Anda di halaman 1dari 55

 Sindrom neuropsikiatrik kompleks yang reversibel

 Komplikasi penyakit hati akut atau kronik


 Berhubungan dengan gangguan fungsi hepatoseluler
atau akibat pintasan sistemik atau keduanya
 Spektrum EH sangat luas
tidak ada simptom  ringan  koma
 Gambaran klinis :
 gangguan kesadaran
 gangguan personalitas
 gangguan intelektual
 gangguan bicara
 Prevalensi penderita EH sulit ditentukan  belum ada tes
definitif untuk memastikan diagnosis

 Dapat subklinis  prevalensi terbanyak pada sirosis


hepatis

 40% penderita sirosis hepatis  EH


Ensefalopati Hepatik ( EH )
 Sindrom neuropsikiatrik kompleks pada penderita
penyakit hati berat ditandai dengan gangguan kesadaran
dan kelakuan, perubahan kepribadian, gejala neurologik
yang berfluktuasi, serta perubahan nyata dari EEG.

 Mrp gangguan fungsional dari otak yang potensial


reversibel dengan gejala neurologis dan psikiatris yang
dapat timbul dalam berbagai tingkat keparahan dan
dalam kombinasi yang berbeda-beda
Prevalensi penderita EH masih sulit ditentukan
Penderita gagal hati akut FHF  mengalami EH secara
klinis
penderita sirosis  EH subklinis (dengan tes 30-80%
psikometri)
:Menurut cara terjadinya
a. EH tipe akut
b. EH tipe kronis
:Menurut faktor etiologinya
a. EH primer/endogen: terjadi tanpa faktor pencetus
b. EH sekunder/eksogen: terjadi dgn adanya faktor
pencetus pada penderita yang telah mempunyai
kelainan hati
Faktor-faktor pencetus

 Peningkatan beban nitrogen:


- perdarahan saluran cerna
- makanan tinggi protein
- konstipasi

 Gangguan keseimbangan elektrolit:


- hiponatremi
- hipokalemi
- alkalosis
Faktor-faktor pencetus

 Obat-obatan:
- sedative
- diuretik
- narkotika

 Infeksi:
- peritonitis bakteri spontan
- pneumonia
- infeksi saluran kemih
Faktor-faktor pencetus

 Lain-lain:
- pembedahan
- perburukan penyakit hati
- dehidrasi
- gangguan fungsi ginjal
Metabolisme amonia

 Amonia diproduksi di traktus gastrointestinal oleh bakteri  degradasi


asam amino, amin, purin dan urea
 Amonia didetoksifikasi di hati dan dikonversi menjadi urea
 Metabolisme amonia pada organ-organ:

a. Usus
 tempat utama produksi amonia
 tujuan terapi utama dalam mengurangi amonia dengan absorbsi atau
produksi dari usus
 organ utama yang mengkonsumsi glutamin
b. Hati
 jalur metabolisme urea dan glutamin dilakukan terbagi di asinus
 detoksifikasi amonia dilakukan pada dua tempat terpisah
1. sintesis urea pada siklus urea pada periporta pada hepatosit
2. sintesis glutamin pada hepatosit perivena

c. Otot
 aktivitas glutamin sintetase pada otot skletal rendah
 massa relatif lebih besar dibanding organ lain  organ penting
dalam sintesa glutamin
 amonia dapat diambil dan dilepaskan dari otot
d. Ginjal
 berperan dalam pengaturan keseimbangan asam basa, elektrolit dan
ekskresi produk-produk akhir.
 Ekskresi urin dalam pengeluaran nitrogen dalam bentuk urea,
kreatinin dan amonia
 memiliki glutaminase maupun glutamin sintetase yang dapat
mensintesa maupun degradasi glutamin
 mengeluarkan amonia pada sirkulasi sistemik

e. Otak
 tidak ada siklus urea di otak, amonia di metabolisme dengan jalur
yang berbeda
 astrosit merupakan tempat detoksifikasi amonia
 eliminasi amonia dengan sintesis glutamin melalui amidiasi glutamat
oleh glutamin sintetase
f. Metabolisme amonia antar organ pada keadaan sirosis
 hiperamonia pada pasien sirosis dengan metabolik yg stabil lebih
banyak terjadi pd pintas portosistemik dan produksi amonia ginjal
 otot skletal memindahkan amonia dari sirkulasi lebih banyak
daripada hati yang mengalami sirosis.

