Abstrak
Pendahuluan: Ensefalopati uremikum adalah kelainan otak organik yang terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Di Indonesia jumlah pasien gagal ginjal
kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Diagnosis ensefalopati
uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan kemajuannya setelah dilakukan terapi
yang adekuat. Penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi
sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk tanpa
dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis. Laporan Kasus: Dilaporkan satu kasus pasien perempuan usia 47
tahun dengan diagnosis klinis penurunan kesadaran ec ensefalopati uremikum, Chronic
kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan asidosis metabolic, syok
sepsis ec urosepsis, Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality. Pada pasien
didapatkan kadar ureum 232 mg/dl dengan kreatinin 6,1 mg/dl, masuk dengan keadaan
syok sepsis dengan tekanan darah 80/60 mgHg dengan sumber infeksi infeksi saluran
kemih dan pneumonia. Dilakukan pemberian vasopressor dan antibiotik adekuat pada
pasien, serta dilakukan hemodialisa untuk mengatasi keadaan uremia pada pasien.
Respon yang cukup baik pada awalnya, namun pasien mengalami perburukan kembali
karena kondisi sepsisnya. Kesimpulan: penatalaksanaan uremic encephalopathy
yang terjadi sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif,
prognosis buruk tanpa dialisis dan transplantasi renal. Adanya syok sepsis
memperberat penyakit pasien.
Kata Kunci : Ensefalopati uremikum, Chronic kidney disease stage V, syok
sepsis
Abstract
Introduction : Uremic encephalopathy is an organic brain disorder that occurs in patients
with acute or chronic renal failure. In Indonesia, the number of patients with chronic
kidney failure is estimated at around 50 people per one million population. The diagnosis
of uremic encephalopathy is usually based on clinical symptoms and progress after
adequate therapy. The management of uremic encephalopathy, an ongoing kidney
disease, is very important, because in irreversible and progressive conditions, the
prognosis is poor without dialysis and renal transplantation. Acute UE is managed with
hemodialysis or peritoneal dialysis. Case Report: Reported a case of a 47-year-old
female patient with a clinical diagnosis of decreased consciousness ec uremic
encephalopathy, Chronic kidney disease stage V ec hypertensive kidney disease with
metabolic acidosis, septic shock ecurosepsis, Hospital Acquired Pneumonia high risk
mortality. The patient had a urea level of 232 mg/dl with a creatinine of 6.1 mg/dl,
entered in a state of septic shock with a blood pressure of 80/60 mgHg with a source of
urinary tract infection and pneumonia. Adequate vasopressors and antibiotics were given
to the patient, and hemodialysis was carried out to treat uremia in the patient. The
response was quite good at first, but the patient got worse again because of his sepsis.
Conclusion: Management of uremic encephalopathy that occurs is very important,
because in irreversible and progressive conditions, the prognosis is poor without dialysis
and renal transplantation. The presence of septic shock aggravates the patient's illness.
Keywords: Uremic encephalopathy, Chronic kidney disease stage V, septic shock
1
PENDAHULUAN berkurang. Pompa Na/K ATPase
Pasien dengan gagal ginjal sering mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan
mengalami gejala klinis yang berkaitan penting dalam menjaga gradien kalsium 10
dengan ketidakseimbangan cairan dan 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan adanya
elektrolit, anemia, malnutrisi dan uremia, terdapat peningkatan kalsium
gangguan gastrointestinal. Salah satu transpor akibat PTH. Beberapa studi
dari komplikasi tersebut adalah uremic menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K
encephalopathy. Uremic ATPase ouabain-sensitif menurun pada
encephalopathy (UE) adalah kelainan keadaan uremik akut maupun kronik. Karena
otak organik yang terjadi pada pasien pompa ini penting dalam pelepasan
dengan gagal ginjal akut maupun neurotransmitter seperti biogenic amines, hal
kronik. Biasanya dengan nilai kadar ini dapat membantu menjelaskan gangguan
Creatinine Clearance menurun dan tetap fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi
di bawah 15 mL/mnt. neurotransmitter yang ditemukan pada tikus
yang mengalami uremi. 6
Pada tahap awal UE, plasma dan
EPIDEMIOLOGI LCS menunjukkan peningkatan jumlah
glisin dan glutamin serta menurunnya
Prevalensi internasional
GABA, sehingga terjadi perubahan
tidak diketahui. Di Amerika Serikat, metabolisme dopamin dan serotonin di
prevalensi UE sulit ditentukan. UE dalam otak, menyebabkan gejala awal
dapat terjadi pada pasien manapun berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya
dengan end-stage renal disease bahwa terdapat gangguan fungsi sinaps yaitu
(ESRD), dan secara langsung adanya studi bahwa dengan memburuknya
tergantung pada jumlah pasien uremia, terjadi akumulasi komponen
tersebut. Pada 1990an, lebih dari guanidino, terutama guanidinosuccinic acid,
165,000 orang diobati untuk ESRD. yang meningkat pada otak dan LCS pada
Pada tahun 1970an, jumlahnya gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada
40,000. Dengan bertambahnya pelepasan ã-aminobutyric acid (GABA) dan
glisin pada binatang percobaan, juga
jumlah pasien dengan ESRD,
mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate
diasumsikan jumlah kasus UE juga (NMDA). Toksin ini kemungkinan
bertambah. menganggu pelepasan neurotransmitter
dengan cara menghambat channel klorida
pada membran neuronal. Hal ini dapat
PATOFISIOLOGI menyebabkan myoklonus dan kejang.
Patofisiologi dari UE belum Sebagai tambahan, methylguanidine terbukti
diketahui secara jelas. Urea menembus menghambat aktivitas pompa Na/K
sawar darah otak melalui sel endotel ATPase.6,7,8
dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa
dijadikan satu-satunya penyebab dalam
terjadinya ensefalopati, karena jumlah
MANIFESTASI KLINIS
ureum dan kreatinin tidak berhubungan
dengan tingkat penurunan kesadaran
Apatis, fatig, iritabilitas
ataupun adanya asterixis dan merupakan gejala dini. Selanjutnya,
myoclonus.5 terjadi konfusi, gangguan persepsi
Pada gangguan ginjal, sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala
metabolisme otak menurun sehingga ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari,
menyebabkan rendahnya konsumsi bahkan dalam hitungan jam. Pada
oksigen serebri. Penjelasan yang beberapa pasien, terutama pada pasien
memungkinkan pada perubahan ini anuria, gejala ini dapat berlanjut secara
adalah reduksi neurotransmitter, cepat hingga koma. Pada pasien lain,
menyebabkan aktivitas metabolik halusinasi visual ringan dan gangguan
2
konsentrasi dapat berlanjut selama ditemukan adalah perlambatan secara
beberapa minggu. general. Ritme tetha pada frontal yang
Pada gagal ginjal akut, intermiten dan paroksisimal, bilateral, high
clouded sensorium selalu disertai voltage gelombang delta juga sering
berbagai gangguan motorik, yang ditemukan. Kadangkala kompleks spike-
wave bilateral atau gelombang trifasik pada
biasanya terjadi pada awal regio frontal dapat terlihat. 3,11,12
ensefalopati. Pasien mulai kedutan, Pencitraan otak seperti CT scan atau
jerk dan dapat kejang. Twitch dapat MRI dilakukan untuk menyingkirkan adanya
meliputi satu bagian otot, seluruh hematom subdural, stroke iskemik. Namun
otot, atau ekstremitas, aritmik, biasanya menunjukkan atrofi serebri dan
asinkron pada kedua sisi tubuh pada pelebaran ventrikel pada pasien dengan
saat bangun ataupun tidur. Pada chronic kidney disease.11
beberapa waktu bisa terdapat
fasikulasi, tremor aritmik, PENATALAKSANAAN
mioklonus, khorea, asterixis, atau Pada penatalaksanaan uremic
kejang. Dapat juga terjadi encephalopathy, penyakit ginjal yang
phenomena motorik yang tidak terjadi sangat penting, karena pada
terklasifikasi, yang disebut uremic keadaan irreversibel dan progresif,
twitch- convulsive syndrome. prognosis buruk tanpa dialisis dan
transplantasi renal. UE akut
DIAGNOSIS ditatalaksana dengan hemodialisis atau
Diagnosis ensefalopati uremik peritoneal dialisis, walaupun biasanya
biasanya berdasarkan gejala klinis dan dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari
kemajuannya setelah dilakukan terapi dibutuhkan untuk mengembalikan status
yang adekuat. Pemeriksaan mental. Kelainan kognitif dapatmenetap
laboratorium pada UE antara lain darah meskipun setelah dialisis. Kerugian dari
lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, dialisis adalah sifat non-spesifik
kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada sehingga dialisis juga dapat
UE terdapat nilai kreatinin yang tinggi.
