Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi Ensefalopati Hepatikum (EH) merupakan neuropsikiatrik yang umunya terjadi karena kadar protein yang tinggi di saluran pencernaan atau stress metabolic akut (perdarahan saluran pencernaan, infeksi, dan gangguan elektrolit. Gejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik (confusion, flapping tremor, koma). Ensefalopati hepatikum disebut juga dengan koma hepatikum adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zatzat racun di dalam darah, yang dalam keadan normal dibuang oleh hati. B. Etiologi EH dapat muncul pada hepatitis fulminan yang disebabkan oleh virus, obat-obtan atau racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi kolateral portalsistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal. EH pada umunya dicetuskan oleh beberapa faktor yaitu : Excessive nitrogen load Gangguan elaktrolit & metabolic Infction infeksi Idiopathik Lain-lain

Selain itu , secara umum bahan-bahan yang diserap ke dalam aliran darah dari usus akan melewati hati dimana racun-racunnya dibuang. Maka pada penderita EH, yang terjadi adalah : Racun-racunnya tidak terbuang karena fungsi hati terganggu Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum, sehingga beberapa racun tidak melewati hati Pembedahan bypass untuk memperbaiki hiperrtensi portal juga akan menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati. Yang harus diingat adalah , apapun penyebabnya sampainya racun di otak maka akan mempengaruhi fungsi otak. EH dapat diklasifikasikan berdasarkan gangguan dari hepar, yaitu : Tipe A : berhubungan dengan gangguan hepar akut Tipe B : berhubungan dengan bypass portosistemik tanpa penyakit hepatoseluler intrinsic Tipe C : berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal atau shunt portosistemik

C. Patofisiologis Secara umum dikemukankan bahwa EH terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuroaktif dan kemampuan komagenik dari zat tersebut dalam sirkulasi sitemik (Mullen, 2007) Beberapa hipotesisi yang dikemukankan : 1. Hipotesis Amoniak Ammonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradsi dalam lumen usus dan dari bekteri yang mengundang urase. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ammonia secara in vitro akan mengubah loncatan (fluk) klorida melalui membrane neural dan akan menggangu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Disamping itu amonia dalam proses detoksifikasi akan menekan eksitasi transmitter asam amino, aspartat dan glutamate. 2. Hipotesis Toksisitas Sinergik Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalamin dapat menekan aktivitas otak dan enzim hati monoamine oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehidrogenase, prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti ammonia yang mengakibatkan koma hepatikum. Senyawa-senyawa tersebut dapat memperkuat sifat-sifat neurotoksisitas dari ammonia. 3. Hipotesis Neurotransmitter Palsu Pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmitter dopanin dan nor-adrenalin, sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati, neurotransmiter otak akan diganti dengan neurotransmiter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin. 4. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter yang merangsang dan yang menghambat fungsi otak merupakan faktor yang berperan pada terjadinya koma hepatic. Terjadi penurunan neurotransmitter yang merangsang seperti glutamate, aspartat, dan dopamine sebagai akibat meningkatnya ammonia dan GABA yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA yang meningkat bukan karena influx yang meningkat ke dalam otak tapi akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepine. Pada EH jumlah dari substansi-substansi berikut ini meningkat dan oleh karena itu diperkirakan substansi tersebut merupakan mediator untuk terjadinya EH : Ammonia Merkaptan (berhubungan dengan faoetor hepaticus) GABA asam lemak rantai pendek

Asam aromatic Osmolit (hasil dari pelepasan dari astrosit)

Faktor faktor pemicu ensefalopati hepatikum antara lain : Perdarahan gastrointestinal (1000 cc darah = 200 gr albumin) Infeksi (berhubungan dengan peningkatan proteolisis albumin) Gangguan elektrolit (berhubungan dengan penggunaan diuretic) Obstipasi Intake protein yang berlebih Alkalosis (peningkatan difusi ammonia ke otak) Iatrogenic (terapi dengan benzodiazepine, diuretic)

