Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRAL PALSY

Disusun Oleh :
Imas Yani Rahman
NIM : 4006190126

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN CEREBRAL PALSY

A. Pengertian Cerebral Palsy

Cerebral palsy lebih tepat dikatakan suatu gejala yang kompleks


daripada suatu penyakit yang spesifik. (Kuban, 1994) Cerebral palsy
merupakan kelainan motorik yang banyak ditemukan pada anak-anak.
William Little yang pertama kali mempublikasikan kelainan ini pada
tahun 1843, menyebutnya dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai
akibat dari prematuritas atau asfiksia neonatorum. (Soetjiningsih,
1995). Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan
otak yang menyebabkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi,
psikologis dan kognitif sehingga mempengaruhi belajar mengajar.

Karakteristik klinik Cerebral palsy tidak spesifik, penjelasan


tentang Cerebral palsy menyangkut kerusakan fungsi motorik yang
terjadi pada masa awal kanak– kanak dan ditandai dengan perubahan
sifat otot yang biasanya berupa spatisitas, gerakan involunter, ataksia
atau kombinasi. Walaupun pada umumnya yang terkena adalah lengan
dan tungkai, namun seringkali bagian tubuh yang lain juga terkena.
Keadaan ini disebabkan karena disfungsi otak dan tidak bersifat
episodik atau progresif. (Swaiman, 1998).

Beberapa definisi tentang penyebab pasti Cerebral palsy masih


menimbulkan kerancuan. Definisi yang ada saat ini masih sangat luas
dan tidak mempertimbangkan tingkat kecacatan yang ditimbulkan.
Selain itu, masih belum adanya konsensus tentang apakah seorang anak
yang diketahui memiliki kelainan bawaan (contohnya penyakit
metabolik, neuronal migration defect) termasuk dalam kategori
Cerebral palsy atau tidak. (Swaiman, 1998).

Konsensus tentang definisi Cerebral palsy yang terbaru yaitu,


Cerebral palsy adalah suatu terminasi yang umum yang meliputi suatu
kelompok kelainan yang bersifat non-progresif, tetapi seringkali
berubah dan menampakkan sindrom kelainan gerakan sekunder, sebagai
akibat kerusakan atau anomali pada susunan saraf pusat diawal
perkembangan sel–sel motorik. (Kuban, 1994; Soetjiningsih, 1995;
Stanley, 2000).

Pada anak–anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan
gangguan fungsi dapat berubah. Abnormalitas pada tonus motorik atau
gerakan yang terjadi pada beberapa minggu atau beberapa bulan
pertama kelahiran, secara teratur akan meningkat selama tahun pertama
kehidupan.

Namun setelah anak berusia lebih dari satu tahun, tonus motorik
menjadi berkurang, dimana kondisi ini terus berlanjut hingga akhirnya
ia didiagnosa menderita Cerebral palsy. (Kuban, 1994) Pada penelitian
yang dilakukan oleh Collaborative Perinatal Project menunjukkan
bahwa hingga mereka berusia 7 tahun, hampir dua pertiga dari anak–
anak yang mengalami diplegia spastik dan setengah dari anak– anak
yang mengalami Cerebral palsy pada ulang tahun pertama mereka,
tampak tumbuh normal atau tidak menunjukkan tanda–tanda Cerebral
palsy. Padahal dibalik itu semua, secara relatif tanda–tanda motorik
nonspesifik, seperti hipotonia, yang telah ada pada minggu–minggu
atau bulan–bulan pertama kehidupan, berkembang menjadi spastisitas
dan abnormalitas ekstrapiramidal, hingga mereka melalui usia satu atau
dua tahun. Anggapan bahwa myelinasi akson–akson dan pematangan
neuron dalam ganglia basalia, terjadi sebelum spastisitas, distonia dan
athetosis, dapat dibuktikan. Beberapa ahli menganjurkan bahwa
diagnosis definitif Cerebral palsy sebaiknya ditunda sampai anak
berusia dua tahun. Jika dokter melakukan diagnosis sebelum akhir
tahun pertama, maka selanjutnya diagnosa ini harus diberitahukan pada
keluarga penderita sebagai suatu diagnosis yang bersifat sementara.
(Kuban, 1994) Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasar
keterlibatan alat gerak atau ekstremitas (monoplegia, hemiplegia,
diplegia dan quadriplegia), dan karakteristik disfungsi neurologik
(spastik, hipotonik, distonik, athetonik atau campuran).