Darah lengkap diperiksa untuk melihat
menghilangkan komponen esensial.
adanya anemia karena dapat berperan Transplantasi ginjal juga dapat
12
dalam beratnya perubahan status dipertimbangkan.
mental. Sementara jika ditemukan Eliminasi toksin uremik juga
leukositosis menunjukkan adanya dipengaruhi oleh uptake intestinal dan
proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa fungsi renal. Uptake intestinal bisa
diperiksa untuk menyingkirkan dikurangi dengan mengatur diet atau
penyebab ensefalopati lainnya. dengan pemberian absorbent secara oral.
Pemeriksaan lumbal pungsi Studi menunjukkan untuk menurunkan
dilakukan untuk menyingkirkan dugaan toksin uremik dengan diet rendah
infeksi. Pada ensefalopati uremik, LCS protein, atau pemberian prebiotik.atau
sering abnormal, kadangkala
menunjukan pleositosis ringan
probiotik seperti bifidobacterium.
(biasanya <25 sel/mm3) dan Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting
meningkatnya konsentrasi protein untuk eliminasi toksin uremik.12
(biasanya <100mg/dl). EEG biasanya Dalam praktek klinis, obat
abnormal, tetapi tidak spesifik namun antikonvulsan yang sering digunakan
berhubungan dengan gejala klinis. dalam menangani kejang yang
Selain itu, EEG dapat berguna untuk berhubungan dengan uremia adalah
menyingkirkan penyebab lain dari benzodiazepine untuk kejang
konfusi seperti infeksi dan abnormalitas myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif
struktural. Gambaran EEG yang sering
3
parsial kompleks atau absens; didapatkan kesan bronkopneumonia kiri.
ethosuximide, untuk status
epileptikus absens; Fenobarbital,
untuk status epileptikus konvulsif.13
Sementara itu, gabapentin dapat
memperburuk kejang myoklonik
pada end stage renal disease. 14
Benzodiazepin (BZD) dan
Fenobarbital bekerja meningkatkan
aktivitas GABA dengan berikatan
pada kompleks reseptor GABA A,
sehingga memfasilitasi GABA
untuk berikatan dengan reseptor
spesifiknya. Terikatnya BZD
menyebabkan peningkatan frekuensi
terbukanya channel klorida,
menghasilkan hiperpolarisasi Gambar 1. Rontgen Thorax
membran yang menghambat eksitasi
selular.15 Pada pemeriksaan kultur urin
ditemukan adanya kuman klebsiela
pneumonia ssp, kultur sputum ditemukan
LAPORAN KASUS adanya klebsiela pneumonia dan kultur
Seorang pasien perempuan darah tidak ditemukan adanya pertumbuhan
berusia 47 tahun datang dengan keluhan kuman.
utama penurunan kesadaran sejak 3 hari Pada pasien dilakukan pemberian
yang lalu. Pasien sesak napas sejak 1 terapi bicarbonat iv untuk mengatasi
minggu yang lalu, ada demam dan asidosis metabolik serta dilakukan
batuk berdahak. Pasien sudah dikenal hemodialisa. Untuk kondisi syok sepsis
dengan menderita gagal ginjal stadium diberikan norepineprin serta diberikan
akhir dan rutin hemodialisa. antibiotik sprektum luas pada awalnya,
Sebelumnya pasien dirawat di RS sambil menunngu hasil kultur keluar. Pada
daerah dan dirawat selama 3 hari. Pada awalnya pasien memperlihatkan respon
pasien juga ditemukan adanya napas yang adekuat terhadap terapi yang
kusmaul. Pasien dengan keadaan umum diberikan. Namun pada hari rawatan ke 9
sakit berat, tekanan darah 80/60, nadi pasien mengalami perburukan karena sepsis
108x/menit, nafas 30 x/menit, suhu yang deritanya sampai akhirnya meninggal
37,8C. pada pemeriksaan fisik paru pada hari ke 10.
ditemukan adanya suara napas
bronkovesikuler, rhonki basah halus
nyaring di kedua lapangan paru. DISKUSI
Dari hasil pemeriksaan Telah dilaporkan seorang pasien
laboratorium didapatkan kadar hb 9,4 perempuan usia 53 tahun rawatan Bangsal
g/dl, leukosit 30.120/mm, trombosit Penyakit Dalam RSUP Dr M Djamil
424.000/mm. Pada urinalisa ditemukan dengan diagnosis penurunan kesadaran ec
adanya leukosit 400-500/LPB, bakteri ensefalopati uremikum, Chronic kidney
(+), nitrit (+). Ureum 232 mg/dl, disease stage V ec penyakit ginjal
kreatinin 6,1, GDS 49 mg/dl. Analisa hipertensi dengan asidosis metabolic, Syok
gas darah dengan PH 7,211, HCO3 5,7 sepsis ec urosepsis, Hospital Acquired
dan BE -19,4. Pneumonia high risk mortality
Pasien datang dengan keadaan
Pada pemeriksaan rontgen thorax umum berat, kesadaran sopor, tekanan
4
darah 80/60, dengan nadi cepat Pada gagal ginjal kronik, gejala–
(108x/menit), takipneu (30x/menit), gejala berkembang secara perlahan. Pada
hipertermia (37,8 oC) dan SpO2 98% awalnya tidak ada gejala sama sekali,
dengan oksigen 4 lpm via nasal kanul. kelainan fungsi ginjal hanya dapat
Kondisi pada pasien merupakan salah diketahui dari pemeriksaan laboratorium.
satu kegawatdaruratan dibidang Sejalan dengan berkembangnya penyakit,
penyakit dalam sehingga tatalaksana maka lama kelamaan akan terjadi
awal yang tepat perlu diberikan. Pada peningkatan kadar ureum darah semakin
pasien ini setelah diketahui jalan nafas tinggi (uremia). Peningkatan kadar ureum
paten, pasien diberikan terapi O2 5 darah mencerminkan penurunan fungsi
lpm via nasal kanul. Setelah dilakukan ginjal yang bermakna. 12,13 Gagal ginjal
pemeriksaan gula darah sewaktu menyebabkan ginjal tidak dapat bekerja
didapatkan kadar 49 mg/dL, sehingga seperti biasanya. Dapat terjadi penurunan
pada pasien ini dilakukan protokol sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang
hipoglikemia. Pemberian bolus kurang atau ginjal yang rusak. Eritropoeitin
dextrose 40% 50 cc sebanyak 2 kali, berfungsi sebagai salah satu bahan untuk
didapatkan kadar gula darah diatas 100 memproduksi sel darah merah sehingga
mg/dL dan pasien belum sadar. jumlah sel darah merah menjadi berkurang.
