Anda di halaman 1dari 19

ENSEFALOPATI HEPATIKUM

A. DEFINISI
Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang dapat terjadi pada
penyakit hati akut dan kronik berat dengan beragam manifestasi, mulai dari ringan hingga
berat, mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta penurunan kesadaran tanpa
adanya kelainan pada otak yang mendasarinya.1

B. EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, prevalensi EH minimal (grade 0) tidak diketahui dengan pasti karena
sulitnya penegakan diagnosis, namun diperkirakan terjadi pada 30%-84% pasien sirosis
hepatis. Data dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo mendapatkan prevalensi EH minimal
sebesar 63,2% pada tahun 2009. Data pada tahun 1999 mencatat prevalensi EH stadium 2-4
sebesar 14,9%.1

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Patogenesis ensefalopati hingga saat ini belum diketahui secara pasti, namun
Sherlock, 1989, mengemukakan konsep umum patogenesisnya yaitu ensefalopati hepatikum
terjadi akibat akumulasi dari sejumlah zat neuroaktif dan kemampuan komagenik dari zat
zat tersebut dalam sirkulasi sistemik. Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan antara
lain:2-4
1. Hipotesis amonia:
Hati merupakan organ penting dan satu satunya yang berperan dalam
detoksifikasi zat zat berbahaya. Salah satu zat toksik yang harus dirubah hati adalah
NH3 yang merupakan hasil deaminase asam amino dan perubahan akibat kerja bakteri
usus yang mengandung urease terhadap protein, NH3 selanjutnya diubah menjadi urea
pada sel hati periportal dan menjadi glutamine pada sel hati perivenus, sehingga jumlah
ammonia yang masuk sirkulasi dikontrol dengan baik. Dalam keadaan dimana amonia
tidak dimetabolisme oleh hati akibat kerusakan sel hati maupun akibat pintasan portal ke
sistemik tanpa melewati hati, maka amonia yang beredar dapat menembus sawar darah
1

otak dan mengganggu metabolisme otak. Beberapa peneliti melaporkan bahwa ammonia
secara invitro akan merubah loncatan klorida melalui membrane neural dan akan
mengganggu keseimbangan potensial aksi sel saraf. Selain itu, ammonia dalam proses
detoksikasi akan menekan eksitasi transmitter asam amino, aspartat, dan glutamate pada
sel saraf.
Ensefalopati hepatikum yang paling umum ditemukan adalah pada keadaan gagal
hati kronik pada sirosis hepatis, proses yang terjadi berjalan lambat seiring dengan
perjalanan penyakitnya. Varises esophagus yang rupture merupakan predisposisi utama
yang meningkatkan kejadian ensefalopati hepatikum, Darah yang mengalir dalam
saluran cerna berjumlah cukup banyak karena berasal dari tempat bertekanan tinggi
akibat hipertensi porta, sehingga banyak pula protein globin darah yang akan
metabolisme oleh bakteri usus menjadi amonia kemudian diserap oleh tubuh.
2. Hipotesis Toksisitas sinergik
Neurotransmitter lain yang mempunyai efek sinergis dengan ammonia seperti
merkaptan, asam lemak rantai pendek (oktanoid), fenol, dan lain lain. Merkaptan yang
dihasilkan dari metionin oleh bakteri usus akan berperan menghambat NaK ATP-ase .
asam lemak rantai pendek seperti oktanoid mempunyai efek metabolic seperti gangguan
oksidasi, fosforilasi, dan penghambatan konsumsi oksigen serta penekanan aktivitas NaK
ATP-ase sehingga dapat mengakibatkan ensefalopati hepatikum reversible.
Fenol sebagai hasil metabolisme tirosin dan fenilalanin dapat menekan aktivitas
otak dan enzim hati monoamine oksidase, laktat dehidrogenase, suksinat dehirogenase,
prolin oksidase yang berpotensi dengan zat lain seperti ammonia yang mengakibatkan
ensefalopati hepatikum. Senyawa senyawa tersebut akan memperkuat toksisitas dari
ammonia.
3. Hipotesis Neurotransmitter palsu
Pada kerusakan hati, neurotransmiter otak, dopamine dan nor-adrenalin, akan
diganti oleh neurotransmitter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin yang lebih
lemah dari neurotransmitter aslinya. Keadaan ini yang akan menyebabkan ensefalopati
hepatikum. Beberapa faktor yang mempengaruhi adalah:
a. Pengaruh bakteri usus terhadap protein sehingga terjadi peningkatan produksi
oktapamin yang melalui aliran pintas (shunt) masuk ke sirkulasi otak.
2