g. Metabolisme amonia antar organ pada sirosis setelah perdarahan


saluran cerna bagian atas
 Dilakukan penelitian dengan simulasi perdarahan saluran cerna
bagian atas pada pasien dengan sirosisdan TIPSS, dengan infus
cairan asam amino intragastrik yang menyerupai molekul
hemoglobin.
 Kesimpulannya peningkatan produksi amonia ginjal menyebabkan
hiperamonia baik dalam simulasi perdarahan atau pada keadaan
perdarahan nyata sal cerna bagian atas pd pasien dengan sirosis
Hipotesis Amonia
 Hampir seluruh pasien dgn EH, konsentrasi amonia ↑
 Ada hubungan ↑ amonia dengan gejala EH
 Penurunan amonia memperbaiki gejala & tanda
 Alzheimer astrositosis tipe II (edema nukleus yang besar dan
marginasi dari kromatin)
 Metabolisme otak terganggu  ↑ sintesis glutamin & sintesis
ketoglutarat.
Hipotesis GABA
 GABA  NT inhibitor penting di otak dan reseptor GABA ditemukan
di neuron dan astrosit  efek neurodepresan.
 Ketidakseimbangan antara asam amino, neurotransmitter yg
merangsang dan menghambat fungsi otak merupakan faktor yang
berperan pada terjadinya EH
 Neurotransmitter yang mempunyai efek merangsang↓, mis :
glutamat, aspartat dan dopamin  akibat meningkatnya amonia
dan GABA yang menghambat transmisi impuls
Hipotesis Toksisitas Sinergis
 Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia
seperti merkaptan, oktanoid, fenol dll
 Merkaptan  berperan menghambat NaK-ATP-ase
 Oktanoid  efek metabolik , mis : ggn oksidasi, fosforilasi dan
penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK-
ATP-ase  EH reversibel
 Fenol  dapat menekan aktivitas otrak dan enzim hati  sinergi
dengan amonia  EH
Manifestasi klinis
 Dari asimtomatik hingga koma hepatik
 Biasanya didahului dekompensasi hati dan adanya faktor pencetus
berupa kedaan amoniagenik
 Tergantung pada keadaan dan beratnya etiologi serta faktor
pencetus
 Gangguan kesadaran disertai gangguan tidur sering ditemukan.
Hipersomnia pada awal berlanjut inversi irama tidur.
Manifestasi klinis
 Pengurangan gerakan spontan , apatis, gerakan dan ketangkasan
melambat  tanda dini
 Perubahan kepribadian sangat mencolok, berupa sifat kekanak-
kanakan, mudah tersinggung dan kehilangan perhatian terhadap
keluarga
 Kemunduran intelektual bervariasi dari gangguan fungsi mental
organik yang ringan sampai konfusio yang nyata
Manifestasi klinis
 Bicara lambat dengan bunyi seperti tertelan serta suara monoton
 Tanda neurologis yang khas flapping tremor , gerakan yang tidak
sengaja oleh perubahan neuromuskuler  asteriksis
Perkembangan EH menjadi koma :
Stadium I
 Tidak begitu jelas dan mungkin sukar diketahui
 Tanda yang berbahaya  sedikit perubahan kepribadian dan
tingkah laku, termasuk penampilan yang tidak terawat, pandangan
mata kosong, bicara tidak jelas, tertawa sembarangan, pelupa dan
tidak mampu memusatkan pikiran
Stadium II
 Lebih menonjol dari stadium I dan mudah diketahui.
 Terjadi perubahan perilaku yang tidak semestinya dan
pengendalian sfingter tidak dapat terus dipertahankan
 Asteriksis atau flapping tremor dapat dicetuskan

Stadium III
 Mengalami kebingungan yang nyata dengan perubahan perilaku
 Penderita dapat tidur sepanjang waktu
 EEG menjadi abnormal pada stadium III & IV
Stadium IV
 Penderita koma
 Timbul refleks hiperaktif dan tanda Babinsky
 Fetor hepatikum dapat tercium pada napas penderita
Laboratorium
 Tidak spesifik
 Menyingkirkan penyebab lain atau konfirmasi faktor pencetus
 Yang paling informatif  amonia dalam darah
Laboratorium
 Hematologi: Hb, Ht, Lekosit,eritrosit, trombosit, hitung jenis, faal
hemostasis
 Biokimia darah: uji faal hati, uji faal ginjal, atas indikasi : HBs Ag,
anti HCV, AFP, elektrolit, analisa gas darah
 Amonia darah
 Urin dan tinja rutin
Tingkat ensefalopati berdasarkan amonia darah

DBN (< 150μgram/ dl) Grade 0


151 – 200 Grade 1
201 – 250 Grade 2
251 – 300 Grade 3
> 300 Grade 4
EEG
terlihat peningkatan amplitudo dan menurunnya jumlah siklus
gelombang perdetik

