Anda di halaman 1dari 62

Kepada YTH:

dr. Taufik Rizkian Asir, SpPD-KKV

Laporan Kasus Mati

Ensefalopati Uremikum dan Syok Sepsis

Nama : dr. Elsy Pramitha Sari


NIM : 2150302202
Tanggal Presentasi : 10 Januari 2023
Pembimbing : Dr.dr. Raveinal, Sp.PD, KAI, FINASIM
Chief : dr. Lidya Sarah Shabrina
Oponen : dr. Sri Puji Rahayuningsih

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I


Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2023
Ensefalopati Uremikum dan Syok Sepsis
Elsy Pramitha Sari, Raveinal, Najirman, Roza Mulyana, Taufik Rizkian Asir

Abstrak
Pendahuluan: Ensefalopati uremikum adalah kelainan otak organik yang terjadi pada
pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik. Di Indonesia jumlah pasien gagal ginjal
kronik diperkirakan sekitar 50 orang per satu juta penduduk. Diagnosis ensefalopati
uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan kemajuannya setelah dilakukan terapi
yang adekuat. Penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi
sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk tanpa
dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis. Laporan Kasus: Dilaporkan satu kasus pasien perempuan usia 47
tahun dengan diagnosis klinis penurunan kesadaran ec ensefalopati uremikum, Chronic
kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan asidosis metabolic, syok
sepsis ec urosepsis, Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality. Pada pasien
didapatkan kadar ureum 232 mg/dl dengan kreatinin 6,1 mg/dl, masuk dengan keadaan
syok sepsis dengan tekanan darah 80/60 mgHg dengan sumber infeksi infeksi saluran
kemih dan pneumonia. Dilakukan pemberian vasopressor dan antibiotik adekuat pada
pasien, serta dilakukan hemodialisa untuk mengatasi keadaan uremia pada pasien.
Respon yang cukup baik pada awalnya, namun pasien mengalami perburukan kembali
karena kondisi sepsisnya. Kesimpulan: penatalaksanaan uremic encephalopathy
yang terjadi sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif,
prognosis buruk tanpa dialisis dan transplantasi renal. Adanya syok sepsis
memperberat penyakit pasien.
Kata Kunci : Ensefalopati uremikum, Chronic kidney disease stage V, syok
sepsis

Abstract
Introduction : Uremic encephalopathy is an organic brain disorder that occurs in patients
with acute or chronic renal failure. In Indonesia, the number of patients with chronic
kidney failure is estimated at around 50 people per one million population. The diagnosis
of uremic encephalopathy is usually based on clinical symptoms and progress after
adequate therapy. The management of uremic encephalopathy, an ongoing kidney
disease, is very important, because in irreversible and progressive conditions, the
prognosis is poor without dialysis and renal transplantation. Acute UE is managed with
hemodialysis or peritoneal dialysis. Case Report: Reported a case of a 47-year-old
female patient with a clinical diagnosis of decreased consciousness ec uremic
encephalopathy, Chronic kidney disease stage V ec hypertensive kidney disease with
metabolic acidosis, septic shock ecurosepsis, Hospital Acquired Pneumonia high risk
mortality. The patient had a urea level of 232 mg/dl with a creatinine of 6.1 mg/dl,
entered in a state of septic shock with a blood pressure of 80/60 mgHg with a source of
urinary tract infection and pneumonia. Adequate vasopressors and antibiotics were given
to the patient, and hemodialysis was carried out to treat uremia in the patient. The
response was quite good at first, but the patient got worse again because of his sepsis.
Conclusion: Management of uremic encephalopathy that occurs is very important,
because in irreversible and progressive conditions, the prognosis is poor without dialysis
and renal transplantation. The presence of septic shock aggravates the patient's illness.
Keywords: Uremic encephalopathy, Chronic kidney disease stage V, septic shock


PENDAHULUAN berkurang. Pompa Na/K ATPase
Pasien dengan gagal ginjal sering mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan
mengalami gejala klinis yang berkaitan penting dalam menjaga gradien kalsium 10
dengan ketidakseimbangan cairan dan 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan adanya
elektrolit, anemia, malnutrisi dan uremia, terdapat peningkatan kalsium
gangguan gastrointestinal. Salah satu transpor akibat PTH. Beberapa studi
dari komplikasi tersebut adalah uremic menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K
encephalopathy. Uremic ATPase ouabain-sensitif menurun pada
encephalopathy (UE) adalah kelainan keadaan uremik akut maupun kronik. Karena
otak organik yang terjadi pada pasien pompa ini penting dalam pelepasan
dengan gagal ginjal akut maupun neurotransmitter seperti biogenic amines, hal
kronik. Biasanya dengan nilai kadar ini dapat membantu menjelaskan gangguan
Creatinine Clearance menurun dan tetap fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi
di bawah 15 mL/mnt. neurotransmitter yang ditemukan pada tikus
yang mengalami uremi. 6
Pada tahap awal UE, plasma dan
EPIDEMIOLOGI LCS menunjukkan peningkatan jumlah
glisin dan glutamin serta menurunnya
Prevalensi internasional
GABA, sehingga terjadi perubahan
tidak diketahui. Di Amerika Serikat, metabolisme dopamin dan serotonin di
prevalensi UE sulit ditentukan. UE dalam otak, menyebabkan gejala awal
dapat terjadi pada pasien manapun berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya
dengan end-stage renal disease bahwa terdapat gangguan fungsi sinaps yaitu
(ESRD), dan secara langsung adanya studi bahwa dengan memburuknya
tergantung pada jumlah pasien uremia, terjadi akumulasi komponen
tersebut. Pada 1990an, lebih dari guanidino, terutama guanidinosuccinic acid,
165,000 orang diobati untuk ESRD. yang meningkat pada otak dan LCS pada
Pada tahun 1970an, jumlahnya gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada
40,000. Dengan bertambahnya pelepasan ã-aminobutyric acid (GABA) dan
glisin pada binatang percobaan, juga
jumlah pasien dengan ESRD,
mengaktivasi reseptor N-methyl-D-aspartate
diasumsikan jumlah kasus UE juga (NMDA). Toksin ini kemungkinan
bertambah. menganggu pelepasan neurotransmitter
dengan cara menghambat channel klorida
pada membran neuronal. Hal ini dapat
PATOFISIOLOGI menyebabkan myoklonus dan kejang.
Patofisiologi dari UE belum Sebagai tambahan, methylguanidine terbukti
diketahui secara jelas. Urea menembus menghambat aktivitas pompa Na/K
sawar darah otak melalui sel endotel ATPase.6,7,8
dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa
dijadikan satu-satunya penyebab dalam
terjadinya ensefalopati, karena jumlah
MANIFESTASI KLINIS
ureum dan kreatinin tidak berhubungan
dengan tingkat penurunan kesadaran
Apatis, fatig, iritabilitas
ataupun adanya asterixis dan merupakan gejala dini. Selanjutnya,
myoclonus.5 terjadi konfusi, gangguan persepsi
Pada gangguan ginjal, sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala
metabolisme otak menurun sehingga ini dapat berfluktuasi dari hari ke hari,
menyebabkan rendahnya konsumsi bahkan dalam hitungan jam. Pada
oksigen serebri. Penjelasan yang beberapa pasien, terutama pada pasien
memungkinkan pada perubahan ini anuria, gejala ini dapat berlanjut secara
adalah reduksi neurotransmitter, cepat hingga koma. Pada pasien lain,
menyebabkan aktivitas metabolik halusinasi visual ringan dan gangguan


konsentrasi dapat berlanjut selama ditemukan adalah perlambatan secara
beberapa minggu. general. Ritme tetha pada frontal yang
Pada gagal ginjal akut, intermiten dan paroksisimal, bilateral, high
clouded sensorium selalu disertai voltage gelombang delta juga sering
berbagai gangguan motorik, yang ditemukan. Kadangkala kompleks spike-
wave bilateral atau gelombang trifasik pada
biasanya terjadi pada awal regio frontal dapat terlihat. 3,11,12
ensefalopati. Pasien mulai kedutan, Pencitraan otak seperti CT scan atau
jerk dan dapat kejang. Twitch dapat MRI dilakukan untuk menyingkirkan adanya
meliputi satu bagian otot, seluruh hematom subdural, stroke iskemik. Namun
otot, atau ekstremitas, aritmik, biasanya menunjukkan atrofi serebri dan
asinkron pada kedua sisi tubuh pada pelebaran ventrikel pada pasien dengan
saat bangun ataupun tidur. Pada chronic kidney disease.11
beberapa waktu bisa terdapat
fasikulasi, tremor aritmik, PENATALAKSANAAN
mioklonus, khorea, asterixis, atau Pada penatalaksanaan uremic
kejang. Dapat juga terjadi encephalopathy, penyakit ginjal yang
phenomena motorik yang tidak terjadi sangat penting, karena pada
terklasifikasi, yang disebut uremic keadaan irreversibel dan progresif,
twitch- convulsive syndrome. prognosis buruk tanpa dialisis dan
transplantasi renal. UE akut
DIAGNOSIS ditatalaksana dengan hemodialisis atau
Diagnosis ensefalopati uremik peritoneal dialisis, walaupun biasanya
biasanya berdasarkan gejala klinis dan dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari
kemajuannya setelah dilakukan terapi dibutuhkan untuk mengembalikan status
yang adekuat. Pemeriksaan mental. Kelainan kognitif dapatmenetap
laboratorium pada UE antara lain darah meskipun setelah dialisis. Kerugian dari
lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, dialisis adalah sifat non-spesifik
kreatinin, fungsi hati dan amonia. Pada sehingga dialisis juga dapat
UE terdapat nilai kreatinin yang tinggi.
Darah lengkap diperiksa untuk melihat
menghilangkan komponen esensial.
adanya anemia karena dapat berperan Transplantasi ginjal juga dapat
12
dalam beratnya perubahan status dipertimbangkan.
mental. Sementara jika ditemukan Eliminasi toksin uremik juga
leukositosis menunjukkan adanya dipengaruhi oleh uptake intestinal dan
proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa fungsi renal. Uptake intestinal bisa
diperiksa untuk menyingkirkan dikurangi dengan mengatur diet atau
penyebab ensefalopati lainnya. dengan pemberian absorbent secara oral.
Pemeriksaan lumbal pungsi Studi menunjukkan untuk menurunkan
dilakukan untuk menyingkirkan dugaan toksin uremik dengan diet rendah
infeksi. Pada ensefalopati uremik, LCS protein, atau pemberian prebiotik.atau
sering abnormal, kadangkala
menunjukan pleositosis ringan
probiotik seperti bifidobacterium.
(biasanya <25 sel/mm3) dan Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting
meningkatnya konsentrasi protein untuk eliminasi toksin uremik.12
(biasanya <100mg/dl). EEG biasanya Dalam praktek klinis, obat
abnormal, tetapi tidak spesifik namun antikonvulsan yang sering digunakan
berhubungan dengan gejala klinis. dalam menangani kejang yang
Selain itu, EEG dapat berguna untuk berhubungan dengan uremia adalah
menyingkirkan penyebab lain dari benzodiazepine untuk kejang
konfusi seperti infeksi dan abnormalitas myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif
struktural. Gambaran EEG yang sering


