A. DEFINISI
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada
penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga
berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa
adanya kelainan pada otak yang mendasarinya.1
B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, prevalensi EH minimal (grade 0) tidak diketahui dengan pasti karena
sulitnya penegakan diagnosis, namun diperkirakan terjadi pada 30%-84% pasien sirosis
hepatis. Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mendapatkan prevalensi EH minimal
sebesar 63,2% pada tahun 2009. Data pada tahun 1999 mencatat prevalensi EH stadium 2-4
sebesar 14,9%.1
otak dan mengganggu metabolisme otak. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ammonia
secara invitro akan merubah loncatan klorida melalui membrane neural dan akan
mengganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Selain itu, ammonia dalam proses
detoksikasi akan menekan eksitasi transmitter asam amino, aspartat, dan glutamate pada
sel saraf.
Ensefalopati hepatikum yang paling umum ditemukan adalah pada keadaan gagal
hati kronik pada sirosis hepatis, proses yang terjadi berjalan lambat seiring dengan
perjalanan penyakitnya. Varises esophagus yang rupture merupakan predisposisi utama
yang meningkatkan kejadian ensefalopati hepatikum, Darah yang mengalir dalam
saluran cerna berjumlah cukup banyak karena berasal dari tempat bertekanan tinggi
akibat hipertensi porta, sehingga banyak pula protein globin darah yang akan
metabolisme oleh bakteri usus menjadi amonia kemudian diserap oleh tubuh.
2. Hipotesis Toksisitas sinergik
Neurotransmitter lain yang mempunyai efek sinergis dengan ammonia seperti
merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain lain. Merkaptan yang
dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan menghambat NaK ATP-ase .
asam lemak rantai pendek seperti oktanoid mempunyai efek metabolic seperti gangguan
oksidasi, fosforilasi, dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK
ATP-ase sehingga dapat mengakibatkan ensefalopati hepatikum reversible.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas
otak dan enzim hati monoamine oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehirogenase,
prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti ammonia yang mengakibatkan
ensefalopati hepatikum. Senyawa senyawa tersebut akan memperkuat toksisitas dari
ammonia.
3. Hipotesis Neurotransmitter palsu
Pada kerusakan hati, neurotransmiter otak, dopamine dan nor-adrenalin, akan
diganti oleh neurotransmitter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin yang lebih
lemah dari neurotransmitter aslinya. Keadaan ini yang akan menyebabkan ensefalopati
hepatikum. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah:
a. Pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi
oktapamin yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak.
2
b. Penurunan asam amino rantai cabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin, isoleusin
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam amino aromatic (AAA) seperti
tirosin, fenilalanin, dan triptopan karena penurunan ambilan hati. Rasio normal
BCAA:AAA (Fisischer ratio) adalah 3 3,5 bisa mencapai 1,0 pada gagal hati, ratio
ini penting dipertahankan untuk konsentrasi neurotransmitter pada susunan saraf.
4. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Ketidakseimbangan antara asam amino dari neurotransmitter yang akan
merangsang dan menghambat fungsi otak akan menyebabkan ensefalopati hepatikum.
Dalam hal ini terjadi penurunan neurotransmitter perangsang seperti glutamate, aspartat
dan dopamine sebagai akibat meningkatnya ammonia dan gama aminobutirat (GABA)
yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA meningkat bukan akibat meningkatnyan
influx otak tetapi akibat perubahan reseptor GABA oleh suatu substansi yang mirip
benzodiazepine (benzodiasepin-like substances)
Glukagon
Tingginya glucagon berperan pada peningkatan beban nitrogen, karena hormone
ini melepas asam amino aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya
glukoneogenesis. Kadar glucagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme
pada penyakit hati terutama jika terdapat sirkulasi kolateral.