Sehingga penyebab penurunan Hal inilah yang mendasari terjadinya
kesadaran karena hipoglikemia pada anemia pada pasien gagal ginjal kronik.12,13
pasien bisa disingkarkan berdasarkan Uremic Encephalopathy
whipple’s triad yaitu tanda dan gejala merupakan salah satu bentuk dari
akibat adanya hormon ensefalopati metabolik. Ensefalopati
kounterregulator akibat hipoglikemia, metabolik merupakan suatu kondisi
kadar glukosa darah yang rendah dan disfungsi otak yang global yang
perbaikan gejala setelah kadar glukosa menyebabkan terjadi perubahan kesadaran,
darah naik.17 perubahan tingkah laku, dan kejang yang
Kriteria diagnosis gagal ginjal disebabkan oleh kelainan pada otak
kronik menurut National Kidney maupun diluar otak. Ensefalopati uremik
Foundation yaitu: (1) kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh Gagal Ginjal Akut
(renal damage) yang terjadi lebih dari maupun Gagal Ginjal Kronis. Pada pasien
3 bulan berupa kelainan struktural atau ini terjadi penurunan kesadaran tanpa
fungsional dengan atau tanpa diketahui adanya riwayat kejang maupun
penurunan laju filtrasi glomerulus, perubahan tingkah laku.
dengan manifestasi kelainan patologis Pada kondisi ESRD akan terjadi
dan terdapat tanda kelainan ginjal gejala dan komplikasi yang lebih serius dan
termasuk kelainan dalam komposisi pasien sudah memerlukan terapi pengganti
darah, urin dan kelainan dalam tes ginjal berupa hemodialisis, Continuous
pencitraan, (2) laju filtrasi glomerulus Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
<60 ml/menit/1,37 m2 selama 3 bulan dan transplantasi ginjal.13,16 Tindakan terapi
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.12 dialisis tidak boleh terlambat untuk
Pasien pasien ini sudah mencegah gejala toksik azotemia dan
mengalami gagal ginjal kronik, karena malnutrisi. Menurut penelitian, inisiasi
telah mengalami kerusakan ginjal dialisis sebagai terapi primer pada pasien
selama 3 bulan dan didukung oleh ESRD lebih awal dapat mengurangi tingkat
nilai laboratorium kimia darah ureum mortalitas sebesar 10%. 17
dan kreatinin yang meningkat. Kadar Pasien telah mendapatkan tindakan
ureum 232 mg/dl dan kreatinin 6,1 hemodialisa cyto dan berlangsung selama 1
mg/dl. Berdasarkan rumus Kockroft– jam. Pasien disarankan untuk dilakukan
Gault12, maka didapatkan nilai CKD hemodialisa selama 2 jam. Indikasi
EPI 8 ml/min/1,73 m². Dan pasien hemodialisa segera adalah bila ditemukan
juga sudah menjalani hemodialisa kegawatan ginjal berupa keadaan klinis
dalam 2 bulan terakhir. uremik berat, oligouria (produksi urine
5
<200 ml/12 jam), anuria (produksi ticle/239191-overview .
urine 50 ml/12 jam), hiperkalemia, 3. McCandless DW. Metabolic
asidosis berat, uremia (BUN >150 encephalopathy. Edisi 1. Springer.
mg/dL), ensefalopati uremikum, 2009
neuropati/miopati uremikum, 4. Bucurescu G. Neurological
perikarditis uremikum, disnatremia Manifestations of Uremic
berat (Na >160 atau <115 mmol/L), Encephalopathy. Diunduh dari URL:
hipertermia serta keracunan akut http://emedicine.medscape.com/article
(alkohol, obat-obatan) yang /1135651- overview .
bisa melewati membran dialisis.12 5. Wijdicks EFM. Neurologic
Ketidakberhasilan hemodialisa ini complications of critical illness. Edisi
diakibatkan karena penurunan kondisi 2. Oxfor Univ Press. 2002. Hlm 175
pasien dalam 1 jam pertama yaitu 6. Burn, D.J., Bates, D. Neurology and
tekanan darah yang sulit dinilai (per the kidney. J. Neurol. Neurosurg.
palpasi). Psychiatry Vol.65, No.6 810-821
Sepsis associated 7. Deguchi T, Isozaki K, Yousuke K,
encephalopathy (SAE) merupakan satu Terasaki T, Otagiri M. Involvement of
dari penyebab tersering febrile organic anion transporters in the efflux
encephalopathy terutama pada geriatri. of uremic toxins across the blood-
Diperkirakan 70% pasien dengan brain barrier. J Neurochem. Feb
bakteremia dengan gejala neurologis 2006;96(4):1051-9.
mulai dari letargi ke koma. Penegakan
8. De Deyn PP, Vanholder R, Eloot S, et
diagnosis SAE pada pasien ini karena
al. Guanidino compounds as uremic
ditemukan adanya gangguan fungsi
(neuro)toxins. Semin Dial. Jul-Aug
serebral tanpa adanya tanda-tanda
2009;22(4):340-5.
lateralisasi, adanya infeksi
9. Ropper AH, Samuels MA. Principles
ekstrakranial dan gangguan status
of neurology. Edisi 9. McGrawHill.
mental. SAE didiagnosis secara efektif
2009.
dengan mengeksklusikan tanda-tanda
infeksi sistem saraf pusat ( meningitis 10. Weiner HL,Levitt LP. Buku saku
dan ensefalitis ), endocarditis, neurologi. Edisi 5. Jakarta: EGC.
inflamasi sistemik non infeksi akibat 2006. Hlm 214.
trauma dan ensefalopati tipe yang lain 11. Seifter JL, Samuels MA. Uremic
( diagram 1 ). Adanya infeksi sistemik encephalopathy and other brain
yang bisa dibuktikan pada pasien disorders associated with renal failure.
dengan SAE, dengan gambaran sepsis Seminars in neurology/volume 31,
atau systemic inflammatory response number 2 2011. Pg 139-141.
syndrome (SIRS). Hiperventilasi pada 12. Annemie Van Dijck, Wendy Van Daele
SAE yang berkaitan dengan alkalosis and Peter Paul De Deyn (2012).
respiratorik merupakan gambaran awal Uremic Encephalopathy, Miscellanea
dari sepsis dan hal ini dapat ditemukan on Encephalopathies - A Second Look,
pada pasien ini.18 Dr. Radu Tanasescu (Ed.), ISBN: 978-
953-51-0558-9, InTech
13. Krishnan V, Murray P.
DAFTAR PUSTAKA Pharmacological issues in the critically
1. Alper AB. Uremia . Diunduh dari ill. Clin Chest Med 2003;24:671-88
URL: 14. Zhang C, Glenn DG, Bell WL,
http://emedicine.medscape.com/ar O'Donovan CA. Gabapentin-induced
ticle/245296-overview . myoclonus in end-stage renal disease.
2. Lohr JW. Uremic encephalopathy. Epilepsia 2005;46:156-8.
Diunduh dari URL: 15. Neal MJ. At a glance: Farmakologi
http://emedicine.medscape.com/ar Medis. Edisi 5. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2006. Hlm 54;57
6
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun
subakut yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik.
Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15
mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy” sendiri memiliki arti gejala neurologis
non spesifik pada uremia. 2,3
1.2 Epidemiologi
Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi
UE sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage
renal disease (ESRD), dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien
tersebut. Pada 1990an, lebih dari 165,000 orang diobati untuk ESRD. Pada tahun
1970an, jumlahnya 40,000. Dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD,
diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah.