parsial kompleks atau absens; didapatkan kesan bronkopneumonia kiri.
ethosuximide, untuk status
epileptikus absens; Fenobarbital,
untuk status epileptikus konvulsif.13
Sementara itu, gabapentin dapat
memperburuk kejang myoklonik
pada end stage renal disease. 14
Benzodiazepin (BZD) dan
Fenobarbital bekerja meningkatkan
aktivitas GABA dengan berikatan
pada kompleks reseptor GABA A,
sehingga memfasilitasi GABA
untuk berikatan dengan reseptor
spesifiknya. Terikatnya BZD
menyebabkan peningkatan frekuensi
terbukanya channel klorida,
menghasilkan hiperpolarisasi Gambar 1. Rontgen Thorax
membran yang menghambat eksitasi
selular.15 Pada pemeriksaan kultur urin
ditemukan adanya kuman klebsiela
pneumonia ssp, kultur sputum ditemukan
LAPORAN KASUS adanya klebsiela pneumonia dan kultur
Seorang pasien perempuan darah tidak ditemukan adanya pertumbuhan
berusia 47 tahun datang dengan keluhan kuman.
utama penurunan kesadaran sejak 3 hari Pada pasien dilakukan pemberian
yang lalu. Pasien sesak napas sejak 1 terapi bicarbonat iv untuk mengatasi
minggu yang lalu, ada demam dan asidosis metabolik serta dilakukan
batuk berdahak. Pasien sudah dikenal hemodialisa. Untuk kondisi syok sepsis
dengan menderita gagal ginjal stadium diberikan norepineprin serta diberikan
akhir dan rutin hemodialisa. antibiotik sprektum luas pada awalnya,
Sebelumnya pasien dirawat di RS sambil menunngu hasil kultur keluar. Pada
daerah dan dirawat selama 3 hari. Pada awalnya pasien memperlihatkan respon
pasien juga ditemukan adanya napas yang adekuat terhadap terapi yang
kusmaul. Pasien dengan keadaan umum diberikan. Namun pada hari rawatan ke 9
sakit berat, tekanan darah 80/60, nadi pasien mengalami perburukan karena sepsis
108x/menit, nafas 30 x/menit, suhu yang deritanya sampai akhirnya meninggal
37,8C. pada pemeriksaan fisik paru pada hari ke 10.
ditemukan adanya suara napas
bronkovesikuler, rhonki basah halus
nyaring di kedua lapangan paru. DISKUSI
Dari hasil pemeriksaan Telah dilaporkan seorang pasien
laboratorium didapatkan kadar hb 9,4 perempuan usia 53 tahun rawatan Bangsal
g/dl, leukosit 30.120/mm, trombosit Penyakit Dalam RSUP Dr M Djamil
424.000/mm. Pada urinalisa ditemukan dengan diagnosis penurunan kesadaran ec
adanya leukosit 400-500/LPB, bakteri ensefalopati uremikum, Chronic kidney
(+), nitrit (+). Ureum 232 mg/dl, disease stage V ec penyakit ginjal
kreatinin 6,1, GDS 49 mg/dl. Analisa hipertensi dengan asidosis metabolic, Syok
gas darah dengan PH 7,211, HCO3 5,7 sepsis ec urosepsis, Hospital Acquired
dan BE -19,4. Pneumonia high risk mortality
Pasien datang dengan keadaan
Pada pemeriksaan rontgen thorax umum berat, kesadaran sopor, tekanan


darah 80/60, dengan nadi cepat Pada gagal ginjal kronik, gejala–
(108x/menit), takipneu (30x/menit), gejala berkembang secara perlahan. Pada
hipertermia (37,8 oC) dan SpO2 98% awalnya tidak ada gejala sama sekali,
dengan oksigen 4 lpm via nasal kanul. kelainan fungsi ginjal hanya dapat
Kondisi pada pasien merupakan salah diketahui dari pemeriksaan laboratorium.
satu kegawatdaruratan dibidang Sejalan dengan berkembangnya penyakit,
penyakit dalam sehingga tatalaksana maka lama kelamaan akan terjadi
awal yang tepat perlu diberikan. Pada peningkatan kadar ureum darah semakin
pasien ini setelah diketahui jalan nafas tinggi (uremia). Peningkatan kadar ureum
paten, pasien diberikan terapi O2 5 darah mencerminkan penurunan fungsi
lpm via nasal kanul. Setelah dilakukan ginjal yang bermakna. 12,13 Gagal ginjal
pemeriksaan gula darah sewaktu menyebabkan ginjal tidak dapat bekerja
didapatkan kadar 49 mg/dL, sehingga seperti biasanya. Dapat terjadi penurunan
pada pasien ini dilakukan protokol sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang
hipoglikemia. Pemberian bolus kurang atau ginjal yang rusak. Eritropoeitin
dextrose 40% 50 cc sebanyak 2 kali, berfungsi sebagai salah satu bahan untuk
didapatkan kadar gula darah diatas 100 memproduksi sel darah merah sehingga
mg/dL dan pasien belum sadar. jumlah sel darah merah menjadi berkurang.
Sehingga penyebab penurunan Hal inilah yang mendasari terjadinya
kesadaran karena hipoglikemia pada anemia pada pasien gagal ginjal kronik.12,13
pasien bisa disingkarkan berdasarkan Uremic Encephalopathy
whipple’s triad yaitu tanda dan gejala merupakan salah satu bentuk dari
akibat adanya hormon ensefalopati metabolik. Ensefalopati
kounterregulator akibat hipoglikemia, metabolik merupakan suatu kondisi
kadar glukosa darah yang rendah dan disfungsi otak yang global yang
perbaikan gejala setelah kadar glukosa menyebabkan terjadi perubahan kesadaran,
darah naik.17 perubahan tingkah laku, dan kejang yang
Kriteria diagnosis gagal ginjal disebabkan oleh kelainan pada otak
kronik menurut National Kidney maupun diluar otak. Ensefalopati uremik
Foundation yaitu: (1) kerusakan ginjal dapat disebabkan oleh Gagal Ginjal Akut
(renal damage) yang terjadi lebih dari maupun Gagal Ginjal Kronis. Pada pasien
3 bulan berupa kelainan struktural atau ini terjadi penurunan kesadaran tanpa
fungsional dengan atau tanpa diketahui adanya riwayat kejang maupun
penurunan laju filtrasi glomerulus, perubahan tingkah laku.
dengan manifestasi kelainan patologis Pada kondisi ESRD akan terjadi
dan terdapat tanda kelainan ginjal gejala dan komplikasi yang lebih serius dan
termasuk kelainan dalam komposisi pasien sudah memerlukan terapi pengganti
darah, urin dan kelainan dalam tes ginjal berupa hemodialisis, Continuous
pencitraan, (2) laju filtrasi glomerulus Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
<60 ml/menit/1,37 m2 selama 3 bulan dan transplantasi ginjal.13,16 Tindakan terapi
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.12 dialisis tidak boleh terlambat untuk
Pasien pasien ini sudah mencegah gejala toksik azotemia dan
mengalami gagal ginjal kronik, karena malnutrisi. Menurut penelitian, inisiasi
telah mengalami kerusakan ginjal dialisis sebagai terapi primer pada pasien
selama 3 bulan dan didukung oleh ESRD lebih awal dapat mengurangi tingkat
nilai laboratorium kimia darah ureum mortalitas sebesar 10%. 17
dan kreatinin yang meningkat. Kadar Pasien telah mendapatkan tindakan
ureum 232 mg/dl dan kreatinin 6,1 hemodialisa cyto dan berlangsung selama 1
mg/dl. Berdasarkan rumus Kockroft– jam. Pasien disarankan untuk dilakukan
Gault12, maka didapatkan nilai CKD hemodialisa selama 2 jam. Indikasi
EPI 8 ml/min/1,73 m². Dan pasien hemodialisa segera adalah bila ditemukan
juga sudah menjalani hemodialisa kegawatan ginjal berupa keadaan klinis
dalam 2 bulan terakhir. uremik berat, oligouria (produksi urine


<200 ml/12 jam), anuria (produksi ticle/239191-overview .
urine 50 ml/12 jam), hiperkalemia, 3. McCandless DW. Metabolic
asidosis berat, uremia (BUN >150 encephalopathy. Edisi 1. Springer.
mg/dL), ensefalopati uremikum, 2009
neuropati/miopati uremikum, 4. Bucurescu G. Neurological
perikarditis uremikum, disnatremia Manifestations of Uremic
berat (Na >160 atau <115 mmol/L), Encephalopathy. Diunduh dari URL:
hipertermia serta keracunan akut http://emedicine.medscape.com/article
(alkohol, obat-obatan) yang /1135651- overview .
bisa melewati membran dialisis.12 5. Wijdicks EFM. Neurologic
Ketidakberhasilan hemodialisa ini complications of critical illness. Edisi
diakibatkan karena penurunan kondisi 2. Oxfor Univ Press. 2002. Hlm 175
pasien dalam 1 jam pertama yaitu 6. Burn, D.J., Bates, D. Neurology and
tekanan darah yang sulit dinilai (per the kidney. J. Neurol. Neurosurg.
palpasi). Psychiatry Vol.65, No.6 810-821
Sepsis associated 7. Deguchi T, Isozaki K, Yousuke K,
encephalopathy (SAE) merupakan satu Terasaki T, Otagiri M. Involvement of
dari penyebab tersering febrile organic anion transporters in the efflux
encephalopathy terutama pada geriatri. of uremic toxins across the blood-
Diperkirakan 70% pasien dengan brain barrier. J Neurochem. Feb
bakteremia dengan gejala neurologis 2006;96(4):1051-9.
mulai dari letargi ke koma. Penegakan
8. De Deyn PP, Vanholder R, Eloot S, et
diagnosis SAE pada pasien ini karena
al. Guanidino compounds as uremic
ditemukan adanya gangguan fungsi
(neuro)toxins. Semin Dial. Jul-Aug
serebral tanpa adanya tanda-tanda
2009;22(4):340-5.
lateralisasi, adanya infeksi
9. Ropper AH, Samuels MA. Principles
ekstrakranial dan gangguan status
of neurology. Edisi 9. McGrawHill.
mental. SAE didiagnosis secara efektif
2009.
dengan mengeksklusikan tanda-tanda
infeksi sistem saraf pusat ( meningitis 10. Weiner HL,Levitt LP. Buku saku
dan ensefalitis ), endocarditis, neurologi. Edisi 5. Jakarta: EGC.
inflamasi sistemik non infeksi akibat 2006. Hlm 214.
trauma dan ensefalopati tipe yang lain 11. Seifter JL, Samuels MA. Uremic
( diagram 1 ). Adanya infeksi sistemik encephalopathy and other brain
yang bisa dibuktikan pada pasien disorders associated with renal failure.
dengan SAE, dengan gambaran sepsis Seminars in neurology/volume 31,
atau systemic inflammatory response number 2 2011. Pg 139-141.
syndrome (SIRS). Hiperventilasi pada 12. Annemie Van Dijck, Wendy Van Daele
SAE yang berkaitan dengan alkalosis and Peter Paul De Deyn (2012).
respiratorik merupakan gambaran awal Uremic Encephalopathy, Miscellanea
dari sepsis dan hal ini dapat ditemukan on Encephalopathies - A Second Look,
pada pasien ini.18 Dr. Radu Tanasescu (Ed.), ISBN: 978-
953-51-0558-9, InTech
13. Krishnan V, Murray P.
DAFTAR PUSTAKA Pharmacological issues in the critically
1. Alper AB. Uremia . Diunduh dari ill. Clin Chest Med 2003;24:671-88
URL: 14. Zhang C, Glenn DG, Bell WL,
http://emedicine.medscape.com/ar O'Donovan CA. Gabapentin-induced
ticle/245296-overview . myoclonus in end-stage renal disease.
2. Lohr JW. Uremic encephalopathy. Epilepsia 2005;46:156-8.
Diunduh dari URL: 15. Neal MJ. At a glance: Farmakologi
http://emedicine.medscape.com/ar Medis. Edisi 5. Jakarta: Penerbit
Erlangga. 2006. Hlm 54;57


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Uremic encephalopathy (UE) adalah kelainan otak organik akut maupun
subakut yang terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut maupun kronik.
Biasanya dengan nilai kadar Creatinine Clearance menurun dan tetap di bawah 15
mL/mnt. Sebutan “uremic encephalopathy” sendiri memiliki arti gejala neurologis
non spesifik pada uremia. 2,3

1.2 Epidemiologi
Prevalensi internasional tidak diketahui. Di Amerika Serikat, prevalensi
UE sulit ditentukan. UE dapat terjadi pada pasien manapun dengan end-stage
renal disease (ESRD), dan secara langsung tergantung pada jumlah pasien
tersebut. Pada 1990an, lebih dari 165,000 orang diobati untuk ESRD. Pada tahun
1970an, jumlahnya 40,000. Dengan bertambahnya jumlah pasien dengan ESRD,
diasumsikan jumlah kasus UE juga bertambah.