Perubahan permeabilitas sawar otak
Permeabilitas sawar darah otak berubah pada pasien sirosis hepatis dekompensata,
sehingga lebih mudah ditembus oleh metabolit seperti neurotoksin. Terdapat 5 proses
yang terjadi di otak sebagai mekanisme EH :
1)
2)
3)
4)
5)
D. MANIFESTASI KLINIS
Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis dan
psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH memperlihatkan gangguan pada tes
3
psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan kemampuan visuospasial.
Dengan berjalannya penyakit, pasien EH mulai memperlihatkan perubahan tingkah laku dan
kepriba dian, seperti apatis, iritabilitas dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi
motorik yang nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat
memperlihatkan disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai
dan fase kebingungan akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke
dalam koma.4
Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel 1). Stadium
EH dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk dalam EH covert serta
derajat 2-4 masuk dalam EH overt, seperti pada tabel 1.4,5
Tabel 1. Stadium ensefalopati hepatik sesuai kriteria West Haven
E. DIAGNOSA
Diagnosis mulai ditegakkan jika telah tampak tanda tanda klinis berupa kekacauan
tingkah laku, atau untuk kasus yang gawat, diagnosis harus ditelusuri dengan pemeriksaan
amonia rutin karena perkembangan perburukan yang cepat (misalnya pada hepatitis
fulminan).5
Normal
Tingkat I
31 50 detik
Tingkat II
51 80 detik
Tingkat III
81 120 detik
Tingkat IV
Tingkat 0
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
Tingkat IV
Tingkat 0
< 150
Tingkat 1
151 200
Tingkat 2
201 250
Tingkat 3
251 300
6
Tingkat 4
> 300
F. PENATALAKSANAAN2,6,7
Terlebih dahulu harus diperhatikan apakah ensefalopati hepatikum tersebut terjadi primer
atau sekunder akibat faktor pencetus. Prinsip penatalaksanaan:
1. Mengobati penyakit dasar hati
Jika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis virus. Jika telah
terjadi sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini sulit dilakukan, karena seluruh
parenkim hati telah rusak dan digantikan oleh jaringan fibrotic, terapi terakhir adalah
transplantasi hati.
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan factor factor pencetus.
3. Mengurangi produksi ammonia Mengurangi asupan protein makanan
Antibiotik Neomycin: adalah antibiotic yang bekerja local dalam saluran pencernaan merupakan
obat pilihan untuk menghambat bakteri usus. Dosis 4x 1 2 g/hari (dewasa) atau dengan
Rifaximin (derivate Rimycin) dosis: 1200 mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup
efektif.
Laktulosa: berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi asam organik oleh
bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3 dalam kolon dan merubahnnya
menjadi ion ammonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion ammonium
diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari: 30 50 cc per jam hingga terjadi
diare ringan.
Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 0,5 gram / hari.
Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari : dapat dipakai katartik osmotic seperti
MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan neomysin 1 %
sehingga didapat pH asam = 4 ) Membersihkan saluran cerna bagian bawah.
4)
Upaya suportif III dan IV perlu perawatan supportif yang intensif : perhatikan posisi
berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter foley untuk balance
cairan. Jika terdapat rupture varises esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.
Diet tinggi kalori : jus buah atau infuse dextrose IV. 2000 kal/hari.
7
Pemberian Vit B
Mencegah dehidrasi : cukupkan asupan cairan (hitung balance cairan)
Asupan protein dikurangi atau dihentikan sementara. Stadium I II diet rendah protein (beri
nabati) 20 gram/hari. Stadium III IV tanpa protein. Pemberian protein setelah fase kritis
disesuaikan dengan klinis penderita dan ditingkatkan perlahan mulai 10 gram hingga
maintenance (40 -60 gram/hari). Sumber protein utama dari asam amino rantai cabang
yang diharapkan akan menyeimbangkan neurotransmitter asli dan palsu. Tujuan lainnya
yaitu : 1) untuk mendapatkan energy tanpa memperberat fungsi hati. 2) mengurangi asam
amino aromatic dalam darah . 3) memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer.