1.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar
darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan
satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan
kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan kesadaran ataupun adanya
asterixis dan myoclonus.5
Perubahan yang ditemukan pada mayat pasien dengan chronic kidney
disease biasanya ringan, tidak spesifik dan lebih berhubungan dengan penyakit
yang menyertainya. Jumlah kalsium pada korteks serebri hampir dua kali lipat
dari nilai normal. Peningkatan jumlah kalsium ini mungkin diperantarai oleh
aktivitas hormon Paratiroid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian pada anjing
yang mengalami gagal ginjal akut maupun kronik, EEG dan abnormalitas kalsium
dapat dicegah dengan dilakukannya paratiroidektomi. Pada manusia dengan gagal
ginjal, EEG dan gangguan psikologik juga dapat membaik dengan
paratiroidektomi.6
7
Pada gangguan ginjal, metabolisme otak menurun sehingga menyebabkan
rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang memungkinkan pada
perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter, menyebabkan aktivitas metabolik
berkurang. Pompa Na/K ATPase mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan
penting dalam menjaga gradien kalsium 10 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan
adanya uremia, terdapat peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi
menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada
keadaan uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan
neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu menjelaskan
gangguan fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi neurotransmitter yang
ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. 6
Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan jumlah
glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi perubahan
metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan gejala awal
berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya bahwa terdapat gangguan fungsi
sinaps yaitu adanya studi bahwa dengan memburuknya uremia, terjadi akumulasi
komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak
dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric
acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-
methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini kemungkinan menganggu pelepasan
neurotransmitter dengan cara menghambat channel klorida pada membran
neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoklonus dan kejang. Sebagai tambahan,
methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase.6,7,8
Gambar 1. Ilustrasi efek neurotoksik dari uremia pada sistem saraf pusat
8
Kontribusi aluminium pada UE kronik masih belum jelas diketahui.
Sumber alumunium diperkirakan dari diet dan obat-obatan terikat fosfat. Transpor
aluminium menuju otak hampir pasti melalui reseptor transferin pada permukaan
luminal pada sel endotel kapiler otak. Jika sudah melewati otak, aluminium dapat
mempengaruhi ekspresi âA4 protein prekursor yang melalui proses kaskade
menyebabkan deposisi ekstraselular dari âA4 protein. Secara ringkas,
patofisiologi dari UE adalah kompleks dan mungkin multifaktorial.6
Jika keadaan uremia memburuk, pasien dapat jatuh dalam keadaan koma.
Jika asidosis metabolik yang mengikuti tidak dikoreksi, akan terjadi pernapasan
Kussmaul yang berubah sebelum kematian, menjadi pernapasan Cheyne-Stokes.9
9
Tabel 1. Gejala dan Tanda Ensefalopati Uremikum10
Ringan Sedang Berat
Anoreksia Muntah Gatal
Mual Lamban Gangguan
Orientasi
Insomnia Mudah lelah Kebingungan
“restlessness” Mengantuk Tingkah laku aneh
Kurang atensi Perubahan pola tidur Bicara pelo
Tidak mampu Emosional Hipotermia
menyalurkan ide
Penurunan libido Paranoia Mioklonus
Penurunan kognitif Asterixis
Penurunan abstraksi Kejang
Penurunan kemampuan Stupor
seksual Koma
1.5 Diagnosis
Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan
kemajuannya setelah dilakukan terapi yang adekuat. Pemeriksaan laboratorium
pada UE antara lain darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, fungsi
hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin yang tinggi. Darah lengkap
diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat berperan dalam beratnya
perubahan status mental. Sementara jika ditemukan leukositosis menunjukkan
adanya proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa diperiksa untuk menyingkirkan
penyebab ensefalopati lainnya.
10
menyingkirkan penyebab lain dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas
struktural. Gambaran EEG yang sering ditemukan adalah perlambatan secara
general. Ritme tetha pada frontal yang intermiten dan paroksisimal, bilateral, high
voltage gelombang delta juga sering ditemukan. Kadangkala kompleks spike-
wave bilateral atau gelombang trifasik pada regio frontal dapat terlihat. 3,11,12
Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan
adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya menunjukkan atrofi
serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan chronic kidney disease.11
1.7 Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi
sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk
tanpa dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis
atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari
dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan kognitif dapatmenetap
meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga
dialisis juga dapat menghilangkan komponen esensial. Transplantasi ginjal juga
dapat dipertimbangkan.12
Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi
renal. Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan
pemberian absorbent secara oral. Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin
uremik dengan diet rendah protein, atau pemberian prebiotik.atau probiotik seperti
bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk eliminasi toksin
11
uremik.12
Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam
menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk
kejang myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau absens;
ethosuximide, untuk status epileptikus absens; Fenobarbital, untuk status
epileptikus konvulsif.13 Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk kejang
myoklonik pada end stage renal disease. 14
12
BAB II
ILUSTRASI KASUS
13
sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, sesak napas tidak dipengaruhi oleh
aktivitas, cuaca dan makanan. Sesak napas dengan bunyi napas menciut tidak
ada. Riwayat terbangun di malam hari karena sesak tidak ada. Riwayat tidur
dengan bantal ditinggikan tidak ada.
Keluar darah dari hidung tidak ada, gusi berdarah tidak ada.
Mual dan muntah hitam tidak ada.
Buang air besar frekuensi dan konsistensi biasa, BAB warna hitam tidak ada.
Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dengan tensi paling tinggi 160
mmHg.
Pasien sudah dikenal menderita gagal ginjal kronik sejak 2 bulan yang lalu,
dan rutin cuci darah 2 kali dalam seminggu di RSUP M Djamil Padang.
Pasien rujukan dari RS Pasaman Barat dirawat selama 3 hari dan telah
mendapatkan terapi ceftriaxone 2 x 1 gram IV, pasien dirawat dengan
penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty, penyakit ginjal kronik stage V
on hemodialisa, pasien dirujuk untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Riwayat Pengobatan
Pasien biasa berobat ke puskesmas dan RS, minum obat antihipertensi yaitu
amlodipin 1 x 10 mg, candesartan 1 x 16 mg, namun tidak rutin minum obat
14
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi pada keluarga ada.
Riwayat diabetes melitus tidak ada.
Riwayat penyakit jantung tidak ada.
Riwayat penyakit ginjal tidak ada.
Pasien sudah menikah dan merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 4
orang anak.
Pasien tinggal bersama suami dan satu orang anak di rumah permanen,
dengan ventilasi udara yang cukup baik, kebersihan serta pencahayaan baik.
Pasien berasal dari golongan keluarga dengan sosial ekonomi menengah
kebawah.
Pemeriksaan umum
Keadaaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Sopor
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi : 108 x/menit, irama reguler, pengisian kurang, tidak kuat
angkat
Nafas : 30 x/menit, kusmaul (+)
Suhu : 38,50 C
SpO2 : 98 % dengan nasal kanul 4 LPM
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 45 kg
BBI : 49,5 kg
BMI : 18,7 kg/m2 (normoweight)
Edema : ada
Anemis : ada
Ikterus : tidak ada
Sianosis : tidak ada
15
Pemeriksaan fisik
Kulit : Turgor kulit baik, teraba hangat
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di
regio colli, axilla dan inguinal
Rambut : Uban (+), tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil
isokor, reflex cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-) tanda radang (-)
Hidung : Deviasi septum (-), tanda radang (-)
Tenggorokan : Tonsil sulit dinilai, faring sulit dinilai
Gigi dan mulut : Gigi geligi lengkap, karies (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax :
Paru depan : Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan dan kiri, sela iga
melebar (-)
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan, retraksi sela iga tidak ada.
Palpasi : Fremitus tidak dapat dinilai
16
x x x x
Jantung
: Iktus kordis tidak terlihat
Inspeksi
: Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, kuat
Palpasi
angkat, seluas 1 ibu jari, thrill (-)
x
: Batas kanan LSD, batas atas RIC II kiri, batas kiri 1
Perkusi
jari medial LMCS RIC V.