B. Etiologi Cerebral Palsy

Suatu definisi mengatakan bahwa penyebab Cerebral Palsy


berbeda–beda tergantung pada suatu klasifikasi yang luas yang meliputi
antara lain : terminologi tentang anak–anak yang secara neurologik
sakit sejak dilahirkan, anak–anak yang dilahirkan kurang bulan dengan
berat badan lahir rendah dan anak-anak yang berat badan lahirnya
sangat rendah, yang berisiko Cerebral Palsy dan terminologi tentang
anak–anak yang dilahirkan dalam keadaan sehat dan mereka yang
berisiko mengalami Cerebral Palsy setelah masa kanak–kanak.
(Swaiman, 1998). Cerebral Palsydapat disebabkan faktor genetik
maupun faktor lainnya. Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang
menderita kelainan ini dalam suatu keluarga, maka kemungkinan besar
disebabkan faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995) Waktu terjadinya
kerusakan otak secara garis besar dapat dibagi pada masa pranatal,
perinatal dan postnatal.

1. Pranatal
a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik,
kelainan kromosom (Soetjiningsih, 1995).
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun (Nelson,
1994).
c. Usia ayah < 20 tahun (Cummins, 1993) dan > 40 tahun
(Fletcher, 1993).
d. Infeksi intrauterin : TORCH dan sifilis.
e. Radiasi sewaktu masih dalam kandungan.
f. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia
maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu
hipertensi, dan lain – lain).
g. Keracunan kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan,
rokok dan alkohol.
h. Induksi konsepsi. (Soetjiningsih, 1994).
i. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati,
riwayat melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau
lahir dengan kelainan morotik, retardasi mental atau sensory
deficit). (Boosara,2004).
j. Toksemia gravidarum.
Dalam buku–buku masih dipakai istilah toksemia gravidarum
untuk kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan yang merupakan
trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang kadang–
kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–
kejang/konvulsi dan koma). (Rustam, 1998) Patogenetik hubungan
antara toksemia pada kehamilan dengan kejadian CP masih belum
jelas. Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia
menyebabkan kerusakan otak pada janin. (Gilroy, 1979).

a. Inkompatibilitas Rh.
b. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian
pranatal pada salah satu bayi kembar (Soetjiningsih, 1994).
c. Maternal thyroid disorder.
d. Siklus menstruasi yang panjang.
e. Maternal mental retardation.
f. Maternal seizure disorder (Boosara, 2004).
2. Perinatal
a. Anoksia / hipoksia
Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah
brain injury. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya
anoksia. Hal initerdapat pada keadaan presentasi bayi
abnormal, disproporsi sefalo–servik, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partusmenggunakan instrumen tertentu
dan lahir dengan seksio caesar.(Anonim. 2002).

b. Perdarahan otak akibat trauma lahir


Perdarahan dan anoksi dapat terjadi bersama–sama,
sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang
mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernafasan dan
peredaran darah, sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat
terjadi di ruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan
CSS sehingga menyebabkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang
subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul
kelumpuhan spastis. (Anonim, 2002)

