PENDAHULUAN
Kolitis adalah peradangan akut atau kronik yang mengenai kolon.
Berdasarkan penyebab, kolitis dapat dibagi menjadi kolitis infeksi dan noninfeksi.
Kolitis infeksi disebabkan oleh berbagai macam kuman. Oleh karena itulah kolitis
infeksi terbagi menjadi kolitis amebik, shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis
pseudomembran dan kolitis oleh parasit serta bakteri lain. Kolitis noninfeksi terdiri dari
kolitis ulseratif, penyakit Crohn, kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik,
maupun kolitis nonspesifik.1
Jenis kolitis yang paling sering ditemukan pada daerah tropis seperti Indonesia
adalah kolitis infeksi. Adapun prevalensi kolitis amebik di daerah tropis adalah
50-80%. Namun prevalensi shigelosis, kolitis tuberkulosa, kolitis pseudomembran
dan kolitis karena Eschericia coli di daerah tropis khususnya Indonesia tidak
diketahui dengan pasti. Hal ini terjadi karena studi tentang epidemiologi kolitis di
Indonesia masih jarang dilakukan. Begitu juga dengan prevalensi kolitis noninfeksi di
Indonesia.1
Diagnosis kolitis ditegakkan melalui anamnesis yang cermat, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun, Gejala klinis kolitis infeksi dapat mirip
dengan penyakit Crohn ataupun kolitis ulseratif. Oleh karena itu diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa endoskopi yaitu kolonoskopi, rektosigmoidoskopi atau
sigmoidoskopi untuk menegakkan diagnosis.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kolitis adalah peradangan akut atau kronik yang mengenai kolon. 1 Kolitis
berhubungan dengan enteritis (peradangan pada intestinal) dan proktitis (peradangan
pada rektum).2
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebab, kolitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:1
1. Kolitis infeksi
-
Kolitis amebik
Shigelosis
kolitis tuberkulosa
kolitis pseudomembran
2. Kolitis non-infeksi
-
Kolitis ulseratif
penyakit Crohns
Indeterminate colitis
kolitis radiasi
kolitis iskemik
Selain itu, kolitis mikroskopik dan kolitis non-spesifik (simple colitis)
2.2.1.2 Patofisologi
Penularan E. hystolytica adalah ingesti kista dalam makanan dan minuman
yang terkontaminasi, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau
lewat hubungan seksual anal-oral. Pasien dengan amebiasis kolon yang asimtomatik
tanpa invasi jaringan, hanya mengeluarkan kista pada tinjanya. Namun pasien yang
mengalami infeksi akut atau kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit.
Bentuk kista dapat bertahan lama di luar tubuh manusia, sedangkan bentuk trofozoit
tidak dapat bertahan lama.1,4
Berdasarkan pola isoenzimnya maka kuman E. hystolytica terbagi menjadi dua,
yaitu zymodeme patogenik dan zymodeme nonpatogenik. Walaupun mekanismenya
belum jelas, diperkirakan trofozoit menginvasi dinding usus dengan cara
mengeluarkan enzim proteolitik. Penglepasan bahan toksik menyebabkan reaksi
inflamasi yang menyebabkan destruksi mukosa. Bila proses berlanjut maka akan timbul
ulkus seperti botol labu. Ulkus dapat terjadi pada semua bagian kolon, tersering di sekum,
kemudian kolon asenden dan sigmoid, kadang-kadang apendiks dan ileum terminalis.
Akibat invasi ameba ke dinding usus ini kemudian menimbulkan reaksi imunitas
humoral dan imunitas seluler amebisidal berupa makrofag lymphokine-activated serta
limfosit sitotoksik CD4. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon dapat
menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa yang disebut ameboma yang
sering terjadi di daerah sekum atau kolon asenden.1,3
Gejala klinis amebiasis sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik sampai berat,
dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Kira-kira 90% infeksi amebiasis
adalah asimtomatik.4,5 Secara klinis, gejala amebiasis dikelompokkan menjadi 5
gejala, yaitu:1
Karier, disebut juga cyst passer, yaitu ameba tidak mengadakan invasi ke
dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung,
flatulen, obstipasi dan kadang-kadang diare. Sekitar 90% pasien sembuh
sendiri dalam waktu 1 tahun, sisanya sekitar 10% berkembang menjadi kolitis
amebik.
Disentri amebik ringan berupa kembung, nyeri perut ringan, demam ringan,
diare ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir.
Keadaan umum pasien biasanya baik.
Disentri amebik sedang, gejala-gejala yang muncul mulai dari kram perut,
demam, lemah, hepatomegali dengan nyeri spontan.
Disentri amebik berat, terdapat gejala diare disertai banyak darah, demam
tinggi, mual, dan anemia.
