PENDAHULUAN
Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun paling
sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi kecuali pada
mereka yang menurun sistem imunnya, tapi infeksi bisa menyebabkan obstruksi
jalan napas yang signifikan pada anak-anak. Infeksi
yang sama antara laki-laki dan perempuan. Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis
kronik atau
tonsilitis
percobaan
multipel
penggunaan
antibiotik
oral
untuk
Abses
leher dalam sebagai akibat dari penjalaran infeksi dari berbagai sumber,
seperti
tergantung ruang mana yang terlibat. Gejala dan tanda klinik dapat berupa
nyeri dan pembengkakan. Abses peritonsil (Quinsy) merupakan salah satu dari
Abses leher dalam dimana selain itu abses leher dalam dapat juga abses
retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina ludovici (Ludwig
Angina) . 6
.
Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi pada
bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic di daerah
peritonsil. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah adalah didaerah
pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan palatum superior.15
.
Abses
peritonsil
bakteri penginfeksi
terbentuk
oleh
karena
penyebaran
organisme
BAB II
ABSES PERITONSIL
1. Anatomi
Tonsil palatina adalah massa jaringan limfoid yang terletak didalam
fosa tonsillaris pada dinding lateral orofaring. Tonsil palatina merupakan
bagian dari cincin waldeyer. Jaringan limfoid yang mengelilingi faring,
pertama kali digambarkan anatominya oleh Heinrich von Waldeyer, seorang
ahli anatomi Jerman. Jaringan limfoid lainnya yaitu adenoid (tonsil
pharingeal), tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid.
Kelenjar ini tersebar dalam fossa Rossenmuler, dibawah mukosa dinding
faring posterior faring dan dekat orificium tuba eustachius (tonsil Gerlachs).10
Faring dibagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring.
Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak diatas pallatum molle,
orofaring yaitu bagian yang terletak diantara palatum molle dan tulang hyoid,
sedangkan laringofaring bagian dari faring yang meluas dari tulang hyoid
sampai ke batas bawah kartilago krikoid. Orofaring terbuka ke rongga mulut
pada pilar anterior faring. Pallatum molle (vellum palati) terdiri dari serat otot
yang ditunjang oleh jaringan fibrosa yang dilapisi oleh mukosa. Penonjolan di
median membaginya menjadi dua bagian. Bentuk seperti kerucut yang terletak
disentral disebut uvula.5
Posterior
Pilar
posterior
yang
dibentuk
oleh
m.
2.3 Tonsil
Tonsil dan adenoid adalah jaringan limfoid pada faring posterior di
area cincin Waldeyer. Fungsinya adalah untuk melawan infeksi.15
3.
Definisi
Abses peritonsil adalah penyakit infeksi yang paling sering terjadi
pada bagian kepala dan leher. Gabungan dari bakteri aerobic dan anaerobic
di daerah peritonsilar. Tempat yang bisa berpotensi terjadinya abses adalah
adalah didaerah pillar tonsil anteroposterior, fossa piriform inferior, dan
palatum superior.15
Abses
Peritonsil
(PTA)
merupakan
kumpulan/timbunan
Epidemiologi
Abses peritonsil dapat terjadi pada umur 10-60 tahun, namun
paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Pada anak-anak jarang terjadi
kecuali pada mereka yang menurun sistem immunnya, tapi infeksi bisa
menyebabkan obstruksi jalan napas yang signifikan pada anak-anak.
Infeksi ini memiliki proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan.
Bukti menunjukkan bahwa tonsilitis kronik atau percobaan multipel
penggunaan antibiotik oral untuk tonsilitis akut merupakan predisposisi
pada orang untuk berkembangnya abses peritonsiler. Di Amerika insiden
tersebut kadang-kadang berkisar 30 kasus per 100.000 orang per tahun,
dipertimbangkan hampir 45.000 kasus setiap tahun. 15
5. Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi
yang bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya
kuman penyebab sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan
kuman aerob dan anaerob.14
Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses
peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik
streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae.
Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium.
Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium,dan Peptostreptococcus spp.
Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi
antara organisme aerobik dan anaerobic.4
6. Patologi14
Patofisiologi PTA belum diketahui sepenuhnya. Namun, teori yang
paling banyak diterima adalah kemajuan (progression) episode tonsillitis
eksudatif
pertama
menjadi
peritonsillitis
dan
kemudian
terjadi
superior
dan
lateral
fosa
tonsilaris
merupakan
jaringan ikat longgar, oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial
peritonsil tersering menempati daerah ini, sehingga tampak palatum
mole
membengkak.
jaringan
m.pterigoid interna,
di sekitarnya
sehingga
proses
terus
berlanjut,
timbul
7.