1.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar
darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan
satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan
kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan kesadaran ataupun adanya
asterixis dan myoclonus.5
Perubahan yang ditemukan pada mayat pasien dengan chronic kidney
disease biasanya ringan, tidak spesifik dan lebih berhubungan dengan penyakit
yang menyertainya. Jumlah kalsium pada korteks serebri hampir dua kali lipat
dari nilai normal. Peningkatan jumlah kalsium ini mungkin diperantarai oleh
aktivitas hormon Paratiroid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian pada anjing
yang mengalami gagal ginjal akut maupun kronik, EEG dan abnormalitas kalsium
dapat dicegah dengan dilakukannya paratiroidektomi. Pada manusia dengan gagal
ginjal, EEG dan gangguan psikologik juga dapat membaik dengan
paratiroidektomi.6


Pada gangguan ginjal, metabolisme otak menurun sehingga menyebabkan
rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang memungkinkan pada
perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter, menyebabkan aktivitas metabolik
berkurang. Pompa Na/K ATPase mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan
penting dalam menjaga gradien kalsium 10 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan
adanya uremia, terdapat peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi
menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada
keadaan uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan
neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu menjelaskan
gangguan fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi neurotransmitter yang
ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. 6
Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan jumlah
glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi perubahan
metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan gejala awal
berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya bahwa terdapat gangguan fungsi
sinaps yaitu adanya studi bahwa dengan memburuknya uremia, terjadi akumulasi
komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak
dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric
acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-
methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini kemungkinan menganggu pelepasan
neurotransmitter dengan cara menghambat channel klorida pada membran
neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoklonus dan kejang. Sebagai tambahan,
methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase.6,7,8

Gambar 1. Ilustrasi efek neurotoksik dari uremia pada sistem saraf pusat


Kontribusi aluminium pada UE kronik masih belum jelas diketahui.
Sumber alumunium diperkirakan dari diet dan obat-obatan terikat fosfat. Transpor
aluminium menuju otak hampir pasti melalui reseptor transferin pada permukaan
luminal pada sel endotel kapiler otak. Jika sudah melewati otak, aluminium dapat
mempengaruhi ekspresi âA4 protein prekursor yang melalui proses kaskade
menyebabkan deposisi ekstraselular dari âA4 protein. Secara ringkas,
patofisiologi dari UE adalah kompleks dan mungkin multifaktorial.6

1.4 Gejala Klinis


Apatis, fatig, iritabilitas merupakan gejala dini. Selanjutnya, terjadi
konfusi, gangguan persepsi sensoris, halusinasi, dan stupor. Gejala ini dapat
berfluktuasi dari hari ke hari, bahkan dalam hitungan jam. Pada beberapa pasien,
terutama pada pasien anuria, gejala ini dapat berlanjut secara cepat hingga koma.
Pada pasien lain, halusinasi visual ringan dan gangguan konsentrasi dapat
berlanjut selama beberapa minggu.

Pada gagal ginjal akut, clouded sensorium selalu disertai berbagai


gangguan motorik, yang biasanya terjadi pada awal ensefalopati. Pasien mulai
kedutan, jerk dan dapat kejang. Twitch dapat meliputi satu bagian otot, seluruh
otot, atau ekstremitas, aritmik, asinkron pada kedua sisi tubuh pada saat bangun
ataupun tidur. Pada beberapa waktu bisa terdapat fasikulasi, tremor aritmik,
mioklonus, khorea, asterixis, atau kejang. Dapat juga terjadi phenomena motorik
yang tidak terklasifikasi, yang disebut uremic twitch- convulsive syndrome.

Bertujuan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Beberapa obat


antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin
Converting Enzyme/ ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat
memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme
7
kerjanya sebagai antihipertensi dan antiproteinuria.

Jika keadaan uremia memburuk, pasien dapat jatuh dalam keadaan koma.
Jika asidosis metabolik yang mengikuti tidak dikoreksi, akan terjadi pernapasan
Kussmaul yang berubah sebelum kematian, menjadi pernapasan Cheyne-Stokes.9


Tabel 1. Gejala dan Tanda Ensefalopati Uremikum10
Ringan Sedang Berat
Anoreksia Muntah Gatal
Mual Lamban Gangguan
Orientasi
Insomnia Mudah lelah Kebingungan
“restlessness” Mengantuk Tingkah laku aneh
Kurang atensi Perubahan pola tidur Bicara pelo
Tidak mampu Emosional Hipotermia
menyalurkan ide
Penurunan libido Paranoia Mioklonus
Penurunan kognitif Asterixis
Penurunan abstraksi Kejang
Penurunan kemampuan Stupor
seksual Koma

1.5 Diagnosis
Diagnosis ensefalopati uremik biasanya berdasarkan gejala klinis dan
kemajuannya setelah dilakukan terapi yang adekuat. Pemeriksaan laboratorium
pada UE antara lain darah lengkap, elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, fungsi
hati dan amonia. Pada UE terdapat nilai kreatinin yang tinggi. Darah lengkap
diperiksa untuk melihat adanya anemia karena dapat berperan dalam beratnya
perubahan status mental. Sementara jika ditemukan leukositosis menunjukkan
adanya proses infeksi. Elektrolit, dan glukosa diperiksa untuk menyingkirkan
penyebab ensefalopati lainnya.

Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan untuk menyingkirkan dugaan


infeksi. Pada ensefalopati uremik, LCS sering abnormal, kadangkala menunjukan
pleositosis ringan (biasanya <25 sel/mm3) dan meningkatnya konsentrasi protein
(biasanya <100mg/dl). EEG biasanya abnormal, tetapi tidak spesifik namun
berhubungan dengan gejala klinis. Selain itu, EEG dapat berguna untuk

10 
menyingkirkan penyebab lain dari konfusi seperti infeksi dan abnormalitas
struktural. Gambaran EEG yang sering ditemukan adalah perlambatan secara
general. Ritme tetha pada frontal yang intermiten dan paroksisimal, bilateral, high
voltage gelombang delta juga sering ditemukan. Kadangkala kompleks spike-
wave bilateral atau gelombang trifasik pada regio frontal dapat terlihat. 3,11,12
Pencitraan otak seperti CT scan atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan
adanya hematom subdural, stroke iskemik. Namun biasanya menunjukkan atrofi
serebri dan pelebaran ventrikel pada pasien dengan chronic kidney disease.11

1.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding UE antara lain ensefalopati hipertensif, ensefalopati


hepatikum, sindrom respons inflamasi sistemik pada pasien sepsis, vaskulitis
sistemik, neurotoksisitas akibat obat (opioid, benzodiazepin, neuroleptik,
antidepresan), cerebral vascular disease, hematom subdural. Kejang dapat terjadi
pada UE, ensefalopati hipertensif, emboli serebral, gangguan elektrolit dan asam-
basa, tetanus.9,11

1.7 Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan uremic encephalopathy, penyakit ginjal yang terjadi
sangat penting, karena pada keadaan irreversibel dan progresif, prognosis buruk
tanpa dialisis dan transplantasi renal. UE akut ditatalaksana dengan hemodialisis
atau peritoneal dialisis, walaupun biasanya dibutuhkan waktu 1 sampai 2 hari
dibutuhkan untuk mengembalikan status mental. Kelainan kognitif dapatmenetap
meskipun setelah dialisis. Kerugian dari dialisis adalah sifat non-spesifik sehingga
dialisis juga dapat menghilangkan komponen esensial. Transplantasi ginjal juga
dapat dipertimbangkan.12
Eliminasi toksin uremik juga dipengaruhi oleh uptake intestinal dan fungsi
renal. Uptake intestinal bisa dikurangi dengan mengatur diet atau dengan
pemberian absorbent secara oral. Studi menunjukkan untuk menurunkan toksin
uremik dengan diet rendah protein, atau pemberian prebiotik.atau probiotik seperti
bifidobacterium. Menjaga sisa fungsi ginjal juga penting untuk eliminasi toksin

11 
uremik.12
Dalam praktek klinis, obat antikonvulsan yang sering digunakan dalam
menangani kejang yang berhubungan dengan uremia adalah benzodiazepine untuk
kejang myoklonus, konvulsif atau non-konvulsif parsial kompleks atau absens;
ethosuximide, untuk status epileptikus absens; Fenobarbital, untuk status
epileptikus konvulsif.13 Sementara itu, gabapentin dapat memperburuk kejang
myoklonik pada end stage renal disease. 14

Benzodiazepin (BZD) dan Fenobarbital bekerja meningkatkan aktivitas


GABA dengan berikatan pada kompleks reseptor GABA A, sehingga
memfasilitasi GABA untuk berikatan dengan reseptor spesifiknya. Terikatnya
BZD menyebabkan peningkatan frekuensi terbukanya channel klorida,
menghasilkan hiperpolarisasi membran yang menghambat eksitasi selular.15

12 
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien perempuan, 47 tahun di bagian Penyakit


Dalam RSUP M. Djamil Padang, pada tanggal 12 Desember 2022, pukul 20.00
WIB dengan :

Keluhan Utama (Allo anamnesis)


Penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang


 Penurunan kesadaran sejak 3 hari yang lalu, penurunan kesadaran terjadi
secara perlahan. Awalnya pasien masih dapat berkomunikasi dengan keluarga,
kemudian pasien tampak mengantuk dan sulit untuk dibangunkan. Riwayat
trauma kepala sebelumnya tidak ada. Riwayat sakit kepala hebat tidak ada.
Riwayat kejang tidak ada. Riwayat kelemahan anggota gerak tidak ada.
 Buang air kecil berkurang dirasakan sejak 3 bulan yang lalu, frekuensi 1-2
x/hari dengan jumlah kurang dari setengah gelas setiap kali BAK. Riwayat
BAK berpasir tidak ada. BAK campur darah tidak ada. Nyeri saat buang air
kecil tidak ada. Pasien terpasang kateter sejak 3 hari yang lalu, dari selang
kateteter urin tampak keruh dan bernanah.
 Sembab di kedua kaki sejak 1 bulan yang lalu. Sembab tidak disertai nyeri
dan perubahan warna kulit. Sembab tempat lain tidak ada.
 Nafsu makan menurun sejak 1 minggu yang lalu, pasien makan 3 kali sehari
dan hanya menghabiskan seperempat porsi makan.
 Lemah letih sejak 1 minggu yang lalu
 Tampak pucat sejak 1 minggu yang lalu.
 Demam sejak 1 hari yang lalu, demam tinggi, turun naik, tidak menggigil dan
tidak berkeringat banyak.
 Batuk sejak 1 hari yang lalu, batuk berdahak berwarna putih, tidak bercampur
darah.
 Sesak napas yang semakin meningkat sejak 1 hari yang lalu. Sesak napas

13 
sudah dirasakan sejak 3 hari yang lalu, sesak napas tidak dipengaruhi oleh
aktivitas, cuaca dan makanan. Sesak napas dengan bunyi napas menciut tidak
ada. Riwayat terbangun di malam hari karena sesak tidak ada. Riwayat tidur
dengan bantal ditinggikan tidak ada.
 Keluar darah dari hidung tidak ada, gusi berdarah tidak ada.
 Mual dan muntah hitam tidak ada.