1. Prematuritas
2. Berat badan lahir rendah
3. Postmaturitas
4. Primipara
5. Antenatal care
6. Hiperbilirubinemia
Bentuk Cerebral Palsy yang sering terjadi adalah
athetosis, hal ini disebabkan karena frekuensi yang tinggi pada
anak–anak yang lahir dengan mengalami hiperbilirubinemia
tanpa mendapatkan terapi yang diperlukan untuk mencegah
peningkatan konsentrasi unconjugatedbilirubin. Gejala–gejala
kernikterus yang terdapat pada bayi yang mengalami jaundice
biasanya tampak setelah hari kedua dan ketiga kelahiran. Anak
menjadi lesu dan tidak dapat menyusu dengan baik.
Kadangkala juga terjadi demam dan tangisan menjadi lemah.
Sulitmendapatkan Reflek Moro dan tendon pada mereka, dan
gerakan otot secara umum menjadi berkurang. Setelah
beberapa minggu, tonus meningkat dan anak tampak
mengekstensikan punggung dengan opisthotonus dan diikuti
dengan ekstensi ektremitas. (Swaiman, 1998).

1. Status gizi ibu saat hamil


2. Bayi kembar (Soetjiningsih, 1995)
3. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan
kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya
bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah. (Soetjiningsih, 1995).
4. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat
atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan
gejala sisa berupa CP. (Soetjiningsih, 1995).

5. Kelahiran sungsang
6. Partus lama
Partus lama yaitu persalinan kala I lebih dari 12 jam
dan kala II lebih dari 1 jam. Pada primigravida biasanya
kala I sekitar 13 jam dan kala II sekitar 1,5 jam.
Sedangkan pada multigravida, kala I : 7 jam dan kala II :
1/5 jam. Persalinan yang sukar dan lama meningkatkan
risiko terjadinya cedera mekanik dan hipoksia janin.
(Wiknjosastro, 2002).

7. Partus dengan induksi / alat


8. Polyhidramnion (Boosara, 2004)
9. Perdarahan pada trimester ketiga
3. Postnatal

a. Anoksia otak : tenggelam, tercekik, post status epilepticus.


b. Trauma kepala : hematom subdural.
c. Infeksi : meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama
kehidupan (Anonim,2002), septicaemia, influenza, measles dan
pneumonia. (Eve, et al., 1982)
d. Luka parut pada otak pasca operasi (Anonim, 2002)
e. Racun : logam berat, CO (Soetjiningsih, 1995)
f. Malnutrisi (Eve, et,al., 1982)

C. Klasifikasi Cerebral Palsy


Berdasarkan gejala dan tanda neurologis (Swaiman, 1998;
Gilroy, 1979;Rosenbaum, 2003)

1. Spastik
a. Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami
spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas
atas.
b. Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada
prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang
traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi
tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.
c. Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang
biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang
lengan pada salah satu sisi tubuh.
d. Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas.
Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah
satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
e. Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi
juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan (paucity)
pada tungkai.
2. Ataksia
Kondisi ini melibatkan cerebelum dan yang berhubungan
dengannya. Pada CP tipe ini terjadi abnormalitas bentuk postur
tubuh dan / atau disertai dengan abnormalitas gerakan. Otak
mengalami kehilangan koordinasi muskular sehingga gerakan–
gerakan yang dihasilkan mengalami kekuatan, irama dan akurasi
yang abnormal.
3. Athetosis atau koreoathetosis
Kondisi ini melibatkan sistem ekstrapiramidal. Karakteristik yang
ditampakkan adalah gerakan–gerakan yang involunter dengan
ayunan yang melebar. Athetosis terbagi menjadi :
a. Distonik
Kondisi ini sangat jarang, sehingga penderita yang mengalami
distonik dapat mengalami misdiagnosis. Gerakan distonia tidak
seperti kondisi yang ditunjukkan oleh distonia lainnya.
Umumnya menyerang otot kaki dan lengan sebelah proximal.
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang, terutama
pada leher dan kepala.

b. Diskinetik
Didominasi oleh abnormalitas bentuk atau gerakan–gerakan
involunter, tidak terkontrol, berulang–ulang dan kadangkala
melakukan gerakan stereotype.

c. Atonik
Anak–anak penderita CP tipe atonik mengalami hipotonisitas
dan kelemahan pada kaki. Walaupun mengalami hipotonik
namun lengan dapat menghasilkan gerakan yang mendekati
kekuatan dan koordinasi normal.
d. Campuran
Cerebral palsy campuran menunjukkan manifestasi spastik dan
ektrapiramidal, seringkali ditemukan adanya komponen
ataksia.

Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan dan kemampuan


penderita untuk melakukan aktifitas normal (Swaiman, 1998;
Rosenbaum, 2003)

a. Level 1 (ringan)
Anak dapat berjalan tanpa pembatasan/tanpa alat bantu, tidak
memerlukan pengawasan orangtua, cara berjalan cukup stabil,
dapat bersekolah biasa, aktifitas kehidupan sehari–hari 100 %
dapat dilakukan sendiri.
b. Level 2 (sedang)
Anak berjalan dengan atau tanpa alat bantu, alat untuk
ambulasi ialah brace, tripod atau tongkat ketiak. Kaki / tungkai
masih dapat berfungsi sebagai pengontrol gaya berat badan.
Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari dapat dilakukan
sendiri dan dapat bersekolah.
c. Level 3 (berat)
Mampu untuk makan dan minum sendiri, dapat duduk,
merangkak atau mengesot, dapat bergaul dengan teman–
temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa
keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu
bantuan, tetapi masih dapat bersekolah. Alat ambulasi yang
tepat ialah kursi roda.
d. Level 4 (berat sekali)
Tidak ada kemampuan untuk menggerakkan tangan atau kaki,
kebutuhan hidup yang vital (makan dan minum) tergantung
pada orang lain. Tidak dapat berkomunikasi, tidak dapat
ambulasi, kontak kejiwaan dan rasa keindahan tidak ada.

D. Patofisiologi Cerebral Palsy


Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya
neuron dan degenerasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri,
suluran suci dan berat otak rendah. Cerebral palsy digambarkan sebagai
kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacad
non progresive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi
cerebral palsy dapat diakibatkan dengan suatu dasar kelainan (struktural
otak: awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka/kerugian
setelah melahirkan dalam kaitan dengan ketidak cukupan vaskuler,
toksin atau infeksi). Dalam beberapa kasus manifestasi atau etiologi
dapat berhubungan dengan daerah anatomi. Misal cerebral palsy yang
berhubungan dengan kelahiran prematur yang disebabkan oleh infark
hipoksia atau perdarahan dengan leukomalasia didaerah yang
berdekatan dengan ventrikel lateral dalam antetoid jenis cerebral palsy
yang disebabkan oleh kenikterus dan kelainan genetik metabolisme
seperti gangguan mitokondria. Hemiplegia cerebral palsy sering
dikaitkan dengan serangan sereberal vokal sekunder ke intra uterin atau
trombo emboli perinatal biasanya akibat trombosis ibu atau gangguan
pembekuan herediter (Wilson 2007)

E. Pathway
F. Manifestasi Klinis Cerebral Palsy
Gejala Cerebral Palsy tampak sebagai spektrum yang
menggambarkan variasi beratnya penyakit. Seseorang dengan Cerebral
Palsy dapat menampakan gejala kesulitan dalam hal motorik halus,
misalnya menulis atau menggunakan gunting, masalah keseimbangan
dan berjalan, atau mengenai gerakan involunter, misalnya tidak dapat
mengontrol gerakan menulis atau selalu mengeluarkan air liur. Berikut
gejala-gejala lain dari cerebral palsy :

1. Gangguan pada otot yaitu kaku / terlalu lemah.


2. Kurangnya koordinasi otot(ataksia)
3. Getaran atau gerakan tidak sadar
4. Gerakan lambat
5. Lebih menyukai menggunakan sisi tubuh seperti menyeret kakinya
saat merangkak
6. Kesulitan berjalan seperti berjalan kaki atau gaya berjalan jongkok
7. Kesulitan menelan atau kesulitan menghisap makanan
8. Penundaan dalam perkembangan bicara atau kesulitan bicara.