b. Penurunan asam amino rantai cabang (BCAA) yang terdiri dari valin, leusin, isoleusin
yang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam amino aromatic (AAA) seperti
tirosin, fenilalanin, dan triptopan karena penurunan ambilan hati. Rasio normal
BCAA:AAA (Fisischer ratio) adalah 3 3,5 bisa mencapai 1,0 pada gagal hati, ratio
ini penting dipertahankan untuk konsentrasi neurotransmitter pada susunan saraf.
4. Hipotesis GABA dan Benzodiazepin
Ketidakseimbangan antara asam amino dari neurotransmitter yang akan
merangsang dan menghambat fungsi otak akan menyebabkan ensefalopati hepatikum.
Dalam hal ini terjadi penurunan neurotransmitter perangsang seperti glutamate, aspartat
dan dopamine sebagai akibat meningkatnya ammonia dan gama aminobutirat (GABA)
yang menghambat transmisi impuls. Efek GABA meningkat bukan akibat meningkatnyan
influx otak tetapi akibat perubahan reseptor GABA oleh suatu substansi yang mirip
benzodiazepine (benzodiasepin-like substances)
Glukagon
Tingginya glucagon berperan pada peningkatan beban nitrogen, karena hormone
ini melepas asam amino aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya
glukoneogenesis. Kadar glucagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme
pada penyakit hati terutama jika terdapat sirkulasi kolateral.
Perubahan permeabilitas sawar otak
Permeabilitas sawar darah otak berubah pada pasien sirosis hepatis dekompensata,
sehingga lebih mudah ditembus oleh metabolit seperti neurotoksin. Terdapat 5 proses
yang terjadi di otak sebagai mekanisme EH :
1)

Peningkatan permeabilitas sawar darah otak

2)

Gangguan keseimbangan neurotransmitter

3)

Perubahan (energy) metabolisme otak

4)

Gangguan fungsi membrane neuron

5)

Peningkatan endogenous benzodiazepine (benzodiazepine-like substance)

D. MANIFESTASI KLINIS
Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis dan
psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH memperlihatkan gangguan pada tes
3

psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan kemampuan visuospasial.
Dengan berjalannya penyakit, pasien EH mulai memperlihatkan perubahan tingkah laku dan
kepriba dian, seperti apatis, iritabilitas dan disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi
motorik yang nyata. Selain itu, gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat
memperlihatkan disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai
dan fase kebingungan akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke
dalam koma.4
Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel 1). Stadium
EH dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk dalam EH covert serta
derajat 2-4 masuk dalam EH overt, seperti pada tabel 1.4,5
Tabel 1. Stadium ensefalopati hepatik sesuai kriteria West Haven

E. DIAGNOSA
Diagnosis mulai ditegakkan jika telah tampak tanda tanda klinis berupa kekacauan
tingkah laku, atau untuk kasus yang gawat, diagnosis harus ditelusuri dengan pemeriksaan
amonia rutin karena perkembangan perburukan yang cepat (misalnya pada hepatitis
fulminan).5