Tingkat ensefalopati berdasarkan frekuensi Gelombang EEG

8,5 – 12 siklus perdetik Grade 0


7 – 8 siklus perdetik Grade 1
5 – 7 siklus perdetik Grade 2
3 – 5 siklus perdetik Grade 3
3 siklus perdetik atau negative Grade 4
membantu menilai tingkat kemampuan intelektual pasien EH subklinis
penggunaannya sangat sederhana, mudah dilakukan
NCT (Number Connection Test) atau UHA (Uji Hubung Angka)
menghubungkan angka dari 1-25, diukur lama penyelesaian
dalam detik
15 – 30 detik Grade 0
31 – 50 detik Grade 1
51 – 80 detik Grade 2
81 – 120 detik Grade 3
>120 detik Grade 4
,L-ornithin-L-aspartate in the Therapy of Hepatic Encephalopathy, Merz Pharma, Frankfurt (
)Germany, 1995;9-Tab.1
Critical Flicker Frequency (CFF) Test
 Penderita diberi rangsangan/kedipan cahaya dengan frekuensi
meningkat atau menurun
 Pada kedipan dengan frekuensi meningkat akhirnya penderita
melihat cahaya konstan
 Angka ini menunjukkan skor gradasi EH
 Test ini tidak dipengaruhi jenis kelamin, pekerjaan, tingkat
pendidikan, hanya sedikit dipengaruhi usia
 Dapat mediagnosa EH minimal dengan sensitifitas dan spesifisitas
yang tinggi
MRI dan CT Scan
 MRI dapat mendeteksi edema serebral pada EH, meski derajat
rendah
 CT Scan kepala dapat mengidentifikasi kondisi yang menyerupai
atau memperburuk EH, mis: hematoma subdural, atau kasus
serebrovaskuler
 Koma akibat intoksikasi obat-obatan (sedative, antidepresi,
antipsikotik), alkohol (keracunan akut dan Ensefalopati Wernicke)
 Trauma kepala, mis: komosio serebri, kontusio serebri
 Tumor otak
 Infeksi, mis: meningitis, ensefalitis, abses intrakranial
 Koma akibat ggn metabolisme, mis: uremia, koma hipoglikemia,
hiperglikemia
 Epilepsi
 Hiperamonemia karena sebab yang lain
 Sindroma otak organik
Tatalaksana Umum
1. Mengobati penyakit dasar (jika mungkin)
2. Mengidentifikasi & menghilangkan faktor pencetus
3. Mencegah/mengurangi toksin ke dalam otak
• Mengurangi asupan protein
• Laktulosa, antibiotika
• Membersihkan saluran cerna bawah

4. Upaya suportif  cukup kalori & atasi komplikasi, mis: hipoglikemi,


perdarahan saluran cerna, keseimbangan elektrolit
Tindakan Umum

1. Penderita stadium III & IV  perawatan suportif yang intensif :


 tirah baring
 bebaskan jalan napas
 Oksigen
 pasang kateter
2. Pemantauan kesadaran, neuropsikiatri, kardiopulmonal, ginjal,
keseimbangan elektrolit, asam basa
3. Pemberian kalori 2000 kal/hari atau lebih pada fase akut bebas
protein
Tatalaksana khusus

1. Mengurangi pemasukan protein


 batasi protein  protein ↑, amonia ↑
 Diet tanpa protein untuk stadium III & IV
 Diet rendah protein untuk stadium I & II
2. Mengurangi populasi bakteri kolon
 Laktulosa 30-50 cc, pemberian 1-2 X/hari
 Pengosongan usus dengan lavement 1-2 X/hari : lar. Laktulosa 20%
atau Neomisin 1% sampai didapat pH=4
Tatalaksana khusus

 Antibiotika :
a. Neomisin: 4 X 1-2gram/hari. Diberikan setelah pemberian
laktulosa
b. Metronidazol, Vancomisin oral, Paromomycin, Quinolon oral
c. Rifaximin : 3 X 400 mg/hari
Tatalaksana khusus
3. Asam Amino Rantai Cabang (AARC)
Tujuan :
 mendapat energi
 memperbaiki sintesis katekolamin
 mengurangi AAA
 dgn dextrose hipertonik  hiperaminosidemia↓
Struktur kimia L-Ornithine-L-Aspartate

 LOLA  garam stabil dari asam amino Ornithine & Aspartate.