Gejala dapat berbeda pada setiap pemderita, dan dapat berubah


pada seorang penderita. Sebagian Cerebral Palsy sering juga menderita
penyakit lain, termasuk kejang atau gangguan mental.

Penderita Cerebral Palsy derajat berat akan mengakibatkan tidak


dapat berjalan dan membutuhkan perawatan intensif dalam jangka
panjang, sedangkan Cerebral Palsy derajat ringan mungkin hanya
sedikit canggung dalam gerakan dan membutuhkan bantuan yang tidak
khusus. Cerebral Palsy bukan penyakit menular atau bersifat herediter.
Hingga saat ini, Cerebral Palsy tidak dapat dipulihkan, walau penelitian
ilmiah berlanjut untuk menemukan terapi yang lebih baik dan metode
pencegahan.
G. Pemeriksaan Diagnostik Cerbral Palsy
a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah
diagnosis
cerebral palsy ditegakkan.
b. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada cerebral palsy CSS
normal.
c. Pemeriksaan EEG dilakukan pada pasien kejang atau pada
golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun tidak.
d. Foto rontgent kepala.
e. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan
yang dibutuhkan.
f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari
retardasi mental.

H. Penatalaksanaan Cerebral Plasy


a. Medik
Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada
keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim
antara dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter
THT,ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupational therapist,
pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua pasien.
b. Fisioterapi
Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang
tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah
kontraktur perlu dipehatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau
tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal
dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup.
c. Tindakan bedah
Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas,
dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon, atau tulang
untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik
dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang
berlebihan.
d. Obat-obatan
Tidak ada obat untuk cerebral palsy tetapi pelatihan otot awal dan
latihan khusus dapat bermanfaat dimulai sebelum anak
mengembangkan kebisaan yang salah dan pola otot yang salah.
Pencegahan komplikasi dan membantu individu untk menjalankan
kehidupan sepenuhnya, hanya dibatasi oleh ggn otot dan ggn
sensori (Wilson 2007 ).
e. Keperawatan
Masalah bergantung dari kerusakan otak yang terjadi. Pada
umumnya dijumpai adanya gangguan pergerakan sampai retardasi
mental, dan seberapa besarnya gangguan yang terjadi bergantung
pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Dewasa ini
gangguan dari pertumbuhan atau perkembangan janin dirumah-
rumah bersalin yang telah maju sudah dapat dideteksi sejak dini
bila kehamilan dianggap berisiko. Juga ramalan mengenai ramalan
bayi dapat diduga bila mengetahui keadaan pada saat perinatal
(lihat penyebab). Selain itu setelah diketahui dari patologi anatomi
palsy cerebal bahwa gejala dini ini dapat terlihat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir, sebenarnya beratnya gejala sisa mungkin
dapat dikurangin jika dilakukan tindakan lebih dini. Disinilah
peranan perawat dapat ikut mencegah kelainan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan ialah:
a. Mengobservasi dengan cermat bayi-bayi baru lahir yang
berisiko (baca status bayi secera cermat mengenai riwayat
kehamilan/kelahirannya). Jika dijumpai adanya kejang atau
sikap bayi yang tidak biasa pada neonatus segera
memberitahukan dokter agar dapat dilakukan penanganan
semestinya.
b. Jika telah diketahui bayi lahir dengan resiko terjadi gangguan
pada otak walaupun selama diruang perawatan tidak terjadi
kelainan agar dipesankan pada orang tua atau ibunya jika
melihat sikap bayi yang tidak normal supaya segera dibawa
konsultasi kedokter.