Gambar 1. Alur diagnosis pasien dengan kecurigaan ensefalopati hepatikum1


Pemeriksaan fisik yang menyokong diagnosis adalah:1-3
Pemeriksaan tingkat kesadaran: pola tidur penderita, komunikasi dengan penderita
Menilai fungsi kortikal penderita: berbahasa, tingkah laku.
Menilai tremor generalisata
Menilai flapping tremor: rutin dilakukan. Posisi tangan pasien lurus di sisi tubuhnya, terletak di
atas tempat tidur dalam posisi tubuh berbaring, kemudian lengan pasien di fiksasi didekat
pergelangan tangan, jari jari tangan penderita diregangkan dan diekstensikan pada
pergelangan tangan, kemudian minta penderita menahan tangannya dalam posisi tersebut.
Tes positif terganggu jika perasat ini menyebabkan gerakan fleksi dan ekstensi involunter
cepat dari pergelangan tangan dan sendi metakarpofalang (seperti gerakan kaku dan
mengepak)
Menilai apraksia kontitusional: penderita tidak dapat menulis dan menggambar dengan baik pada
penderita yang sebelumnya normal bisa menulis dan menggambar sederhana.
Tes Psikometri dengan Number Connection Test, untuk menilai tingkat intelektual pasien yang
mungkin telah terjadi EH subklinis. Tes ini cukup mudah, sederhana dan tidak
membutuhkan biaya serta dapat menilai tingkat EH pada pasien sirosis yang rawat jalan.
Cara : menghubungkan angka angka dengan berurutan dari 1 hingga 25. Interpretasi :
5

Normal

Lama penyelesaian UHA : 15 30 detik

Tingkat I

31 50 detik

Tingkat II

51 80 detik

Tingkat III

81 120 detik

Tingkat IV

> 120 detik


Sanyal, 1994

Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang1,5-7


Elektroensefalografi (EEG)
Dengan pemerikasaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah sikllus
gelombang per detik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8 12Hz)
Tingkat ensefalopati

Frekuensi gelombang EEG: frekuensi


gelombang Alfa

Tingkat 0

8,5 12 siklus per detik

Tingkat I

7 8 siklus per detik

Tingkat II

5 7 siklus per detik

Tingkat III

3 5 siklus per detik

Tingkat IV

3 siklus per detik atau negatif

Pemeriksaan Kadar Amonia Darah


Tingkat ensefalopati

Kadar ammonia darah dalam g/dl

Tingkat 0

< 150

Tingkat 1

151 200

Tingkat 2

201 250

Tingkat 3

251 300
6

Tingkat 4

> 300

F. PENATALAKSANAAN2,6,7
Terlebih dahulu harus diperhatikan apakah ensefalopati hepatikum tersebut terjadi primer
atau sekunder akibat faktor pencetus. Prinsip penatalaksanaan:
1. Mengobati penyakit dasar hati
Jika dasar penyakit adalah hepatitis virus, maka dilakukan terapi hepatitis virus. Jika telah
terjadi sirosis berat (dekompensata) umumnya terapi ini sulit dilakukan, karena seluruh
parenkim hati telah rusak dan digantikan oleh jaringan fibrotic, terapi terakhir adalah
transplantasi hati.
2. Mengidentifikasi dan menghilangkan factor factor pencetus.
3. Mengurangi produksi ammonia Mengurangi asupan protein makanan
Antibiotik Neomycin: adalah antibiotic yang bekerja local dalam saluran pencernaan merupakan
obat pilihan untuk menghambat bakteri usus. Dosis 4x 1 2 g/hari (dewasa) atau dengan
Rifaximin (derivate Rimycin) dosis: 1200 mg per hari selama 5 hari dikatakan cukup
efektif.
Laktulosa: berfungsi menurunkan pH feses setelah difermentasi menjadi asam organik oleh
bakteri kolon. Kadar pH yang rendah menangkap NH3 dalam kolon dan merubahnnya
menjadi ion ammonium yang tidak dapat diabsorbsi usus, selanjutnya ion ammonium
diekskresikan dalam feses. Dosis 60 120 ml per hari: 30 50 cc per jam hingga terjadi
diare ringan.
Lacticol (beta galaktosa sorbitol) dosis : 0,3 0,5 gram / hari.
Pengosongan usus dengan Lavement 1 2 kali per hari : dapat dipakai katartik osmotic seperti
MgSO4 atau laveman (memakai larutan laktulosa 20% atau larutan neomysin 1 %
sehingga didapat pH asam = 4 ) Membersihkan saluran cerna bagian bawah.
4)

Upaya suportif III dan IV perlu perawatan supportif yang intensif : perhatikan posisi
berbaring, bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, pasang kateter foley untuk balance
cairan. Jika terdapat rupture varises esophagus pasang NGT untuk mengalirkan darah.

