Tidak dinilai Tidak dinilai
Memendek Tidak dinilai Tidak dinilai
Nistagmus :
Pendular Tidak ada Tidak ada
Vertikal Ada Ada

Siklikal Tidak ada Tidak ada


Pengaruh posisi kepala Tidak ada Tidak ada

N. IX (N. Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 Normal Normal
belakang
Refleks muntah/Gag Normal Normal
reflek
N. X (N. Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Normal Normal
Uvula Normal Normal
Menelan Normal Normal
Artikulasi Normal Normal
Suara Normal Normal
Nadi 86 x/menit 86 x/menit

N. XI (N. Assesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal Normal
Menoleh ke kiri Normal Normal
Mengangkat bahu ke Normal Normal
kanan
Mengangkat bahu ke kiri Normal Normal

24
N. XII (N. Hipoglossus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah di Normal Normal
dalam
Kedudukan lidah Normal Normal
dijulurkan
Tremor Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi Tidak ada Tidak ada
Atrofi Tidak ada Tidak ada

D. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Keseimbangan Koordinasi
Cara berjalan Tidak bisa berjalan Tes jari - hidung Sedikit
sendiri harus mengalami
dibantu kesulitan karena
pusing berputar
Romberg test Tutup mata (+) Tes jari - jari Sedikit
mengalami
kesulitan karena
pusing berputar
Stepping tes Tidak dilakukan Tes tumit lutut Normal
Tandem Walking tes Tidak dilakukan Disgrafia tidak dilakukan
Ataksia normal Supinasi pronasi Normal
Rebound phenomen Tidak dilakukan

E. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Berdiri dan Berjalan Kanan Kiri
Gerakan spontan Normal Normal
Tremor Tidak ada Tidak ada
Atetosis Tidak ada Tidak ada
Mioklonik Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak ada Tidak ada

Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan 555 555 555 555
Trofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi Normotrofi
Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Normal

25
Sensibilitas nyeri Normal
Sensibilitas termis Normal
Sensibilitas kortikal Tidak dinilai
Stereognosis Tidak dinilai
Pengenalan 2 titik Normal
Pengenalan rabaan Normal

G. Sistem Refleks
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Kornea Normal Normal
Berbangkis Normal Normal
Laring Tidak dinilai Tidak dinilai
Masseter Tidak dinilai Tidak dinilai
Dinding perut
Atas Normal Normal
Bawah Normal Normal
Tengah Normal Normal
Biseps +2 +2
Triseps +2 +2
APR +2 +2
KPR +2 +2
Bulbokavernosus Tidak dinilai Tidak diniilai
Kremaster Tidak dinilai
Sfingter Tidak dinilai

Refleks Patologis Kanan Kiri


Lengan
Hoffman-Tromner Negatif Negatif
Tungkai
Babinski Negatif Negatif
Chaddoks Negatif Negatif
Oppenheim Negatif Negatif
Gordon Negatif Negatif
Schaeffer Negatif Negatif
Klonus kaki Negatif Negatif

3. Fungsi Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
Sekresi keringat : Normal

4. Fungsi Luhur
Kesadaran Tanda Demensia
Reaksi bicara Normal Reflek glabella Tidak ada
Fungsi intelek Normal Reflek snout Tidak ada

26
Reaksi emosi Normal Reflek menghisap Tidak ada
Reflek memegang Tidak ada
Refleks palmomental Tidak ada

D. MASALAH
Diagnosis
Diagnosis Klinis : Benign Paroxysmal Positional Vertigo
Diagnosis Topik : Vestibularis perifer
Diagnosis Etiologi : Idiopatik
Diagnosis sekunder : -

E. PEMECAHAN MASALAH

Terapi

Medikamentosa

- IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam IV

- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam IV

- Betahistine 6 mg tab 3 x 1

Non Medikamentosa
- Mengurangi stress
- Latihan untuk membuka mata, melirik keatas, kebawah, kesamping
kiri-kanan
- Latihan menggerakan kepala kekiri dan kekanan, kemudian miring
kanan-kiri
- Latihan duduk, berdiri dan kemudian berjalan.

27
F. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam


Quo ad functionam : ad bonam
Quo Ad Sanationam : ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan usia 34 tahun yang datang ke IGD RSUD


Bangkinang dengan keluhan pusing berputar sejak 2 hari yang lalu. Timbul secara
mendadak. Awalnya pasien merasakan pusing saat bangun tidur dan tiba-tiba
merasa dirinya berputar-putar mengitari ruangan, disekelilingnya ikut terasa
berputar kurang lebih 20 detik. Keluhan bertambah berat saat pasien berubah
posisi tubuh, memiringkan kepala pada sisi kanan dan kiri, saat serangan terjadi
pasien tidak dapat berjalan ataupun beraktivitas, saat berbaring keluhan dirasakan
berkurang. Nyeri kepala (-), mual (+), muntah (+), demam (-) pandangan kabur
(-), telinga berdenging (-).

Pasien belum pernah mengalami hal yang sama seperti ini. Riwayat hipertensi
disangkal. Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai riwayat yang
sama, hipertensi, dan diabetes disangkal. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
neurologis didapatkan pasien mengalami kesulitan berjalan sendiri karena
merasakan pusing, nistagmus horizontal (+) dan tes romberg (+).

Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga dalam, atau saraf vestibular). Vertigo yang berasal
dari kelainan di sentral akan mengalami keluhan yang bertahap dan berlangsung
dalam hitungan hari sampai minggu, keluhan pusing yang dirasakan tidak
tergantung terhadap perubahan posisi dan gerakan kepala, serangan bersifat
ringan, tanpa atau disertai nistagmus, jika mengalami nistagmus biasanya bersifat

28
arah vertical, dan terdapat gejala gangguan pada batang otak seperti: diplopia,
disartria, disfagia, disfonia, gangguan serebelum berupa gangguan koordinasi,
kesulitan melakukan gerakan yang butuh keterampilan, gangguan kortek serbral
berupa gejala iritatif, defisit sensorik dan motorik. Pada anamnesis pasien
mengalami keluhan dengan onset mendadak, dan berlangsung beberapa detik
sampai beberapa menit, keluhan pusing bergantung terhadap perubahan posisi dan
gerakan kepala, serangan bersifat berat, pada pemeriksaan neurologi didapatkan
nistagmus horizontal (+), tidak disertai dengan gangguan batang otak, serebelum,
dan kortek serebral. Jadi kemungkinan terdapatnya lesi pada sentral dapat
disingkirkan.

Sedangkan pada kelainan pada daerah perifer, menunjukan gejalanya bisa


berlangsung beberapa detik sampai menit dan intermiten serta bergantung
terhadap perubahan posisi dan gerakan kepala. Keluhan bersifat berat sehingga
mengganggu aktivitas, dapat disertai dengan nistagmus arah horizontal, terdapat
gejala otonom berupa mual, muntah, keringatan, biasanya dapat disertai dengan
disfungsi pendengaran. Pada pasien didapatkan gejala yang berlangsung dalam
beberapa detik serta diperberat dengan adanya perubahan posisi dan gerakan
kepala, serangan bersifat berat, nistagmus horizontal (+), terdapat mual dan
muntah namun tidak terdapat gangguan pendengaran. Jadi kemungkinan pasien
ini mengalami vertigo lesi perifer, yaitu vertigo yang disebabkan adanyan
kelainan pada daerah sistem vestibular.

Vertigo dapat disebabkan adanya trauma kepala, namun pada pasien ini dari
anamnesis adanya riwayat trauma kepala disangkal, selain itu vertigo juga bisa
disebabkan adanya infeksi pada telinga tengah yang ditandai dengan adanya bunyi
berdenging pada telinga, terdapatnya riwayat keluar cairan berbau dari telinga,
terdapat riwayat rasa penuh pada telinga. Namun pada pasien ini tidak ditemukan
adanya riwayat keluar cairan berbau dari telinga, dan tidak adanya riwayat terasa
penuh dalam telinga. vertigo juga diduga merupakan kelainan yang bersifat
idiopatik, dengan tidak ditemukannya riwayat trauma kepala, tidak terdapat
kelaianan pada telinga. Berdasarkan anamnesis pasien mengaku keluhan

29
bertambah berat saat berubah posisi tubuh, jadi kemungkinan etiologi dari vertigo
yang diderita pasien adalah akibat Benign Position Paroximal Vertigo.

Penatalaksanaan non farmakologi adalah edukasi kepada pasien tentang


perlunya mengurangi stress, anjuran latihan menggerakan kepala kekiri dan
kekanan, kemudian miring kanan dan miring kiri, serta latihan duduk, berdiri
kemudian berjalan. Dan penatalaksanaan farmakologi yang diberikan adalah
Betahistine mesylat 3x6 mg yang merupakan suatu analog histamin yang dapat
meningkatkan sirkulasi di telinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala
vertigo. Efek samping Betahistin ialah gangguan di lambung. Untuk mengatasinya
maka pasien diberikan ondansetron dan ranitidin.

30
BAB V
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler yang


paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual muntah dan
keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya gravitasi
tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Pasien biasanya mengeluh
vertigo dengan onset akut kurang lebih 10-20 detik akibat perubahan dari posisi
kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral,
bangun dari tempat tidur, melihat ke atas maupun kebelakang, dan membungkuk.
Vertigo juga dapat disertai dengan keluhan mual.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. 2008. Gangguan Keseimbangan.


Dalam Arsyad E, Iskandar N, Editor: Telinga, Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 104-109.

2. Edwar, Y dan Roza, Y. 2014. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal


Positional Vertigo Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
3. Lumbantobing, SM. 2001. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: FKUI.
4. Li JC and Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. 2010 [diakses 9
Januari 2017]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
5. Battacharyya N., Baugh RF., Orvidas L. 2008. Clinical Practice Guidlines:
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Otolaryngology-HNS. 2008: 139:S47-
S81.
6. Lempert T, Neuhauser, H. Epidemiology of vertigo, migrain and vestibular
migrain in Journal Neurology. Vol.2009:25: 333-338.
7. Purnamasari, P. 2013. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal
Positional Vertigo
8. Abraham A. 2014. Peripheral Vertigo-A Study of 100 Cases: Our Experience.
Journal of Evolution of Medical and Dental Science. Vol 3 (27).

32
9. Libonati, GA. 2012. Benign Paroxysmal Positional Vertigo and Positional
Vertigo Variants.
10. Bunjamin, FP., Darmawan B., Suryajaya A., Tjoa, R. 2013. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo.
11. Johnson J dan Lalwani AK. 2007. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In:
Lalwani AK. Curret Diagnosis and treatment in Otolaryngology-Head &
Neck Surgery. New York: Mc Graw Hill Companies.

33

Anda mungkin juga menyukai