I. Komplikasi Cerebral Palsy


a. Kontraktur yaitu sendi tidak dapat digerakkan atau ditekuk karena
otot memendek.
b. Skoliosis yaitu tulang belakang melengkung ke samping
disebabkan karena kelumpuhan hemiplegia.
c. Dekubitus yaitu adanya suatu luka yang menjadi borok akibat
mengalami kelumpuhan menyeluruh, sehingga ia harus selalu
berbaring di tempat tidur.
d. Deformitas (perubahan bentuk) akibat adanya kontraktur.
e. Gangguan mental. Anak Cerebral Palsy tidak semua tergangu
kecerdasannya, mereka ada yang memiliki kadar kecerdasan pada
taraf rata-rata, bahkan ada yang berada di atas rata-rata. Komplikasi
mental dapat terjadi apabila yang bersangkutan diperlakukan secara
tidak wajar.
J. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Pengkajian yang pelu dilakukan pada anak dengan Cerebral Palsy
yaitu (Suriadi, 2010) :
1) Menilai setiap kunjungan ke posyandu mengenai
keterlambatan perkembangan.
2) Mencatat masalah defisit pada ortopedi, visual, auditori atau
intelektual.
3) Menilai reflek bayi baru lahir, pada anak dengan cerebral
palsy dapat bertahan setelah usia normal.
4) Mengidentifikasi bayi yang memiliki gangguan pada otot atau
postur tubuh tidak normal (tulang belakang melengkung, kaku
saat bergerak melawan gravitasi, leher atau ekstremitas
resisten terhadap gerakan pasif).
5) Mengidentifikasi gangguan motorik, seperti asimetris dan
abnormal saat merangkak (menggunakan 2 atau 3
ekstremitas), menggunakan tangan.
6) dominan sebelum anak berusia prasekolah
b. Data demografi

1) Laki-laki lebih banyak dari pada wanita.

2) Sering terjadi pada anak pertama è kesulitan pada waktu


melahirkan.

3) Kejadin lebih tinggi pada bayi BBLR dan kembar.

4) Umur ibu lebih dari 40 tahun, lebih-lebih pada multipara.

c. Keluhan utama

Biasanya pada cerebral palsy didapatkan keluhan utama yaitu :


Sukar makan atau menelan , otot kaku, sulit bicara, kejang, badan
gemetar, perkembangan yang terlambat dari anak normal,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh abnormal, refleks
bayi persisten, ataxic, kurang tonus otot dan permasalahan pada
BAB dan BAK.
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada anak dengan cerebral palsy di dapatkan postur tubuh


abnormal, pergerakan kurang, otot kaku, gerakan involunter
atau tidak terkoordinasi, Peningkatan atau penurunan tahanan
pada gerakan pasif, postur opistotonik (lengkung punggung
berlebihan) Kelemahan Otot, Retardasi Mental, Gangguan
Hebat- Hipotonia, Melempar/Hisap Makan, Gangguan
Bicara/Suara, Visual Dan Mendengar.

Prenatal : adanya gangguan pergerakan janin, adanya


penyakit ibu (toxoplasmosis, rubella), keracunan kehamilan.
Natal : adanya premature, penumbungan atau lilitan tali
pusar, trauma lahir. Post natal : adanya truma kapitis,
meningitis, luka paruh pada otak pasca operasi, atau lesi
karena trauma.
2) Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat Kesehatan masa lalu
Cerebral palsy biasanya terjadi pada ibu hamil yang usianya
lebih dari 40 tahun, riwayat jatuh, kecelakaan ,terjadi kesulitan
waktu melahirkan, anoxia janin.
e. Fungsi Intelektual

Biasanya ditemukan pembelajaran dan penalaran subnormal


(retardasi mental pada kira-kira dua pertiga individu),
kecerdasan di bawah normal, kesulitan belajar dan gangguan
perilaku.
f. Pemeriksaan reflek