 Riwayat penurunan berat badan tidak ada.

 Hilang penciuman dan pengecapan tidak ada.

 Riwayat kontak dengan penderita covid -19 tidak ada

 Riwayat vaksin covid-19 tidak ada.

 Buang air besar frekuensi dan konsistensi biasa, BAB warna hitam tidak ada.
 Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dengan tensi paling tinggi 160
mmHg.
 Pasien sudah dikenal menderita gagal ginjal kronik sejak 2 bulan yang lalu,
dan rutin cuci darah 2 kali dalam seminggu di RSUP M Djamil Padang.
 Pasien rujukan dari RS Pasaman Barat dirawat selama 3 hari dan telah
mendapatkan terapi ceftriaxone 2 x 1 gram IV, pasien dirawat dengan
penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty, penyakit ginjal kronik stage V
on hemodialisa, pasien dirujuk untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

Riwayat Pengobatan
 Pasien biasa berobat ke puskesmas dan RS, minum obat antihipertensi yaitu
amlodipin 1 x 10 mg, candesartan 1 x 16 mg, namun tidak rutin minum obat

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat diabetes mellitus tidak ada.
 Riwayat penyakit jantung tidak ada.
 Riwayat tuberkulosis paru tidak ada.
 Riwayat stroke tidak ada.

14 
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat hipertensi pada keluarga ada.
 Riwayat diabetes melitus tidak ada.
 Riwayat penyakit jantung tidak ada.
 Riwayat penyakit ginjal tidak ada.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan kebiasaan

 Pasien sudah menikah dan merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 4
orang anak.

 Pasien tinggal bersama suami dan satu orang anak di rumah permanen,
dengan ventilasi udara yang cukup baik, kebersihan serta pencahayaan baik.
 Pasien berasal dari golongan keluarga dengan sosial ekonomi menengah
kebawah.

Pemeriksaan umum
Keadaaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Sopor
Tekanan darah : 80/50 mmHg
Nadi : 108 x/menit, irama reguler, pengisian kurang, tidak kuat
angkat
Nafas : 30 x/menit, kusmaul (+)
Suhu : 38,50 C
SpO2 : 98 % dengan nasal kanul 4 LPM
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 45 kg
BBI : 49,5 kg
BMI : 18,7 kg/m2 (normoweight)
Edema : ada
Anemis : ada
Ikterus : tidak ada
Sianosis : tidak ada

15 
Pemeriksaan fisik
Kulit : Turgor kulit baik, teraba hangat
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di
regio colli, axilla dan inguinal
Rambut : Uban (+), tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pupil
isokor, reflex cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-) tanda radang (-)
Hidung : Deviasi septum (-), tanda radang (-)
Tenggorokan : Tonsil sulit dinilai, faring sulit dinilai
Gigi dan mulut : Gigi geligi lengkap, karies (-)
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Thorax :
Paru depan : Inspeksi :
Statis : normochest, simetris kanan dan kiri, sela iga
melebar (-)
Dinamis : pergerakan dinding dada simetris kiri dan
kanan, retraksi sela iga tidak ada.
Palpasi : Fremitus tidak dapat dinilai

Perkusi: Sonor, batas pekak hepar setinggi RIC VI


kanan
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah
halus nyaring (-/+) di lapangan paru bawah, wheezing (-/-)
Paru belakang : Inspeksi :
Statis : deformitas tidak ada
Dinamis : simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fremitus tidak dapat dinilai
Perkusi: Sonor
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, ronkhi basah
halus nyaring (-/+) di lapangan paru bawah, wheezing (-/-)

16 
x x x x

Bagian depan Bagian belakang

Jantung
: Iktus kordis tidak terlihat
Inspeksi
: Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V, kuat
Palpasi
angkat, seluas 1 ibu jari, thrill (-)
x
: Batas kanan LSD, batas atas RIC II kiri, batas kiri 1
Perkusi
jari medial LMCS RIC V.
Auskultasi : Bunyi jantung reguler, M1 > M2, P2< A2,bising (-)

Abdomen
: Tidak tampak membuncit
Inspeksi
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan ( - ) , hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Nyeri tekan tidak ada, nyeri ketok CVA (-/-),
Alat kelamin : Tidak ada kelainan
Anggota gerak : Reflek fisiologis (+/+), Reflek patologis (-/-), oedema
+/+, lateralisasi tidak ada

17 
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin
Hemoglobin 9,4 g/dl
Hematokrit 29 %
Leukosit 30.120 /mm3
Trombosit 424.000 /mm3
Hitung Jenis 0/1/0/90/2/7
LED 10
GDS 49 mg/dl
Gambaran Darah Tepi
Eritrosit Anisositosis normokrom
Leukosit Jumlah meningkat, neutrofilia shift to the right
Trombosit Jumlah normal, morfologi normal
Kesan : anemia normositik normokrom, leukositosis dengan neutrofilia shift to
the right, hipoglikemia

Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 400-500/LPB Protein Positif
(+2)
Kekeruhan Positif Eritrosit 2-3/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,030 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
Ph 5,0 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif Nitrit Positif
Yeast Negatif
Bakteri Positif
Kesan : leukosituria, bakteri (+), nitrit (+), proteinuria +2

18 
Feses Rutin:
Makroskopis Mikroskopis
Warna Kuning Leukosit 0-1/LPB
Konsistensi Lunak Eritrosit 0-1/LPB
Darah Negatif Amuba Negatif
Lendir Negatif Telur Cacing Negatif
Kesan : feses rutin dalam batas normal
EKG
Irama : Sinus takikardi QRS : 0,06 detik
Komplek ST
HR : 108 x/ menit : isoelektrik
Segmen Gel T
Axis : normal : normal
Gel P : normal SV1+RV5 : <35

PR interval : 0,16 detik R/S di V1 :<1


Kesan : Sinus takikardi

Keluar hasil laboratorium nilai kritis :


Ureum 232 mg/dl
Kreatinin 6,1 mg/dl
PH 7,211
PCO2 14,1
PO2 214,2
HCO3 5,7
BE -19,4
SO2 99,6%
Kesan : ureum meningkat, kreatinin meningkat, asidosis metabolik

Quick Sofa score


No Parameter Pasien Point
1 Altered Mental Status Sopor Yes (+1)
2 Respiratory rate> 22 30x/menit Yes (+1)
3 Systolic Blood Pressure <100 80 mmHg Yes (+1)
Kesan : high risk in hospital mortality (qSofa score : 3)

19 
Padua score
VTE Risk factor Point
Decreased mobility 3
Thrombophilia 0
Previous trauma or surgery within the last month 0
Age > 70 0
Heart or respiratory failure 0
Iscemic stroke or acute myocardial infarction 0
Acute reumatologyc disorder or acute infection 1
Obesity 0
Hormonal therapy 0
Padua score : 4 ( High risk VTE )

DAFTAR MASALAH
- Penurunan kesadaran
- Syok sepsis
- Dyspneu
- Infeksi saluran kemih
- Pneumonia
- Hipoglikemia
- Asidosis metabolik
- Edema tungkai
- High risk VTE
- Oliguria
- Anemia
- Uremia
- Proteinuria

Diagnosis kerja
Primer : Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty

20 
Sekunder :
- Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik
- Syok sepsis ec urosepsis
- Hospital Acquired Pneumonia high rik mortality
- Infeksi saluran kemih komplikata
- Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
- Hipoglikemia ec sepsis
- High risk VTE

Diagnosis banding
- Penurunan kesadaran ec hipoglikemia
- Penurunan kesadaran ec sepsis associated encephalopathy
- Penurunan kesadaran ec imbalance elektrolit
- Penurunan kesadaran ec suspect stroke

Terapi
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat 900
kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 Loading Nacl 0,9% 200 cc
 Ivfd renxamin 200 cc/24 jam

 Drip Norepinephrine 4 mg dalam 50 cc NaCl 0,9% kecepatan 0,01


mcg/kgBB/jam – 0,5 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg
 Protocol hipoglikemia :

 IVFD D10% 500 cc/8 jam

 Tidak sadar : Bolus 50 cc D40%, infus D10 % 8 jam/kolf, pantau GD


setiap 30 menit
 Belum sadar : GD masih < 100 mg/dl, ulangi bolus D40% 50 cc,
pantau GD setiap ½ jam
 Belum sadar : Ulangi bolus D40% pantau GD tiap 30 menit

21 
 Belum sadar : inj hidrokortison 100 mg per 5 jam selama 12 jam atau
dexamethasone 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam. Cari
penyebab lain.
 Meropenem 2 x 500 mg iv (H1)
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam (H1)
 Drip natrium bikarbonat 200 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 % habis dalam 8 jam
lanjut drip natrium bikarbonat 100 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 % habis dalam
8 jam
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
 Parasetamol 3 x 500 mg PO
 Asetil sistein 3 x 200 mg PO
 Asam folat 1 x 5 mg PO
 Ganti kateter urin

Pemeriksaan anjuran
 Cek elektrolit (Na, K, Cl)
 Cek SGOT/ SGPT, albumin/globulin, bilirubin total, direct, indirect
 Faal hemostasis (PT/APTT/INR)
 Cek D Dimer
 Chest X Ray
 Kultur urin
 Kultur sputum
 Kultur darah 2 sisi
 Hemodialisa
 Konsul neurologi

Follow up tanggal 13 Desember 2022, pukul 07.00 WIB


S/ Penurunan kesadaran (+), sesak napas (+), demam (+), perdarahan (-)

22 
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Sopor 105/70 90x/i 24x/i 37.5 oC 98%
mmHg on dengan NK
norepineprin 4 LPM
GDS : 102 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
800 800 1600 300 900 0 0 1200 +400

Hasil laboratorium
Natrium 145 mmol/L
Kalium 4,1 mmol/L
Klorida 112 mmol/L
PT 11,3 Detik
APTT 31,1 Detik
INR 1,06
Albumin 2,7 g/dL
Globulin 4,5 g/Dl
SGOT 21 U/L
SGPT 9 U/L
D Dimer 1607
Bilirubin total 0,8
Bilirubin indirect 0,4 mg/dl
Bilirubin direct 0,4 mg/dl
Kesan : hipoalbuminemia, D dimer meningkat