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, M1 > M2, P2< A2,bising (-)
Abdomen
: Tidak tampak membuncit
Inspeksi
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan ( - ) , hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok CVA (-/-),
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anggota gerak : Reflek fisiologis (+/+), Reflek patologis (-/-), oedema
+/+, lateralisasi tidak ada
17
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin
Hemoglobin 9,4 g/dl
Hematokrit 29 %
Leukosit 30.120 /mm3
Trombosit 424.000 /mm3
Hitung Jenis 0/1/0/90/2/7
LED 10
GDS 49 mg/dl
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit Anisositosis normokrom
Leukosit Jumlah meningkat, neutrofilia shift to the right
Trombosit Jumlah normal, morfologi normal
Kesan : anemia normositik normokrom, leukositosis dengan neutrofilia shift to
the right, hipoglikemia
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 400-500/LPB Protein Positif
(+2)
Kekeruhan Positif Eritrosit 2-3/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,030 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
Ph 5,0 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif Nitrit Positif
Yeast Negatif
Bakteri Positif
Kesan : leukosituria, bakteri (+), nitrit (+), proteinuria +2
18
Feses Rutin:
Makroskopis Mikroskopis
Warna Kuning Leukosit 0-1/LPB
Konsistensi Lunak Eritrosit 0-1/LPB
Darah Negatif Amuba Negatif
Lendir Negatif Telur Cacing Negatif
Kesan : feses rutin dalam batas normal
EKG
Irama : Sinus takikardi QRS : 0,06 detik
Komplek ST
HR : 108 x/ menit : isoelektrik
Segmen Gel T
Axis : normal : normal
Gel P : normal SV1+RV5 : <35
19
Padua score
VTE Risk factor Point
Decreased mobility 3
Thrombophilia 0
Previous trauma or surgery within the last month 0
Age > 70 0
Heart or respiratory failure 0
Iscemic stroke or acute myocardial infarction 0
Acute reumatologyc disorder or acute infection 1
Obesity 0
Hormonal therapy 0
Padua score : 4 ( High risk VTE )
DAFTAR MASALAH
- Penurunan kesadaran
- Syok sepsis
- Dyspneu
- Infeksi saluran kemih
- Pneumonia
- Hipoglikemia
- Asidosis metabolik
- Edema tungkai
- High risk VTE
- Oliguria
- Anemia
- Uremia
- Proteinuria
Diagnosis kerja
Primer : Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
20
Sekunder :
- Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik
- Syok sepsis ec urosepsis
- Hospital Acquired Pneumonia high rik mortality
- Infeksi saluran kemih komplikata
- Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
- Hipoglikemia ec sepsis
- High risk VTE
Diagnosis banding
- Penurunan kesadaran ec hipoglikemia
- Penurunan kesadaran ec sepsis associated encephalopathy
- Penurunan kesadaran ec imbalance elektrolit
- Penurunan kesadaran ec suspect stroke
Terapi
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat 900
kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
Loading Nacl 0,9% 200 cc
Ivfd renxamin 200 cc/24 jam
21
Belum sadar : inj hidrokortison 100 mg per 5 jam selama 12 jam atau
dexamethasone 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam. Cari
penyebab lain.
Meropenem 2 x 500 mg iv (H1)
Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam (H1)
Drip natrium bikarbonat 200 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 % habis dalam 8 jam
lanjut drip natrium bikarbonat 100 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 % habis dalam
8 jam
Heparin 2 x 5000 IU SC
Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
Parasetamol 3 x 500 mg PO
Asetil sistein 3 x 200 mg PO
Asam folat 1 x 5 mg PO
Ganti kateter urin
Pemeriksaan anjuran
Cek elektrolit (Na, K, Cl)
Cek SGOT/ SGPT, albumin/globulin, bilirubin total, direct, indirect
Faal hemostasis (PT/APTT/INR)
Cek D Dimer
Chest X Ray
Kultur urin
Kultur sputum
Kultur darah 2 sisi
Hemodialisa
Konsul neurologi
22
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Sopor 105/70 90x/i 24x/i 37.5 oC 98%
mmHg on dengan NK
norepineprin 4 LPM
GDS : 102 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
800 800 1600 300 900 0 0 1200 +400
Hasil laboratorium
Natrium 145 mmol/L
Kalium 4,1 mmol/L
Klorida 112 mmol/L
PT 11,3 Detik
APTT 31,1 Detik
INR 1,06
Albumin 2,7 g/dL
Globulin 4,5 g/Dl
SGOT 21 U/L
SGPT 9 U/L
D Dimer 1607
Bilirubin total 0,8
Bilirubin indirect 0,4 mg/dl
Bilirubin direct 0,4 mg/dl
Kesan : hipoalbuminemia, D dimer meningkat
23
Keluar hasil rontgen thorax
Asimetris
Terpasang CDL dengan ujung distal level atrium kanan
Trakea di tengah
Mediastinum superior tidak melebar
Jantung posisi normal, ukuran tidak membesar
Kedua hilus tidak menebal/melebar
Corakan bronkovaskuler kedua paru baik
Tampak infiltrate di paru kiri
Diafragma kanan dan kiri licin
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Tulang kesan intak.
Kesan : bronkopneumonia kiri
Sofa Score 0 1 2 3 4
PaO2/FiO2 >400 <400 atau <300 atau <220 Atau<100 atau
mmhg atau 221-302 142-220 67-141 <67
SaO2/FIO
2
Trombosit x >150 <150 <100 <50 <20
103/mm3
24
Bilirubin <1.2 1.2-1.9 2.0-5.9 6.0-11.9 >12.0
(mg/dl)
Hipotensi No MAP<70 Dopamine Dopamine Dopamine
Hipotensi <5 >5 atau >15 atau
atau titrasi
Naik Norepinefri norepinefrin
n
<0.1 >0.1
Glasglow 15 13-14 10-12 6-9 <6
coma
Score
Creatinine < 1.2 1.2 -1.9 2.0 – 3.4 3.5 - 4.9 >5.0
(mg/dl)
atau <500 <200
Urin out
put
Total Score : 15 ( Kesan : ≥ 95.2% mortality )
25
Levofloxacin 1 x 750 mg IV per 48 jam
Asam folat 1 x 5 mg PO
Hemodialisa
Cek ureum, kreatinin, analisa gas darah post hemodialisa
26
Kultur sputum
A/
Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik
Syok sepsis ec urosepsis
27
Hospital Acquired Pneumonia high
Infeksi saluran kemih komplikata
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Hipoglikemia ec sepsis
High risk VTE
Hipoalbuminemia ec renal loss
Diagnosis banding :
Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Protocol hipoglikemia :
28
Heparin 2 x 5000 IU SC
Hemodialisa
Kultur darah 2 sisi
Kultur urin
Kultur sputum
Cek ureum, kreatinin, analisa gas darah post hemodialisa
Cek Darah rutin post transfusi PRC
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Coma 80/65 mmHg 110x/i 24x/i 37.0 oC 95 % dengan
NK 4 LPM
29
Cek GDS, Ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah post hemodialisa
Konsul neurologi cito
30
Ureum 124 mg/dL
Kreatinin 3,6 mg/dL
Natrium 144 mmol/L
Kalium 3,5 mmol/L
Clorida 108 mmol/L
Kalsium 10,8 mg/dL
PH 7,430
PCO2 24,9
PO2 113,7
HCO3 16,7
BE -5,8
SO2 98,7%
Kesan Leukositosis, neutrofilia, ureum
meningkat, kreatinin meningkat, asidosis
metabolik terkompensasi
Advis :
IVFD renxamin 200 cc/24 jam
Levofloxacin 1 x 750 mg IV /48 jam
Natrium bikarkonat 3 x 500 mg PO
Asam folat 1 x 5 mg PO
Hemodialisa sesuai jadwal
Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi
31
Kesan :
Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia
Advis :
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Meropenem 2 x 500 mg IV
Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
32
Kesan :
Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
Advis :
Diet makanan bebas
Cek GDS/hari
Awasi hipoglikemia berulang
A/
Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
Syok sepsis ec urosepsis
Hospital Acquired Pneumonia
Infeksi saluran kemih komplikata
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik perbaikan
Hipoglikemia ec low intake perbaikan