D. Gambaran Klinis Sesuai perjalanan penyakitnya EH dibedakan atas : 1. Ensefalopati hepatikum akut (Fulminant hepatic failure) Ditemukan pada pasien hepatitis virus akut, hepatitis toksik obat (halotan, acetaminophen), perlemakan hati akut pada kehamilan, kerusakan parenkim hati fulminan tanpa factor presipitasi. Perjalanan penyakitnya eksplosif ditandai dnegan delirium, kejang dan edem otak. Edem serebral kemungkinan akibat perubahan permeabilitas sawar otak dan inhibisi neuronal (Na+ dan K+) ATP ase, serta perubahan osmolar karena metabolism ammonia. Dengan perawatan intensif angka kematian masih tinggi sekitar 80%. 2. Ensefalopati hepatikum kronik Perjalanan penyakit perlahan dan dipengaruhi factor pencetus yaitu azotemia, analgetik, sedative, perdarahan gastrointestinal, alkalosis metabolic, kelebihan protein, infeksi, obstipasi, gangguan keseimbangan cairan, dan pemapakaian diuretic. Ensefalopati mempunyai tingkatan yang bergradasi (West haven) STAGE Cognition & Behavior Neuromuscular Function 0 Asymptomatic None (subclinical) 1

EEG Frekuensi Alfa (8,5 12 siklus/detik)

Sleep disturbance, impaired Monotone voice, 7-8 siklus/detik concentration, depression, tremor, poor anxiety or irritability handwriting, constructional apraxia

Drowsiness (lethargy), disorientation, poor shortterm memory, disinhibited behavior

Ataxia, dysarthria, asterikis, automatism (yawning, blinking, sucking) Somnolence, confusion, Nystagmus, amnesia, anger, paranoia, or muscular rigidity, other bizzare hyperreflexia or hyporeflexia coma Dilated pupils, oculocephalic or oculovestibular reflexes, decebrate posturing

5-7 siklus/detik

3-5 siklus/detik

3 siklus/detik atau negatif

Gejala-gejala tersebut tidak akan muncul sampai fungsi otak terpengaruh. Gejala yang muncul pada awal adalah constructional apraxia, dimana pasien tidak mampu untuk menggambar hal-hal yang sederhana seperti bintang. Agitasi dan mania dapat muncul tapi jarang terjadi. deficit neurologis yang terjadi bersifat simetris. Bau mulut yang khas dapat muncul dan tidak bergantung pada grade dari EH. E. Diagnosis Diagnosis mulai ditegakkan jika telah tampak tanda tanda Klinis berupa kekacauan tingkah laku, atau untuk kasus yang gawat, diagnosis harus ditelusuri dengan pemeriksaan amonia rutin karena perkembangan perburukan yang cepat (misalnya pada hepatitis fulminan). Pemeriksaan fisik yang menyokong diagnosis adalah : 1. Pemeriksaan tingkat kesadaran : pola tidur penderita, komunikasi dengan penderita 2. Menilai fungsi kortikal penderita : berbahasa, tingkah laku. 3. Menilai tremor generalisata 4. Menilai flapping tremor : rutin dilakukan. Posisi tangan pasien lurus di sisi tubuhnya, terletak di atas tempat tidur dalam posisi tubuh berbaring, kemudian lengan pasien di fiksasi didekat pergelangan tangan, jari jari tangan penderita diregangkan dan diekstensikan pada pergelangan tangan, kemudian minta penderita menahan tangannya dalam posisi tersebut. Tes positif terganggu jika perasat ini menyebabkan gerakan fleksi dan ekstensi involunter cepat dari pergelangan tangan dan sendi metakarpofalang (seperti gerakan kaku dan mengepak) 5. Menilai apraksia kontitusional : penderita tidak dapat menulis dan menggambar dengan baik pada penderita yang sebelumnya normal bisa menulis dan menggambar sederhana.

6. Tes Psikometri dengan Number Connection Test, untuk menilai tingkat intelektual pasien yang mungkin telah terjadi EH subklinis. Tes ini cukup mudah, sederhana dan tidak membutuhkan biaya serta dapat menilai tingkat EH pada pasien sirosis yang rawat jalan. Cara : menghubungkan angka angka dengan berurutan dari 1 hingga 25. Interpretasi : Normal Lama penyelesaian UHA : 15 30 detik Tingkat I 31 50 detik Tingkat II 51 80 detik Tingkat III 81 120 detik Tingkat IV > 120 detik F. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang 1. Elektro Ensefalografi Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitude dan menurunnya jumlah sikllus gelombang per detik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8 12Hz). Tingkat ensefalopati Frekuensi gelombang EEG: frekuensi gelombang Alfa Tingkat 0 8,5 12 siklus per detik Tingkat I 7 8 siklus per detik Tingkat II 5 7 siklus per detik Tingkat III 3 5 siklus per detik Tingkat IV 3 siklus per detik atau negative 2. Pemeriksaan Kadar Amonia Darah Tingkat ensefalopati Kadar ammonia darah dalam g/dl Tingkat 0 < 150 Tingkat 1 151 200 Tingkat 2 201 250 Tingkat 3 251 300 Tingkat 4 > 300