23 
Keluar hasil rontgen thorax

Asimetris
Terpasang CDL dengan ujung distal level atrium kanan
Trakea di tengah
Mediastinum superior tidak melebar
Jantung posisi normal, ukuran tidak membesar
Kedua hilus tidak menebal/melebar
Corakan bronkovaskuler kedua paru baik
Tampak infiltrate di paru kiri
Diafragma kanan dan kiri licin
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip
Tulang kesan intak.
Kesan : bronkopneumonia kiri

Sofa Score 0 1 2 3 4
PaO2/FiO2 >400 <400 atau <300 atau <220 Atau<100 atau
mmhg atau 221-302 142-220 67-141 <67
SaO2/FIO
2
Trombosit x >150 <150 <100 <50 <20

103/mm3

24 
Bilirubin <1.2 1.2-1.9 2.0-5.9 6.0-11.9 >12.0
(mg/dl)
Hipotensi No MAP<70 Dopamine Dopamine Dopamine
Hipotensi <5 >5 atau >15 atau
atau titrasi
Naik Norepinefri norepinefrin
n
<0.1 >0.1
Glasglow 15 13-14 10-12 6-9 <6
coma
Score
Creatinine < 1.2 1.2 -1.9 2.0 – 3.4 3.5 - 4.9 >5.0
(mg/dl)
atau <500 <200
Urin out
put
Total Score : 15 ( Kesan : ≥ 95.2% mortality )

Konsul Konsultan ginjal hipertensi


Kesan :
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Hipoalbuminemia ec renal loss
Advis :
 IVFD renxamin 200 cc/24 jam
 Drip natrium bikarbonat 200 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 % habis dalam 8
jam lanjut drip natrium bikarbonat 100 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 %
habis dalam 8 jam
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO

25 
 Levofloxacin 1 x 750 mg IV per 48 jam
 Asam folat 1 x 5 mg PO
 Hemodialisa
 Cek ureum, kreatinin, analisa gas darah post hemodialisa

Konsul Konsultan penyakit tropik infeksi


Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 2 x 500 mg IV (H1)
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Kultur urin
 Kultur sputum
 Kultur darah 2 sisi

Konsul Konsultan Pulmonologi


Kesan :
 Hospital Acquired Pneumonia higf risk mortality
Advis :
 O2 4 LPM
 Meropenem 2 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Parasetamol 3 x 500 mg PO
 Asetil sistein 3 x 200 mg PO

26 
 Kultur sputum

Konsul Konsultan Hematologi Onkologi Medik


Kesan :
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
 High risk VTE
Advis :
 Transfusi PRC 1 unit/hari
 Target HB > 10
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Awasi perdarahan

Konsul Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes


Kesan :
 Hipoglikemia ec sepsis
Advis :
 Diet makanan bebas
 Protocol hipoglikemia :

 Infus D10 % 8 jam/kolf lanjut sampai 24 jam bebas hipoglikemia

 Awasi hipoglikemia berulang

Konsul Konsultan Neurologi


Kesan :
 Penurunan kesadaran ec enchepalopaty uremikum
Advis :
 Atasi kelainan metabolik

A/
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik
 Syok sepsis ec urosepsis

27 
 Hospital Acquired Pneumonia high
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
 Hipoglikemia ec sepsis
 High risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss

Diagnosis banding :
 Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Protocol hipoglikemia :

 Infus D10 % 8 jam/kolf lanjut sampai 24 jam bebas hipoglikemia

 Awasi hipoglikemia berulang


 Meropenem 2 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Drip natrium bikarbonat 200 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 % habis dalam 8
jam lanjut drip natrium bikarbonat 100 meq dalam 300 cc Nacl 0,9 %
habis dalam 8 jam
 Parasetamol 3 x 500 mg po
 Asetil sistein 3 x 200 mg po
 Asam folat 1 x 5 mg po
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
 Transfusi PRC 1 unit/hari

28 
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Hemodialisa
 Kultur darah 2 sisi
 Kultur urin
 Kultur sputum
 Cek ureum, kreatinin, analisa gas darah post hemodialisa
 Cek Darah rutin post transfusi PRC

Follow up tanggal 13 Desember 2022, pukul 10.00 WIB


Pada pasien telah dilakukan hemodialisa selama 2 jam,
S/ pasien kejang sebanyak 1 kali setelah hemodialisa, kejang seluruh tubuh,
durasi 1 menit, penurunan kesadaran (+), demam (-)

O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Coma 80/65 mmHg 110x/i 24x/i 37.0 oC 95 % dengan
NK 4 LPM

Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi


Kesan :
 Acute symptomatic seizure
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Hipoalbuminemia ec renal loss
Advis :
 Stop hemodialisa
 Inje diazepam 1 ampul bolus pelan
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg

29 
 Cek GDS, Ureum, kreatinin, elektrolit, analisa gas darah post hemodialisa
 Konsul neurologi cito

Konsul Konsultan Neurologi


Kesan :
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum
Advis :
 Atasi kelainan metabolik
 Fenitoin 2 x 100 mg iv selama 3 hari

Follow up tanggal 14 Desember 2022, pukul 07.00 WIB


S/ penurunan kesadaran (+), sesak napas (+) berkurang, demam (-), kejang (-),
perdarahan (-)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Sopor 105/72 90x/i 22x/i 37.0 oC 98%
mmHg on dengan
norepineprin NK 4lpm
GDS : 108 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
500 800 1300 400 900 0 0 1300 Seimbang

Keluar hasil laboratorium


Hemoglobin 10,1 g/Dl
Hematokit 29 %
Leukosit 25.470 mm3
Trombosit 374.000 mm3
Hitung jenis 0/0/4/80/7/6

30 
Ureum 124 mg/dL
Kreatinin 3,6 mg/dL
Natrium 144 mmol/L
Kalium 3,5 mmol/L
Clorida 108 mmol/L
Kalsium 10,8 mg/dL
PH 7,430
PCO2 24,9
PO2 113,7
HCO3 16,7
BE -5,8
SO2 98,7%
Kesan Leukositosis, neutrofilia, ureum
meningkat, kreatinin meningkat, asidosis
metabolik terkompensasi

Konsul Konsultan ginjal hipertensi


Kesan :
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Hipoalbuminemia ec renal loss

Advis :
 IVFD renxamin 200 cc/24 jam
 Levofloxacin 1 x 750 mg IV /48 jam
 Natrium bikarkonat 3 x 500 mg PO
 Asam folat 1 x 5 mg PO
 Hemodialisa sesuai jadwal
Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi

31 
Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 2 x 500 mg IV
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam

Konsul Konsultan pulmonologi


Kesan :
 Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Advis :
 O2 4 LPM
 Meropenem 2 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Parasetamol 3 x 500 mg PO
 Asetil sistein 3 x 200 mg PO

Konsul Konsultan Hematologi Onkologi Medik


Kesan :
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik perbaikan
 High Risk VTE
Advis :
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Target HB > 10
 Awasi perdarahan
Konsul Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes

32 
Kesan :
 Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
Advis :
 Diet makanan bebas
 Cek GDS/hari
 Awasi hipoglikemia berulang

A/
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Syok sepsis ec urosepsis
 Hospital Acquired Pneumonia
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik perbaikan
 Hipoglikemia ec low intake perbaikan
 High Risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum

Diagnosis banding :
 Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat 900
kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.

33 
 Meropenem 2 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg po
 Parasetamol 3 x 500 mg po
 Asetil sistein 3 x 200 mg po
 Asam folat 1 x 5 mg po
 Fenitoin 2 x 100 mg iv ( H2)
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Hemodialisa sesuai jadwal

Follow up tanggal 16 Desember 2022, pukul 07.00 WIB


S/ penurunan kesadaran (+), sesak napas (+) berkurang, demam (-), kejang (-)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Apatis 108/68 90x/i 20x/i 36,8 98%
o
mmHg on C dengan
norepineprin NK
4LPM
GDS : 118 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
200 800 1000 300 900 0 0 1200 -200

Kultur urin
Organisme : klebsiela pneumoniae ssp pneumoniae
Antimicrobial MIC Interpretation Antimicrobial MIC Interpret
ation
ESBL POS + Ceftriaxone >64 R
Ampicillin >32 R Cefepime 32 R
Ampicillin sulbactam >32 R Meropenem <0.25 S

34 
Cefazolin Amikasin 4 S
urine >64 R Gentamicin >16 R
Ceftazidime 16 R Ciprofloxacine >4 R
Trimethoprim/su >320 R
lfametoxazole

Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi


Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 2 x 500 mg IV
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
A/
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Syok sepsis ec urosepsis
 Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik perbaikan
 Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
 High Risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum

35 
Diagnosis banding :
 Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
P/
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 2 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Parasetamol 3 x 500 mg po
 Asetil sistein 3 x 200 mg po
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg po
 Asam folat 1 x 5 mg po
 Fenitoin 2 x 100 mg po
 Hemodialisa hari ini
 Cek GDS / hari
 Cek urinalisa ulang

Follow up tanggal 17 Desember 2022, pukul 07.00 WIB


S/ penurunan kesadaran (+), sesak napas (+) berkurang, demam (-), kejang (-),
perdarahan (-)

O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
o
Berat Apatis 128/70 80x/i 20x/i 36,7 C 995
mmHg on dengan
norepineprin NK

36 
4LPM
GDS: 98 mg/dl

Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
300 800 1100 400 900 0 0 1300 -200

Keluar hasil laboratorium


Hemoglobin 8,5 g/dL
Hematokit 24 %
Leukosit 13.820 mm3
Trombosit 176.000 mm3
Hitung jenis 0/0/4/72/10/10
Ureum 124 mg/dL
Kreatinin 2,4 mg/Dl
Natrium 140 mmol/L
Kalium 3,6 mmol/L
Clorida 107 mmol/L
Analisa gas darah 7,418/25,7/184,7/21,1/-
0,3/99,7%
Kesan Anemia, Leukositosis, neutrofilia, ureum
meningkat, kreatinin meningkat

Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 350-380/LPB Protein Positif

37 
(+1)
Kekeruhan Positif Eritrosit 2-3/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,015 Silinder Negatif Bilirubin Negatif
Ph 6,5 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif Nitrit Positif
Yeast Negatif
Bakteri Positif
Kesan : leukosit urin meningkat, bakteri (+), proteinuria +1, nitrit (+)

Kultur sputum
Organisme : klebsiela pneumoniae ssp pneumoniae
Antimicrobial MIC Interpretation Antimicrobial MIC Interpret
ation
ESBL NEG - Ceftriaxone >64 R
Ampicillin >32 R Cefepime 32 R
Ampicillin sulbactam >32 R Meropenem <0.25 S
Cefazolin Amikasin 4 S
urine >64 R Gentamicin >16 R
Ceftazidime 16 R Ciprofloxacine >4 R
Trimethoprim/su >320 R
lfametoxazole

Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi


Kesan :
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Hipokalemia ec renal loss
Advis :
 IVFD rensamin 200 cc/24 jam

38 
 Levofloxacin 1 x 750 mg IV
 Natrium bicarkonat 3 x 500 mg PO
 Asam folat 1 x 5 mg PO
 Hemodialisa sesuai jadwal
 Cek elektrolit urin, osmolaritas urin

Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi


Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia High risk mortality
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 3 x 500 mg IV
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Kultur darah

Konsul Konsultan Pulmonologi


Kesan :
 Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Advis :
 O2 4LPM
 Meropenem 3 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Parasetamol 3 x 500 mg PO
 Asetil sistein 3 x 200 mg PO

Konsul Konsultan Hematologi Onkologi Medik

39 
Kesan :
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
Advis :
 Transfuse PRC 1 unit/hari
 Target HB > 10
 Heparin 2 x 5000 IU SC

Konsul Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes


Kesan :
 Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
Advis :
 Diet makanan bebas
 Cek GDS/hari
 Awasi hipoglikemia berulang

Konsul Konsultan neurologi


Kesan :
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum
Advis :
 Atasi kelainan metabolik
 Fenitoin 2 x 100 mg PO

A/
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Syok sepsis ec urosepsis
 Hospital Acquired Pneumoniahigh risk mortality
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
 Hipoglikemia ec sepsis perbaikan

40 
 High risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum

Diagnosis banding :
 Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty

P/
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 3 x 500 mg iv
 Levofloxacin infus 1 x 750 mg iv / 48 jam
 Parasetamol 3 x 500 mg po
 Asetil sistein 3 x 200 mg po
 Asam folat 1 x 5 mg po
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Fenitoin 2 x 100 mg PO
 Hemodialisa sesuai jadwal
 Cek elektrolit urin, osmolaritas urin

Follow up tanggal 20 Desember 2022, pukul 07.00 WIB


S/ penurunan kesadaran (+), sesak napas (+) berkurang, demam (+), kejang (-),
perdarahan (-)
O/

41 
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Sopor 100/60 94x/i 20x/i 38,7 oC 99%
mmHg on dengan NK
norepineprin 4LPM
GDS 100 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
400 800 1200 200 900 0 0 1100 +100

Keluar hasil laboratorium


Hemoglobin 10,9 g/dL
Hematokit 33 %
Leukosit 16.410 mm3
Trombosit 244.000 mm3
Hitung jenis 0/0/6/84/4/6
Ureum 54 mg/dL
Kreatinin 1,9 mg/dL
Natrium 141 mmol/L
Kalium 3,5 mmol/L
Clorida 98 mmol/L
Kesan Leukositosis, neutrofilia, kreatinin
meningkat

Urinalisa
Makroskopis Mikroskopis Kimia
Warna Kuning Leukosit 400-500/LPB Protein Positif
(+1)
Kekeruhan Positif Eritrosit 1-2/LPB Glukosa Negatif
BJ 1,013 Silinder Negatif Bilirubin Negatif

42 
Ph 7,0 Kristal Negatif Urobilin Positif
Epitel Positif Nitrit Positif
Yeast Negatif
Bakteri Positif
Kesan : leukosit urin meningkat, bakteri (+), proteinuria +1, nitrit (+)

Keluar hasil kultur darah 2 sisi

Kultur darah kiri : no growth

Kultur darah kanan : no growth

Konsul Konsultan Ginjal Hipertensi


Kesan :
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty perbaikan
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Hipoalbuminemia ec renal loss

Advis :
 IVFD renxamin 200 cc/24 jam
 Lefofloxacin 1 x 750 mg IV
 Natrium bicarkonat 3 x 500 mg PO
 Asam folat 1 x 5 mg PO
 KSR 2 x 600 mg PO
 Hemodialisa sesuai jadwal

Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi


Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality

43 
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Meropenem 3 x 1 gram IV
 Moxyfloksasin infus 1 x 400 mg IV
 Kultur urin ulang
A/
 Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Syok sepsis ec urosepsis
 Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik perbaikan
 Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
 High risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum

Diagnosis banding :
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
P/
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 0,5 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg

44 
 Meropenem 3 x 1 gram iv
 Moxyfloksasin 1 x 400 mg iv
 Parasetamol 3 x 500 mg po
 Asetil sistein 3 x 200 mg po
 Asam folat 1 x 5 mg po
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
 Fenitoin 2 x 100 mg PO
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Hemodialisa sesuai jadwal
 Kultur urin ulang
 Cek ureum, kreatinin, elektrolit post hemodialisa
 Cek darah rutin per 3 hari

Follow up tanggal 21 Desember 2022, pukul 07.00 WIB


S/ penurunan kesadaran (+), sesak napas (+), demam (+), kejang (-), perdarahan (-
)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Sopor 85/60 mmHg on 104x/i 22x/i 38,0 oC 97% dengan
norepineprin NK 4LPM
GDS : 115 mg/dl
Balance cairan
Input Output Balance
Cairan
Parenteral Enteral Total Urine IWL Feses Muntah Total
400 800 1200 100 900 0 0 1000 +200

Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi


Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality

45 
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Drip farpresin 1 vial dalam 50 cc nacl 0,9 % dosis 0,01 – 0,04 unit/menit
 Hidrokortison 2 x 100 mg IV
 Meropenem 3 x 1 gram IV
 Moxyfloxacin 1 x 400 mg iv
 Kultur urin ulang
 Kultur darah ulang
 Kultur sputum ulang
A/
 Penurunan kesadaran ec sepsis associated enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi dengan
asidosis metabolik terkompensasi
 Syok sepsis ec urosepsis
 Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
 Hipoglikemia ec sepsis perbaikan
 High risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Acute symptomatic seizure ec uremic enchepalopaty
P/
 Istirahat/ diet MC protein 35 gram, 4 x 200 cc 1500 kkal ( karbohidrat
900 kkal, lemak 300 kkal, protein 300 kkal ) via NGT / O2 4 LPM
 IVFD Renxamin 200 cc/24 jam
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit

46 
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Drip vasopresin 1 vial dalam 50 cc nacl 0,9 % dosis 0,01 – 0,04 unit/menit
 Hidrokortison 2 x 100 mg IV
 Meropenem 3 x 1 gram IV
 Moxyfloxacin 1 x 400 mg IV
 Heparin 2 x 5000 IU SC
 Parasetamol 3 x 500 mg PO
 Asetil sistein 3 x 200 mg PO
 Asam folat 1 x 5 mg PO
 Natrium bikarbonat 3 x 500 mg PO
 Fenitoin 2 x 100 mg PO
 Hemodialisa hari ini
 Kultur urin ulang
 Kultur darah ulang
 Kultur sputum ulang
 Cek ureum, kreatinin, elektrolit post hemodialisa

Follow up 21 Desember 2022 pukul 20.00


S : penurunan kesadaran (+), sesak napas (+), demam (+), kejang (-), perdarahan
(-)
O/
KU Kes TD Nadi Nafas T Spo2
Berat Coma 60/40 mmHg on 104x/i 24x/i 38,0 oC 95% dengan
norepineprin dan NK 4LPM
farpresin
GDS : 106 mg/dl

47 
Konsul Konsultan Penyakit Tropik Infeksi
Kesan :
 Syok sepsis ec urosepsis
Diagnosa banding :
 Syok sepsis ec Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
Advis :
 Drip norepineprin 4 mg dalam 50 cc nacl 0,9 % kecepatan 0,01
mcg/kgBB/jam – 1 mcg/kgBB/jam dengan titrasi naik setiap 15 menit
sampai target MAP > 65 mmHg, jika tekanan darah dan MAP belum
tercapai dengan dosis norepinefrin 0,2 mcg/kgBB/menit maka
dikombinasikan dengan vasopressin dosis 0,01 – 0,04 unit/menit.
 Drip farpresin 1 vial dalam 50 cc nacl 0,9 % dosis 0,01 – 0,04 unit/menit
 Drip dobutamin 250 mcg dalam 50 cc Nacl 0,9 % kecepatan 5-10
mcg/kgBB/menit
 Hidrokortison 2 x 100 mg IV
 Meropenem 3 x 1 gram IV
 Moxyfloxacin 1 x 400 mg iv

 Kontrol intensif setiap 15 menit

Follow up 22 Desember 2022 pukul 05.00 WIB


Pasien tidak ada napas spontan, tekanan darah tidak terukur, nadi tidak teraba.
Mata : refleks pupil tidak ada, pupil midriasis maksimal, refleks kornea -/-
Leher : denyut arteri karotis tidak teraba
Jantung : tidak terdapat denyut jantung
Paru : napas spontan tidak ada
Ekstremitas : akral dingin, CRT > 2 detik
Ekg : flat (asistol)
Pasien dinyatakan meninggal dunia dihadapan keluarga dan perawat dengan cause
of death MODS (multiple organ dysfunction syndrome).

48 
BAB III

DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan 47 tahun di Bagian Ilmu


Penyakit Dalam RSUP Dr. M Djamil Padang sejak tanggal 12 Desember 2022,
pukul 20..00 WIB dengan diagnosis:
 Penurunan kesadaran ec uremic enchepalopaty
 Chronic kidney disease stage V ec penyakit ginjal hipertensi
dengan asidosis metabolik
 Syok sepsis ec urosepsis
 Hospital Acquired Pneumonia high risk mortality
 Infeksi saluran kemih komplikata
 Anemia ringan normositik normokrom ec penyakit kronik
 Hipoglikemia ec sepsis
 High risk VTE
 Hipoalbuminemia ec renal loss
 Acute symptomatic seizure ec enchepalopaty uremikum

Pasien datang dengan keadaan umum berat, kesadaran sopor, tekanan


darah 80/60, dengan nadi cepat (108x/menit), takipneu (30x/menit), hipertermia
(37,8 oC) dan SpO2 98% dengan oksigen 4 lpm via nasal kanul. Kondisi pada
pasien merupakan salah satu kegawatdaruratan dibidang penyakit dalam sehingga
tatalaksana awal yang tepat perlu diberikan. Pada pasien ini setelah diketahui jalan
nafas paten, pasien diberikan terapi O2 4 lpm via nasal kanul. Setelah dilakukan
pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan kadar 49 mg/dL, sehingga pada
pasien ini dilakukan protokol hipoglikemia. Pemberian bolus dextrose 40% 50 cc
sebanyak 2 kali, didapatkan kadar gula darah diatas 100 mg/dL dan pasien belum
sadar. Sehingga penyebab penurunan kesadaran karena hipoglikemia pada pasien
bisa disingkarkan berdasarkan whipple’s triad yaitu tanda dan gejala akibat
adanya hormon kounterregulator akibat hipoglikemia, kadar glukosa darah yang
rendah dan perbaikan gejala setelah kadar glukosa darah naik.17

49 
Secara umum pasien kritis dengan syok sepsis megalami hiperglikemia.
Hipoglikemia berat sangat jarang terjadi pada pasien kritis. Pada penelitian
Bagshaw dkk, hipoglikemia terjadi sekitar 1,4 % dari populasi pasien kritis.
Hipoglikemia berta disebabkan oleh gagal hati fulminan, atau gagal adrenal, syok
sepsis, dan komorbid berat ( malnutrisi, sirosis hati, gagal ginjal kronis ).
Hipoglikemia harus segera diatasi untuk mencegah komplikasi yang tidak
diinginkan. Bila hipoglikemia terjadi maka mortalitas akan meningkat 40 % dan
hipoglikemia berat akan meningkat sampai 80 %.