High Risk VTE
Hipoalbuminemia ec renal loss
Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum
Diagnosis banding :
Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat 900
kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
33
Meropenem 2 x 500 mg iv
Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
Natrium bikarbonat 3 x 500 mg po
Parasetamol 3 x 500 mg po
Asetil sistein 3 x 200 mg po
Asam folat 1 x 5 mg po
Fenitoin 2 x 100 mg iv ( H2)
Heparin 2 x 5000 IU SC
Hemodialisa sesuai jadwal
Kultur urin
Organisme : klebsiela pneumoniae ssp pneumoniae
Antimicrobial MIC Interpretation Antimicrobial MIC Interpret
ation
ESBL POS + Ceftriaxone >64 R
Ampicillin >32 R Cefepime 32 R
Ampicillin sulbactam >32 R Meropenem <0.25 S
34
Cefazolin Amikasin 4 S
urine >64 R Gentamicin >16 R
Ceftazidime 16 R Ciprofloxacine >4 R
Trimethoprim/su >320 R
lfametoxazole
35
Diagnosis banding :
Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Meropenem 2 x 500 mg iv
Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
Parasetamol 3 x 500 mg po
Asetil sistein 3 x 200 mg po
Natrium bikarbonat 3 x 500 mg po
Asam folat 1 x 5 mg po
Fenitoin 2 x 100 mg po
Hemodialisa hari ini
Cek GDS / hari
Cek urinalisa ulang
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
o
Berat Apatis 128/70 80x/i 20x/i 36,7 C 995
mmHg on dengan
norepineprin NK
36
4LPM
GDS: 98 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
300 800 1100 400 900 0 0 1300 -200
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 350-380/LPB Protein Positif
37
(+1)
Kekeruhan Positif Eritrosit 2-3/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,015 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
Ph 6,5 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif Nitrit Positif
Yeast Negatif
Bakteri Positif
Kesan : leukosit urin meningkat, bakteri (+), proteinuria +1, nitrit (+)
Kultur sputum
Organisme : klebsiela pneumoniae ssp pneumoniae
Antimicrobial MIC Interpretation Antimicrobial MIC Interpret
ation
ESBL NEG - Ceftriaxone >64 R
Ampicillin >32 R Cefepime 32 R
Ampicillin sulbactam >32 R Meropenem <0.25 S
Cefazolin Amikasin 4 S
urine >64 R Gentamicin >16 R
Ceftazidime 16 R Ciprofloxacine >4 R
Trimethoprim/su >320 R
lfametoxazole
38
Levofloxacin 1 x 750 mg IV
Natrium bicarkonat 3 x 500 mg PO
Asam folat 1 x 5 mg PO
Hemodialisa sesuai jadwal
Cek elektrolit urin, osmolaritas urin
39
Kesan :
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Advis :
Transfuse PRC 1 unit/hari
Target HB > 10
Heparin 2 x 5000 IU SC
A/
Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
Syok sepsis ec urosepsis
Hospital Acquired Pneumoniahigh risk mortality
Infeksi saluran kemih komplikata
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
40
High risk VTE
Hipoalbuminemia ec renal loss
Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum
Diagnosis banding :
Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Meropenem 3 x 500 mg iv
Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
Parasetamol 3 x 500 mg po
Asetil sistein 3 x 200 mg po
Asam folat 1 x 5 mg po
Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
Heparin 2 x 5000 IU SC
Fenitoin 2 x 100 mg PO
Hemodialisa sesuai jadwal
Cek elektrolit urin, osmolaritas urin
41
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Sopor 100/60 94x/i 20x/i 38,7 oC 99%
mmHg on dengan NK
norepineprin 4LPM
GDS 100 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
400 800 1200 200 900 0 0 1100 +100
Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 400-500/LPB Protein Positif
(+1)
Kekeruhan Positif Eritrosit 1-2/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,013 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
42
Ph 7,0 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif Nitrit Positif
Yeast Negatif
Bakteri Positif
Kesan : leukosit urin meningkat, bakteri (+), proteinuria +1, nitrit (+)
Advis :
IVFD renxamin 200 cc/24 jam
Lefofloxacin 1 x 750 mg IV
Natrium bicarkonat 3 x 500 mg PO
Asam folat 1 x 5 mg PO
KSR 2 x 600 mg PO
Hemodialisa sesuai jadwal
43
Advis :
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Meropenem 3 x 1 gram IV
Moxyfloksasin infus 1 x 400 mg IV
Kultur urin ulang
A/
Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
Syok sepsis ec urosepsis
Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Infeksi saluran kemih komplikata
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik perbaikan
Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
High risk VTE
Hipoalbuminemia ec renal loss
Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum
Diagnosis banding :
Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
P/
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 0,5 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg
44
Meropenem 3 x 1 gram iv
Moxyfloksasin 1 x 400 mg iv
Parasetamol 3 x 500 mg po
Asetil sistein 3 x 200 mg po
Asam folat 1 x 5 mg po
Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
Fenitoin 2 x 100 mg PO
Heparin 2 x 5000 IU SC
Hemodialisa sesuai jadwal
Kultur urin ulang
Cek ureum, kreatinin, elektrolit post hemodialisa
Cek darah rutin per 3 hari
45
Advis :
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Drip farpresin 1 vial dalam 50 cc nacl 0,9 % dosis 0,01 – 0,04 unit/menit
Hidrokortison 2 x 100 mg IV
Meropenem 3 x 1 gram IV
Moxyfloxacin 1 x 400 mg iv
Kultur urin ulang
Kultur darah ulang
Kultur sputum ulang
A/
Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
Syok sepsis ec urosepsis
Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Infeksi saluran kemih komplikata
Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
High risk VTE
Hipoalbuminemia ec renal loss
Acute symptomatic seizure ec uremic enchepalopaty
P/
Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
46
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Drip vasopresin 1 vial dalam 50 cc nacl 0,9 % dosis 0,01 – 0,04 unit/menit
Hidrokortison 2 x 100 mg IV
Meropenem 3 x 1 gram IV
Moxyfloxacin 1 x 400 mg IV
Heparin 2 x 5000 IU SC
Parasetamol 3 x 500 mg PO
Asetil sistein 3 x 200 mg PO
Asam folat 1 x 5 mg PO
Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
Fenitoin 2 x 100 mg PO
Hemodialisa hari ini
Kultur urin ulang
Kultur darah ulang
Kultur sputum ulang
Cek ureum, kreatinin, elektrolit post hemodialisa
47
Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi
Kesan :
Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Advis :
Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
Drip farpresin 1 vial dalam 50 cc nacl 0,9 % dosis 0,01 – 0,04 unit/menit
Drip dobutamin 250 mcg dalam 50 cc Nacl 0,9 % kecepatan 5-10
mcg/kgBB/menit
Hidrokortison 2 x 100 mg IV
Meropenem 3 x 1 gram IV
Moxyfloxacin 1 x 400 mg iv
48
BAB III
DISKUSI
49
Secara umum pasien kritis dengan syok sepsis megalami hiperglikemia.
Hipoglikemia berat sangat jarang terjadi pada pasien kritis. Pada penelitian
Bagshaw dkk, hipoglikemia terjadi sekitar 1,4 % dari populasi pasien kritis.
Hipoglikemia berta disebabkan oleh gagal hati fulminan, atau gagal adrenal, syok
sepsis, dan komorbid berat ( malnutrisi, sirosis hati, gagal ginjal kronis ).
Hipoglikemia harus segera diatasi untuk mencegah komplikasi yang tidak
diinginkan. Bila hipoglikemia terjadi maka mortalitas akan meningkat 40 % dan
hipoglikemia berat akan meningkat sampai 80 %.