G. Diagnosis Banding 1. Koma akibat intoksikasi obat-obatan dan alcohol 2. Trauma kepala seperti komosio serebri, kontusio serebri, perdarahan subdural, dan perdarahan epidural 3. Tumor otak 4. Koma akibat gangguan metabolism lain seperti uremia, koma hipoglikemia, koma hiperglikemia 5. Epilepsy

H. Penatalaksanaan Harus diperhatikan apakah EH yang terjadi adalah primer atau sekunder. Pada EH primer, terjadinya ensefalopati akibat kerusakan parenkim hati yang berat tanpa adanya faktor pencetus, sedangkan pada EH sekunder terjadinya koma dipicu oleh faktor pencetus. Tujuan utama : 1. 2. 3. 4. Memberikan dukungan perawatan suportif Mamperbaiki faktor-faktor pencetus Mengurangi asupan nitrogen di dalam saluran cerna Memberikan kebutuhan pengobatan jangka panjang

Untuk mencapai tujuan perlu dilakukan : 1. Mengobati penyakit dasar hati jika mungkin 2. Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor pencetus 3. Mencegah dan mengurangi pembentukan/influx toksin nitrogen ke dalam otak : - Mengubah, menurunkan/menghentikan makanan yang mengandung protein. Dengan tujuan : mendapatkan energy yang dibutuhkan tanpa memperberat fungsi hati, pemberian asam amino rantai cabang akan mengurangi asam amino aromatic dalam darah, asam amino rantai cabang akan memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer, pemberian asam amino rantai cabang dengan dextrose hipertonik akan mengurangi hiperaminosidermia. - Mencegah laktosa, antibiotic atau keduanya Antibiotik Neomycin : adalah antibiotic yang bekerja local dalam saluran pencernaan merupakan obat pilihan untuk menghambat bakteri usus. Dosis 4x 1 2 g/hari (dewasa) atau dengan Rifaximin (derivate Rimycin) dosis : 1200mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup efektif. Laktulosa berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi asam organic oleh bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3 dalam kolon dan merubahnnya menjadi ion ammonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion ammonium diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari: 30 50 cc per jam hingga terjadi diare ringan. Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 0,5 gram / hari. - Membersihkan saluran cerna bagian bawah Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari : dapat dipakai katartik osmotic seperti MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan neomysin 1 % sehingga didapat pH asam = 4 ) Membersihkan saluran cerna bagian bawah. 4. Upaya suportif dengan menjaga kecukupan masukan kalori dan mengobati komplikasi kegagalan hati

I. Prognosis Prognosis penderita EH tergantung dari : 1. Penyakit hati yang mendasarinya 2. Faktor faktor pencetus 3. Usia 4. Keadaan gizi 5. Derajat kerusakan parenkim hati 6. Kemampuan regenerasi hati. Pada EH sekunder, bila faktor-faktor pencetus teratasi, maka dengan pengobatan standar hampir 80% pasien akan kembali sadar. Pada pasien dengan EH primer dan penyakit berat, prognosis akan lebih buruk bila disertai hipoalbuminemia, ikterus serta asites. Sementara EH akibat gagal hati fulminan kemungkinan hanya 20% yang dapat sadar kembali setelah dirawat.

A. Pengkajian Keperawatan

Tanggal Pengkajian Jam Diagnosa Medis

: 4 Mei 2012 : 07.00 WIB : Ensefalopati Hepatikum

A. Identitas Pasien Nama Tempat tanggal lahir Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Sumber Informasi : Tuan Marko : Pontianak, 15 Maret 1978 : Laki-laki : 35 Tahun : SMA : Pengangguran : Jalan Ahmad Yani : Keluarga (Istri)

B. Identitas Keluarga Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Alamat Penanggung jawab biaya : Ny. Rosela : 29 Tahun : SMP : Ibu Rumah Tangga : Jalan Ahmad Yani : Keluarga

C. Riwayat Penyakit Sekarang : 1. Keluhan Utama : gangguan wicara , konfusi , latergi , tremor . : ensefalopati hepatikum