Disentri amebik kronik mempunyai gejala seperti gejala pada disentri amebik
ringan dengan diselingi periode normal bebas gejala. Keadaan ini berlangsung
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Serangan timbul pada keadaankeadaan kelelahan, demam, ataupun makanan yang sulit dicerna.
2.2.1.4 Diagnosis
Berikut algoritme dalam mendiagnosis kolitis amebik:1
Tes tinja untuk darah tersamar
Negatif
Positif
Negatif
4
mg/kgBB/ hari secara injeksi intramuskular (dosis maksimal 60 mg) selama 10 hari.
Sedangkan pada amebiasis ekstraintestinal, diperlukan Metronidazol 750 mg tiga kali
sehari selama 5-10 hari ditambah dengan klorokuin fosfat 1 gram sehari selama 2 hari,
dilanjutkan dengan dosis 500 mg/hari selama 4 minggu dan Emetin 1 mg/kgBB/hari
secara intramuskular selama 10 hari (maksimal 60 mg per hari).1
2.2.2 Shigelosis
2.2.2.1 Definisi
Merupakan infeksi akut pada ileum terminalis dan kolon yang disebabkan
oleh bakteri genus Shigella. Secara umum, infeksi Shigella mudah terjadi di tempat
pemukiman padat dengan sanitasi yang buruk, kekurangan air bersih dan tingkat
kebersihan perorangan yang rendah. Pada daerah tropis, angka kejadian disentri
biasanya meningkat pada musim kemarau dengan S. flexneri merupakan penyebab
infeksi terbanyak.5
Kuman Shigella sp. termasuk kelompok enterobactericeae yang bersifat
gram negatif, anaerob fakultatif, tidak bergerak aktif, tidak memproduksi gas dalam
media glukosa dan umumnya laktosa negatif. Terdapat 4 spesies Shigella dengan
berbagai serotipenya, yaitu S. dysentriae, S. boydii, S. flexneri, dan S. sonnei. Gejala
klinis terberat terjadi pada infeksi oleh S. dysentriae dan gejala klinis teringan adalah
S. sonnei.6
2.2.2.2 Patofisiologi
Kolon adalah tempat utama yang diserang oleh Shigella, namun ileum
terminalis dapat juga terserang. Mekanisme patogenesis yang mendasari adalah pada
kemampuan bakteri untuk melakukan penetrasi pada mukosa intestin. Kuman ini
menginvasi sel-sel epitel kolon dengan cara makropinositotik langsung. Kuman
Shigella kemudian bermultiplikasi dalam sel epitel tanpa merusaknya, kemudian
kuman masuk ke dalam lamina propria.3
Perluasan invasi kuman ke sel di sekitarnya melalui mekanisme cell-to-cell
transfer. Walaupun lesi awal terjadi pada epitel, respons inflamasi yang menyertai cukup
berat, melibatkan leukosit PMN dan makrofag. Hal tersebut menyebabkan edema,
mikroabses, hilangnya sel goblet, kerusakan arsitektur jaringan, dan ulserasi mukosa.
Bila penyakitnya berlanjut, terjadi penumpukan sel inflamasi pada lamina propria,
dengan abses pada kripta merupakan gambaran yang utama.1
2.2.2.3 Gejala klinis
Gejala klinis shigellosis bervariasi. Mulai dari infeksi asimtomatik,
gastroenteritis ringan hingga disentri basiler.2 Perlu dicurigai adanya shigellosis pada
pasien yang datang dengan keluhan nyeri pada abdomen bawah, rasa panas pada rektal,
dan diare yang sering disertai lendir serta darah pada feses. Gejala klinis penyakit ini
diawali dengan masa tunas antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya, gejala klinis
shigellosis bervariasi antara 7 hari sampai 4 minggu. Disentri basiller yang tidak diobati
dengan baik gejalanya dapat menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal disentri basiler,
pasien akan mengeluh nyeri perut bawah disertai demam yang bisa mencapai 40C.1 Tak
lama kemudian diikuti diare yang berlangsung sering sampai 10-12 kali dalam sehari
dan mengandung lendir serta darah. Tenesmus ani sering menyertai keadaan ini.
Selanjutnya diare berkurang, tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir. Infeksi
Shigella sering menyebabkan iritasi pada susunan saraf pusat yang bermanifestasi
sebagai kejang. Pada anak-anak sering didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk, dan letargi. Penderita fase pascainfeksi pada
umumnya berlangsung kurang dari 4 minggu.1,2
2.2.2.4 Diagnosis
Pemeriksaan mikroskopik tinja menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN
(polimorfonuklear). Untuk memastikan diagnosis, dilakukan kultur dari bahah tinja
segar atau hapus rektal. Sigmoideskopi pada umumnya tidak diperlukan, karena
menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pemeriksaan serologi Shigella pada fase akut
tidak bermanfaat.1,3
2.2.2.5 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat berupa komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal. Komplikasi intestinal biasanya berupa megakolon toksik,
perforasi intestinal, dehidrasi renjatan hipovolemik dan malnutrisi. Sedangkan
komplikasi ekstraintestinal yang telah dilaporkan cukup banyak, di antaranya
2.2.3.2 Patofisiologi
Terjadinya infeksi kuman ini ke dalam saluran cerna dapat terjadi secara primer
dan sekunder. Infeksi primer terjadi melalui tertelannya mikroorganisme secara
10
kolitis
dengan
cara
toxin-mediated.