 Rumus kimianya C9H19N3O6
 (S) – 2,5 – diaminopentanoic acid – (S) 2 amino succinate
 Manfaat pemberian LOLA pada hati diduga melalui mekanisme :
a. stimulasi residual sintesis urea oleh L-Ornithine
melalui siklus urea
b. stimulasi sintesis glutamin oleh otot skeletal
Efek L-Ornithine-L-Aspartat pada sintesis urea dan glutamin
 Penyakit dgn ggn detoksifikasi hepar  ada gejala EH, prekoma &
koma
 EH grade 0 / I  6-9 gr, LOLA oral, 3 x sehari
 EH grade II  20 gr LOLA dalam 450 cc infus, laju pemberian
maksimal 5 gr/jam
 Pre koma & koma  hingga 40 mg/24 jam
 tidak boleh diberikan pada ggn ginjal berat  kreatinin < 3 mg/dl
5. Obat-obat lain :
 Zinc
 mempunyai potensi meningkatkan aktivitas ornithine
transcarbamylase
 Zinc sulfat dan zinc acetate 600 mg/hari  efektivitas masih dalam
penelitian
 Sodium benzoate, Sodium phenylbuthyrate, Sodium
phenilacetate.
 Sodium benzoate berinteraksi dengan glycine untuk membentuk
hippurate. Ekskresinya di ginjalmenyebabkan hilangnya amonia.
 Dosis 5 g oral, 2 kali sehari efektif mengendalikan EH
 penggunaan dibatasi  risiko over load dan rasanya yang tidak
enak.
 Sodium phenylbutyrate dikonversi menjadi phenylacetate.
Phenylacetate beraksi dengan glutamin membentuk
phenylacetylglutamine dikeluarkan melalui urine bersama
dengan amonia.
 Sodium phenylbutyrate & sodium phenylacetate IV kombinasi dgn
Na benzoate  terapi hiperamonia akibat rusaknya siklus urea
 Flumazenil.
 Antagonis reseptor benzodiazepin
 Tidak digunakan secara rutin  ES : kejang, mual, muntah,
agitasi

 Bromocriptine
 Stimulasi reseptor dopamin
 Dosis 30 mg 2 x sehari  pasien dgn gejala ekstrapyramidal yang
refrakter dengan terapi sebelumnya
 Mangan
 Menumpuk pada globus pallidus penderita EH  terdeteksi
dengan MRI
 Mekanisme kerja sinergik dengan NH3  aktifkan reseptor
benzodiazepine perifer dan GABA ergic
Transplantasi hati

 salah satu indikasi transplantasi hati  EH kronik persisten


 Diperkirakan 4-5% penderita EH memerlukan transplantasi hati
 Kontra indikasi : sirosis kompensata, keganasan diluar hati dan
sistem bilier, infeksi ekstrahepatik yg berat
Prognosis
Prognosis penderita EH tergantung dari :
a. Penyakit hati yang mendasari
b. Faktor pencetus
c. Usia
d. Gizi
e. Derajat kerusakan parenkim hati
f. Kemampuan regenerasi hati
 Ensefalopati hepatik  sindrom neuropsikiatrik kompleks pada
penderita penyakit hati berat yg ditandai dgn ggn kesadaran &
kelakuan, perubahan kepribadian, gejala neurologik yang
berfluktuasi, serta perubahan EEG.
 Amonia menjadi sentral patogenesis terjadinya EH
 Pemeriksaan penunjang EH : kadar amonia darah, EEG, tes
psikometri, CFF test, MRI dan CT Scan
 CFF test dapat mendiagnosa EH minimal  sensitifitas dan
spesifisitas tinggi
 Penatalaksanaan EH :
1. Mengobati penyakit dasar (jika mungkin)
2. Mengidentifikasi & menghilangkan faktor pencetus
3. Mencegah/mengurangi toksin ke dalam otak
• Mengurangi asupan protein
• Laktulosa, antibiotika
• Membersihkan saluran cerna bawah
4. Upaya suportif  cukup kalori & atasi komplikasi, mis: hipoglikemi,
perdarahan saluran cerna, keseimbangan elektrolit
 Transplantasi hati  indikasi EH kronik persisten
Hipotesis Neurotransmiter Palsu
 Pada otak terdapat neurotransmitter dopamin dan noradrenalin
 Pada keadaan gangguaan fungsi hati, neurotransmitter otak akan diganti oleh neurotransmitter palsu mis : oktapamin dan feniletanolamin
 ↑ asam amino aromatik & ↓ asam amino rantai cabang
 Mengganggu kerja NT asli di otak, ginjal & sirkulasi perifer
Kemungkinan pengaruh neurotransmiter palsu pada otak

Anda mungkin juga menyukai