Pasien pasien ini sudah mengalami gagal ginjal kronik, karena telah
mengalami kerusakan ginjal selama 3 bulan dan didukung oleh nilai laboratorium
kimia darah ureum dan kreatinin yang meningkat. Kadar ureum 232 mg/dl dan
kreatinin 6,1 mg/dl. Berdasarkan rumus Kockroft–Gault12, maka didapatkan nilai
CKD EPI 8 ml/min/1,73 m². Dan pasien juga sudah menjalani hemodialis rutin
dalam 2 bulan terakhir.
Pada gagal ginjal kronik, gejala-gejala berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Peningkatan kadar ureum darah mencerminkan penurunan fungsi ginjal
12,13
yang bermakna. Gagal ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat bekerja seperti
biasanya. Dapat terjadi penurunan sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang
kurang atau ginjal yang rusak. Eritropoeitin berfungsi sebagai salah satu bahan
untuk memproduksi sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah menjadi
50
berkurang. Hal inilah yang mendasari terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal
kronik.12,13
51
komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak
dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric
acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-
methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini kemungkinan menganggu pelepasan
neurotransmitter dengan cara menghambat channel klorida pada membran
neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoklonus dan kejang. Sebagai tambahan,
methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase.6,7,8
Pasien dengan kondisi uremia, ensefalopati serta adanya asidosis metabolik
merupakan indikasi dilakukan hemodialisa segera pada pasien. Pada kondisi
ESRD akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis, Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.13,16 Tindakan terapi dialisis
tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi.
Menurut penelitian, inisiasi dialisis sebagai terapi primer pada pasien ESRD lebih
awal dapat mengurangi tingkat mortalitas sebesar 10%. 17
Pada pasien telah mendapatkan tindakan hemodialisa cyto dan berlangsung
selama 2 jam. Indikasi hemodialisa segera adalah bila ditemukan kegawatan ginjal
berupa keadaan klinis uremik berat, oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam),
anuria (produksi urine 50 ml/12 jam), hiperkalemia, asidosis berat, uremia (BUN
>150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis
uremikum, disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L), hipertermia serta
keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.12
Sesuai dengan kriteria qSOFA pasien dengan skor 3 (high risk in hospital
mortality). Pada keadaan sepsis mediator inflamasi : sitokin, neutrophil,
komplemen, NO dan berbagai mediator inflamasi lainnya dilepaskan kedalam
pembuluh darah. Pada saat inflamasi terjadi proses homeostasis dimana terjadi
keseimbangan antara faktor inflamasi dan antiinflamasi. Kemampuan homestasis
pada proses inflmasi ini terkait dengan faktor suseptibilitas individu terhadap
inflmasi tersebut. Bila terjadi proses inflamasi melebihi kemampuan homestasis,
maka akan terjadi proses inflamasi yang maladaptif sehingga terjadi destruktif.
Keadaan tersebutlah yang menimbulkan gangguan pada tingkat selular dan organ.
Gangguan pada tingkat sel yang juga menyebabkan disfungsi endotel, vasodilatasi
52
akibat perubahan NO menyebabkan terjadinya maldistribusi volume darah
sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Faktor lain yang juga berperan
adalah disfungsi miokard akibat pengaruh berbagai mediator sehingga terjadi
penurunan curah jantung. Proses ini mendasari terjadinya hipotensi dan syok pada
pasien sepsis. Pada pasien ditegakkan dengan syok sepsis, dimana tekanan darah
pasien awal masuk 80/50 mmHg dengan MAP < 65.
Menurut Finkelsztein E et al, qSOFA dan SIRS sama-sama bisa digunakan
dalam skiring awal sepsis, qSOFA sedikit lebih akurat dibandingkan SIRS pada
pasien rawatan intensive care sedangkan pada rawatan bangsal qSOFA dan SIRS
dalam memprediksi sepsis dan mortalitasnya memiliki nilai yang sama.19 Pada
pasien dilakukan skoring SOFA dalam 24 jam pertama dengan nilai 7 dengan
resiko mortality 33.3 % pada rawatan. Evaluasi nilai SOFA diperlukan dalam
rawatan. Pada pasien penilaian ulang SOFA dengan skor 15 dengan resiko
mortality 95,2%. Berdasarkan data ditemukan tingkat kematian yang tinggi sekitar
50%-60% pada pasien usia lanjut dengan sepsis berat dan syok septik. Mortalitas
akibat sepsis berat pada pasien usia lanjut adalah 1,3-1,5 kali lebih tinggi
dibandingkan secara kohort dengan yang lebih muda. Faktor prognostik yang
buruk pada pasien usia lanjut dengan sepsis berat termasuk adanya syok,
peningkatan kadar laktat serum, dan adanya kegagalan organ, terutama kegagalan
pernapasan dan jantung.20
Penyebab syok sepsis pada pasien yaitu urosepsis karena adanya suatu
infeksi saluran kemih. Pada pemeriksaan urinalisa ditemukan adanya leukosituria,
bakteri urin positif dan ditemukan adanya nitrit pada urin. Selain infeksi saluran
kemih pada pasien ini juga ada infeksi pneumonia. Hospital acquired pneumonia
merupakan salah satu sumber infeksi pada pasien ini. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis ditemukan gejala batuk berdahak, sesak napas, demam
tinggi yang terjadi setelah pasien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit. Pada
pemeriksaan fisik paru auskultasi ditemukan suara napas bronkovesikular, ronkhi
basah halus nyaring pada kedua lapangan paru dan tidak ditemukan wheezing.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan kultur sputum dan ditemukan kuman klebsiela
pneumoniae ssp dengan kondisi multi drug resistent. Kim WY et al, meneliti pada
500 pusat rawat intensive care menemukan bahwa pneumonia merupakan
53
penyebab tersering pada kematian akibat sepsis yaitu 41% pada 28 hari rawatan.23
Pemilihan terapi antibiotik awal pada pasien ini dengan pemberian iv deropenem
2 x 500 mg iv dan levofloxacin 1x750 mg iv per 48 jam sampai menunggu hasil
biakan kultur.16
Penurunan kesadaran pada pasien didiagnosis banding dengan sepsis
associated encephalopathy (SAE). Sepsis associated encephalopathy (SAE)
merupakan satu dari penyebab tersering febrile encephalopathy . Diperkirakan
70% pasien dengan bakteremia dengan gejala neurologis mulai dari letargi ke koma.
Penegakan diagnosis SAE pada pasien ini karena ditemukan adanya gangguan fungsi
serebral tanpa adanya tanda-tanda lateralisasi, adanya infeksi ekstrakranial dan gangguan
status mental. SAE didiagnosis secara efektif dengan mengeksklusikan tanda-tanda
infeksi sistem saraf pusat ( meningitis dan ensefalitis ), endocarditis,inflamasi sistemik non
infeksi akibat trauma dan ensefalopati tipe yang lain ( diagram 1 ). Adanyainfeksi sistemik
yang bisa dibuktikan pada pasien dengan SAE, dengan gambaran sepsis atau systemic
inflammatory response syndrome (SIRS). Hiperventilasi pada SAE yang berkaitan dengan
alkalosis respiratorik merupakan gambaran awal dari sepsis dan hal ini dapat ditemukan
pada pasien ini.18
Pada pasien penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) yang menjalani
hemodialisis (HD), infeksi merupakan penyebab kematian tersering kedua setelah
penyakit kardiovaskular (Sarnik 2000). Karena peradangan sistemik dan
peningkatan permeabilitas kapiler, pasien septik memiliki risiko yang signifikan
untuk ketidakseimbangan cairan dan sering membutuhkan kristaloid volume
besar. Pedoman Surviving Sepsis Campaign memberikan rekomendasi yang kuat
dengan kualitas bukti yang rendah untuk pemberian bolus cairan 30mL/kg dalam
waktu 3 jam setelah diketahui hipoperfusi yang diinduksi sepsis (Rhodes 2016).