Kuman
yang
tidak
11
12
berkepanjangan
mengakibatkan
dehidrasi,
gangguan
keseimbangan
pemeriksaan toksin C. difficile dan mulai terapi spesifik dengan metronidazol atau
vankomisin.1,9
Terapi awal digunakan metronidazol dengan dosis peroral 250-500 mg empat
kali sehari selama 7-10 hari. Vankomisin digunakan sebagai second line therapy
dengan dosis per oral 125-500 mg empat kali sehari selama 7-14 hari. Alternatif
pengobatan lainnya adalah dengan kolestiramin untuk mengikat toksin yang
dihasilkan C. difficile, tetapi obat ini juga mengikat vankomisin sehingga diberikan
2 sampai 3 jam sebelum atau sesudah pemberian vancomycin. Kolestiramin
diberikan peroral dengan dosis 4 gram tiga kali sehari selama 5-10 hari. Dianjurkan
setelah pengobatan spesifik maka diberikan kuman Lactobacillus atau ragi
(Saccharomyces boulardii) selama beberapa minggu untuk menumbuhkan kembali
flora usus yang normal.1,9
Tindakan pembedahan diindikasikan pada penderiita yang tidak respon
dengan terapi medik atau kecurigaan perforasi kolon atau toksik megakolon.
Pembedahan diperlukan kurang lebih 0.4% kasus. Dua pertiga penderita dengan
toksik megakolon memerlukan tindakan pembedahan.9
2.2.5
2.2.5.1 Definisi
Kolitis akibat Escherichia coli adalah salah satu bentuk dari gastroenteritis
yang disebabkan oleh strain bakteri Escherichia coli (E.coli), yang menginfeksi
usus besar dan menghasilkan racun (toksin) yang secara tiba-tiba menyebabkan
diare berdarah atau tidak dan kadang-kadang dengan komplikasi lainnya yang
serius. Angka kejadiannya tidak diketahui pasti, namun bisa menyerang segala
usia.1,10
2.2.5.2 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare dan sindroma hemolitik uremik (SHU) akibat
infeksi E. coli belum jelas. Diduga E. coli patogen melekat pada mukosa dan
memproduksi toksin (Shiga like toxins) yang bekerja lokal dan sistemik.
Kerusakan pembuluh darah kolon akibat toksin tersebut menyebabkan
lipopolisakarida dan mediator inflamasi dapat beredar dalam tubuh dan memicu
terjadinya SHU.1
14
15
dalam waktu seminggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan barium enema
dapat dilihat gambaran thumbprinting pattern pada kolon ascenden dan atau
transversum akibat edema dan perdarahan mukosa. Pada pemeriksaan
kolonoskopi didapatkan gambaran mukosa edematous dan hiperemia, kadangkadang ditemukan ulserasi superfisial.1
2.2.5.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berupa terapi suportif dan simtomatik. Yang terpenting
dalam pengobatan adalah minum cukup cairan untuk menggantikan cairan yang
telah
hilang
dan
tetap
memberikan
makanan
lunak. Antibiotik
tidak
intestinal dan kolon dengan penyebab yang belum diketahui pasti sampai saat ini.
IBD terdiri dari kolitis ulseratif, penyakit Crohn dan indeterminate colitis.