2. Riwayat Penyakit Sekarang

D. Riwayat Penyakit Sebelumnya alkohol selama 15 tahun (alkoholik) E. Riwayat Kesehatan Keluarga

: keluarga mengatakan bahwa klien mengkonsumsi

1. Penyakit yang pernah diderita keluarga : -

2. Lingkungan rumah F. Pengkajian Pasien per Sistem (ROS) 1. ROS Keadaan Umum : Tanda-tanda Vital : Suhu :37C RR: 26x/menit 2. Sistem Pernafasan a. Sesak b. Inspeksi bentuk dada c. Sekresi batuk Batuk Sputum Warna Nyeri waktu bernafas

: keadaan lingkungan kurang baik

N: 80x/menit

TD: 110/80 mmHg

: Tidak ada : Simetris : Tidak ada ::::: : 26x/menit : Tidak : Normal :: nafas berbau manis :-

d. Pola Nafas Frekuensi nafas

e. Retrasi otot bantu nafas f. Bunyi nafas g. Alat bantu pernafasan h. Bau nafas Masalah Keperawatan 3. Sistem Kardivaskuler a. Riwayat nyeri dada b. Irama Jantung Masalah Keperawatan 4. Sistem Persyarafan a. Tingkat Kesadaran b. GCS Eye :3 : Tidak

: Reguler :-

: Apatis

Verbal: 3

Motorik: 5

Total GCS

: 11 :

c. Refleks Fisioligis Bisep Trisep Patella (+) (+) (+)

d. Refleks Patologis Kaku kuduk Brudzinki Kernig

: (-) (-) (-) : Ada

e. Kejang f. Mata / Penglihatan 1. Bentuk 2. Pupil

: Simetris : Normal : Ada namun kecil

3. Gangguan Penglihatan g. Hidung/Penciuman 1. Bentuk 2. Gangguan Penciuman h. Telinga/Pendengaran 1. Bentuk

: Normal : Tidak

: Normal

2. Gangguan Pendengaran : Ada i. Pengecapan 1. Bentuk 2. Gangguan Pengecapan Masalah Keperawatan : Normal :: Menurunnya tingkat kesadaran, adanya kejang serta terdapat gangguan pada penglihatan dan pendengaran. 5. Sistem Perkemihan a. Masalah kandung kemih b. Produksi urin c. Warna : Abnormal : 1500 cc : Kuning pekat, Bau : amonia

d. Bentuk alat kelamin e. Uretra Masalah Keperawatan

: Normal : Normal :

6. Sistem Pencernaan I. Mulut dan Tenggorokan a. Bibir b. Mulut/ selaput lendir mulut c. Lidah d. Kebersihan rongga mulut e. Tenggorokan f. Abdomen g. Lambung perih pada lambung h. Lubang Anus i. Perbesaran Hepar j. Mual k. Muntah l. Terpasang NGT m. Terpasang Kolostomi II. BAB : 1x/hari : Mengurangi rasa mual, muntah dan sakit : Normal : Tidak : Ada : Ada : Ada : Tidak : Normal : Normal : Normal : Berbau manis : Sakit saat menelan (Radang Tenggorokan) : adanya gangguan khususnya pada usus : kadar asam meningkatan dan menyebabkan

Masalah Keperawatan saat menelan 7. Sistem Otot, Tulang dan Integumen a. Otot dan Tulang 1. ROM 2. Kemampuan Kekuatan Otot 3. Fraktur 4. Dislokasi

: Bebas : Lemah : Tidak : Tidak

5. Haematoma b. Integumen 1. Warna Kulit 2. Turgor Kulit : Normal : Normal

: Tidak

3. Tulang Belakang : Normal 4. Oedema : Tidak

Masalah Keperawatan : G. Psikososial 1. Dampak hospitalisasi 2. Respons terhadap tindakan : Gelisag/bingung : Tidak kooperatif

3. Hubungan dengan pasien lain : Kurang H. Pemeriksaan Penunjang 1. EEG 2. Pemeriksaan kadar Amonia Darah 3. Pemeriksaan Psikometri

No. 1.

Analisis Data Data subjektif : Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien Data objektif : Data subjektif : Data objektif :

Etiologi Kejang

Masalah Resiko cidera

2.

Gangguan pencernaan

Resiko gangguan pemenuhan nutrisi

3.

Data subjektif : Data objektif :

Kelainan fungsi neurotransmitter

Gangguan komunikasi wicara dan konfusi

4.

Data subjektif : Data objektif :

Neuromuskulor

Gangguan intoleransi aktivitas

5.

Data subjektif : Data objektif :

Syndrome penghentian alkohol

Disorientasi terhadap waktu atau tempat dan perubahan prilaku

Anda mungkin juga menyukai