Diet tinggi kalori : jus buah atau infuse dextrose IV. 2000 kal/hari.
7

Pemberian Vit B
Mencegah dehidrasi : cukupkan asupan cairan (hitung balance cairan)
Asupan protein dikurangi atau dihentikan sementara. Stadium I II diet rendah protein (beri
nabati) 20 gram/hari. Stadium III IV tanpa protein. Pemberian protein setelah fase kritis
disesuaikan dengan klinis penderita dan ditingkatkan perlahan mulai 10 gram hingga
maintenance (40 -60 gram/hari). Sumber protein utama dari asam amino rantai cabang
yang diharapkan akan menyeimbangkan neurotransmitter asli dan palsu. Tujuan lainnya
yaitu : 1) untuk mendapatkan energy tanpa memperberat fungsi hati. 2) mengurangi asam
amino aromatic dalam darah . 3) memperbaiki sintesis katekolamin pada jaringan perifer.
4) asam amino rantai cabang dengan dekstrose hipertonik akan mengurangi
hiperaminosidemia.
Rincian pemberian nutrisi parenteral :

Cairan dextrose 10% atau maltose 10%

AARC = Comafusin hepar atau campuran AAA dalam AARC (Aminoleban) : 1000cc/
hari.

Metildopa : 0,5 gram tiap 4 jam .


Hindari pemakaian sedative, jika pasien sangat gelisah dapat diberikan dimenhidrinat 50mg i.m.
bila perlu diulang tiap 6-8 jam.
Vit K 10 20 mg/hari i.m. atau per oral.
Bromokriptin (dopamine reseptor antagonis dalam dosis 15 mg/hari dapat member perbaikan
klinis, psikometrik, dan EEG (dalam taraf eksperimental)
Antagonis benzediazepin reseptor (flumazenil) member hasil memuaskan pada stadium I dan II
(dalam taraf eksperimental)

LAPORAN KASUS

Nama
: Tn. EHS
Jenis Kelamin : Pria
Umur
: 78 tahun
Pekerjaan
: Tidak bekerja
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMA
Alamat
: Jl. Bentengan no. 28 Rt 004/Rw 001 Kel. Makassar, Jakarta
Masuk tanggal: 18/01/2016
ANAMNESIS
AUTO / ALLO
: Alloanamnesa
TANGGAL : 18/01/2016
KELUHAN UTAMA
: Sesak napas
KELUHAN TAMBAHAN
: Nyeri ulu hati, muntah hitam, batuk berdahak, BAB hitam
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
:
OS datang dengan keluhan sesak napas tiba-tiba. Sesak yang dirasakan seperti ditimpa
beban berat, tidak disertai dengan nyeri dada.
Selain itu, pasien juga mengeluh batuk berdahak warna putih 1 minggu, mual (+),
muntah (+) 1x warna hitam, nyeri ulu hati (+), BAB warna hitam, BAK tidak ada keluhan.
PENYAKIT DAHULU
: Pasien pernah didiagnosis menderita sakit liver dan paru-paru

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
RR

: Tampak sakit sedang


: Apatis (E3V3M6)
: 120/90 mmHg
: 124 x/menit
: 36,4C
: 36 x/menit

Status Generalis
Kepala
: Normocephali, SI +/+, CA +/+
Leher
: KGB tidak teraba membesar
Thorax
:
I: Pergerakan dinding dada simetris ka=ki
P: Vocal fremitus simetris ka=ki
P: Sonor ka=ki
A: BND vesikuler, rh -/-, wh -/-, BJ 1 & 2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
:
I
: Perut tampak buncit
9

A
P
P
Ekstremitas

: BU (+) 5x/menit
: Timpani, NK (-)
: NT (+) regio epigastrium dan hipokondria dextra, hepar dan lien tidak
teraba
: Akral hangat, CRT <2, edema - + +