Kejadian kolitis ulseratif di USA (United Stated of America) 8-15/100.000
penduduk dan penyakit Crohn 1-5/100.000 penduduk. Di singapura prevalensi
kolitis ulseratif 6/100.000 penduduk dan penyakit Crohn 3-4/100.000 penduduk.11
Indonesia belum dapat melakukan studi epidemiologi ini. Namun dari data
unit endoskopi beberapa Rumah sakit (RS) di Jakarta (RS Cipto Mangunkusumo,
RS Tebet, RS Siloam Glesnegles, RS Jakarta) didapatkan bahwa kasus IBD
terdapat pada 12,2% dari kasus yang dikirim karena diare kronik, 3,9% dari kasus
dengan diare kronik, berdarah dan nyeri perut serta 2,8% pada kasus dengan nyeri
perut.12
2.2.6.1 Kolitis ulseratif
2.2.6.1.1 Definisi
Kolitis ulseratif merupakan suatu penyakit inflamasi menahun yang
mengenai kolon dan rektum dengan karakteristik eksaserbasi intermiten dan
remisi.10,12,13 Ulkus terbentuk dari inflamasi yang menyebabkan kematian jaringan,
16
kemudian menghasilkan darah dan pus. Jika inflamasi mengenai rektum dan
kolon bagian bawah disebut proktitis ulseratif.13
Kolitis ulseratif bisa dimulai pada umur berapapun, tapi biasanya dimulai
antara umur 15-30 tahun. Penyakit ini biasanya dimulai di rektum atau kolon
sigmoid (ujung bawah dari usus besar) dan akhirnya menyebar ke sebagian atau
seluruh usus besar. Keadaan ini disebut pankolitis.13,14
17
18
memiliki banyak penyebab selain kolitis ulseratif. Karena itu, dokter menentukan
apakah peradangan disebabkan oleh infeksi bakteri atau parasit. Sampel tinja yang
diperoleh selama pemeriksaan sigmoidoskopi diperiksa dibawah mikroskop dan
dibiakkan. Sampel darah dianalisa untuk menentukan apakah terdapat infeksi
parasit. Sampel jaringan diambil dari lapisan rektum dan diperiksa dibawah
mikroskop. Diperiksa apakah terdapat penyakit menular seksual pada rektum
(seperti gonore, virus herpes atau infeksi klamidia), terutama pada pria
homoseksual. Pada orang tua dengan aterosklerosis, peradangan bisa disebabkan
oleh aliran darah yang buruk ke usus besar. Kanker usus besar jarang
menyebabkan demam atau keluarnya nanah dari rektum, namun harus difikirkan
kanker sebagai kemungkinan penyebab diare berdarah.14,15
2.2.6.1.5 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan kolitis ulseratif, yaitu:
1.
Intestinal15
Toksik megakolon
Perforasi
Striktur
Perdarahan masif
kanker kolon
2.
Ekstraintestinal14
19
Obat-obat untuk mengurangi rasa sakit, diare atau infeksi dapat juga
diberikan.
Adapun indikasi pembedahan pada kolitis ulseratif jika terjadi keadaan
dibawah ini:11,13,15
20
bagian terendah dari intestinal dan kolon, namun dapat terjadi pada bagian
manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit
sekitar anus. Ini disebut penyakit Crohn perianal.11,15,18
Prevalensi penyakit Crohn 40-50% mengenai ileum terminal dan caecum,
30-40% mengenai intestinal saja dan 20% mengenai kolon saja. 14,17 Pada beberapa
dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara barat dan
negara berkembang. Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa
Yahudi, dan cenderung terjadi pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis
ulseratif. Kebanyakan kasus muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering
dimulai antara usia 14-24 tahun.18
2.2.6.1.2 Patofisiologi
Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui. Penelitian memusatkan
perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu kelainan fungsi sistim
pertahanan tubuh, infeksi dan makanan.17
Pada penyakit Crohn terjadi penebalan dan edem pada dinding usus yang
terkena. Terdapat lesi pada mukosa berupa ulkus yang besar, dalam, kadangkadang bergabung membentuk ulkus linear longitudinal dan transversal. Dasar
dari ulkus ini bisa penestrasi lebih dalam membentuk fisura pada lapisan
muskularis. Karakteristik dari penyakit Crohn adalah inflamasi transmural dan
granuloma non nekrosis. Oleh karena itu, penyakit Crohn dapat mengenai banyak
bagian dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus.11,15
21
22
1.
Intestinal15
Perforasi
Striktur
Penyakit perirektal
kanker kolon
Defisiensi nutrisi
2. Ekstraintestinal17
2.2.6.1.6 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan penyakit Crohn sama dengan kolitis
ulseratif. Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit Crohn, yaitu:13,15
23
Nutrisi
Adapun indikasi pembedahan pada penyakit Crohn jika terjadi keadaan
dibawah ini:11,15,17
perforasi
striktur
Kolitis ulseratif
Penyakit Crohn
penyakit perianal
jarang
Fistula
jarang
Abses
jarang
20% pasien
Striktur
jarang
sering
Toksik
sering
jarang
selalu
jarang
megakolon
Kolonoskopi
Keterlibatan
rektum
Pola
Radiologis
Jarang
Keterlibatan
75% pasien
ileum
Histopatologi
24
Kedalaman
inflamasi
submukosa,
kecuali
kolitis fulminan
hanya
Granuloma
2.2.7
Kolitis radiasi
pada
stadium berat
kripta
pada 20%
dari
biopsi
endoskopi
2.2.7.1 Definisi
Kolitis radiasi adalah penyakit peradangan kolon sebagai komplikasi
abdominal dan pelvis akibat terapi radiasi terhadap kanker ginekologi (karsinoma
serviks), urologi (karsinoma prostat, kandung kemih dan testis) serta rektum.18
2.2.7.2 Patofisiologi
Kerusakan jaringan akibat radiasi dapat dibedakan menjadi kerusakan
akibat:18
Akibat radiasi dengan dosis > 600 rad terjadi gejala awal berupa nausea,
vomitus dan penurunan sekresi asam lambung. Ini akan diikuti dengan
destruksi difus dari mukosa saluran cerna serta gangguan pada sumsum tulang
belakang, tergangunya fungsi mukosa saluran cerna, perubahan flora usus
serta diikuti oleh kehilangan cairan dan elektrolit bahkan sepsis.