Gejala klinis
Abses peritonsil akan menggeser kutub superior tonsil ke arah
garis tengah dan dapat diketahui derajat pembengkakan yang ditimbulkan
di palatum molle. Terdapat riwayat faringitis akut, tonsillitis, dan rasa
tidak nyaman pada tenggorokan atau faring unilateral yang semakin
memburuk. Keparahan dan progresivitasnya ditunjukkan dari trismus.
Kebanyakan pasien menderita nyeri hebat.13
Gejala yang dikeluhkan pasien antara lain panas sub febris,
disfagia dan odinofagia yang menyolok dan spontan, hot potato voice,
mengunyah terasa sakit karena m. masseter menekan tonsil yang
meradang, nyeri telinga (otalgia) ipsilateral, foetor ex orae, perubahan
suara karena hipersalivasi dan banyak ludah yang menumpuk di faring,
rinolalia aperta karena udem palatum molle (udem dapat terjadi karena
infeksi menjalar ke radix lingua dan epiglotis = udem perifokalis), trismus
(terbatasnya kemampuan untuk membuka rongga mulut) yang bervariasi,
tergantung derajat keparahan dan progresivitas penyakit, trismus
menandakan adanya inflamasi dinding lateral faring dan m. Pterigoid
interna, sehingga menimbulkan spasme muskulus tersebut. Akibat
limfadenopati dan inflamasi otot, pasien sering mengeluhkan nyeri leher
dan terbatasnya gerakan leher (torticolis).9,15
Gambar 3. tonsillitis akut (sebelah kiri) dan abses peritonsil (sebelah kanan).
8.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tonsilitis akut dengan asimetri
faring sampai dehidrasi dan sepsis. Didapatkan pembesaran dan nyeri
tekan pada kelenjar regional. Pada pemeriksaan kavum oral terdapat
eritema, asimetri palatum mole, eksudasi tonsil, dan pergeseran uvula
kontralateral. Dan pada palpasi palatum molle teraba fluktuasi. .6
Nasofaringoskopi dan laringoskopi fleksibel direkomendasikan pada
pasien yang mengalami kesulitan bernapas, untuk melihat ada tidaknya
epiglotitis dan supraglotis.14,15
Pemeriksaan penunjang
PTA biasanya unilateral dan terletak di pole superior dari tonsil
yang terkena, di fossa supratonsillar. Mukosa di lipatan supratonsillar
tampak pucat dan bahkan seperti bintil bintil kecil.12
Palpasi daerah palatum mole terdapat fluktuasi. Nasofaringoskopi
dan laringoskopi fleksibel direkomendasikan untuk penderita yang
mengalami gangguan pernafasan.13
Prosedur diagnosis yaitu dengan melakukan aspirasi jarum. Tempat
yang akan dilakukaan aspirasi dibius atau dianestesi menggunakan
lidokain dan epinephrine dengan menggunakan jarum besar (berukuran
1618) yang biasa menempel pada syringe berukuran 10cc. Aspirasi
material yang purulen merupakan tanda khas, dan material dapat dikirim
untuk dibiakkan untuk mengetahui organisme penyebab infeksi demi
kepentingan terapi antibiotika.11,14
Pada penderita PTA perlu dilakukan pemeriksaan3:
1. Hitung darah lengkap (complete blood count), pengukuran kadar
elektrolit (electrolyte level measurement), dan kultur darah (blood
cultures). Karena pasien dengan abses peritonsil seringkali dalam keadaan
meningitis,
dan
abses
otak.
Sekuele
poststreptokokus
juga
terjadi
peritonsilitis
kronis
dengan
aliran
pus
yang
yang
diberikan
ialah
penisilin
insisi
di
mengiris
mukosa
overlying
abses,
biasanya
nyeri,
trismus,
tonsilektomi a
chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah drainase abses disebut
tonsilektomi a tiede,
drainase
abses
dan
bila
tonsilektomi
disebut tonsilektomi
4-6
froid.
minggu
sesudah
Pada umumnya
pada
tonsilektomi
perdarahan
abses
kesepakatan
kapan
tonsilektomi
sepsis,
sedangkan
sebagian
terjadi
lagi menganjurkan
tonsilektomi segera.10
Penggunaan steroids masih kontroversial. Penelitian terbaru
yang dilakukan Ozbek mengungkapkan bahwa penambahan dosis tunggal
intravenous dexamethasone
secara
pada
antibiotik
parenteral
telah
terbukti
pain),
demam,
dan
trismus
Prognosis3
Abses peritonsil hampir selalu berulang bila tidak diikuti
difunda
sampai
6 minggu
berikutnya.