Refleks infantile primitive menetap (reflek leher tonik ada pada


usia berapa pun, tidak menetap diatas usia 6 bulan), Refleks
Moro, plantar, dan menggenggam menetap atau hiperaktif,
hiperefleksia, klonus pergelangan kaki dan reflek meregang
muncul pada banyak kelompok otot pada gerakan pasif cepat.
g. Pemeriksaan tonus

Peningkatan ataau penurunan tahanan pada gerakan pasif, postur


opistotonik (lengkung punggung berlebihan), merasa kaku dalam
memegang atau berpakaian, kesulitan dalam menggunakan
popok, kaku atau tidak menekuk pada pinggul dan sendi lutut
bila ditarik ke posisi duduk (tanda awal).
h. Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Perlambatan perkembangan motorik kasar

Manifestasi umum, pelambatan pada semua pencapaian


motorik, meningkat sejalan dengan pertumbuhan, Monitor
Respon Bermain Anak Lambat.
2. Tampilan motorik abnormal
Penggunaan tangan unilateral yang terlalu dini, merangkak
asimetris abnormal, berdiri atau berjinjit, gerakan involunter
atau tidak terkoordinasi, menghisap buruk, kesulitan makan,
sariawan lidah menetap

K. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk menelan makanan (00002)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
bergerak (00092)
3. Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi otot
(ataksia) (00038)
4. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
diseksi arteri (00201)
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
perawatan di rumah (00126)
6. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sistem
saraf pusat (00051)