Localized irradiation
Kedaan akut terjadi kerusakan sel-sel epitel mukosa dal sel-sel endotel
pembuluh darah saluran cerna yang diikuti edema submukosa akibat
peningkatan permeabelitas kapiler. Dengan meningkatnya dosis radiasi dalam
fase lanjut akan terjadi telengiektasis, atrofi, fibrosis, striktur dan trombosis
yang menyebabkan iskemia jaringan.
2.2.7.3 Gejala klinis
25
2.2.7.4 Diagnosis
Diagnosis kolitis iskemik ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan endoskopi saluran cerna dan pemeriksaan histopatologi. Jika endoskopi sulit
dilakukan, dilakukan pemeriksaan dengan barium enema. Pada pemeriksaan
kolonoskopi ditemukan gambaran telengiektasis, edema, striktur, fistula, mukosa
yang kaku serta mudah berdarah.18
Kolitis radiasi dibagi menjadi 4 derajat menurut Kottmeimer (1964):18
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
: Terdapat fistula
2.2.7.5 Penatalaksanaan
Pada
umumnya
terapi
dimulai
pemberian
steroid
enema,
Kolitis iskemik
2.2.8.1 Definisi
Kolitis iskemik adalah inflamasi kolon yang disebabkan oleh inadekuat
suplai darah ke kolon. Meskipun tidak umum, kolitis iskemik banyak terjadi pada
usia muda. Insiden pasti kolitis iskemik sulit ditentukan karena pasien dengan
iskemia ringan jarang mencari pengobatan medis.19
26
2.2.8.2 Patofisiologi
Kolitis iskemik dapat disebabkan karena aliran sistemik yang kurang atau
faktor lokal berupa vasokonstriksi pembuluh darah usus dan trombus. Sehingga
penyebab kolitis iskemik dibedakan atas oklusif dan non oklusif. Pada banyak
kasus, penyebab non spesifik banyak ditemukan. 19,20
Kolon didarahi oleh A. Mesenterika superior dan A. Mesenterika inferior.
Terbentuk kolateral dari hubungan kedua arteri ini. Namun fleksura splenikus dan
kolon ascenden memiliki sedikit kolateral dari kedua arteri ini sehingga iskemia
lebih mudah terjadi pada daerah ini. Sedangkan rektum mendapat suplai darah
dari A. Mesenterika inferior & A. Iliaka interna sehingga pada rektum jarang
terjadi iskemia.19
terhadap
vasokonstriktor
seperti
kondisi
stres
dan
obat-obat
27
Diare (38%)
1.
2.
Fase paralitik, terjadi jika iskemia berlanjut. Pada fase ini neri
perut meluas dan lebih nyeri jika disentuh, motilitas usus berkurang,
kembung, bunyi bising usus berkurang sampai tidak ada.
3.
2.2.8.4 Diagnosis
Diagnosis kolitis iskemik ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Hasil laboratorium menunjukkan leukositosis
(>15.000/mm3) dan penurunan kadar bikarbonat <24 mmol/L. Endoskopi berupa
kolonoskopi atau fleksibel sigmiodoskopi merupakan prosedur pilihan jika
diagnosis masih belum jelas. Biopsi melalui endoskopi bermanfaat menyediakan
lebih banyak informasi. Visible light spectroscopic catheter ditempatkan di usus
28
Puasa
Antibiotik
Analgesik
Pembedahan dilakukan jika leukositosis berat, demam serta nyeri perut
dan perdarahan yang bertambah.
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Tn. S
Umur
58 tahun
Jenis Kelamin
Laki-laki
29
Agama
Islam
Pekerjaan
Petani
Alamat
Suku/Bangsa
Jawa
Tgl masuk RS
10 Juni 2015
Tgl keluar RS
13 Juni 2015
Keluhan Utama
: nyeri
Keluhan tambahan
30
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
: TD
RR
: 140/80 mmHg
: 28 x/menit, reguler.
: Mesochepal, simetris
- Rambut
- Nyeri tekan
: tidak ada
- Edema facial
: tidak ada
2. Pemeriksaan Mata
- palpebra
- konjungtiva
- sklera
- pupil
31
- trakea
- kelenjar lymphoid
: tidak membesar
- kelenjar tiroid
: tidak membesar
- JVP
7. Pemeriksaan Thorak
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: datar
: tympani
Palpasi
9. Pemeriksaan ektremitas
Superior
Inferior
32
DIAGNOSIS BANDING
-
Kolitis
Apendicitis
DIAGNOSIS KERJA
-
Kolitis
TERAPI
1. Infus D5% 20 tetes/menit
2. Diet lunak 1500 kalori
3. Sulfasalazin 3 x 500 mg
4. Laxasium sirup 3 x 15 cc
PLANNING
1.