Kriteria diagnosis gagal ginjal kronik menurut National Kidney


Foundation yaitu: (1) kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3
bulan berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus, dengan manifestasi kelainan patologis dan terdapat tanda
kelainan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi darah, urin dan kelainan
dalam tes pencitraan, (2) laju filtrasi glomerulus <60 ml/menit/1,37 m2 selama 3
bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.12

Pasien pasien ini sudah mengalami gagal ginjal kronik, karena telah
mengalami kerusakan ginjal selama 3 bulan dan didukung oleh nilai laboratorium
kimia darah ureum dan kreatinin yang meningkat. Kadar ureum 232 mg/dl dan
kreatinin 6,1 mg/dl. Berdasarkan rumus Kockroft–Gault12, maka didapatkan nilai
CKD EPI 8 ml/min/1,73 m². Dan pasien juga sudah menjalani hemodialis rutin
dalam 2 bulan terakhir.
Pada gagal ginjal kronik, gejala-gejala berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka
lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi
(uremia). Peningkatan kadar ureum darah mencerminkan penurunan fungsi ginjal
12,13
yang bermakna. Gagal ginjal menyebabkan ginjal tidak dapat bekerja seperti
biasanya. Dapat terjadi penurunan sintesis eritropoetin akibat bahan baku yang
kurang atau ginjal yang rusak. Eritropoeitin berfungsi sebagai salah satu bahan
untuk memproduksi sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah menjadi

50 
berkurang. Hal inilah yang mendasari terjadinya anemia pada pasien gagal ginjal
kronik.12,13

Pasien mengalami penurunan kesadaran yang dicurigai akibat ensefalopati


uremikum akibat tingginya kadar ureum dalam darah. Uremic Encephalopathy
merupakan salah satu bentuk dari ensefalopati metabolik. Ensefalopati metabolik
merupakan suatu kondisi disfungsi otak yang global yang menyebabkan terjadi
perubahan kesadaran, perubahan tingkah laku, dan kejang yang disebabkan oleh
kelainan pada otak maupun diluar otak. Ensefalopati uremik dapat disebabkan
oleh gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronis. Pada pasien ini terjadi
penurunan kesadaran tanpa diketahui adanya riwayat kejang maupun perubahan
tingkah laku sebelumnya.
Patofisiologi dari UE belum diketahui secara jelas. Urea menembus sawar
darah otak melalui sel endotel dari kapiler otak. Urea sendiri tidak bisa dijadikan
satu-satunya penyebab dalam terjadinya ensefalopati, karena jumlah ureum dan
kreatinin tidak berhubungan dengan tingkat penurunan kesadaran ataupun adanya
asterixis dan myoclonus.5
Pada gangguan ginjal, metabolisme otak menurun sehingga menyebabkan
rendahnya konsumsi oksigen serebri. Penjelasan yang memungkinkan pada
perubahan ini adalah reduksi neurotransmitter, menyebabkan aktivitas metabolik
berkurang. Pompa Na/K ATPase mengeluarkan kalsium dari sel eksitabel dan
penting dalam menjaga gradien kalsium 10 000:1 (di luar−di dalam sel). Dengan
adanya uremia, terdapat peningkatan kalsium transpor akibat PTH. Beberapa studi
menyatakan bahwa aktivitas pompa Na/K ATPase ouabain-sensitif menurun pada
keadaan uremik akut maupun kronik. Karena pompa ini penting dalam pelepasan
neurotransmitter seperti biogenic amines, hal ini dapat membantu menjelaskan
gangguan fungsi sinaps dan menurunnya konsentrasi neurotransmitter yang
ditemukan pada tikus yang mengalami uremi. 6
Pada tahap awal UE, plasma dan LCS menunjukkan peningkatan jumlah
glisin dan glutamin serta menurunnya GABA, sehingga terjadi perubahan
metabolisme dopamin dan serotonin di dalam otak, menyebabkan gejala awal
berupa clouded sensorium. Bukti selanjutnya bahwa terdapat gangguan fungsi
sinaps yaitu adanya studi bahwa dengan memburuknya uremia, terjadi akumulasi

51 
komponen guanidino, terutama guanidinosuccinic acid, yang meningkat pada otak
dan LCS pada gagal ginjal, memiliki efek inhibisi pada pelepasan ã-aminobutyric
acid (GABA) dan glisin pada binatang percobaan, juga mengaktivasi reseptor N-
methyl-D-aspartate (NMDA). Toksin ini kemungkinan menganggu pelepasan
neurotransmitter dengan cara menghambat channel klorida pada membran
neuronal. Hal ini dapat menyebabkan myoklonus dan kejang. Sebagai tambahan,
methylguanidine terbukti menghambat aktivitas pompa Na/K ATPase.6,7,8
Pasien dengan kondisi uremia, ensefalopati serta adanya asidosis metabolik
merupakan indikasi dilakukan hemodialisa segera pada pasien. Pada kondisi
ESRD akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal berupa hemodialisis, Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal.13,16 Tindakan terapi dialisis
tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi.
Menurut penelitian, inisiasi dialisis sebagai terapi primer pada pasien ESRD lebih
awal dapat mengurangi tingkat mortalitas sebesar 10%. 17
Pada pasien telah mendapatkan tindakan hemodialisa cyto dan berlangsung
selama 2 jam. Indikasi hemodialisa segera adalah bila ditemukan kegawatan ginjal
berupa keadaan klinis uremik berat, oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam),
anuria (produksi urine 50 ml/12 jam), hiperkalemia, asidosis berat, uremia (BUN
>150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis
uremikum, disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L), hipertermia serta
keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.12
Sesuai dengan kriteria qSOFA pasien dengan skor 3 (high risk in hospital
mortality). Pada keadaan sepsis mediator inflamasi : sitokin, neutrophil,
komplemen, NO dan berbagai mediator inflamasi lainnya dilepaskan kedalam
pembuluh darah. Pada saat inflamasi terjadi proses homeostasis dimana terjadi
keseimbangan antara faktor inflamasi dan antiinflamasi. Kemampuan homestasis
pada proses inflmasi ini terkait dengan faktor suseptibilitas individu terhadap
inflmasi tersebut. Bila terjadi proses inflamasi melebihi kemampuan homestasis,
maka akan terjadi proses inflamasi yang maladaptif sehingga terjadi destruktif.
Keadaan tersebutlah yang menimbulkan gangguan pada tingkat selular dan organ.
Gangguan pada tingkat sel yang juga menyebabkan disfungsi endotel, vasodilatasi

52 
akibat perubahan NO menyebabkan terjadinya maldistribusi volume darah
sehingga terjadi hipoperfusi jaringan dan syok. Faktor lain yang juga berperan
adalah disfungsi miokard akibat pengaruh berbagai mediator sehingga terjadi
penurunan curah jantung. Proses ini mendasari terjadinya hipotensi dan syok pada
pasien sepsis. Pada pasien ditegakkan dengan syok sepsis, dimana tekanan darah
pasien awal masuk 80/50 mmHg dengan MAP < 65.
Menurut Finkelsztein E et al, qSOFA dan SIRS sama-sama bisa digunakan
dalam skiring awal sepsis, qSOFA sedikit lebih akurat dibandingkan SIRS pada
pasien rawatan intensive care sedangkan pada rawatan bangsal qSOFA dan SIRS
dalam memprediksi sepsis dan mortalitasnya memiliki nilai yang sama.19 Pada
pasien dilakukan skoring SOFA dalam 24 jam pertama dengan nilai 7 dengan
resiko mortality 33.3 % pada rawatan. Evaluasi nilai SOFA diperlukan dalam
rawatan. Pada pasien penilaian ulang SOFA dengan skor 15 dengan resiko
mortality 95,2%. Berdasarkan data ditemukan tingkat kematian yang tinggi sekitar
50%-60% pada pasien usia lanjut dengan sepsis berat dan syok septik. Mortalitas
akibat sepsis berat pada pasien usia lanjut adalah 1,3-1,5 kali lebih tinggi
dibandingkan secara kohort dengan yang lebih muda. Faktor prognostik yang
buruk pada pasien usia lanjut dengan sepsis berat termasuk adanya syok,
peningkatan kadar laktat serum, dan adanya kegagalan organ, terutama kegagalan
pernapasan dan jantung.20
Penyebab syok sepsis pada pasien yaitu urosepsis karena adanya suatu
infeksi saluran kemih. Pada pemeriksaan urinalisa ditemukan adanya leukosituria,
bakteri urin positif dan ditemukan adanya nitrit pada urin. Selain infeksi saluran
kemih pada pasien ini juga ada infeksi pneumonia. Hospital acquired pneumonia
merupakan salah satu sumber infeksi pada pasien ini. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis ditemukan gejala batuk berdahak, sesak napas, demam
tinggi yang terjadi setelah pasien dirawat lebih dari 48 jam di rumah sakit. Pada
pemeriksaan fisik paru auskultasi ditemukan suara napas bronkovesikular, ronkhi
basah halus nyaring pada kedua lapangan paru dan tidak ditemukan wheezing.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan kultur sputum dan ditemukan kuman klebsiela
pneumoniae ssp dengan kondisi multi drug resistent. Kim WY et al, meneliti pada
500 pusat rawat intensive care menemukan bahwa pneumonia merupakan

53 
penyebab tersering pada kematian akibat sepsis yaitu 41% pada 28 hari rawatan.23
Pemilihan terapi antibiotik awal pada pasien ini dengan pemberian iv deropenem
2 x 500 mg iv dan levofloxacin 1x750 mg iv per 48 jam sampai menunggu hasil
biakan kultur.16
Penurunan kesadaran pada pasien didiagnosis banding dengan sepsis
associated encephalopathy (SAE). Sepsis associated encephalopathy (SAE)
merupakan satu dari penyebab tersering febrile encephalopathy . Diperkirakan
70% pasien dengan bakteremia dengan gejala neurologis mulai dari letargi ke koma.
Penegakan diagnosis SAE pada pasien ini karena ditemukan adanya gangguan fungsi
serebral tanpa adanya tanda-tanda lateralisasi, adanya infeksi ekstrakranial dan gangguan
status mental. SAE didiagnosis secara efektif dengan mengeksklusikan tanda-tanda
infeksi sistem saraf pusat ( meningitis dan ensefalitis ), endocarditis,inflamasi sistemik non
infeksi akibat trauma dan ensefalopati tipe yang lain ( diagram 1 ). Adanyainfeksi sistemik
yang bisa dibuktikan pada pasien dengan SAE, dengan gambaran sepsis atau systemic
inflammatory response syndrome (SIRS). Hiperventilasi pada SAE yang berkaitan dengan
alkalosis respiratorik merupakan gambaran awal dari sepsis dan hal ini dapat ditemukan
pada pasien ini.18
Pada pasien penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) yang menjalani
hemodialisis (HD), infeksi merupakan penyebab kematian tersering kedua setelah
penyakit kardiovaskular (Sarnik 2000). Karena peradangan sistemik dan
peningkatan permeabilitas kapiler, pasien septik memiliki risiko yang signifikan
untuk ketidakseimbangan cairan dan sering membutuhkan kristaloid volume
besar. Pedoman Surviving Sepsis Campaign memberikan rekomendasi yang kuat
dengan kualitas bukti yang rendah untuk pemberian bolus cairan 30mL/kg dalam
waktu 3 jam setelah diketahui hipoperfusi yang diinduksi sepsis (Rhodes 2016).
Pemberian cairan lebih lanjut harus dipandu oleh penilaian hemodinamik
(ekokardiografi samping tempat tidur, pengangkatan kaki pasif, dll.). Pada
populasi umum, pemberian cairan secara dini kepada pasien dengan hipotensi atau
hipoperfusi yang diinduksi sepsis dikaitkan dengan hasil yang lebih baik.
Namun, ada perdebatan mengenai efek bolus 30mL/kg besar pada pasien
ESRD karena kurangnya penelitian. Sementara pasien ini mungkin tampak,
volume kelebihan beban pada pemeriksaan fisik, mereka mungkin mengalami
penurunan volume intravaskular. Ada keraguan untuk memberikan bolus cairan