L. Intervensi

1. Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk menelan makanan (00002)
NOC
Domain : II- physiologic Health
Classes : K. Digestion & Nutrition
Outcomes : 1008 Nutritional status : food and fluid intake
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam nutrisi
kurang teratasi dengan :
1. Asupan cairan IV
2. Asupan nutrisi parenteral
NIC
Domain : 1. Physiological: Basic
Classes : D. Nutrition Support
Interventions : 1030 Eating Disorders Management
Intervensi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
2. Monitor adanya penurunan berat badan dan gula darah
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Monitor intake dan output cairan
5. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan
6. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papila lidah dan cavitas oral
2. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk bergerak (00092)
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour
Classes : Q – Health Behavior
Outcomes : 1616Body Mechanics Performance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pasien
bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
1. Pasien mampu berdiri dengan benar
2. Pasien mampu menggunakan teknik mengangkat yang benar
3. Pasien mampu menjaga kekuatan otot
4. Pasien mampu mempertahankan fleksibilitas sendi
5. Pasien mampu menggunakan mekanika tubuh yang tepat
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : O. Behaviour Therapy
Interventions : 4310 Activity Therapy
Intervensi :
1. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan
tertentu
2. Berkolaborasi dengan okupasi terapis, fisik, atau rekreasi dalam
perencanaan dan monitoring program kegiatan
3. Membantu pasien untuk memilih kegiatan dan tujuan prestasi bagi
kegiatan sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
4. Membantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi cacat di
tingkat aktivitas
5. Mendorong keterlibatan dalam kegiatan kelompok atau terapi
6. Memberikan aktivitas motorik untuk meredakan ketegangan otot
7. Membantu pasien dan keluarga untuk memantau kemajuan sendiri
terhadap pencapaian tujuan
3. Diagnosa : Resiko trauma berhubungan dengan penurunan koordinasi
otot (ataksia) (00038)
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behaviour
Classes : Q – Health Behavior
Outcomes : 1616 Body Mechanics Performance
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien tidak
mengalami trauma dengan kriteria hasil:
1. Tidak ditemukan adanya keseleo
2. Tidak adanya mobilitas gangguan pada otot
3. Pasien terbebas dari trauma fisik
NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk management
Interventions : 6486 Environmental Management : Safety
Intervensi :
1. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien sesuai dengan kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu.
2. Menghindari lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
3. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
4. Menempatkan tempat tidur yang nyaman dan bersih
5. Memindahkan barang – barang yang dapat membahayakan
6. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit
4. Diagnosa : Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan
dengan diseksi arteri (00201)
NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : E – Cardiopulmonary
Outcomes : 0406 Tissue Perfusion: Cerebral
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan selama 2x24 jam ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil:
1. Tekanan intrakranial dalam batas normal
2. Ditemukan Angiogram serebral dalam batas normal
3. Tidak ditemukan penurunan kesadaran
4. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang yang diharapkan
5. Menunjukkan konsentrasi dan orientasi
6. Bebas dari aktivitas kejang
7. Tidak mengalami nyeri kepala
NIC
Domain : 4. Safety
Classes : V. Risk Management
Interventions : 6680 Vital Signs Monitoring
Intervensi :
1. Pantau tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
2. Pantau tekanan darah setelah pasien telah mengambil obat
3. Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan sebelum, selama dan setelah
aktivitas
4. Memantau warna kulit, suhu, dan kelembaban
5. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur, nyeri kepala
6. Monitor level kebingungan dan orientasi
7. Monitor tonus otot pergerakan
8. Monitor tekanan intrkranial dan respon nerologis
9. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
5. Diagnosa : Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan perawatan di rumah (00126).
NOC
Domain : IV- Health Knowledge & Behavior
Classes : S. Health Knowledge
Outcomes : 1803 Knowledge: Disease Process
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam pasien
menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang karakteristik
penyakit tersebut
2. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyebab dan
faktor yang berisiko
3. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang efek fisiologis
penyakit
4. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali strategi untuk
meminimalkan perkembangan penyakit
5. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : S. Patient Education
Interventions : 5510 Health Education
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaiman hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan
cara yang tepat
4. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat
5. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
6. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
6. Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
gangguan sistem saraf pusat (00051)
NOC
Domain : II- Physiologic Health
Classes : J. Neurocognitive
Outcomes : 0903 Communication: Expressive
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien
menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu menggunakan bahasa lisan: vokal
2. Pasien mampu berbicara dengan jelas
NIC
Domain : 3. Behavioral
Classes : Q. Communication Enhancement
Interventions : 4976Communication Enhancement: Speech Deficit
1. Pantau kecepatan bicara, tekanan, kecepatan, kuantitas, volume, dan
diksi
2. Pantau kognitif, anatomi dan proses fisiologis yang berhubungan dengan
kemampuan bicara
3. Pantau pasien untuk frustrasi, marah, depresi, atau tanggapan lain untuk
kemampuan bicara
4. Kenali perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi
5. Memberikan metode alternatif komunikasi bicara
6. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien
7. Anjurkan pasien untuk berbicara perlahan
8. Berkolaborasi dengan keluarga dan bahasa bicara patologi atau terapis
untuk mengembangkan rencana untuk komunikasi yang efektif

DAFTAR PUSTAKA

1. Mumenthaler M, Heinrich M, and Ethan T. Fundamentals Of Neurology An


Illustrated Guide. New York: Thieme; 2006.
b. Institute of Physiology and Pathophysiology, Johannes Gutenberg-University,
Mainz, Germany. 2007. Handbook of Clinical Neurology; Pain and
hyperalgesia: definitions and theories.
c. J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD, Medscape reference.
Disease, drugs, and Procedure. Trigeminal Neuralgia in Emergency
Medicine.
d. Wilkinson,M,Judith.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
e. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
f. Corwin, Elizabeth J. 2001. Patofisiologi. Jakarta : EGC
g. Latief, abdul dkk. 2007. Ilmu kesehatan anak. Jakarta : bagian ilmu
kesahatan anak fakultas kedokteran universitas IndonesiaPutz R dan Pabst R.
1997. sobota. Jakarta : EGC
h. Sumber : Elita Mardiani. faktor – faktor risiko prenatal dan perinatal
kejadian cerebral palsy. 2006 : program studi epidemiologi program
pascasarjana universitas diponegoro semarang (diakses 16 maret 2016 pukul
14:14)

Anda mungkin juga menyukai