Pemeriksaan Penunjang
EKG tanggal 10 Juni 2015
Heart rate
: 60 kali/menit
Ritme
: Reguler
Irama
: Sinus
Zona transisi
: V3-V4
Aksis
: 650
33
Hasil
Nilai Normal
Hemoglobin
15,8
14-17,4 g/dl
Leukosit
7.300
5000-10000 /ul
Hematokrit
46,08
45-52 %
Eritrosit
5,10
4,5-5,5jt/ul
Trombosit
224.000
150-450 rb/ul
MCV
90
84-96 pg
MCH
30,9
27-32 %
MCHC
34,2
30-35 g/dl
LED 1 jam
0-20 mm/l
- LYM
0,73 . 103
1,3-4
- MID
0,50 . 103
0,15-0,7
- GRA
6,08 . 103
2,5-7,5
- LY %
9,9 %
25-40
- MI %
6,9 %
3-7
- GR %
83,2 %
50-75
Darah lengkap
Kimia Darah
-
GDS
133 mg%
< 140
Ureum
51,1
20-40
Creatinin
0,9
0,5-1,2
Cholesterol total
181
150-250
Trigilserid
76
<150
Asam Urat
5,3
3,0-7,0
SGOT
23
5-40
SGPT
17
4-35
: 140/80 mmHg
34
Nadi
RR
: 24 kali/menit, reguler
Suhu
: 36,7 C peraxilla
Pemeriksaan Thorak
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: datar
Perkusi
: tympani
Pemeriksaan ektremitas
Superior
Inferior
35
Pemeriksaan Penunjang
Urinalisa tanggal 12 Juni 2015
Warna
: kuning muda
Kejernihan
: jernih
PH
: 6,5
Protein
:-
Glukosa
:_
Sedimen
Sel epitel
: 3-7 /lpb
Lekosit
: 3-5 /lpb
Eritrosit
:-
: Coklat lembek
Mikroskopis
Eritrosit
:-
Lekosit
:-
Telur cacing
:-
Amuba
:-
Assessment :
Collitis
Planning :
Pasien boleh pulang.
36
PEMBAHASAN
Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh beberapa informasi berupa :
Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan nyeri
perut bagian kanan bawah, gejala ini merupakan salah satu tanda dari beberapa
penyakit antara lain apendicitis dan colitis. Nyeri perut bagian ini khas untuk
appendicitis dimana merupakan letak dari titik McBurney, kebanyakan pasien
dengan peradangan usus buntu ini mengeluh nyeri di perut bagian kanan bawah
baik laki-laki maupun perempuan. Pasien ini adalah pasien laki-laki, bukan pasien
perempuan jadi tidak didiagnosis banding sebagai adnexitis maupun kehamilan
ectopik terganggu. Penyakit peradangan usus besar atau colitis juga mempunyai
gejala nyeri perut bagian bawah, akan tetapi tidak khas hanya di bagian perut
kanan bawah, karena pada kolitis biasanya nyeri terletak sesuai letak anatomis
dari colon, yaitu nyeri bisa dirasakan diperut bagian kanan bawah, tengah bawah
dan kiri bawah serta nyeri disekitar anus sewaktu BAB. Pada apendicitis pasien
datang dalam keadaan sulit untuk berjalan, kalau pun dapat berjalan maka pasien
akan berjalan dengan membungkuk sambil tangannya memegang perut bagian
kanan bawah dan biasanya nyeri dirasakan mendadak beberapa jam sebelum
masuk rumah sakit, hal ini kurang sesuai dengan keadaan umum penderita
sewaktu masuk rumah sakit.
Pada anamnesis pasien ini juga ditemukan pasien mengeluh mual-mual
selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit, dan muntah 2 kali 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, muntah dirasakan muntah cair biasa warna putih tidak ada
darah, dan nafsu makan pasien juga menurun serta pasien juga mengeluh rasa
panas di daerah ulu hati. Gejala-gejala ini merupakan suatu arahan yang mengarah
ke dyspepsia. Dispepsia sendiri merupakan suatu rasa yang tidak mengenakkan
pada perut dimana terdapat kumpulan-kumpulan gejala seperti mual, muntah,
kembung, nyeri dibagian ulu hati, rasa sebah dan sendawa. Dispepsia merupakan
masalah yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Keluhan ini sangat
bervariasi, baik dalam jenis gejala yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari
waktu kewaktu. Bahkan pada satu kasus saja keluhan ini dapat berganti-ganti
dominasinya. Sebagai suatu gejala/simtom ataupun kumpulan gejala dispepsi
37
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organik (misalnya
tukak peptik, gastritis, pankreatitis, kolestisistis, colitis, sindrom kolon iritatif dan
lainnya) maupun bersifat fungsional. Jadi keluhan-keluhan tambahan pada pasien
ini merupakan sindrom yang dapat merupakan akibat perjalanan penyakit dari
kolitis.