PEMERIKSAAN LAB
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Lekosit
Hematokrit
Trombosit
Natrium
Kalium
Chlorida
Ureum darah
Creatinin darah
Gula darah sewaktu

HASIL
5,1 gr/dl
25.500/uL
15,6 %
293.000/uL
125 mmol/L
5,2 mmol/L
105 mmol/L
106 mg/dL
1.38 mg/dL
98 mg/dL

DIAGNOSIS KERJA
Susp. hepatoma
Acute on CKD
Anemia
Hiponatremia
TERAPI

Pro rawat inap

O2 nasal kanul 2-4 LPM

Diet: Lunak

IVFD: II NaCl 0,9%


I RL

24 jam

MM/ Ceftriaxone 1x2 gr (IV)


Omeprazole 1x40 mg (IV)
Domperidone tab 3x10 mg (po)
Sucralfat syr 3x1 C (po)
Curcuma 3x1 (po)
10

FOLLOW UP DI RUANGAN
19 Januari 2016

Subjective Objective

Assessment

Planning

Muntah

Hepatoma

Foto thorax

Hematemesis melena

Px SGOT/SGPT

Electrolyte imbalance

USG abdomen jika KU memungkinkan

Anemia

Transfusi PRC 300 cc/hari s/d target Hb 10 g/dL

CKD st. III

IVFD:

TD:90/60mmHg

hitam (-) N: 94 x/menit


BAB

S: 37,3C

hitam (-) RR: 20 x/menit


Mata: CA: +/+
Lemas
Thorax: BND

I Renosan

vesikuler, rh -/-, wh

I NaCl 3%

-/-, BJ I & II regular,

I NaCl 0,9% + 2 amp Hepamers

murmur -, gallop

24 jam

MM/

Abdomen: tampak

- Hepamers sach 3x1 (po)

buncit, BU (+)

- Paracetamol 3x1 gr (IV)

4x/menit, timpani,

- Ekstra dexamethasone 1 amp (IV)

NK -, NT +

- Ekstra calcium gluconas 1 amp (IV)

epigastrium,

- Ceftriaxone stop Levofloxacin 1x500 mg (IV)

hepar/lien tidak

- Sucralfat syr 4x 2 C

teraba

- OMZ 2x40 mg (IV)


- Jika muntah darah hitam lagi, pasang NGT dialirkan.

Hasil pemeriksaan lab pk. 16.52


SGOT: 405 U/L
SGPT: 133 U/L
20 Januari 2016

Subjective Objective

Assessment

Planning

11

Mual (+) TD:110/60mmHg


Muntah
(-)
Lemas

Hepatoma

Terapi lanjut

N: 88 x/menit

Hematemesis melena

Transfusi PRC 300 cc/hari s/d target Hb 10

S: 37,5C

Electrolyte imbalance

RR: 22 x/menit

Anemia

Laxadin syr 1x2 C

Mata: CA: +/+

CKD st. III

Neurobion 1 amp dalam 100 cc NS 0,9%

g/dL

Thorax: BND vesikuler,


rh -/-, wh -/-, BJ I & II
regular, murmur -,
gallop
Abdomen: tampak
buncit, BU (+)
4x/menit, timpani, NK
-, NT + epigastrium,
hepar/lien tidak teraba

21 Januari 2016

Subjective Objective

Assessment

Planning

BAB

TD: 140/80 mmHg

PSE

Transfusi PRC 300 cc/hr

hitam (+)

N: 110 x/menit

Melena

s/d Hb 10 gr/dL

S: 38,2C

Sirosis hati

STOP

RR: 28 x/menit

Anemia

Sucralfat syr 4x2 C

Mata: CA: +/+

Electrolyte imbalance

Thorax: BND vesikuler, rh -/-, wh -/-,


BJ I & II regular, murmur -, gallop
Abdomen: tampak buncit, BU (+)
4x/menit,

timpani,

NK

-,

NT

epigastrium, hepar/lien tidak teraba

Hasil pemeriksaan lab pk.