4) asam amino rantai cabang dengan dekstrose hipertonik akan mengurangi
hiperaminosidemia.
Rincian pemberian nutrisi parenteral :
AARC = Comafusin hepar atau campuran AAA dalam AARC (Aminoleban) : 1000cc/
hari.
LAPORAN KASUS
Nama
: Tn. EHS
Jenis Kelamin : Pria
Umur
: 78 tahun
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl. Bentengan no. 28 Rt 004/Rw 001 Kel. Makassar, Jakarta
Masuk tanggal: 18/01/2016
ANAMNESIS
AUTO / ALLO
: Alloanamnesa
TANGGAL : 18/01/2016
KELUHAN UTAMA
: Sesak napas
KELUHAN TAMBAHAN
: Nyeri ulu hati, muntah hitam, batuk berdahak, BAB hitam
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
:
OS datang dengan keluhan sesak napas tiba-tiba. Sesak yang dirasakan seperti ditimpa
beban berat, tidak disertai dengan nyeri dada.
Selain itu, pasien juga mengeluh batuk berdahak warna putih 1 minggu, mual (+),
muntah (+) 1x warna hitam, nyeri ulu hati (+), BAB warna hitam, BAK tidak ada keluhan.
PENYAKIT DAHULU
: Pasien pernah didiagnosis menderita sakit liver dan paru-paru
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
RR
Status Generalis
Kepala
: Normocephali, SI +/+, CA +/+
Leher
: KGB tidak teraba membesar
Thorax
:
I: Pergerakan dinding dada simetris ka=ki
P: Vocal fremitus simetris ka=ki
P: Sonor ka=ki
A: BND vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
I
: Perut tampak buncit
9
A
P
P
Ekstremitas
: BU (+) 5x/menit
: Timpani, NK (-)
: NT (+) regio epigastrium dan hipokondria dextra, hepar dan lien tidak
teraba
: Akral hangat, CRT <2, edema - + +
PEMERIKSAAN LAB
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
Natrium
Kalium
Chlorida
Ureum darah
Creatinin darah
Gula darah sewaktu
HASIL
5,1 gr/dl
25.500/uL
15,6 %
293.000/uL
125 mmol/L
5,2 mmol/L
105 mmol/L
106 mg/dL
1.38 mg/dL
98 mg/dL
DIAGNOSIS KERJA
Susp. hepatoma
Acute on CKD
Anemia
Hiponatremia
TERAPI
Diet: Lunak
24 jam
FOLLOW UP DI RUANGAN
19 Januari 2016
Subjective Objective
Assessment
Planning
Muntah
Hepatoma
Foto thorax
Hematemesis melena
Px SGOT/SGPT
Electrolyte imbalance
Anemia
IVFD:
TD:90/60mmHg
S: 37,3C
I Renosan
vesikuler, rh -/-, wh
I NaCl 3%
murmur -, gallop
24 jam
MM/
Abdomen: tampak
buncit, BU (+)
4x/menit, timpani,
NK -, NT +
epigastrium,
hepar/lien tidak
- Sucralfat syr 4x 2 C
teraba
Subjective Objective
Assessment
Planning
11
Hepatoma
Terapi lanjut
N: 88 x/menit
Hematemesis melena
S: 37,5C
Electrolyte imbalance
RR: 22 x/menit
Anemia
g/dL
21 Januari 2016
Subjective Objective
Assessment
Planning
BAB
PSE
hitam (+)
N: 110 x/menit
Melena
s/d Hb 10 gr/dL
S: 38,2C
Sirosis hati
STOP
RR: 28 x/menit
Anemia
Electrolyte imbalance
timpani,
NK
-,
NT
22 Januari 2016
Subjective
Objective
Assessment
Planning
13
Batuk (+)
PSE
Ro thorax PA batal