Pada pasien ini ditemukan juga keluhan berupa BAB yang printil-printil
seperti kotoran kambing yang menunjukkan adanya abnormalitas dalam
pembentukan feses. Pada normalnya feses dibentuk di colon sesuai dengan bentuk
colon yaitu seperti pipa panjang, akan tetapi apabila ada peradangan pada colon
tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk dari feses tersebut, dapat berupa cair,
lembek maupun printil-printil. Hal ini jarang ditemukan pada pasien apendicitis.
Pada anamnesa riwayat penyakit dahulu, pasien mengaku pernah mondok
dengan gejala yang sama yaitu sekitar 3 tahun yang lalu. Ini dapat merupakan
apendicitis kronik, ataupun suatu bentuk dari colitis, akan tetapi pada apendicitis
kronik jarang ditemukan keluhan tambahan seperti mual, muntah, nafsu makan
menurun, feses printil-printil sebagaimana yang dikeluhkan pasien. Pada pasien
ini mengeluh lebih pada keluhan tidak nyaman di bagian perutnya selain rasa
nyeri pada perut bagian kanan bawah. Sedangkan pada colitis memang sering
terjadi kekambuhan penyakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 140/80 mmHg. Tekanan
darah normal orang dewasa rata-rata ialah 120/80 mmHg. Dikatakan tekanan
darah tinggi bila tekanan darah sistolik >140 dan tekanan darah diastolik >90
mmHg pada keadaan istirahat. Tekanan darah sistolik merefleksikan nilai curah
jantung (isi sekuncup x frekuensi denyut jantung). Karena itu tekanan darah
sistolik sangat mudah berubah atau bervariasi dalam periode waktu singkat, sesuai
dengan aktifitas tubuh. Tekanan darah sistolik akan meningkat pada orang yang
cemas, baru naik tangga, jalan cepat, selesai makan dan minum. Sedangkan
tekanan darah diastolik merefleksikan resistensi perifer, hanya akan berubah pada
aktifitas fisik yang berat dan perubahan yang tejadi hanya sedikit. Pada pasien ini
ditemukan tekanan diastolik yang normal dan tekanan sistolik yang hampir
mendekati tinggi, seperti yang telah disebutkan diatas bahwa tekanan darah
sistolik sangat mudah berubah, pada pasien ini dapat disebabkan oleh karena
38
cemas, stress dengan lingkungan rumah sakit, atau karena sakit yang diderita oleh
pasien itu sendiri. Jadi disini pemeriksan tidak mendiagnosis pasien sebagai
hipertensid dan tidak diberikan terapi antihipertensi.
Pada pemeriksaan status generalis didapatkan hampir semua normal,
kecuali pada bagian abdomen, yaitu didapat nyeri tekan didaerah lumbal dekstra.
Hal ini dekat dengan titik McBurney dimana kelainan yang khas yang dijumpai
pada apendicitis. Akan tetapi setelah dilakukan rovsing sign, psoas sign dan
obturator sign tidak ditemukan nyeri yang positif, serta pada pemeriksaan darah
rutin tidak ditemukan angka leukosit yang tinggi. Jadi untuk hal ini diagnosis
banding apendicitis dapat gugur. Sedangkan kelainan yang dapat ditemukan pada
nyeri perut kanan bawah ini adalah disentri amuba, dimana pada penyakit ini
amuba membentuk suatu gaung di colon terutama dicaecum yang letak
anatomisnya di perut bagian kanan bawah, sehinga apabila ditekan akan pasien
akan merasakan nyeri. Selain itu ditemukan nyeri saat BAB, ini juga kadang
ditemukan pada disentri amuba dan disentri basiler, akan tetapi pada pemeriksaan
feses rutin tidak ditemukan adanya darah dalam feses maupun amuba. Jadi untuk
hal ini diagnosis amuba tidak mungkin ditegakkan. Kelainan yang lain adalah
colitis, dimana nyeri tekan tidak spesifik hanya di perut bagian kanan bawah saja,
akan tetapi dapat ditemukan pada regio umbilical, dan regio lumbal sinistra. Hal
ini tergantung pada radang yang terkena di bagian colon ascendens, tranversal,
maupun descendens.
Dari berbagai manifestasi klinis yang terkait, maka dari kesemua gejalagejala diatas mengarah ke suatu diagnsosis yaitu colitis. Colitis adalah merupakan
suatu peradangan yang terajadi pada usus besar. Gejala-gejala kolitis yang dapat
dijumpai adalah seperti: nyeri perut, perubahan konsistensi feses dapat bercampur
darah dan lendir maupun tidak, demam, tenesmus, bengkak pada jaringan usu
besar, eritema pada pada permukaan usus besar dan ulserasi pada usus besar.