BAB III
KESIMPULAN
Abses peritonsil merupakan infeksi akut atau abses yang berlokasi di
spatium peritonsiler, yaitu daerah yang terdapat di antara tonsil dengan m.
kontriktor
superior,
biasanya
unilateral
dan
didahului
oleh
infekrsi
tonsilopharingitis akut 5-7 hari sebelumnya. Abses peritonsil dapat terjadi pada
umur 10-60 tahun, namun paling sering terjadi pada umur 20-40 tahun. Organisme
aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus
pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan
Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah
Fusobacterium.
Prevotella,
Porphyromonas,
Fusobacterium,dan
yang
diberikan
ialah
penisilin
600.000-1.200.000 unit
atau
LAPORAN KASUS
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Pekerjaan
Agama
Pendidikan
Alamat
Masuk Tanggal
:
:
:
:
:
:
:
:
Ny. N
Wanita
29 tahun
Ibu Rumah Tangga
Islam
SMA
Lingkas Ujung, Kota Tarakan.
14/03/2016
ANAMNESIS
AUTO / ALLO
TANGGAL
KELUHAN UTAMA
KELUHAN TAMBAHAN
:
:
:
:
Autoanamnesa
15/03/2016
Nyeri menelan
Demam, dan bau mulut.
Disangkal
RIWAYAT ALERGI
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
RR
Status Generalis
Kesadaran
Kepala
Mata
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: Composmentis (E4V5M6)
: Normochepali
: Konjungtiva Anemis - / - , Sklera Ikterik - / : Tidak dilakukan pemeriksaan
: Tidak dilakukan pemeriksaan
: Tidak dilakukan pemeriksaan
A. Status THT
1. Pemeriksaan Telinga
KANAN
Normotia, Nyeri tekan tragus
Daun Telinga
KIRI
Normotia, Nyeri tekan tragus
(-)
Nyeri tekan RA (-), Nyeri
Retroaurikuler
(-)
Nyeri tekan RA (-), Nyeri
Preaurikuler
Lapang
Tidak hiperemis
(-)
(-)
(-)
Lapang/sempit
Warna
epidermis
Sekret
Serumen
Kelainan lain
Sempit
Tidak hiperemis
(-)
(-)
(-)
Membran
Timpani
Membran
timpani
telinga
lain (-)
Deformitas
Nyeri tekan
KIRI
Tidak ada
Daerah sinus frontalis (-),
maxillaris (-)
(-)
maxillaris (-)
(-)
Krepitasi
RINOSKOPI ANTERIOR
Normal
Seperti warna kulit
Lapang
Merah muda
Idem
Eutrofi, warna seperti
warna kulit
Sulit dinilai
Tidak deviasi
Tidak ada
Vestibulum Nasi
Epidermis
Cavum Nasi
Mukosa
Konka Media
Konka Inferior
Meatus Media
Meatus Inferior
Septum
Sekret & Massa
Normal
Seperti warna kulit
Lapang
Merah muda
Idem
Eutrofi, warna seperti
warna kulit
Sulit dinilai
Tidak deviasi
Tidak ada
RINOSKOPI POSTERIOR
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Koana
Mukosa Konka
Sekret
Muara Tuba
Eustachius
Adenoid
Fossa
Rusenmuler
Atap Nasofaring
4. Pemeriksaan Faring
Arkus Faring
Pilar anterior
Palatum molle
Mukosa Faring
nasal drip
Uvula
Tonsil palatina
Peritonsil
Gigi geligi
: Sulit dinilai
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Tenang, tidak bergranula, tidak ada post
: Terdorong kearah kanan
: Besar
: T1-T3
Mukosa : Hiperemis
Kripta
: Melebar
Detritus : Ada, di sebelah kiri
Perlekatan: Tidak ada
: Membengkak
: Gigi bagian atas hanya ada 1 akar gigi
seri dan 1 gigi seri (sinistra), gigi bagian bawah tidak ada sama sekali.
Gusi
: Merah muda
Lidah
: Merah muda
Kelenjar Liur
: Normal, hipersaliva (-)
Kelainan lain
: Tidak ada
5. Hipofaring
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Pemeriksaan Laring
Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Leher
I.
PENATALAKSANAAN
Insisi dan drainase abses.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adrianto, Petrus. 1986. Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan, 296,
308-309. EGC, Jakarta
2. Anonim.
Abses
Peritonsiler.
Available
from
M.
2008.
Peritonsillar
Abscess
(Quinsy).
accessed:
http://www.patient.co.uk/showdoc/40000961/
13. Steyer, T. E. 2002. Peritonsillar Abscess: Diagnosis and Treatment.
accessed:http://www.aafp.org/afp/20020101/93.html
14. Soepardi,E.A,
Iskandar,
H.N,
Abses Peritonsiler,