Sesak (+)
N: 100 x/menit
Melena
Anemia
Cek
Electrolyte imbalance
elektrolit ulang
BAB
hitam S: 36,0C
(+)
RR: 20 x/menit
wh -/-
hepar
hepatoma
UL,
albumin,
dd
tambah
HASIL
124 mmol/L
4,0 mmol/L
108 mmol/L
2,5 g/dL
HASIL
Kuning tua
1,020
6,0
14
Bilirubin
Aseton
Reduksi
Urobilinogen
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Bakteri
Silinder
Kristal
1,0
1 2 /LPB
0 1 /LPB
+1
-
23 Januari 2016
Subjective
Objective
Assessment
Planning
Batuk (+)
PSE
Lemas (+)
N: 72 x/menit
Melena
Th/ teruskan
Sesak (+)
RR: 24 x/menit
Anemia
S: 36C
Electrolyte imbalance
Omeprazole, neurobion
Pneumonia
stop
IVFD:
24 jam
II Futrolit
4x/menit, timpani, NK -, NT +
hepar/lien
I Renosan
dd
I NS 0,9% + 2 amp
tidak
hepamers / 24 jam
teraba
25 Januari 2016
Subjective
Objective
Assessment
Planning
Sesak (+)
PSE
Th/ teruskan
Lemas (+)
N: 80 x/menit
Melena
15
Kembung (+)
BAB
RR: 18 x/menit
hitam S: 36,5C
(+)
Anemia
Electrolyte imbalance
Pneumonia
dd
massa
26 Januari 2016
Subjective
Objective
Assessment
Planning
Sesak (+)
PSE
Th/ teruskan
Batuk (+)
N: 90 x/menit
Melena
Kembung (+)
RR: 20 x/menit
Anemia
S: 36,5C
Electrolyte imbalance
Klisma stop
Pneumonia
dd
massa
Hipoalbuminemia
27 Januari 2016
Subjective
Objective
Assessment
Planning
16
Sesak (+)
Sirosis
hepatis
Batuk (+)
N: 80 x/menit
RR: 22 x/menit
Hematemesis melena
S: 36,7C
Anemia
Pneumonia
dd
ddTh/ teruskan
massa
28 Januari 2016
Subjective
Objective
Sesak (+)
Mual (+)
Muntah hitam (+)
Assessment
Planning
Sirosis
hepatis
ddTh/ teruskan
hepatoma + ensefalopati Pro pasang NGT diet:
Hematemesis melena
SV 5x200 cc menolak
Anemia
IVFD:
Mata: CA: +/+
Pneumonia dd massaI Renosan
24 jam
Thorax: BND vesikuler, rh paru kanan
II Futrolit
Hipoalbuminemia
I
NS
0,9%
+
+/+, wh -/-, BJ I & II
Ondancetron 16 mg /24
regular, murmur -, gallop
jam
Abdomen: tampak buncit,
Transfusi PRC 1 kantong
BU (+) 4x/menit, timpani,
Diet cair bila NGT
NK -, NT + epigastrium,
menolak
hepar/lien tidak teraba
29 Januari 2016
Subjective
Objective
Assessment
Planning
17
Sesak (+)
Sirosis
hepatis
N: 84 x/menit
hepatoma
RR: 24 x/menit
Ensefalopati
S: 37,0C
Hematemesis melena
IVFD:
Anemia
I Renosan
dd
ddTh/ lanjutkan
paru kanan
I RL
Hipoalbuminemia
Inhalasi
ventolin
pulmicort 3x sehari
NK -, NT + epigastrium,
hepar/lien tidak teraba
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan I, Araminta AP. Ensefalopati Hepatik: Apa, Mengapa dan Bagaimana? Medicinus
2014;27(3):1-8
2. Jubir N. Koma hepatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p
677-80
3. Wolf
DC,
BS
Anand.
Hepatic
Encephalopathy.
Diunduh
dari
opportunities,
J.
Steroid
Biochem.
Mol.
Biol.
(2015),
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsbmb.2015.11.006
19