Colitis pada dasarnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kolitis infeksi
1. Kolitis amebik
2. Shigellosis
3. Kolitis tuberkulosa
39
4. Kolitis pseudoembran
5. Kolitis oleh parasit/bakteri lain
b. Kolitis non-infeksi
1. Kolitis ulserosa
2. Penyakit crohn
3. Kolitis radiasi
4. Kolitis iskemik
5. Kolitis mikroskopik
6. Kolitis non-spesifik
Diagnosis pasti dari kolitis dengan barium enema in loop yang akan didapatkan
hasil berupa hilangnya haustra seperti pada gambar di bawah ini :
40
Gambaran Kolitis Ulseratif Stadium Berat dimana haustra tidak terlihat hampir
menyeluruh di semua colon.
Diagnosis juga dapat dilakukan dengan kolonoskopi yang akan dijumpai
gambaran sebagai berikut:
41
Sulfasalazin 3 x 500 mg
Sulfasalazin (salisilazosulfapiridin) merupakan kombinasi sulfapirin
dengan asam 5-aminosalisilat yang dihubungkan dengan ikatan azo. Obat
ini sukar diabsorbsi dari usus, dan rantai azo diputuskan oleh flora bakteri
dalam ileium bagian distal dan kolon untuk membebaskan 5-ASA. 5-ASA
ini mempunyai efek antiinflamasi (sumber utama dari efek obat ini).
Sulfasalazin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1940-an untuk
pengobatan artritis reumatoid. Kemudian obat ini efektif untuk colitis
ulseratif ringan-sedang dan kolitis Crohn
42
mual dan sakit kepala ditemukan 20% pada penderita yang mendapat
sulfasalazin 4 g/hari. Efek samping dapat dicegah dengan cara
memberikan dosis awal yang rendah dan ditingkatkan secara perlahanlahan untuk medapat dosis yang dikehendaki.
-
Laxasium sirup 3 x 15 cc
Laxasium berisi magnesium hidroksida yang berguna sebagai obat
pencahar. Magnesium hidroksid tidak diabsorbsi dan menahan air dalam
usus dengan tekanan osmotik. Larutan isoosmotik berisi polietilen glikol
bekerja sebagai pembilas kolon untuk menghilangkan toksin.
43
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
1. Kolitis dapat diklasifikasikan menjadi kolitis infeksi dan non infeksi.
2. Kolitis infektif terdiri dari kolitis amebik, shigelosis, kolitis tuberkulosa,
kolitis pseudomembran dan kolitis oleh parasit serta bakteri lain seperti E.
coli.
3. Kolitis noninfektif antara lain berupa kolitis ulseratif, penyakit Crohn,
kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, maupun kolitis
nonspesifik.
4. Pemeriksaan endoskopi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
masing-masing kolitis.
3.2 Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi pada pasien kolitis agar tidak terjadi
komplikasi-komplikasi yang serius.
2. Perlu dilaksanakan penelitian epidemiologi mengenai insidensi dari
berbagai macam kolitis di Indonesia.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Oesman N. Kolitis Infeksi. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 368-72
2. Sing J. Colitis 2006; http://emedicine.medscape.com [Diakses tanggal 7
April 2016]
3. Mangesti U, Simanibrata M. Pendekatan Diagnosis dan Tatalaksana
Kolitis
Infektif
dengan
Komplikasi
Hematokezia;
Chronic
Diarrhea
Role
of
Intubation
Biopsy;
45
dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 384-8
13. The National Digestive Diseases Information Clearinghouse (NDDIC).
Ulcerative Colitis 2006; http://digestive.niddk.nih.gov [Diakses tanggal 7
April 2016]
14. Kolitis Ulseratif; http://medicastore.com [Diakses tanggal 7 April 2016]
15. Judge TA, Lichentenstein. Inflamatory Bowel Disease. In: Friedman SL,
McQuaid KR, Grendell JH (ed). Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology. 2nd Edition. Singapore: McGraw Hill, 2003. 108-30
16. Geboes K, Jouret A. Macroscopy and Microscopy the Inflamatory Bowel
Disease (IBD); http://documents.irevues.inist.fr/bitstream [Diakses tanggal
7 April 20016]
17. Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis);
http://medicastore.com [Diakses tanggal 7 April 2016]
18. Makmun D. Kolitis radiasi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007. 379
19. Ischemic Colitis; http//www.wikipedia.org [Diakses tanggal 7 April 2009]
20. Rasyad SB. Penyakit Vaskular Mesenterika. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI,2007.400-1
21. Salaru, G, Shen E. Ischemic Colitis; http//pleiad.umdnj.edu [Diakses
tanggal 7 April 2016]
46