12

Hemoglobin: 6,8 gr/dl


Leukosit: 24.200/uL
Hematokrit: 20,8 %
Trombosit: 173.000/uL

Hasil foto thorax

Kesan: Hypertensive heart configuration


dan curiga massa paru kanan

Anjuran: CT scan thorax

22 Januari 2016

Subjective

Objective

Assessment

Planning

13

Batuk (+)

TD: 160/90 mmHg

PSE

Ro thorax PA batal

Sesak (+)

N: 100 x/menit

Melena

Pro CT scan thorax

Anemia

Cek

Electrolyte imbalance

elektrolit ulang

BAB

hitam S: 36,0C
(+)

RR: 20 x/menit

Nyeri ulu hati Thorax: BND vesikuler, rh +/+,Sirosis


(+)
Lemas (+)

wh -/-

hepar

hepatoma

Abdomen: NT (+) seluruh regio Pneumonia


paru kanan

UL,

albumin,

ddLasix inj 2 x 1 amp (IV)


Aldactone 2x50mg

dd

massaVit. K 3x1 amp (IV)


Asam tranexamat 3x1
amp (IV)
Antibiotik

tambah

cefobactam 2x1 gr (IV)


skin test

Hasil pemeriksaan lab pk. 09.22


PEMERIKSAAN
Natrium
Kalium
Chlorida
Albumin
Urin Lengkap
Warna
Berat Jenis
pH
Blood
Leukosit esterase
Nitrit
Protein

HASIL
124 mmol/L
4,0 mmol/L
108 mmol/L
2,5 g/dL
HASIL
Kuning tua
1,020
6,0
14

Bilirubin
Aseton
Reduksi
Urobilinogen
Leukosit
Eritrosit
Epitel
Bakteri
Silinder
Kristal

1,0
1 2 /LPB
0 1 /LPB
+1
-

23 Januari 2016

Subjective

Objective

Assessment

Planning

Batuk (+)

TD: 130/90 mmHg

PSE

CT scan thorax batal

Lemas (+)

N: 72 x/menit

Melena

Th/ teruskan

Sesak (+)

RR: 24 x/menit

Anemia

Ambroxol 3x1 tab

BAB hitam (+)

S: 36C

Electrolyte imbalance

Omeprazole, neurobion

Mata: CA: +/+

Pneumonia

Thorax: BND vesikuler, rh +/+, paru kanan


wh -/-, BJ I & II regular, murmur
-, gallop

stop
IVFD:
24 jam

II Futrolit

4x/menit, timpani, NK -, NT +
hepar/lien

massadrip, sucralfat, curcuma

I Renosan

Abdomen: tampak buncit, BU (+)


epigastrium,

dd

I NS 0,9% + 2 amp

tidak

hepamers / 24 jam

teraba

25 Januari 2016

Subjective

Objective

Assessment

Planning

Sesak (+)

TD: 100/60 mmHg

PSE

Th/ teruskan

Lemas (+)

N: 80 x/menit

Melena
15

Kembung (+)
BAB

RR: 18 x/menit

hitam S: 36,5C
(+)

Mata: CA: +/+

Anemia
Electrolyte imbalance
Pneumonia

dd

massa

Thorax: BND vesikuler, rh +/+, wh paru kanan


-/-, BJ I & II regular, murmur -,
gallop
Abdomen: tampak buncit, BU (+)
4x/menit, timpani, NK -, NT +
epigastrium, hepar/lien tidak teraba

26 Januari 2016

Subjective

Objective

Assessment

Planning

Sesak (+)

TD: 110/70 mmHg

PSE

Th/ teruskan

Batuk (+)

N: 90 x/menit

Melena

Hepamers drip habis

Kembung (+)

RR: 20 x/menit

Anemia

stop, ganti oral 3x1 sach

BAB hitam (+)

S: 36,5C

Electrolyte imbalance

Klisma stop

Mata: CA: +/+

Pneumonia

dd

massa

Thorax: BND vesikuler, rh paru kanan


+/+, wh -/-, BJ I & II

Hipoalbuminemia

regular, murmur -, gallop


Abdomen: tampak buncit,
BU (+) 4x/menit, timpani,
NK -, NT + epigastrium,
hepar/lien tidak teraba