Pemberian cairan lebih lanjut harus dipandu oleh penilaian hemodinamik
(ekokardiografi samping tempat tidur, pengangkatan kaki pasif, dll.). Pada
populasi umum, pemberian cairan secara dini kepada pasien dengan hipotensi atau
hipoperfusi yang diinduksi sepsis dikaitkan dengan hasil yang lebih baik.
Namun, ada perdebatan mengenai efek bolus 30mL/kg besar pada pasien
ESRD karena kurangnya penelitian. Sementara pasien ini mungkin tampak,
volume kelebihan beban pada pemeriksaan fisik, mereka mungkin mengalami
penurunan volume intravaskular. Ada keraguan untuk memberikan bolus cairan
54
besar pada pasien ESRD karena risiko memicu syok kardiogenik, edema paru, dan
gagal napas. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang
menderita ESRD lebih kecil kemungkinannya untuk menerima bolus cairan
30mL/kg penuh dibandingkan dengan pasien non-ESRD (Lowe 2018, Truong
2019, Dagher 2015). Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
setara antara pasien ESRD yang menerima bolus penuh dan yang tidak.
Syok septik merupakan bagian dari sepsis dengan disfungsi peredaran
darah dan selular/metabolik yang mendasari, dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian. Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu sepsis dengan
disertai hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
agar tekanan arteri rata-rata ≥65 mmHg dan konsentrasi laktat darah >2 mmol/L
(>18 mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Risiko
mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%. Kondisi syok sepsis pada pasien
ini diterapi dengan pemberian terapi norepinefrin drip intravena dengan dosis
inisial 0,01 mcg/kgBB/menitdititrasi naik setiap 15 menit. Terapi ini sesuai dengan
surviving sepsis campaign 2021. Selain itu, terapi ini sesuai dengan panduan
praktek klinis kegawatdaruratan renjatan sepsis atau syok sepsis. Target terapi
dalam 6 jam pertama resusitasi adalah 1) tekanan vena sentral 8-12 mmHg, MAP
> 65mmHg, keluaran urin > 0,5 cc/kgBB/jam, target saturasi vena sentral >
70%.21,22
Pemilihan terapi vasoactive agents pada pasien ini juga sudah sesuai
dengan surviving sepsis campaign 2021, norepinefrin merupakan pilihan utama,
dan jika target MAP belum tercapai dapat dikombinasikan dengan vasopressin.
Jika 2 vasoactive agents sudah mencapai dosis maksimal dan pasien belum
mencapai target terapi maka dapat diberikan tambahan dopamin atau dobutamin.
Pada pasien yang mendapatkan terapi norepinefrin dengan dosis > 0,25
mcg/kgbb/menit maka diberikan kortikosteroid intra vena dengan pilihan
hidrokortison 200 mg/hari hal ini sudah sesuai diberikan pada pasien ini.21,32
Pemilihan antibiotik yang tepat penting untuk keberhasilan terapi pada
pasien ini. Pada pasien langsung diberikan meropenem dan dikombinasikan
dengan levofloxacin. Antibiotik spektrum luas dipertimbangkan untuk awal terapi
sepsis. Pemeberian meropenem dipertimbangkan karena kondisi sepsis berat dan
55
riwayat penggunaan antibiotik ceftriaxon pada rawatan yang sebelumnya.
Pemilihan terapi antibotik nantinya disesuaikan dengan hasil kultur urin, sputum
dan darah dari pasien.
Penyebab kematian pada pasien ini adalah sindrom disfungsi organ
multipel (MODS). Kegagalan organ multipel umum terjadi pada pasien gagal
ginjal kronik stadium akhir dan sepsis berat karena adanya peningkatan produksi
sitokin proinflamatori. Penegakkan penyebab kematian MODS karena memenuhi
keterlibatan lebih dari 2 organ. Pada pasien terdapat penurunan tekanan darah dan
terjadinya penurunan kesadaran dengan GCS ≤ 8. Penurunan kesadaran pada
pasien ini menandakan kegagalan pada system saraf pusat. Kegagalan sirkulasi
pada pasien ini sehingga di berikan norepinefrin, vasopressor dan hidrokortison
menandakan kegagalan dalam system kardiovaskular. Dengan keterlibatan lebih
dari 2 organ, pasien ini disimpulkan penyebab kematian dengan Multiple Organ
Dysfunction Syndrome.
56
Lampiran 1 : Daftar Kontrol Intensif drip norepinefrin dan gula darah
Tanggal Jam Tekanan Nadi Nafas SaO2 MAP GDS Norepinephrine Tatalaksana
darah
12/12/2022 20.00 80/50 108 28 98 60 49 0.01 mcg/KgBB/menit D40% 2 flc
+ D10%
88
20.30 80/50 105 29 98 60 0.02 mcg/KgBB/menit D40% 2 flc
+ D10%
108 D10%
21.00 95/40 97 25 99 58.3 0.03 mcg/KgBB/menit
120 D10%
21.30 105/72 95 28 98 59.3 0.03 mcg/KgBB/menit
108 D10%
22.00 100/70 94 29 96 65 0.03 mcg/KgBB/menit
110 D10%
23.00 110/70 93 28 97 60 0.03 mcg/KgBB/menit
125 D10%
00.00 108/60 98 28 96 55 0.03 mcg/KgBB/menit
13/12/2022 D10%
01.00 108/80 95 27 94 56.7 0.03 mcg/KgBB/menit
110 D10%
02.00 101/65 94 27 95 77 0.03 mcg/KgBB/menit
D10%
03.00 106/80 95 28 96 88 0.03 mcg/KgBB/menit
108 D10%
04.00 110/70 94 25 96 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit
D10%
05.00 115/80 93 29 98 91.6 0.03 mcg/KgBB/menit
112 D10%
06.00 106/70 90 28 94 82 0.03 mcg/KgBB/menit
07.00 105/70 86 29 94 81 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
57
04.00 106/70 94 28 95 82 0.03 mcg/KgBB/menit
102
05.00 105/70 93 27 96 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit
06.00 110/80 98 27 96 90 0.03 mcg/KgBB/menit
07.00 105/70 95 28 97 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit
08.00 108/65 94 29 97 79.3 0.03 mcg/KgBB/menit
09.00 110/70 90 28 98 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit
10.00 105/70 86 28 94 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit
11.00 106/80 97 25 93 88 0.03 mcg/KgBB/menit
12.00 110/70 95 29 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
13.00 115/80 94 30 95 91 0.03 mcg/KgBB/menit
14.00 105/70 93 28 95 81,7 0.03 mcg/KgBB/menit
15.00 108/65 98 27 96 79.3 0.03 mcg/KgBB/menit
16.00 110/70 95 29 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
17.00 105/70 94 25 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit
18.00 106/80 89 26 96 88 0.03 mcg/KgBB/menit
19.00 110/70 93 25 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
20.00 105/70 98 25 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit
21.00 110/80 95 26 95 90 0.03 mcg/KgBB/menit
22.00 105/70 94 29 96 81 0.03 mcg/KgBB/menit
23.00 108/65 89 28 95 79.3 0.03 mcg/KgBB/menit
15/22/2022
00.00 110/70 94 28 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
01.00 105/70 90 27 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
02.00 106/80 86 27 95 88 0.03 mcg/KgBB/menit
03.00 110/70 97 28 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
04.00 115/80 95 29 96 81 0.03 mcg/KgBB/menit
05.00 105/70 94 28 96 81 0.03 mcg/KgBB/menit
06.00 108/65 93 28 95 79 0.03 mcg/KgBB/menit
07.00 110/70 98 25 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
08.00 105/70 95 29 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit
09.00 110/60 94 30 94 76 0.03 mcg/KgBB/menit
58
Lampiran 2 : Daftar Kontrol Intensif drip norepinefrin dan Vasopressin
59