54 
besar pada pasien ESRD karena risiko memicu syok kardiogenik, edema paru, dan
gagal napas. Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pasien yang
menderita ESRD lebih kecil kemungkinannya untuk menerima bolus cairan
30mL/kg penuh dibandingkan dengan pasien non-ESRD (Lowe 2018, Truong
2019, Dagher 2015). Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
setara antara pasien ESRD yang menerima bolus penuh dan yang tidak.
Syok septik merupakan bagian dari sepsis dengan disfungsi peredaran
darah dan selular/metabolik yang mendasari, dikaitkan dengan peningkatan risiko
kematian. Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu sepsis dengan
disertai hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan
agar tekanan arteri rata-rata ≥65 mmHg dan konsentrasi laktat darah >2 mmol/L
(>18 mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Risiko
mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%. Kondisi syok sepsis pada pasien
ini diterapi dengan pemberian terapi norepinefrin drip intravena dengan dosis
inisial 0,01 mcg/kgBB/menitdititrasi naik setiap 15 menit. Terapi ini sesuai dengan
surviving sepsis campaign 2021. Selain itu, terapi ini sesuai dengan panduan
praktek klinis kegawatdaruratan renjatan sepsis atau syok sepsis. Target terapi
dalam 6 jam pertama resusitasi adalah 1) tekanan vena sentral 8-12 mmHg, MAP
> 65mmHg, keluaran urin > 0,5 cc/kgBB/jam, target saturasi vena sentral >
70%.21,22
Pemilihan terapi vasoactive agents pada pasien ini juga sudah sesuai
dengan surviving sepsis campaign 2021, norepinefrin merupakan pilihan utama,
dan jika target MAP belum tercapai dapat dikombinasikan dengan vasopressin.
Jika 2 vasoactive agents sudah mencapai dosis maksimal dan pasien belum
mencapai target terapi maka dapat diberikan tambahan dopamin atau dobutamin.
Pada pasien yang mendapatkan terapi norepinefrin dengan dosis > 0,25
mcg/kgbb/menit maka diberikan kortikosteroid intra vena dengan pilihan
hidrokortison 200 mg/hari hal ini sudah sesuai diberikan pada pasien ini.21,32
Pemilihan antibiotik yang tepat penting untuk keberhasilan terapi pada
pasien ini. Pada pasien langsung diberikan meropenem dan dikombinasikan
dengan levofloxacin. Antibiotik spektrum luas dipertimbangkan untuk awal terapi
sepsis. Pemeberian meropenem dipertimbangkan karena kondisi sepsis berat dan

55 
riwayat penggunaan antibiotik ceftriaxon pada rawatan yang sebelumnya.
Pemilihan terapi antibotik nantinya disesuaikan dengan hasil kultur urin, sputum
dan darah dari pasien.
Penyebab kematian pada pasien ini adalah sindrom disfungsi organ
multipel (MODS). Kegagalan organ multipel umum terjadi pada pasien gagal
ginjal kronik stadium akhir dan sepsis berat karena adanya peningkatan produksi
sitokin proinflamatori. Penegakkan penyebab kematian MODS karena memenuhi
keterlibatan lebih dari 2 organ. Pada pasien terdapat penurunan tekanan darah dan
terjadinya penurunan kesadaran dengan GCS ≤ 8. Penurunan kesadaran pada
pasien ini menandakan kegagalan pada system saraf pusat. Kegagalan sirkulasi
pada pasien ini sehingga di berikan norepinefrin, vasopressor dan hidrokortison
menandakan kegagalan dalam system kardiovaskular. Dengan keterlibatan lebih
dari 2 organ, pasien ini disimpulkan penyebab kematian dengan Multiple Organ
Dysfunction Syndrome.

56 
Lampiran 1 : Daftar Kontrol Intensif drip norepinefrin dan gula darah

Tanggal Jam Tekanan Nadi Nafas SaO2 MAP GDS Norepinephrine Tatalaksana
darah
12/12/2022 20.00 80/50 108 28 98 60 49 0.01 mcg/KgBB/menit D40% 2 flc
+ D10%
88
20.30 80/50 105 29 98 60 0.02 mcg/KgBB/menit D40% 2 flc
+ D10%
108 D10%
21.00 95/40 97 25 99 58.3 0.03 mcg/KgBB/menit
120 D10%
21.30 105/72 95 28 98 59.3 0.03 mcg/KgBB/menit
108 D10%
22.00 100/70 94 29 96 65 0.03 mcg/KgBB/menit
110 D10%
23.00 110/70 93 28 97 60 0.03 mcg/KgBB/menit
125 D10%
00.00 108/60 98 28 96 55 0.03 mcg/KgBB/menit
13/12/2022 D10%
01.00 108/80 95 27 94 56.7 0.03 mcg/KgBB/menit
110 D10%
02.00 101/65 94 27 95 77 0.03 mcg/KgBB/menit
D10%
03.00 106/80 95 28 96 88 0.03 mcg/KgBB/menit
108 D10%
04.00 110/70 94 25 96 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit
D10%
05.00 115/80 93 29 98 91.6 0.03 mcg/KgBB/menit
112 D10%
06.00 106/70 90 28 94 82 0.03 mcg/KgBB/menit
07.00 105/70 86 29 94 81 0.03 mcg/KgBB/menit D10%

08.00 110/80 97 28 95 90 0.03 mcg/KgBB/menit D10%


09.00 105/70 95 28 96 81.6 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
10.00 108/65 94 25 96 79 102 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
11.00 110/70 93 29 98 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
12.00 105/70 98 30 97 81 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
13.00 106/80 95 28 97 88 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
108
14.00 110/70 94 27 96 90 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
15.00 115/80 89 29 97 81.6 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
16.00 105/70 94 28 98 79 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
17.00 108/65 90 28 94 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
112
18.00 110/70 86 29 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
19.00 105/70 97 28 96 88 0.03 mcg/KgBB/menit D10%
20.00 106/80 95 28 94 88.7 0.03 mcg/KgBB/menit Aff D10%
21.00 110/70 94 28 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
22.00 115/80 93 29 96 91 0.03 mcg/KgBB/menit
23.00 106/80 98 30 94 88 0.03 mcg/KgBB/menit
14/12/2022
00.00 110/70 95 28 95 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit
01.00 115/80 94 27 96 91 0.03 mcg/KgBB/menit
02.00 105/70 89 29 94 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit

03.00 110/67 95 28 94 81.3 0.03 mcg/KgBB/menit

57 
04.00 106/70 94 28 95 82 0.03 mcg/KgBB/menit
102
05.00 105/70 93 27 96 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit
06.00 110/80 98 27 96 90 0.03 mcg/KgBB/menit
07.00 105/70 95 28 97 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit
08.00 108/65 94 29 97 79.3 0.03 mcg/KgBB/menit
09.00 110/70 90 28 98 83.3 0.03 mcg/KgBB/menit
10.00 105/70 86 28 94 81.7 0.03 mcg/KgBB/menit
11.00 106/80 97 25 93 88 0.03 mcg/KgBB/menit
12.00 110/70 95 29 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
13.00 115/80 94 30 95 91 0.03 mcg/KgBB/menit
14.00 105/70 93 28 95 81,7 0.03 mcg/KgBB/menit
15.00 108/65 98 27 96 79.3 0.03 mcg/KgBB/menit
16.00 110/70 95 29 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
17.00 105/70 94 25 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit
18.00 106/80 89 26 96 88 0.03 mcg/KgBB/menit
19.00 110/70 93 25 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
20.00 105/70 98 25 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit
21.00 110/80 95 26 95 90 0.03 mcg/KgBB/menit
22.00 105/70 94 29 96 81 0.03 mcg/KgBB/menit
23.00 108/65 89 28 95 79.3 0.03 mcg/KgBB/menit
15/22/2022
00.00 110/70 94 28 94 83 0.03 mcg/KgBB/menit
01.00 105/70 90 27 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
02.00 106/80 86 27 95 88 0.03 mcg/KgBB/menit
03.00 110/70 97 28 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
04.00 115/80 95 29 96 81 0.03 mcg/KgBB/menit
05.00 105/70 94 28 96 81 0.03 mcg/KgBB/menit
06.00 108/65 93 28 95 79 0.03 mcg/KgBB/menit
07.00 110/70 98 25 95 83 0.03 mcg/KgBB/menit
08.00 105/70 95 29 95 81 0.03 mcg/KgBB/menit
09.00 110/60 94 30 94 76 0.03 mcg/KgBB/menit

58 
Lampiran 2 : Daftar Kontrol Intensif drip norepinefrin dan Vasopressin

MAP Kecepatan drip Kecepatan drip


TD Nadi Nafas Suhu
Pukul SpO2 (mmHg) norepinefrin vasopresin
(mmHg) (x/mnt) (x/mnt) (˚C)
(%)
20.00 80/50 117 24 94 38.5 0,1 mcg/KgBB/menit 0,01 u/menit
20.15 70/50 116 24 93 0,15 mcg/KgBB/menit 0,01 u/menit
20.30 80/40 118 24 94 0,2 mcg/KgBB/menit 0,015 u/menit
20.45 95/50 116 24 95 0,25 mcg/KgBB/menit 0,015 u/menit
21.00 100/65 115 25 95 38,1 0.25 mcg/KgBB/menit 0,015u/menit
21.15 90/50 120 28 96 60 0,30 mcg/KgBB/menit 0,015 u/menit
21.30 105/80 122 26 94 83 0,35 mcg/KgBB/menit 0,015 u/menit
21.45 100/65 126 28 95 76,7 0,35 mcg/KgBB/menit 0,015 u/menit
22.00 98/60 128 28 96 38 72.7 0,35mcg/KgBB/menit 0,015 u/menit
22.15 70/40 122 26 94 50 0,4 mcg/KgBB/menit 0,02 u/menit
23.15 101/70 124 26 95 73 0,4 mcg/KgBB/menit 0,02 u/menit
00.15 100/60 120 26 95 73 0,4 mcg/KgBB/menit 0,02 u/menit
01.15 80/50 122 24 96 38,4 76 0,45 mcg/KgBB/menit 0,025 u/menit
01.30 85/40 118 24 95 55 0,5 mcg/KgBB/menit 0,025 u/menit
01.45 100/65 122 24 94 74 0,5 mcg/KgBB/menit 0,025 u/menit
02.00 98/65 126 25 94 76 0,5 mcg/KgBB/menit 0,025 u/menit
04.00 100/60 112 25 95 38 73 0,5 mcg/KgBB/menit 0,025 u/menit
04.15 85/40 114 24 95 55 0,6 mcg/KgBB/menit 0,03 u/menit
04.30 70/40 122 24 96 50 0,7 mcg/KgBB/menit 0,035 u/menit
04.45 65/40 126 25 95 43 0,8 mcg/KgBB/menit 0,04 u/menit

59 

Anda mungkin juga menyukai