27 Januari 2016

Subjective

Objective

Assessment

Planning

16

Sesak (+)

TD: 110/70 mmHg

Sirosis

hepatis

Batuk (+)

N: 80 x/menit

hepatoma + ensefalopati Lasix stop

BAB hitam (+)

RR: 22 x/menit

Hematemesis melena

S: 36,7C

Anemia

Mata: CA: +/+

Pneumonia

dd

ddTh/ teruskan

massa

Thorax: BND vesikuler, rh paru kanan


+/+, wh -/-, BJ I & II
regular, murmur -, gallop
Abdomen: tampak buncit,
BU (+) 4x/menit, timpani,
NK -, NT + epigastrium,
hepar/lien tidak teraba

28 Januari 2016

Subjective

Objective

Sesak (+)
Mual (+)
Muntah hitam (+)

TD: 130/60 mmHg


N: 80 x/menit
RR: 24 x/menit
S: 37,2C

Assessment

Planning

Sirosis
hepatis
ddTh/ teruskan
hepatoma + ensefalopati Pro pasang NGT diet:
Hematemesis melena
SV 5x200 cc menolak
Anemia
IVFD:
Mata: CA: +/+
Pneumonia dd massaI Renosan
24 jam
Thorax: BND vesikuler, rh paru kanan
II Futrolit
Hipoalbuminemia
I
NS
0,9%
+
+/+, wh -/-, BJ I & II
Ondancetron 16 mg /24
regular, murmur -, gallop
jam
Abdomen: tampak buncit,
Transfusi PRC 1 kantong
BU (+) 4x/menit, timpani,
Diet cair bila NGT
NK -, NT + epigastrium,
menolak
hepar/lien tidak teraba

29 Januari 2016

Subjective

Objective

Assessment

Planning
17

Sesak (+)

TD: 130/70 mmHg

Sirosis

hepatis

Belum BAB 2 hari

N: 84 x/menit

hepatoma

Diet: cair dingin

RR: 24 x/menit

Ensefalopati

Cek H2TL post transfusi

S: 37,0C

Hematemesis melena

IVFD:

Mata: CA: +/+

Anemia

I Renosan

Thorax: BND vesikuler, rh Pneumonia

dd

ddTh/ lanjutkan

massaII Futrolit 24 jam

+/+, wh -/-BJ I & II

paru kanan

I RL

regular, murmur -, gallop

Hipoalbuminemia

Inhalasi

Abdomen: tampak buncit,


BU (+) 4x/menit, timpani,

ventolin

pulmicort 3x sehari

NK -, NT + epigastrium,
hepar/lien tidak teraba

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Hasan I, Araminta AP. Ensefalopati Hepatik: Apa, Mengapa dan Bagaimana? Medicinus
2014;27(3):1-8
2. Jubir N. Koma hepatik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009. p
677-80
3. Wolf

DC,

BS

Anand.

Hepatic

Encephalopathy.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/186101-overview#showall tgl 1 Februari 2016


4. Grover VPB, Tognarelli JM, Massie N, et al. The why and wherefore of hepatic
encephalopathy. International Journal of General Medicine 2015;8 381390
5. Zhan T, Stremmel W. The diagnosis and treatment of minimal hepatic encephalopathy. Dtsch
Arztebl Int. 2012;109(10):180-7.
6. Vilstrup H, Amodio P, Bajaj J, Cordoba J, Fereni P, Mullen KD, et al. Hepatic
encephalopathy in chronic liver disease: 2014 practice guideline by the European Association
for the Study of the Liver and the American Association for the Study of Liver Diseases. J
Hepatol (2014), http://dx.doi. org/10.1016/j.hep.2014.05.042
7. Butterworth RF, Neurosteroids in hepatic encephalopathy: Novel insights and new
therapeutic

opportunities,

J.

Steroid

Biochem.

Mol.

Biol.

(2015),

http://dx.doi.org/10.1016/j.jsbmb.2015.11.006

19

Anda mungkin juga menyukai